Lompat ke isi

Orang Tionghoa-Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Suku Indonesia Peranakan)
Orang Tionghoa-Indonesia
Jumlah populasi
3,280,000 (2020)[1]
1.2% dari populasi Indonesia
Daerah dengan populasi signifikan

Serta populasi diaspora yang besar di:
 Malaysia[2]
 Singapura[2]
 Australia[3][4]
 Taiwan[5]
 Belanda
 Hong Kong
 Amerika Serikat
 Kanada
 Suriname
Bahasa
  • Dominan:
    Indonesia,
  • Bahasa suku-suku asal Tiongkok:<
  • Bahasa suku-suku asal Indonesia:
Agama
[6]
Kelompok etnik terkait
Tionghoa Perantauan

Orang Tionghoa-Indonesia[7] adalah salah satu kelompok etnis di Indonesia yang kebanyakan berasal dari wilayah Selatan Tiongkok. Etnis ini bermigrasi secara bertahap sejak abad ke-7 dikarenakan berbagai faktor sejarah, migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14 dimana banyak etnis Tionghoa melarikan diri dari situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil di wilayah Tiongkok saat itu.

Populasi di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia pada tahun 1930.[8] Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.[9]

Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% atau 1.739.000 jiwa yang mengaku sebagai Tionghoa. Definisi "etnis" yang dipakai BPS didasarkan atas pengakuan orang yang disensus. Atas dasar ini, jumlah ini dapat dianggap sebagai batas bawah ("lowerbound") karena banyak warga Tionghoa yang enggan mengaku sebagai "Tionghoa" dalam sensus. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.[10]

Menurut Perpustakaan Universitas Ohio, jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbesar di luar Cina[11] Sedangkan pada tahun 2006 jumlah etnis Tionghoa di Indonesia mencapai 7.670.000.[12] Poston, Dudley; Wong, Juyin (2016) memperkirakan populasi Tionghoa Indonesia mencapai lebih dari 8.010.720 jiwa.[13]

Masa-masa awal

[sunting | sunting sumber]

Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India.

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, pada masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa.

Era kolonial

[sunting | sunting sumber]

Pada masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia[butuh rujukan]. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir (ke-dua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta.[14] Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama Kesultanan Mataram, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743 yang disebut dengan peristiwa Perang Kuning.[15] Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfong[butuh rujukan] berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825–1830. Pembantaian di Batavia tersebut[16][17][1] Diarsipkan 2009-09-21 di Wayback Machine. melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan permukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

Daerah Pecinan di Banjarmasin.
Kelenteng Tua Pek Kong di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
Tugu Naga di pusat Kota Singkawang.

Bahasa rasmi Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Pasal 25: "Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi nasional yang digunakan sebagai bahasa negara."

Perlembagaan Indonesia (UUD 1945), Pasal 36: "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi dalam urusan pemerintahan, pendidikan, media, dan komunikasi umum di seluruh negara. Ia berasal daripada Bahasa Melayu dan telah dikembangkan serta disesuaikan menjadi simbol perpaduan bagi rakyat Indonesia yang memiliki ratusan bahasa daerah. Namun bahasa cina lain juga dituturkan tapi dalam ketegori yang kecil seperti - Hokkien, Mandarin, Hakka, dan Kantonis.

Cheongsam

[sunting | sunting sumber]

Cheongsam merupakan busana tradisional (perempuan) Tionghoa. Pakaian dicirikan oleh kerah berdiri, membuka sisi kanan, pas pinggang, dan tergelincir bawah, yang sepenuhnya dapat memicu keindahan bentuk tubuh perempuan. Cheongsam berasal dari chèuhngsāam . [18]

Seni Pertunjukan

[sunting | sunting sumber]

Barongsai

[sunting | sunting sumber]

