Lompat ke isi

Pembela Tanah Air

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pembela Tanah Air
郷土防衛義勇軍
Warna yang digunakan oleh batalyon PETA
Aktif3 Oktober 194315 Agustus 1945
NegaraHindia Belanda dan Malaya Inggris
Aliansi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
Tipe unitInfanteri
PeranMempertahankan Hindia Belanda yang diduduki Jepang dan Malaya Inggris dari invasi Sekutu
Jumlah personel66 Batalyon di Jawa, 3 Batalyon di Bali, ca 20.000 orang di Sumatra, ca 2.000 orang di Malaya
JulukanPETA
Warna panji  Ungu,   Hijau,   Merah, &   Putih
Himne"Mars Tentara Pembela" Play
PertempuranPemberontakan PETA Blitar

Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (Jepang: 郷土防衛義勇軍, Hepburn: Kyōdo Bōei Giyūgun) atau Pembela Tanah Air (PETA) adalah satuan paramiliter yang dibentuk Jepang di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 sebagai tentara sukarela berdasarkan maklumat Osamu Seirei No. 44 yang diumumkan oleh Panglima Angkatan Darat ke-16, Letnan Jenderal Kumakichi Harada. Pelatihan pasukan PETA dipusatkan di kompleks militer di Bogor.

Tentara PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Jenderal Besar TNI Soeharto dan Jenderal Besar TNI Soedirman. Veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan evolusi militer Indonesia, mulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI), hingga akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Karena hal ini, PETA dianggap sebagai salah satu cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia.

Awal pembentukan

[sunting | sunting sumber]

Setelah Jepang menguasai Hindia Belanda, pemerintahan militer Jepang mulai membentuk berbagai organisasi bagi rakyat Indonesia untuk kebutuhan pendudukan dan kebutuhan perang Jepang di Perang Pasifik. Akan tetapi, Jepang tidak membuka perekrutan untuk personel militer, kecuali dengan kapasitas yang sangat terbatas seperti Heiho. Meski begitu, niat untuk membentuk satuan militer yang terdiri dari penduduk lokal sudah ada sejak awal pendudukan. Letnan Satu Motoshige Yanagawa dari Beppan (gugus tugas khusus dari Angkatan Darat ke-16) memulainya dengan mendirikan Seinen Dōjō (青年道場, 'Dojo Pemuda') di Tangerang pada bulan Januari 1943, yang berfungsi sebagai tempat pelatihan kemampuan semimiliter bagi para pemuda.[1] Kemudian, Seinendan (Barisan Pemuda) diresmikan pada tanggal 9 Maret 1943.

Keterlibatan penduduk lokal

[sunting | sunting sumber]
Tentara PETA sedang latihan di Bogor pada tahun 1944
Mars PETA dalam pembukaan video propaganda Jepang yang diproduksi oleh Keimin Bunka Shidosho (Lembaga Kebudayaan Jepang di Indonesia)

Pada tanggal 16 Juni 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengumumkan dalam Sidang Parlemen Jepang ke-82, bahwa penduduk Pulau Jawa akan mulai dilibatkan dalam urusan pemerintahan dalam negeri di Pulau Jawa.[2] Sebagai bagian dari rencana tersebut, pemerintahan Jepang di Pulau Jawa mulai menyusun rencana untuk mendirikan satuan militer beranggotakan penduduk lokal yang berfungsi sebagai kekuatan pertahanan. Supaya rencana ini dapat menarik minat masyarakat, Beppan memutuskan bahwa permohonan pembentukan satuan tersebut harus dilakukan oleh orang Indonesia sendiri. Motoshige Yanagawa kemudian memilih Raden Gatot Mangkoepradja untuk membuat permohonan tersebut. Gatot Mangkoepradja dipilih karena ia telah menyampaikan aspirasi tentang pentingnya satuan militer bagi Indonesia kepada pemerintahan Jepang sejak bulan Mei 1942.[3] Motoshige Yanagawa bertemu dengan Gatot Mangkoepradja di Jakarta pada tanggal 5 September 1943 untuk mendiskusikan hal tersebut. Diskusi dilanjutkan dengan Beppan pada keesokan harinya.[4]

