Abu Ayyub al-Anshari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Abu Ayyub al-Ansari)
Abu Ayyub al-Anshari
radhiyallahu anhu
Foto Masjid Ayyub Sultan (Eyup Sultan Mosque) di Istanbul diambil dari arah makam Abu Ayyub al-Anshari
Masjid Ayyub Sultan di Istanbul, dekat makam Abu Ayyub al-Anshari
Nama asli Khalid bin Zaid
Lahir Khalid
Yatsrib (sekarang Madinah)
Meninggal Konstantinopel
tahun 52 H
usia 80 tahun
Tempat peristirahatan Tepi Benteng Istanbul
Kebangsaan Suku Khazraj
Kabilah Bani Najjar
Istri Ummu Ayyub
Orang tua Zaid bin Kulaib (ayah) dan Hindun binti Sa'id (ibu)

Abu Ayyub al-Anshari (أبو أيوب الأنصاري) adalah seorang sahabat nabi Islam Muhammad. Rumahya menjadi tempat persinggahan Muhammad segera setelah tiba di Madinah pada saat ia berhijrah.[1] Abu Ayyub hidup pada masa pemerintahan Kekhalifahan Rasyidin dan Kekhalifahan Umayyah. Abu Ayyub meninggal di Konstantinopel ketika tentara Kekhalifahan Umayyah coba menyerang kota itu. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, makam Abu Ayyub dipindahkan ke tepi benteng Konstantinopel di Istanbul seperti yang diwasiatkannya. Di samping makamnya dibangun Masjid Eyüp Sultan.

Kehidupan[sunting | sunting sumber]

Namanya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa'labah bin Abdu-Amr bin Auf bin Ghanam bin Malik bin an-Najjar bin Tsa'labah bin al-Khazraj.[2] Dia berasal dari suku Khazraj, kabilah Bani Najjar.[2] Ayahnya adalah Zaid bin Kulaib. Ibunya adalah Hindun binti Sa'id bin Amr bin Imri'il Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin al-Khazraj bin al-Harits bin al-Khazraj.[3] Istrinya adalah Ummu Ayyub binti Qais bin Sa'id bin Qais bin Amr bin Imri'il Qais.[4] Muhammad mempersaudarakannya dengan Mush'ab bin Umair.[1]

Masa kenabian Muhammad[sunting | sunting sumber]

Sebelum Muhammad hijrah ke Madinah, Abu Ayyub al-Anshari mengikuti Baiat Aqabah yang kedua.[3] Setelah Muhammad hijrah, dia mengikuti Pertempuran Badar dan perang-perang setelahnya.[1]

Rumahnya dipilih oleh Muhammad sebagai tempat tinggal sementara di perkampungan Bani Najjar hingga pembangunan Masjid Nabawi dan bilik salah satu istri Muhammad, Saudah binti Zam'ah selesai. Muhamad tinggal di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan. Pada awalnya Muhammad tinggal di lantai bawah rumah dan Abu Ayyub bersama istrinya tinggal di lantai atas. Namun, karena Abu Ayyub tidak ingin berada di atas Muhammad karena dinilai menghalangi wahyu, Abu Ayyub pindah ke lantai bawah dan Muhammad pindah ke lantai atas.[1]

Ketika terjadi peristiwa tuduhan berzinanya Aisyah istri Muhammad, dengan Shafwan bin Mu'aththal, Abu Ayyub pernah ditanya Ummu Ayyub, “Tidakkah kau dengar apa yang dikatakan orang-orang tentang Aisyah?”

Abu Ayyub menjawab, “Tentu saja. Apa yang mereka katakan itu adalah dusta. Apakah kamu mungkin melakukannya?”
“Tidaklah, demi Allah. Aku tidak mungkin melakukannya.”
“Kalau begitu, Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu.”[5]

Menurut para ahli Tafsir, berkaitan dengan kejadian Allah mewahyukan kepada Muhammad,[1]

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ

Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kalian mendengar berita bohong itu dan berkata: “Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata.”

QS an-Nur [24]: 12

Setelah kematian Muhammad[sunting | sunting sumber]

Abu Ayyub al-Anshari tetap tinggal di Madinah sampai pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Di masa itu, Ali mengangkatnya sebagai penggantinya memimpin Madinah ketika Ali memindahkan pusat kekhalifahan ke Irak. Namun, Abu Ayyub tidak lama kemudian menyusul Ali ke Irak.[1] Dia pernah pindah ke Mesir melalui jalur laut pada tahun 46 H. Pindah lagi ke Damaskus pada zaman Muawiyah bin Abi Sufyan.[2]

Abu Ayyub ikut serta dalam peperangan membebaskan banyak negeri, selain Perang Shiffin.[2] Dia memihak Ali dalam memerangi kaum Khawarij.[6]

Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. Pada zaman pemerintahan Muhammad al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Pintu masuk ke makam Abu Ayyub al-Ansari di Masjid Ayub Sultan

