Amr bin Ash
![]() ![]() | |
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | Makkah ![]() |
Kematian | 664 ![]() Mesir ![]() |
Tempat pemakaman | Mesir Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! ![]() |
1 Gubernur Mesir pada masa Kekhalifahan Umayyah | |
661 – 664 ← Muhammad bin Abu Bakar – Utbah bin Abi Sufyan → | |
1 Gubernur Mesir pada masa Kekhalifahan Rasyidin | |
640 – 646 – Abdullah bin Sa'ad → ![]() | |
Data pribadi | |
Agama | Islam ![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | pemimpin militer, statesperson (en) ![]() ![]() |
Kesetiaan | Kekhalifahan Rasyidin dan Kekhalifahan Umayyah ![]() |
Cabang militer | Pasukan Rasyidin dan Pasukan Umayyah ![]() |
Konflik | Pertempuran Badar, Pertempuran Uhud, Pertempuran Khandaq, Pertempuran Yarmuk, Pertempuran Shiffin, Penaklukan Rashidun di Mesir, Penaklukan Islam di Suriah, Penaklukan Maghreb oleh Muslim, Siege of Babylon (en) ![]() ![]() ![]() |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Ummu Kultsum binti Uqbah Raithah binti Munabbih ![]() |
Anak | Abdullah bin Amr bin al-Ash ( ![]() Muhammad bin Amr bin al-Ash ( ![]() ![]() |
Orang tua | Al-Ash bin Wa'il ![]() ![]() ![]() |
Saudara | Hisyam bin al-Ash ![]() |
Amr bin al-Ash bin Wa'il bin Hisyam (bahasa Arab: عمرو بن العاص بن وائل بن هشام; 664—573) atau Amru bin al-Ash atau Amru bin Ash adalah Sahabat Nabi Muhammad, gubernur Mesir, ahli diplomasi dan Jenderal perang pada masa Kekhalifahan Rasyidin dan Kekhalifahan Umayyah.[1]
Amru meluncurkan penaklukan Mesir atas inisiatifnya sendiri pada akhir tahun 639, mengalahkan kekaisaran Bizantium dalam serangkaian kemenangan yang diakhiri dengan penyerahan Aleksandria pada tahun 641 atau 642. Itu adalah penaklukan Muslim awal yang tercepat. Ini diikuti oleh kemajuan ke barat oleh Amru hingga Tripoli di Libya saat ini.[1]
Dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani dengan gubernur Bizantium, Cyrus, Amru menjamin keamanan penduduk Mesir dan mengenakan pajak (jizyah) pemungutan pada laki-laki dewasa non-Muslim. Dia mempertahankan birokrasi yang didominasi Koptik dan hubungan baik dengan patriark Koptik Benyamin. Ia mendirikan Fustat sebagai ibu kota provinsi dengan masjid yang didirikan setelah dia menaklukannya.
Amru memerintah secara relatif mandiri, memperoleh kekayaan yang signifikan, dan menjunjung tinggi kepentingan para penakluk Arab yang membentuk garnisun Fustat dalam kaitannya dengan otoritas pusat di Madinah. Setelah secara bertahap mengurangi otoritas Amru, Khalifah Utsman memecatnya pada tahun 646 setelah ia dituduh tidak kompeten oleh penggantinya, Abdullah bin Saad.
Setelah pemberontak dari Mesir membunuh Utsman, Amru menjauhkan diri dari tujuan mereka. Dalam Perang Saudara Pertama, Amru bergabung dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan melawan Khalifah Ali karena janji jabatan gubernur Mesir dan pendapatan pajaknya. Amru menjabat sebagai perwakilan Mu'awiyah dalam pembicaraan arbitrasi yang gagal untuk mengakhiri perang. Setelah itu, dia merebut kendali Mesir dari loyalis Ali, membunuh gubernurnya Muhammad bin Abu Bakar, dan mengambil alih jabatan gubernur. Mu'awiyah menahannya di posnya setelah mendirikan Kekhalifahan Umayyah pada 661 dan Amru memerintah provinsi itu sampai kematiannya.[1]
Biografi
[sunting | sunting sumber]Amru merupakan tokoh Quraisy yang mahir dalam urusan politik dan strategi berperang bahkan pada saat kaum Muslimin hijrah dari Mekkah ke Habasyah, ia menjadi utusan Quraisy yang bertugas membujuk agar raja Najasyi atau Negus mengembalikan kaum Muslimin ke negerinya semula tetapi hal ini tidak berhasil. Tubuh Amr agak pendek dengan rambut hitam, jago berkuda di masa jahiliyah dengan usia lebih tua dari Umar.[1]
Amru sambil membawa berbagai macam hadiah untuk membujuk Raja Najasi agar mau memulangkan kaum Muhajirin di sana kepada kaum mereka di Makkah. Namun, misinya itu gagal karena Raja Najasi menolaknya, karena lebih memercayai Muhammad. Semua hadiah dari kaum Quraisy yang dibawa Amru dikembalikan. Pada hari berikutnya Amru kembali mencoba membujuk Raja, tetapi raja tetap pada pendiriannya. Dengan tegas ia berkata, “Wahai Amru, bagaimana mungkin kau tidak memahami ajaran anak pamanmu itu? Sungguh, ia adalah utusan Allah yang sesungguhnya.”[2]
Amru juga pernah mengambil bagian dalam peperangan menentang Nabi Muhammad. dan kaum Muslim. Setelah kegagalan Pertempuran Khandaq, Amr mengemukakan pendapatnya bahwa ke depan kemenangan sudah berada di pihak Muhammad[1], pandangannya tajam ke depan, ia bahkan berencana tinggal di Habasyah (Ethiopia) untuk menyelamatkan diri ketika Islam menang.[1]
Pada akhirnya ia masuk Islam di depan raja Najasy (Habasyah), lalu bersama Khalid bin Walid setelah Perjanjian Hudaibiyah menuju Madinah[1]. Saat ia pergi ke Madinah menemui Muhammad. Di perjalanan menuju Madinah, ia bertemu dengan Khalid bin al-Walid dan Utsman bin Thalhah (penjaga Ka'bah), yang juga berniat menemui Nabi pada 8 H[1]. Amru bertanya, “Kalian berdua hendak kemana? ” Mereka menjawab, “Kami hendak menemui Muhammad untuk bersyahadat.”