Dukungan dan perekrutan

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 7 September 1943, Gatot Mangkoepradja mengirimkan surat kepada Gunseikan (軍政官, 'Kepala Pemerintahan Militer Jepang') Letnan Jenderan Shinshichiro Kokubu, yang berisi permohonan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu usaha militer Jepang di medan perang secara langsung melalui sebuah "Barisan Pembela".[4][5] Di Tokyo, pernyataan serupa juga disampaikan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo pada kesempatan terpisah.[6][7] Keesokan harinya, pada 8 September 1943, surat milik Gatot Mangkoepradja dipublikasikan di koran Asia Raya.[8] Setelah penerbitan surat tersebut, selama beberapa hari setelahnya, berbagai surat kabar juga memuat aspirasi-aspirasi senada dari berbagai kalangan.[9][10] Pada tanggal 10 September 1943, R.A. Latief Hendraningrat juga mengirimkan surat kepada Gunseikan, yang berisi permohonan untuk melibatkan anggota Seinendan dalam perang.[11] Permohonan pembentukan satuan militer juga diusulkan oleh sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, K.H. Adnan, Dr. Abdul Malik Karim Amrullah, Guru H. Mansur, Guru H. Cholid, K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau Jawa.[12] Permohonan ini dimuat pada koran Asia Raya edisi 13 September 1943.[butuh rujukan] Dukungan terhadap pembentukan satuan militer juga disampaikan oleh beberapa tokoh, seperti Dr. Radjiman Widjodiningrat, R.Ng. Dwidjosewojo, Frits Laoh, Dr. A. Rasjid, Dr. H. A. Karim Amrullah, dan H. Agoes Salim.[13]

Berbagai ungkapan dukungan ini selaras dengan strategi Jepang yang ingin membangkitkan semangat patriotisme rakyat Indonesia dengan memberi kesan bahwa usul pembentukan pasukan militer pribumi berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri. Pengusulan oleh golongan agama juga bertujuan untuk membangkitkan rasa cinta tanah air yang berdasarkan ajaran agama. Hal ini kemudian diperlihatkan dalam bendera PETA yang terdiri dari unsur matahari terbit (lambang Kekaisaran Jepang) serta bulan sabit dan bintang (simbol kepercayaan Islam).

Pada tanggal 3 Oktober 1943, Panglima Angkatan Darat ke-16 menerbitkan Osamu Seirei No. 44 (治政令第44号, Osamu Seirei Dai-44 Gō) yang memutuskan pembentukan tentara sukarela di Pulau Jawa. Isi dari Osamu Seirei No. 44 adalah sebagai berikut:[14]

Pamflet rekrutmen PETA. Koleksi Museum Bahari, Jakarta.

Osamu Seirei No. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Jawa

Pasal 1
Mengingat semangat yang berkobar-kobar serta juga memenuhi keinginan yang sangat dari 50 juta penduduk di Jawa, yang hendak membela tanah airnya dengan sendiri, maka Balatentara Dai Nippon membentuk Tentera Pembela Tanah Air, yakni pasukan sukarela untuk membela Tanah Jawa dengan penduduk asli, ialah berdiri atas dasar cita-cita membela Asia Timur Raya bersama-sama.[a]

Pasal 2
Pasukan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air ini, dibentuk dengan penduduk asli yang memajukan diri untuk kewajiban membela tanah airnya, dan ditempatkan di dalamnya sejumlah opsir Nippon sebagai pendidik.[b]

Pasal 3
Pasukan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air termasuk di bawah pimpinan Saikoo Sikikan dan wajib menerima perintahnya.[c]

Pasal 4
Pasukan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air harus insaf akan cita-cita dan kepentingan pekerjaan pembela tanah air, serta wajib turut membela tanah airnya di dalam Syuu masing-masing terhadap negeri sekutu, di bawah pimpinan Balatentera Dai Nippon.[d]

Saikoo Sikikan (最高指揮官, Saikō Shikikan)

Perekrutan mulai dibuka pada bulan Oktober dan November 1943, bergantung pada jenjang kepangkatannya.[14] Pada pembentukannya, banyak anggota Seinendan yang menjadi anggota senior dalam barisan PETA.

