Perundingan bersama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Perundingan kolektif)

Perundingan bersama atau perundingan kolektif, adalah proses negosiasi antara pengusaha dan sekelompok pekerja yang bertujuan untuk mengatur perjanjian gaji, kondisi kerja, tunjangan, dan aspek lain dari kompensasi pekerja serta hak-hak pekerja. Kepentingan pekerja biasanya disampaikan oleh perwakilan dari serikat dari tempat pekerja tersebut berada. Kesepakatan bersama yang dicapai dari negosiasi ini biasanya menetapkan skala upah, jam kerja, pelatihan, kesehatan dan keselamatan, lembur, mekanisme pengaduan, dan hak untuk berpartisipasi dalam urusan tempat kerja atau perusahaan.[1]

Serikat pekerja dapat bernegosiasi dengan pengusaha tunggal (yang biasanya mewakili pemegang saham perusahaan) atau dapat bernegosiasi dengan sekelompok pengusaha, tergantung pada negara, untuk mencapai kesepakatan industrial. Kesepakatan bersama berfungsi sebagai kontrak kerja antara pengusaha dengan satu atau beberapa serikat. Perundingan bersama terdiri dari proses negosiasi antara perwakilan serikat dengan pengusaha (umumnya diwakili oleh manajemen, atau di beberapa negara seperti Austria, Swedia, dan Belanda, oleh organisasi pengusaha) terkait dengan syarat dan ketentuan kerja karyawan, seperti upah, jam kerja, kondisi kerja, prosedur pengaduan, serta mengenai hak dan kewajiban serikat pekerja. Para pihak sering merujuk hasil negosiasinya sebagai kesepakatan perundingan bersama ((Inggris):collective bargaining agreement (CBA)) atau kesepakatan kerja bersama ((Inggris):collective employment agreement (CEA)).

Temuan empiris[sunting | sunting sumber]

  • Anggota serikat dan pekerja lain yang dicakup oleh kesepakatan bersama mendapatkan rata-rata peningkatan upah dibandingkan rekan mereka yang tidak berserikat (atau tidak tercakup). Peningkatan tersebut biasanya 5 sampai 10 persen di negara-negara industri.[2]
  • Serikat pekerja cenderung untuk menyeimbangkan distribusi pendapatan, khususnya antara pekerja terampil dan tidak terampil.[2]
  • Hilangnya kesejahteraan yang terkait dengan serikat pekerja adalah 0,2 sampai 0,5 dari PDB, mirip dengan monopoli di pasar produk.[2]

Swedia[sunting | sunting sumber]

Di Swedia, cakupan kesepakatan bersama sangat tinggi meskipun tidak ada mekanisme hukum untuk memperluas kesepakatan bersama ke seluruh industri. Pada 2017, 83% dari semua pekerja sektor swasta dicakup oleh kesepaktan bersama, sementara pekerja sektor publik 100%, dan secara keseluruhan 89% (mengacu pada keseluruhan pasar tenaga kerja).[3] Hal ini mencerminkan dominasi regulasi diri (regulasi oleh pihak-pihak pasar tenaga kerja itu sendiri) atas regulasi negara dalam relasi industri di Swedia.[4]

Amerika Serikat[sunting | sunting sumber]

Di Amerika Serikat, National Labor Relations Act (1935) mencakup sebagian besar kesepakatan bersama di sektor swasta. UU ini membuat ilegal bagi pengusaha untuk mendiskriminasi, memata-matai, mengganggu, atau mem-PHK pekerja karena keanggotaan serikat, untuk membalas keterlibatan pekerja dalam mengorganisir kampanye atau "kegiatan bersama" lainnya, membentuk serikat perusahaan, atau karena menolak terlibat dalam perundingan bersama dengan serikat yang mewakili pengusahanya. UU ini juga melarang mewajibkan pekerja untuk bergabung ke serikat sebagai persyaratan kerja.[5] Serikat juga dapat menjamin kondisi kerja yang aman dan upah yang adil atas tenaga kerja mereka.