Amru senang mendengar jawaban mereka. la berujar, “Aku pun pergi untuk tujuan yang sama!” Akhirnya, ketiga orang pemuka Quraisy itu berangkat bersama-sama menuju Madinah. Ketika Nabi mendengar kedatangan mereka, ia berkata kepada para sahabat, “Makkah telah datang menemui kalian dengan membawa para putranya.” Amru menanyakan bagaimanakah cara menebus dosa-dosanya di masa lalu? Nabi menjawab, “Islam dan Hijrah memutuskan dosa-dosa yang telah lalu.”[2]
Enam bulan setelah masuk Islam, dia bersama Rasulullah menaklukan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi perang. Ia menjadi komandan pertempuran Dzatu Salasil atas perintah Nabi.[1] Ketika Nabi wafat, ia sedang bertugas di wilayah Oman.[1]
Masa Khilafah Rasyidin
[sunting | sunting sumber]Dia adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis pada 13 H atas perintah Abu Bakar. Lalu membebaskan Mesir dari cengkraman Romawi pada 21 H atas intruksi Umar bin Khatahab.[1] Dalam sebuah peperangan, salah seorang panglima pasukan Romawi, Artaphoon mengundang Amru bin al-Ash ke bentengnya untuk berbincang-bincang. Sebelum memanggil Amr, Artaphoon telah berpesan kepada salah seorang pasukannya agar menimpakan batu besar jika nanti Amr keluar dari bentengnya. Dalam perbincangan itu Artaphoon mengungkapkan kekagumannya terhadap kecerdasan dan kecerdikan Amr. Di ujung pembicaraan ia memberikan hadiah kepada Amru sebagai ungkapan rasa senangnya. Ketika berjalan menuju ke luar benteng, Amru melihat ada gerakan-gerakan mencurigakan di atas benteng. la sadar, pasukan Romawi siap membunuhnya. Karena itu, ia menghentikan langkahnya dan segera kembali menemui Artaphoon.
Ketika keduanya berhadapan, Artaphnon menanyakan kenapa ia kembali. Amru menjawab, “Tuanku, aku lupa mengabarkan bahwa aku punya sepuluh orang sahabat, dan di antara mereka, aku adalah yang paling bodoh dan paling rendah kecerdasannya. Mereka adalah kepercayaan pimpinan kami. Pemimpin kami tak akan mengambil keputusan kecuali setelah bermusyawarah dengan mereka. Pimpinan kami juga tidak akan mengirim pasukan kecuali atas persetujuan mereka. Ketika aku melihat dan merasakan kebaikan Tuan, aku ingin membawa mereka ke hadapan Tuan agar Tuan dapat dengar langsung pembicaraan mereka dan mereka dapat hadiah seperti yang kudapatkan.”
Tentu saja Artaphoon senang mendengar penuturan Amru. Menurutnya, itu merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menghancurkan musuhnya. la berpikir, dengan bunuh sepuluh orang bijak itu berarti ia akan mengalahkan musuhnya dengan mudah. la tidak perlu bersusah payah mengerahkan pasukan untuk membunuh sepuluh pemimpin musuh.