Pemberontakan

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 14 Februari 1945, sebagian pasukan PETA Batalion Blitar melakukan pemberontakan di bawah pimpinan Soeprijadi. Pemberontakan ini dipicu oleh kemarahan personel Batalion Blitar yang menyaksikan buruknya kondisi masyarakat sekitar serta penderitaan yang dialami oleh romusa. Tujuan dari pemberontakan ini adalah membunuh setiap prajurit Jepang yang ditemui di wilayah Blitar. Akan tetapi, pemberontakan ini terendus lebih awal sehingga prajurit Jepang di sekitar markas batalion telah lebih dulu pergi. Pemberontakan berlangsung selama beberapa hari, dan berhasil dipadamkan terutama oleh pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun dari Heiho. Soeprijadi dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Dari sekitar 360 orang yang terlibat pemberontakan, 55 di antaranya ditangkap. Terdapat 6 orang yang dijatuhi hukuman mati. Hukuman dilaksanakan di Eereveld (sekarang Ancol) pada tanggal 16 Mei 1945.[butuh rujukan]

Pembubaran

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, berdasarkan perjanjian kapitulasi Jepang dengan Blok Sekutu, Tentara Kekaisaran Jepang memerintahkan para batalion PETA untuk menyerah dan menyerahkan senjata mereka. Sebagian besar pasukan PETA mematuhi perintah ini. Presiden Republik Indonesia yang baru saja dilantik, Sukarno, mendukung pembubaran ini daripada mengubah PETA menjadi tentara nasional. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi adanya tuduhan dari Blok Sekutu bahwa Indonesia yang baru lahir adalah kolaborator Kekaisaran Jepang karena ia memperbolehkan milisi yang diciptakan Jepang ini dilanjutkan.[16][17][18] Sehari kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, Panglima Angkatan Darat Ke-16 di Jawa, Letnan Jenderal Nagano Yuichiro, mengucapkan pidato perpisahan kepada para anggota PETA.

Peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia

[sunting | sunting sumber]
Pemuda Indonesia dalam pelatihan di Seinen Dojo yang kemudian menjadi anggota PETA

Tentara mantan personel PETA turut menjadi komponen militer Indonesia selama masa perang kemerdekaan. Mantan Tentara PETA menjadi bagian penting pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mulai sejak dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI), hingga akhirnya menjadi TNI. Personel lulusan pendidikan PETA menjadi kelompok dominan di era awal militer Indonesia karena pada masa pendudukan Belanda, pelatihan militer untuk penduduk pribumi tidak diberikan secara besar-besaran, sehingga tidak banyak yang mewarisi pendidikan militer ala Belanda.

Untuk mengenang perjuangan tentara PETA, pada tanggal 18 Desember 1995, diresmikan monumen PETA yang terletak di Bogor, bekas markas besar PETA.

Unit-unit PETA dibentuk dalam satuan setingkat batalion yang disebut daidan (大団). Satu batalion terdiri dari sekitar 500 orang, setengah ukuran dari batalion tentara Jepang (大隊, daitai). Setiap batalion bertugas untuk melindungi setidaknya satu kabupaten, sehingga terdapat dua hingga lima batalion yang ditempatkan pada satu keresidenan. Batalion PETA berada di bawah komando tentara Jepang setempat. Setiap batalion dipimpin seorang komandan batalion (大団長, daidanchō), dan dibagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil yang, secara berurutan dari yang paling besar hingga yang paling kecil, masing-masing dipimpin oleh komandan kompi (中団長, chūdanchō), komandan peleton (小団長, shōdanchō), dan komandan regu (部団長, budanchō). Para perwira ini dilatih di Jawa Bōei Giyūgun Kanbu Renseitai (ジャワ防衛義勇軍幹部錬成隊, 'Korps Pelatihan Kadet Tentara Sukarela Pertahanan Jawa') yang terletak di kompleks militer di Bogor. Setelah menuntaskan pendidikan, mereka ditempatkan di daerah asalnya dan bertugas merekrut serta melatih pemuda setempat untuk menjadi prajurit (義勇兵, giyūhei, 'tentara sukarela').[5]

