Daftar Perdana Menteri Indonesia
| Perdana Menteri Republik Indonesia | |
|---|---|
| Gelar | Excellency |
| Anggota | |
| Kediaman | Gedung Pancasila |
| Kantor | Jakarta |
| Ditunjuk oleh | Presiden |
| Dasar hukum |
|
| Pejabat perdana | Sutan Sjahrir |
| Dibentuk | 14 November 1945 |
| Pejabat terakhir |
|
| Jabatan dihapus |
|
| Wakil | Wakil Perdana Menteri Indonesia |
Perdana Menteri Republik Indonesia, secara umum disebut sebagai Perdana Menteri Indonesia adalah jabatan tertinggi di Pemerintahan Indonesia pada masa Revolusi Nasional hingga berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin. Perdana Menteri bertugas memimpin jalannya pemerintahan dan menjadi pimpinan kabinet. Setelah disahkannya Dekrit Presiden 1959, Presiden Soekarno selaku Pemimpin Besar Revolusi memegang peranan sebagai Perdana Menteri sampai pengunduran dirinya pada 1966 .
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia menggunakan sistem presidensial dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian, tidak ada ketentuan secara konstitusional bahwa pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri, melainkan dipegang oleh Presiden yang juga kepala negara. Pada awal kemerdekaan, posisi Perdana Menteri justru diadakan untuk memimpin kabinet dan jalannya pemerintahan. Kemudian, jabatan Perdana Menteri dijamin oleh Pasal 52 UUD Sementara 1950. Perdana Menteri ditunjuk atas kewenangan Presiden dan ditugaskan untuk menangani anggaran belanja pemerintah dan bertanggung jawab atas kabinet, serta bertanggung jawab kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam praktik pemerintahannya, Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Badan Pekerja-Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) atau Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan perlu bermusyawarah dengan Presiden sebelum membuat kebijakan baru ataupun keputusan besar. Namun, apabila Perdana Menteri bersitegang dengan BP-KNIP atau Presiden, maka lembaga lain dapat dipilih sebagai alternatif.
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden yang menyatakan bahwa, karena ketidakmampuan Konstituante untuk mencapai mayoritas dua pertiga, UUD 1945 akan diberlakukan kembali, ini dihapus landasan konstitusional bagi kantor Perdana Menteri. Namun, pada tanggal 9 Juli di tahun yang sama, Sukarno mengambil jabatan Perdana Menteri selain Kepresidenan, kemudian menggunakan kalimat "Saya Menteri Presiden dan Perdana" sebagai pesan yang dominan dalam pidato-pidatonya setelah kudeta yang gagal terhadap pemerintah pada tahun 1965 dan pelepasan dokumen mentransfer semua kekuatan politik untuk Soeharto, Soekarno kehilangan gelar Perdana Menteri bersama-sama dengan Presiden tersebut.
Wacana Sistem Semi Presidensial
[sunting | sunting sumber]Isu dan wacana muncul seiring dengan dorongan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengamandemen kelima UUD 1945. Salah satunya adalah wacana sistem semi-presidensil. Adnan Buyung Nasution, pengamat politik dan aktivis Indonesia mengusulkan sistem semi presidensial hubungan perdana menteri dan presiden adalah simbiosis mutualisme. Sistem semi-presidensil menjadi solusi dari lemahnya kekuasaan presiden dan begitu kuatnya kekuasaan DPR dari hasil amendemen konstitusi empat kali sehingga DPR sering 'menyandera' kebijakan presiden.[1]
Daftar
[sunting | sunting sumber]| No. urut | Perdana Menteri (lahir–meninggal) |
Potret | Mulai menjabat | Akhir menjabat | Partai | |
|---|---|---|---|---|---|---|
| 1 | Sutan Sjahrir (1909–1966) |
14 November 1945 | 12 Maret 1946 | Partai Sosialis | ||
| 12 Maret 1946 | 2 Oktober 1946 | |||||
| 2 Oktober 1946 | 3 Juli 1947 | |||||
| 2 | Amir Sjarifoeddin (1907–1948) |
3 Juli 1947 | 11 November 1947 | Partai Sosialis | ||
| 11 November 1947 | 29 Januari 1948 | |||||
| 3 | Mohammad Hatta (1902–1980) |
