Lompat ke isi

Sa'id bin Amir al-Jumahi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Said bin Amir al-Jumahi (bahasa Arab: سعيد بن عامر الجماحي) adalah sahabat Nabi Muhammad dan Gubernur Homs pada masa Khalifah Umar. Beliau menerima kebenaran Islam sebelum pembebasan Khaibar. Beliau lahir pada tahun 601 M dan wafat pada tahun 641 H atau 20 H diusia 40 tahun. Dan beliau adalah seorang muhajirin atau ikut hijrah ke Madinah.

Dia merupakan saksi dari pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan kaum Quraisy kepada Khubaib bin Adi di Mekkah, sebelum memeluk Islam. Setelah menerima Islam, dia ikut dalam Pertempuran Khaibar bersama dengan Nabi Muhammad. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, pada masa Khalifah Umar Said bin Amir al-Jumahi diangkat menjadi Gubernur Homs.

Ketika Khalifah Umar berkunjung ke Homs, dia kemudian menanyakan kepada masyarakat bagaimana kepemimpinan Said bin Amir al-Jumahi. Masyarakat menyatakan kepemimpinan Said bin Amir al-Jumahi baik, kecuali empat hal yaitu Said bin Amir al-Jumahi datang untuk bekerja tidak dari pagi hari, ketika malam Said bin Amir al-Jumahi tidak pernah mau menerima tamu, satu hari dalam sebulan tidak menemui masyarakat, dan kadang-kadang Said bin Amir al-Jumahi tiba-tiba dapat jatuh pingsan.

Kemudian Khalifah Umar menanyakan langsung kepada Said bin Amir al-Jumahi tentang permasalahan yang diadukan masyarakat. Said bin Amir al-Jumahi, menjawab bahwa dia tidak dapat melayani masyarakat dari pagi hari, karena tidak memiliki pembantu dan harus mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Pada malam hari tidak menerima tamu, karena urusan dengan masyarakat hanya pagi hingga sore hari dan waktu malam saat bagi Said bin Amir al-Jumahi untuk beribadah kepada Allah. Sekali dalam satu bulan dia tidak dapat menemui masyarakat, karena dia harus mencuci baju yang hanya dimiliki satu-satunya, sehingga tidak dapat menemui masyarakat. Dan kadang-kadang, dia tiba-tiba pingsan disebabkan teringat atas kematian Khubaib bin Adi, Said bin Amir al-Jumahi merasa bersalah karena tidak dapat menolong Khubaib bin Adi.

Kemudian Umar mengucapkan

Alhamdulillah, Penilaianku terhadap Said telah terjawab dengan jawaban yang diberikan Said. Ia adalah salah satu Muslim terbaik dan setiap pertanyaan atas diri Said bin Amir al-Jumahi telah terjawab.

Selama menjabat sebagai gubernur Homs, ia memilih untuk hidup dalam kemiskinan dan tetap rendah hati meski ia memiliki kedudukan tinggi.[1]

Keistimewaan Said bin Amir ra

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah keistimewaan dari sahabat Said bin Amir ra:

  1. DIpilih Umar bin Khattab ra menjadi Gubernur Homs, Syuriah karena kezuhudan beliau akan dunia. Awalnya beliau menolak, dengan berkata, "Janganlah engkau menjerumuskan diriku kedalam fitnah, wahai amirul mukminin". Maka dengan nada keras Umar bin Khattab berkata: "Tidak, Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu menolak. Apakah kalian hendak membebankan amanah dan khalifah diatas pundakku, lalu kalian meninggalkan diriku begitu saja?"[2]
  2. Memiliki kedermawanan yang luar biasa. Dikisahkan ketika akan berangkat ke Homs, Suriah untuk menunaikan tugasnya sebagai walikota, beliau bersama Istrinya diberi bekal yang cukup banyak. Ketika sampai di Homs, istrinya berniat ingin membelanjakan bekal tersebut untuk membeli pakaian yang layak dan kebutuhan hidup di sana. Maka Said berkata, "Maukah aku tunjukkan yang lebih baik dari rencana mu ini? Kita berada di suatu negeri yang sangat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya. Lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan mengembangkannya." istrinya pun setuju setelah suami sanggup menjamin jika perdagangannya nanti rugi. Maka Said pun mengambil bekal dari Umar bin Khattab, ra, dia belikan keperluan dirinya dan istrinya, juga pakaian yang sederhana. Setelah itu, sisanya yang masih cukup banyak dia berikan kepada fakir miskin hingga habis. Karena perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan akhirat yang pasti untung. Akhirnya setelah beberapa lama, istrinya pun tahu bahwa harta yang dulu dibawa suaminya habis disedekahkan, tidak jadi untuk perdagangan dunia. istrinya pun menangis sedih. Maka Sa'id pun berkata, "Aku mempunyai rekan-rekan yang telah lebih dulu menemui Allah, saya tidak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya". Hingga akhirnya, istri Said pun meniti jalan kezuhudan terhadap dunia sebagaimana suaminya, Said bin Amir [2]
  3. Menjadi pemimpin yang baik dan dicintai rakyatnya. Sampai pada suatu saat Umar berkata pada Said, "Orang-orang Siria mencintaimu"[2]
  4. Tetap sederhana meski sudah menjadi seorang pejabat. DIkisahkan Said diprotes rakyatnya karena baru keluar menemui rakyatnya ketika sudah menjelang siang. Maka Said menjawab, "Keluarga kami tidak punya pelayan, sehingga sayalah yang membuat adonan tepung dan membiarkannya sampai mengembang, lalu saya membuat roti dan kemudian wudhu untuk sholat dhuha, baru kemudian menemui mereka".[2]
  5. Memilih hidup miskin, padahal tunjangan sebagai Pemimpin Homs cukup besar. Ketika beliau didesak agar menggunakan tunjangannya untuk lebih melonggarkan kehidupan keluarganya, beliau menolak dan berkata, "Aku tidak ingin ketinggalan daru rombongan yang pertama, yakni setelah saya mendengar Rosulallah sholallahualaihi wasallam, "Allah azza wajalla menghimpun manusia untuk dihadapkan ke pengadilan. Kemudian datanglah orang-orang miskin yang beriman, berdesak-desakan maju kedepan tidak ubahnya bagai kawanan burung merpati. Lalu ada yang berseru kepada mereka, "Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan!" Mereka menjawab, "Kami tidak punya apa-apa untuk diperiksa." Allah pun berfirman, 'Hamba-hamba-Ku itu benar" lalu mereka masuk surga sebelum orang lain masuk".[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Companions of the Prophet; IslamKotob
  2. ^ a b c d e Muhammad Khalid, Khalid (Rabiul AKhir, 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: UMMUL QURA. hlm. 161–168. ISBN 9786029896886.