Kematian Abu Ayyub al-Anshari terjadi pada saat Pengepungan Konstantinopel di masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Pada saat itu, pemimpin perang adalah putra Mu'awiyah yaitu Yazid bin Mu'awiyah. Abu Ayyub al-Anshari meninggal dunia dalam peperangan ini. Sebelum kematiannya, ia berwasiat kepada Yazid bin Mu'awiyah bahwa ia ingin mati bersama dengan kudanya. Ia pun menerobos masuk ke Konstantinopel hingga mecapai dirinya tidak mampu sama sekali bergerak untuk melawan musuh.[7]

Abu Ayyub al-Anshari meninggal pada tahun 52 H di usia 80 tahun sebagai seorang mujahid. Ketika itu, dia sedang ikut bersama pasukan yang dipimpin oleh Yazid bin Mu'awiyah untuk menaklukan Konstantinopel. Baru beberapa saat sampai di wilayah musuh, dia jatuh sakit. Yazid menjenguknya seraya bertanya, “Apa yang ingin Anda wasiatkan?”

Dia menjawab, “Apabila aku meninggal, bawalah jasadku dengan kuda sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh. Jika tidak memungkinkan, maka kebumikanlah aku terlebih dahulu kemudian kembalilah berperang.”

Setelah kematian Abu Ayyub, jasadnya dinaikkan di atas kuda. Lalu kuda itu dibawa ke wilayah musuh kemudian jasadnya dikuburkan.[1][3]

Periwayatan hadis[sunting | sunting sumber]

Meriwayatkan dari

Nabi Islam Muhammad dan Ubay bin Ka'ab.[6]

Meriwayatkan darinya

Jabir bin Samurah, al-Bara' bin 'Azib, Miqdam bin Ma'du Yakrib, Abdullah bin Yazid al-Khath'ami, Jubair bin Nufair, Sa'id bin al-Musayyib, Musa bin Thalhah, Urwah bin Zubair, Atha' bin Yazid al-Laitsi, Aflah maula Atha' bin Yazid al-Laitsi, Abu Rumam as-Sima'i bin Abdirrahman, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdurrahman bin Abi Laila, Qartsa' adh-Dhubai, Muhammad bin Ka'ab, al-Qasim Abu Abdirrahman, dan lain-lain.[2]

Banyak hadis yang diriwayatkan darinya. Di kitab Musnad karangan Baqi bin Makhlad ada 155 hadis darinya, tujuh di antaranya disepakati Bukhari dan Muslim. Bukhari sendiri meriwayatkan satu hadis yang lain. Muslim meriwayatkan lima hadis yang lain.[2]

Dalam salah satu riwayat para ulama Muslim, mereka mencatat kisah Abu Ayyub yang bertenya tentang keakuratan hadis,[1]

Abu Ayyub pernah berangkat dari Madinah ke Mesir hanya untuk menemui Uqbah bin Amir dan menanyainya tentang satu hadis yang pernah didengar dari Nabi Muhammad. Dia berkata, “Ada satu hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah dan tidak ada lagi yang mendengarnya selain aku dan engkau; yaitu hadis tentang menutupi aib seorang mukmin.”

Uqbah lalu menanggapi, “Ya, aku pernah mendengar Nabi mengatakan, ‘Barang siapa menutupi aib seorang mukmin di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya kelak pada hari Kiamat.’”

“Engkau benar,” tegas Abu Ayyub.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h Al-Mishri, Mahmud (2015). Muhammad Ali, Lc, ed. Ensiklopedi Sahabat. 2. Jakarta: pustakaimamsyafii.com. hlm. 488–503. ISBN 978-602-9183-92-4. 
  2. ^ a b c d e f "أبو أيوب الأنصاري" [Abu Ayyub al-Anshari]. Islamic Library. سير أعلام النبلاء (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-25. Diakses tanggal 16 Juli 2017. 
  3. ^ a b c "أسد الغابة ط العلمية". Shamela Library (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-29. Diakses tanggal 16 Juli 2017. 
  4. ^ "كتاب: الاستيعاب في معرفة الأصحاب (نسخة منقحة)". Al-Eman|نداء الإيمان (dalam bahasa bahasa Arab). Diakses tanggal 17 Juli 2017. 
  5. ^ "أبو أيوب وذكره طهر عائشة لزوجه" [Pembelaan Abu Ayyub terhadap Aisyah di depan istrinya]. Islamic Library. السيرة النبوية لابن هشام (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-29. Diakses tanggal 17 Juli 2017. 
  6. ^ a b "الإصابة في تمييز الصحابة". Shamela Library (dalam bahasa bahasa Arab). Diakses tanggal 17 Juli 2017. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Katsir, Ibnu (2018). Dahsyatnya Hari Kiamat. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 7. ISBN 978-979-1303-85-9. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]