29 Januari 1948 | 19 Desember 1948 | Nonpartisan | ||
| Syafruddin Prawiranegara[a] | 19 Desember 1948 | 14 Juli 1949 | – | |||
| (3) | Mohammad Hatta | 14 Juli 1949 | 4 Agustus 1949 | Nonpartisan | ||
| 4 Agustus 1949 | 20 Desember 1949 | |||||
| 20 Desember 1949 | 6 September 1950 | |||||
| – | Soesanto Tirtoprodjo (Penjabat Sementara) (1900–1967) |
20 Desember 1949 | 21 Januari 1950 | Partai Nasional Indonesia | ||
| 4 | Abdoel Halim (1911–1987) |
21 Januari 1950 | 6 September 1950 | Nonpartisan | ||
| 5 | Mohammad Natsir (1908–1993) |
6 September 1950[2] | 21 April 1951 | Partai Masyumi | ||
| 6 | Soekiman Wirjosandjojo (1898–1974) |
26 April 1951 | 1 April 1952 | Partai Masyumi | ||
| 7 | Wilopo (1909–1981) |
1 April 1952 | 30 Juli 1953 | Partai Nasional Indonesia | ||
| 8 | Ali Sastroamidjojo (1903–1976) |
30 Juli 1953 | 12 Agustus 1955 | Partai Nasional Indonesia | ||
| 9 | Burhanuddin Harahap (1917–1987) |
12 Agustus 1955 | 24 Maret 1956 | Partai Masyumi | ||
| 10 | Ali Sastroamidjojo | 24 Maret 1956 | 9 April 1957 | Partai Nasional Indonesia | ||
| 11 | Djoeanda Kartawidjaja (1911–1963) |
9 April 1957[3] | 6 Juli 1959 | Nonpartisan | ||
| 12 | Soekarno[b] (1901–1970) |
9 Juli 1959 | 25 Juli 1966 | Nonpartisan | ||
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ↑ Perdana Menteri petahana Republik Indonesia Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan oleh pihak sekutu Belanda pada tanggal 19 Desember 1948. kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Kabinet Darurat yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
- ↑ Soekarno adalah seorang Presiden, Perdana Menteri, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan Pemimpin Besar Revolusi pada masa Demokrasi Terpimpin.
Jabatan lain yang terkait
[sunting | sunting sumber]| Pejabat (lahir–wafat) |
Potret | Mulai menjabat | Akhir menjabat | Partai | |
|---|---|---|---|---|---|
| Djuanda Kartawidjaja (Menteri Pertama) (1911–1963) |
9 Juli 1959 | 13 November 1963 | Nonpartisan | ||
| Soeharto (Ketua Presidium Kabinet) (1921–2008) |
25 Juli 1966 | 17 Oktober 1967 | ABRI (Sekber Golkar) | ||
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]| Artikel ini adalah bagian dari seri |
| Politik dan Ketatanegaraan Republik Indonesia (Negara Kesatuan Republik Indonesia) |
|---|
| Hukum |
| Pemerintahan Pusat |
| Pemerintahan Daerah |
| Politik Praktis |
| Kebijakan luar negeri |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ↑ "Buyung Wacanakan Sistem Semi-Presidensil dengan Perdana Menteri". detiknews. Diakses tanggal 2024-07-08.
- ↑ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. hal 168
- ↑ Mimbar Penerangan. Departemen Penerangan Republik Indonesia. 27 Agustus 1957. hlm. 208.
- Bibliografi
- Abdullah, Taufik (2009). Indonesia: Towards Democracy. Singapore: Institute of South-East Asian Studies. ISBN 978-981-230-365-3. OCLC 646982290. Diakses tanggal 13 July 2011.
- Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 0-8014-9108-8.
- Cribb, Robert; Kahin, Audrey (2004). Historical Dictionary of Indonesia. Scarecrow Press Inc. ISBN 978-0-8108-4935-8.
- Pringgodigdo, Abdul Karim (1957). The office of President in Indonesia as defined in the three constitutions, in theory and practice. Ithaca, New York: Cornell University.
- Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (Edisi 4th). London: MacMillan. ISBN 978-0-230-54685-1.
- Simanjuntak, P. N. H. (2003), Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi [Cabinets of the Republic of Indonesia: From the Beginning of Independence to the Reform Era], Jakarta: Djambatan, ISBN 979-428-499-8
- Mrázek, Rudolf (1996). Sjahrir: politik dan pengasingan di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-231-6.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Inggris) World Statesmen

