Awug-awug
![]() Dodongkal, versi awug-awug dari Jawa Barat. | |
Nama lain | Kue awug, dodongkal, dongkal |
---|---|
Jenis | Kue |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Jawa |
Bahan utama | Tepung beras, gula merah |
Awug-awug (Jawa: ꦄꦮꦸꦒ, translit. awug) [1]adalah sejenis makanan tradisional atau kue tradisional Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok jajanan pasar.[2] Kue ini telah populer di Jawa semenjak awal abad XIX atau bahkan mungkin juga sejak abad-abad yang sebelumnya. Awug-awug dicantumkan dalam Serat Centhini, kitab klasik ensiklopedia kebudayaan Jawa yang diterbitkan tahun 1814, sebagai salah satu dari aneka penganan yang perlu disiapkan sebagai sajen dalam pertunjukan wayang kulit dan ruwatan. Jajan pasar lainnya yang turut disebut, di antaranya, adalah clorot, bikang, ampyang, lêgondhoh, lêpêt, kupat, mêndut, limus, nagasêkar, pudhak, êntul-êntul, dan srabi utri.[1]
Makanan ini memiliki nama lain seperti awuk-awuk, (Sunda; dodongkal atau dongkal). Dongkal atau awug terbuat dari beras yang ditumbuk halus hingga menghasilkan tepung.[3] Kemudian tepung beras yang telah halus diisikan gula aren dan dikukus.[3] Dongkal biasanya disajikan diatas daun pisang dan ditaburi parutan kelapa di atasnya.[4][5] Dongkal termasuk kedalam makanan jajanan pasar Indonesia yang mulai langka.[6] Makanan ini bisa ditemui di Jakarta dan beberapa daerah di Jawa Barat seperti Sukabumi, Bogor, dan Cianjur.[2][4][5] Di daerah Bandung, dongkal dikenal dengan nama kue awug.[7] Dongkal biasa disajikan bersama secangkir teh sebagai kudapan.[8]
Bahan dan pembuatan[sunting | sunting sumber]
Awug-awug atau dongkal memiliki adonan dasar yang sama dengan adonan kue putu, yaitu tepung beras dan gula aren.[6] Namun, dongkal yang telah matang memiliki tekstur yang lebih kenyal dibandingkan dengan kue putu.[9] Dongkal juga berwarna putih karena tidak ditambahi dengan pewarna hijau dari daun suji seperti pada kue putu.[5]
Bahan-bahan kue awug adalah tepung beras atau tepung ketan, kelapa parut, garam, dan gula merah atau gula aren; cara modern kadang-kadang juga menggunakan gula pasir. Tepung beras biasanya dikukus setengah matang terlebih dulu sebelum dicampurkan dengan kelapa parut, garam dan gula pasir. Kemudian adonan campuran ini dimasukkan ke dalam kukusan (kerucut bambu), atau alat pengukus lainnya, dengan diselingi oleh lapisan gula merah atau gula aren.[10][11][12]
Dodongkal yang dimasak secara tradisional biasanya memang menggunakan alat-alat tradisional pula, seperti kukusan tadi dan dandang (Sd. seeng).[3][2] Dodongkal yang telah matang akan menghasilkan bentuk seperti nasi tumpeng, dengan warna 'belang-belang' hasil kombinasi lapisan berulang tepung beras dan gula aren. Supaya mudah dinikmati, kerucut kue awug ini lalu dipotong-potong menjadi beberapa bagian dan ditaburi dengan parutan kelapa sehingga rasanya jadi lebih gurih.[5][6]
Variasi modern kue ini ada pula yang menggunakan sagu mutiara dalam resepnya untuk menggantikan tepung beras atau ketan.[13] Demikian pula, warnanya tidak lagi monoton: putih dan cokelat kekuningan gula merah, namun juga warna-warni menggunakan bahan pewarna.[14]
Kandungan gizi[sunting | sunting sumber]
Dodongkal adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.[15] Dodongkal mengandung energi sebesar 7 kilokalori, protein 1,3 gram, karbohidrat 15,8 gram, lemak 0,9 gram, kalsium 0,01 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 0,2 miligram.[15] Selain itu di dalam Dodongkal juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram.[15] Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 40 gram Dodongkal, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %.[15]
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ a b Ranggasutrasna, R.Ng. dkk. (1814). Serat Suluk Tambangraras (Serat Centhini) Jil. II: 366 (Pupuh 157:8)
- ^ a b c (Indonesia) Metropolitan. "Mengulas Makanan Tradisional Khas Jakarta". Diakses tanggal 10 Mei 2014.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b c (Indonesia) Oke Food. "Manis Gurih Dodongkal Khas Bogor". Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ a b (Indonesia) Detik. "Putu Bambu vs Dodongkal". Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ a b c d (Indonesia) Info Bogor. "Dodongkal Kuliner Tradisional Bogor". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-20. Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ a b c (Indonesia) Rosid. "Dodongkal, Satu lagi dari Kuliner Tradisional". Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ (Indonesia) Purwasuka. "Awug Alias Dodongkal". Diakses tanggal 10 Mei 2014.[pranala nonaktif permanen]
- ^ (Indonesia) DISPARBUD Jawa Barat. "Makanan Tradisional Jawa Barat" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ (Indonesia) Alfitrahmat Saputro. "5 Sarapan Khas Kota Bogor". Diakses tanggal 10 Mei 2014.
- ^ Fimela: Resep kue awug khas Bandung, artikel Gayuh Tri Pinjungwati - 20 Nov 2022, 08:15 WIB; diakses pada 08/iii/2023.
- ^ Merdeka.com: Resep kue awug gurih manis ..., artikel Ayu Isti - Jumat, 24 Juni 2022 19:00; diakses pada 08/iii/2023.
- ^ Kulinear: Resep kue awug-awug; jajanan pasar tradisional wajib coba!, artikel Putri Dea Nabil Latifah - Minggu, 6 Juni 2021 | 11:00 WIB; diakses pada 08/iii/2023.
- ^ DetikFood: Resep pembaca: Awug sagu mutiara lapis kurma yang legit lembut, artikel Nirliani - Senin, 23 Agu 2021 13:30 WIB; diakses pada 08/iii/2023.
- ^ Tempo: Resep kue awuk-awuk, artikel R. Dina Andriani - Jumat, 27 Mei 2016 09:08 WIB; diakses pada 08/iii/2023.
- ^ a b c d (Indonesia) Organisasi. "Isi Kandungan Gizi Dodongkal - Komposisi Nutrisi Bahan Makanan". Diakses tanggal 10 Mei 2014.