Pada awal didirikannya PETA, terdapat 35 batalion yang dibentuk di seluruh Pulau Jawa, menyesuaikan dengan jumlah daitai yang ada. Jumlah ini kemudian bertambah hingga pada akhir tahun 1944 terdapat 66 batalion di Pulau Jawa dan 3 batalion di Pulau Bali. Pada akhir tahun 1945, setidaknya terdapat 35.800 personel yang ditempatkan di Pulau Jawa dan 1.600 personel di Pulau Bali.[5]

Daftar Batalion PETA[19]
Keresidenan Batalion Komandan Batalion Latar belakang Perwira lain
Banten I LabuhanToebagus Achmad ChatibUlamaSoehadisastra
II Kondangsari MalingpingE. Ojong TemajaUlamaM.B. Soetman
III Cilegon-SerangSjam'oenUlamaZainoel Falah
IV PandeglangOeding SoejatmadjaMoestaram
Jakarta I HarmoniKasman SingodimedjoLulusan RHS, mantan Ketua JIB dan MIAI Moeffreni Moe'min
Latief Hendraningrat
II PurwakartaSoerjodipoeroMoersid
Bogor I Jampang KulonR. Abdullah bin NoehUlamaHoesen Aleksah
II Pelabuhan RatuM. BasoeniUlamaMoelja
III SukabumiKafrawiMachmoed
IV Cibeber CianjurR. Goenawan ResmipoetroM. Ishak Djoearsa
Priangan I TasikmalayaK.H. SoetalaksanaUlamaAbdoellah Saleh
II PangandaranK.H. PardjamanUlamaK. Hamid
III BandungIljas SasmitaPermana
Oemar Wirahadikoesoemah
IV CimahiAroedji KartawinataLulusan MULO, mantan petinggi PSIISoeparjadi
Poniman
Soepardi
V GarutR. Sofjan IskandarKatamsi Sutisna
Cirebon I CirebonAbdoelgani SoerjokoesoemoRoekman
II MajalengkaR. Zaenal Asikin JoedibrataSoearman
Pekalongan I PekalonganIskandar IdrisUlamaAjoeb
II TegalK.H. DoerjatmanUlamaSoemardjono
Banyumas I CilacapR. SoetirtoR. Hartojo
II SumpiuhR. Soesalit DjojoadhiningratZaelan Asikin
III KroyaSoedirmanLulusan sekolah pendidikan guru Muhammadiyah, guru sekolah MuhammadiyahSoepardjo Roestam
IV BanyumasIsdiman
Gatot Subroto
Sarengat
Kedu I GombongR. Abdoel Kadir
Bambang Sugeng
R. Soetrisno
II MagelangMuhammad SusmanSoegiardjo
Soepangkat
III GombongDjoko KoesoemoSlamet
Achmad Yani
Sarwo Edhie Wibowo
IV PurworejoMoekahar RonohadikoesoemoTjiptoroso
Semarang I MricanR. Oesman
Soetrisno Soedomo
Soejadi
II Weleri/KendalR. Soedijono Taroeno KoesoemoSoeparman Soemahamidjaja
Pati I PatiKoesmoro Hadidewo
II RembangHolan IskandarSoekardi
III JeparaPrawiro AtmodjoSoekardji
Yogyakarta I WatesD. MartojomenoSudjiono
II BantulMochamad SalehLulusan sekolah pendidikan guru, guru sekolah MuhammadiyahSoepardi Pardi Pranoto
Soegiono
III PingitSoendjojo PoerbokoesoemoDarjatmo
Soeharto
IV WonosariMoeridan NotoNoedi
Surakarta I ManahanR.M. Moeljadi DjojomartonoUlamaSoeprapto Soekawati
Djatikusumo
II WonogiriK.H. IdrisUlamaBoediman
Bojonegoro I BabatK.H. Masjkur
Soedirman
UlamaOetojo Oetomo
II BancarMasriR. Rachmat
III TubanSoemadi SastroatmodjoSoemardjo
Madiun I MadiunAgoes TojibMoemardjo
II PacitanAkoeb GoelanggeR. Soebagijo
III PonorogoM. SoedjonoSoedijat
Kediri I TulungagungSoediroToeloes
II BlitarSoerachmadSoekandar
Moeradi
Soeprijadi
III SukorameA. Joedodiprodjo
Soejoto Djojopoernomo
Mashoedi Soedjono
Surabaya I Gunung SariSoetopoDokterMasdoeki Aboedardja
II SidoarjoR. Moehammad MangoendiprodjoLulusan OSVIABambang Joewono
III MojokertoKatamhadiOesman
IV GresikK.H. Cholik Hasjim
Moestopo
Ulama
Lulusan STOVIT, dokter gigi
Jondat Modjo
Malang I GondanglegiK. Iskandar SoelaemanUlamaSoemarto
II LumajangM. Soelijo AdikoesoemoWakil Residen Malang / Menteri Keamanan RakyatS. Hardjo Hoedojo
III PasuruanArsjid KromodihardjoSlamet
IV MalangImam Soedja'iSoekardani
V ProbolinggoSoedarsonoSoemitro
Besuki I Kencong JemberSoewito
Soediro
Soekarto
II BondowosoK.H. Tahiroeddin Tjokro AtmodjoUlamaRosadi
III Benculuk BanyuwangiSoekotjoImam Soekarto
IV Rambipuji JemberSurodjo
Astiklah
Soebandi
V Sukowidi BanyuwangiR. Oesman SoemodinotoSoedarmin
Madura I PamekasanK.H. R. Amin Dja'farUlamaR. Moehammad Saleh
II BangkalanRoeslan TjakraningratHafiloedin
III Batang BatangAbdoel MadjidAchmad Basoeni
IV AmbuntenAbdoel Hamid MoedhariUlamaSoeroso
V KetapangTroenodjojoMochamad Sabirin
Bali I NegaraI Made PoetoeI Wayan Moedana
II TabananI Goesti Ngoerah Gede PoegengIda Bagoes Tongka
III KlungkungAnak Agoeng Made AgoengI Made Geria