Maka, Artapon memberi isyarat kepada pasukannya agar biarkan Amru pergi. Di depan gerbang benteng, kuda tunggangan Amru setia menunggu tuannya. Ketika ia naik, kuda itu meringkik keras sambil mengangkat kaki depannya seakan-akan mengejek keluguan Artaphoon, sang panglima pasukan Romawi.[2]
Amru bin Ash mendapatkan kemenangan dari dari Pertempuran Heliopolis, Pengepungan Babilon dan Pengepungan Alexandria dengan bantuan pasukan dari Zubair bin Awwam dan Ubadah bin Shamit[3]. Pasukannya mendapatkan jizyah sebesar 300.000 dinar (sekitar 900 miliar rupiah). Ia kemudian dilantik sebagai gubernur Mesir oleh Umar bin Khattab, tetapi kemudian ia mengundurkan diri pada masa Utsman bin Affan digantikan Abdullah bin Abi Sahr. Selanjutnya Muawiyah bin Abu Sufyan melantik kembali dia menjadi gubernur Mesir atas dukungannya dalam konflik melawan Ali. [1]
Pemerintahan Islam di bawah kepemimpinan Amr bin al-Ash
[sunting | sunting sumber]Islam tiba di Mesir dan seluruh benua Afrika pada tahun 640 M bersama Jenderal Amr bin Ash dari zaman Khulafaur rasyidin. Islam baru berusia beberapa dekade pada saat itu dan berkembang pesat dengan pengaruh Khulafaur rasyidin, yang telah dibentuk setelah wafatNya Nabi Muhammad, pada 632 M. Pada saat itu, Kristen Koptik baru-baru menguasai agama di Mesir Kuno dan menjadi agama yang dominan.
Pada 640 M, tentara Muslim mengepung benteng Romawi Babel, yang reruntuhannya masih berdiri di Koptik Kairo. Setelah menaklukkan benteng, Amr bin Ash menuju ke Alexandria (Iskandaria)[1] pada tahun 21 H / 641 M, akhirnya memaksa kota itu untuk menyerah setelah pengepungan yang lama dan meninggalkan Mesir di tangan para penakluk Muslim.[4]
Atas perintah Khalifah Umar dari ibukota Muslim di Madinah, orang-orang Kristen Mesir diperlakukan dengan baik di bawah penguasa baru mereka. Mereka diharuskan membayar pajak pemungutan suara dengan imbalan pembebasan dari dinas militer dan hak untuk menjalankan agama mereka. Sebuah sistem yang telah menjadi praktik umum di bawah kekaisaran Persia, Romawi, dan Bizantium yang memerintah Mesir sebelumnya.
Faktanya, orang Kristen Koptik Mesir telah menderita dan teraniaya selama di bawah pemerintahan Bizantium karena perbedaan teologis dengan Gereja Ortodoks, Bizantium. Dan diperkirakan bahwa sejumlah besar orang Koptik Mesir justru menyambut baik penaklukan Mesir oleh Muslim.
Amr bin Ash dianggap sebagai salah satu tokoh terpenting dalam sejarah Mesir, karena ia memperkenalkan Islam ke negara itu. Dia mendirikan sebuah kota baru di utara benteng Romawi Babel yang disebut Fustat. Saat ini, Masjid Amr bin Ash masih menandai situs kota ini. Strukturnya telah direnovasi beberapa kali dan tidak ada struktur aslinya yang tersisa sampai sekarang. Namun masih merupakan situs masjid tertua di Mesir dan seluruh benua Afrika.[5]
Perang Shifin
[sunting | sunting sumber]Ketika pecah perang saudara sesama muslimin dalam memperebutkan tahta Khalifah, Amru mendukung Muawiyah. Saat mendengar Ammar bin Yasir gugur, ia teringat ucapan Nabi, “Amar akan dibunuh oleh golongan yang berdosa.” Amru berkata, “Seandainya aku mati dua puluh tahun lebih awal sebelum kejadian ini.”[2] Panglima Amru mengerahkan tentara yang menjunjung Al-Quran diujung tombak, ia menggunakan cara ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi Thalib menghentikan serangan.
Kematian
[sunting | sunting sumber]Amru bin Ash wafat pada usia 90 tahun di Fustat, Mesir tahun 43 H / 664 M dengan warisan kekayaan berlimpah sebesar 832 uqyah emas atau 23 ton emas sekitar 34 miliar rupiah.[1]
Menjelang wafatnya ia berdoa,“Ya Allah, Engkau telah memerintahkan kepadaku, tetapi aku belum sempurna menjalankan perintah-Mu, Engkau telah melarangku, tetapi aku belum sempurna menghindari larangan-Mu." Kemudian ia membelenggu tangannya sendiri dan melanjutkan doanya, “Ya Allah, aku tak berdaya maka aku memohon pertolongan, aku tak dapat bebas maka aku mohon ampunan-Mu, tak ada Amru yang sombong, yang ada hanya Amr yang memohon ampunan. Tiada tuhan kecuali Engkau.”[2][1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ a b c d e Muhammad Raji Hassan, Kinas (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. ISBN 978-979-024-295-1
- ^ Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
- ^ Redaksi (2021-11-07). "Amr bin Ash dan Sejarah Islam di Mesir | Ngaderes.com | Situs Berita". Ngaderes | Situs Berita Anak Muda (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2022-01-12.
- ^ "Amr Ibn Al-Aas". www.memphistours.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-12.