OECD[sunting | sunting sumber]

Hanya satu dari tiga pekerja OECD yang memiliki upah yang disepakati melalui perundingan bersama. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD), dengan 36 anggotanya, telah menjadi pendukung terang-terangan perundingan bersama sebagai cara untuk memastikan bahwa penurunan pengangguran juga mengarah pada upah yang lebih tinggi.[6]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "BLS Information". Glossary. U.S. Bureau of Labor Statistics Division of Information Services. February 28, 2008. Diakses tanggal 2009-05-05. 
  2. ^ a b c Toke Aidt and Zafiris Tzannatos (2002). "Unions and Collective Bargaining". 
  3. ^ Anders Kjellberg (2019) Kollektivavtalens täckningsgrad samt organisationsgraden hos arbetsgivarförbund och fackförbund, Department of Sociology, Lund University. Studies in Social Policy, Industrial Relations, Working Life and Mobility. Research Reports 2019:1, Appendix 3 (in English) Table F
  4. ^ Anders Kjellberg (2017) ”Self-regulation versus State Regulation in Swedish Industrial Relations” In Mia Rönnmar and Jenny Julén Votinius (eds.) Festskrift till Ann Numhauser-Henning. Lund: Juristförlaget i Lund 2017, pp. 357-383 357-383ning. Lund: Juristförlaget i Lund 2017, pp. 357-383
  5. ^ "Can I be required to be a union member or pay dues to a union?". National Right To Work. Diakses tanggal 2011-08-27. 
  6. ^ lars. "OECD: The crisis is over, but collective bargaining is needed for wage growth — Nordic Labour Journal". www.nordiclabourjournal.org. 

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Buidens, Wayne, and others. "Collective Gaining: A Bargaining Alternative." Phi Delta Kappan 63 (1981): 244-245.
  • DeGennaro, William, and Kay Michelfeld. "Joint Committees Take the Rancor out of Bargaining with Our Teachers." The American School Board Journal 173 (1986): 38-39.
  • Herman, Jerry J. "With Collaborative Bargaining, You Work with the Union--Not Against It." The American School Board Journal 172 (1985): 41-42, 47.
  • Huber, Joe; and Jay Hennies. "Fix on These Five Guiding Lights, and Emerge from the Bargaining Fog." The American School Board Journal 174 (1987): 31.
  • Kjellberg, Anders (2019) "Sweden: collective bargaining under the industry norm", in Torsten Müller & Kurt Vandaele & Jeremy Waddington (eds.) Collective bargaining in Europe: towards an endgame, European Trade Union Institute (ETUI) Brussels 2019. Vol. III (pp. 583–604).
  • Liontos, Demetri. Collaborative Bargaining: Case Studies and Recommendations. Eugene: Oregon School Study Council, University of Oregon, September 1987. OSSC Bulletin Series. 27 pages. ED number not yet assigned.
  • McMahon, Dennis O. "Getting to Yes." Paper presented at the annual conference of the American Association of School Administrators, New Orleans, LA, February 20–23, 1987. ED 280 188.
  • Namit, Chuck; and Larry Swift. "Prescription for Labor Pains: Combine Bargaining with Problem Solving." The American School Board Journal 174 (1987): 24.
  • Nyland, Larry. "Win/Win Bargaining Takes Perseverance." The Executive Educator 9 (1987): 24.
  • O'Sullivan, Arthur; Sheffrin, Steven M. (2003) [January 2002]. Economics: Principles in Action. The Wall Street Journal: Classroom Edition (edisi ke-2nd). Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall: Addison Wesley Longman. hlm. 223. ISBN 0-13-063085-3. Diakses tanggal May 3, 2009. 
  • Smith, Patricia; and Russell Baker. "An Alternative Form of Collective Bargaining." Phi Delta Kappan 67 (1986): 605-607.
  • Alberta Human Rights Act, RSA 2000, c A-25
  • Canadian Charter of Rights and Freedoms
  • Donnelly, Jack. "Cultural and Universal Human Right". Human Right Quarterly 6(1984): 400-419
  • Dunmore v. Ontario (Attorney General), [2001] 3 S.C.R. 1016, 2001 SCC 94
  • Health Services and Support—Facilities Subcontractor Bargaining Assn. v. British Columbia, [2007] SCC 27, [2007] 2 S.C.R. 391
  • Mathiesen, Kay. "labor laws on unionization and collective bargaining — comparative study". Journal of information Ethics. 3(2009):245-567. Print.
  • Sitati, Ezekiel. "Examining the development sin the labor laws". Melbournes Journal of politic 3(2009):55-74. Print
  • Ontario (Attorney General) v. Fraser, 2011 SCC 20
  • Reference Re Public Service Employee Relations Act (Alberta), [1987] 1 S.C.R. 313

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Templat:Buruh terorganisir