Tokoh Indonesia lulusan PETA

[sunting | sunting sumber]

Beberapa tokoh Indonesia yang merupakan lulusan PETA antara lain:

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. 大日本軍は、大東亜共同防衛精神に則り、ジャワ5千万民衆の熱々たる郷土防衛の意気に応え、原住民を以て、ジャワ防衛義勇軍を編成す。[15]
    'Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang, dilandasi semangat pertahanan bersama Asia Timur Raya, menjawab hasrat yang membara dari 50 juta masyarakat Pulau Jawa untuk membela tanah air, dengan membentuk Tentara Sukarela Pertahanan Jawa yang terdiri dari rakyat pribumi.'
  2. ジャワ防衛義勇軍は、郷土防衛に挺身を志願する原住民をもって編成し、一部の日本軍指導官を附す。[15]
    'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa dibentuk dari rakyat pribumi yang bergabung secara sukarela untuk membela tanah air dan mematuhi instruktur dari Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang.'
  3. ジャワ防衛義勇軍は、最高指揮官に隷す。[15]
    'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa tunduk pada Saikō Shikikan (最高指揮官, 'Komandan Tertinggi').'
  4. ジャワ防衛義勇軍は、郷土防衛精神に徹し、米英蘭に対し、各州郷土の防衛に任ず。[15]
    'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa berkomitmen untuk membela tanah air, bertugas menghadapi Sekutu, dan bertanggung jawab atas pertahanan di masing-masing Shū asalnya.'

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. Sato 2010, hlm. 194.
  2. Nippon Eigasha (1943-07-01). Bezoek generaal Tojo en instelling van de centrale raad van advies (video). Batavia/Tokyo.
  3. Sato 2010, hlm. 197.
  4. 1 2 Sato 2010, hlm. 193.
  5. 1 2 3 Kulsum, Kendar Umi (2021-02-17). "Tentara Peta: Sejarah Pembentukan dan Pemberontakan di Blitar 1945". Kompas.id.
  6. Asia Raya 1943a.
  7. Asia Raya 1943b.
  8. Mangkoepradja 1943.
  9. Sato 2010, hlm. 195.
  10. Machfoeld 1943.
  11. Domei 1943a.
  12. Suryanegara 1996.
  13. Domei 1943b.
  14. 1 2 Asia Raya 1943c.
  15. 1 2 3 4 Shiraishi 1974, hlm. 16.
  16. Ricklefs 1981, hlm. 194.
  17. Sunhaussen 1982, hlm. 2-4.
  18. Bachtiar 1988, hlm. 12.
  19. Suryanegara 2010, hlm. 68-80.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]