Barongsai adalah tari tradisional Tionghoa dengan menggunakan sarung dan kostum yang menyerupai singa. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Pada 1965 kesenian barongsai di Indonesia sempat terhenti akibat situasi politik dan adanya pelarangan kebudayaan Tionghoa di Indonesia. Meski saat itu barongsai tidak diizinkan dimainkan, namun ada satu tempat yang bisa menampilkan kesenian budaya barongsai secara besar-besaran, yakni di Kota Semarang, tepatnya di panggung besar Kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Barongsai di Indonesia kemudian mengalami masa marak ketika masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mempopulerkan seni barongsai. Pada 9 Agustus 2012 di Jakarta, telah berdiri FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia) yang menjadi wadah dari olahraga barongsai di Indonesia. FOBI akhirnya resmi masuk KONI pada 11 Juni 2013. Barongsai pun kini tidak hanya dimainkan oleh etnis Tionghoa saja, namun juga dimainkan oleh para kaum muda non-Tionghoa.[19]

Liang Liong

[sunting | sunting sumber]

Tari Naga atau disebut juga Liang Liong di Indonesia. Tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis. Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat atau lebih. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari.

Wayang Potehi

[sunting | sunting sumber]

Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Tiongkok bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah Nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia. . Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.

Festival Qingming

[sunting | sunting sumber]

Festival Qingming merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran Khong Hu Cu. Festival tradisional Tionghoa ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin (atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi), pada umumnya dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April pada tahun kabisat.

Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di tarikh Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun". Perayaan ini dirayakan dengan kumpul keluarga, jamuan besar, berdoa, penyalaan lampion dan penyulutan kembang api.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]


Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Berapakah Jumlah Sesungguhnya Populasi Tionghoa di Indonesia?". nationalgeographic.grid.id. 5 June 2021. Diakses tanggal 22 August 2023.
  2. ^ a b Thomas Fuller (12 December 1998). "Indonesia's Ethnic Chinese Find a Haven For Now, But Their Future Is Uncertain: Malaysia's Wary Welcome". The New York Times. Diakses tanggal 5 Februari 2022.
  3. ^ Stephen Gapps. "A Complicated Journey: Chinese, Indonesian, and Australian Family Histories". Australian National Maritime Museum. Diarsipkan dari asli tanggal 6 May 2018. Diakses tanggal 5 Februari 2022.
  4. ^ Terri McCormack (2008). "Indonesians". Dictionary of Sydney. Diakses tanggal 5 Februari 2022.
  5. ^ "Statistics" (dalam bahasa Tionghoa). National Immigration Agency, ROC. Diarsipkan dari asli tanggal 2017-01-18. Diakses tanggal 5 Februari 2022.
  6. ^ Siagian, Oscar (2017-10-26). "WNI Keturunan Tionghoa Bisa 'Lebih Indonesia Dibanding Suku Bangsa Lain'". BBC.com. Diakses tanggal 2022-02-24.
  7. ^ "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 - Wikisumber bahasa Indonesia". id.wikisource.org. Diakses tanggal 2025-01-16.
  8. ^ Vasanty, Puspa (2004). Prof. Dr. Koentjaraningrat (ed.). "Kebudayaan Orang Tionghoa Di Indonesia", Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Penerbit Djambatan. hlm. hal. 359. ISBN 979-428-510-2.
  9. ^ Skinner, G.W. (1963). R.T. McVey (ed.). "The Chinese Minority", Indonesia. New Haven, HRAF. hlm. hal. 99. Pemeliharaan CS1: Tahun (link)
  10. ^ Kusno, Malikul (Sabtu, 9 Desember 2006), "UU Kewarganegaraan dan Etnis Tionghoa", Harian Umum Sinar Harapan, diarsipkan dari asli tanggal 2008-06-16, diakses tanggal 18 Agustus 2008 ; Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link)
  11. ^ "Ohio University". Diarsipkan dari asli tanggal 2007-03-10. Diakses tanggal 2007-02-28.
  12. ^ "印尼2006 年華人人口統計推估 (Perkiraan Statistik Jumlah Penduduk Tionghoa-Indonesia Tahun 2006)" (PDF). Overseas Compatriot Affairs Commission, R.O.C (Taiwan). Diakses tanggal 2010-05-10. 本會以人口增加率1.38%估計,2006 年印尼華人人口約有767 萬人,約占印尼總人口的3.4%,尚屬合理。
  13. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Poston and Wong
  14. ^ Setiono, Benny G. "Tionghoa Dalam Pusaran Politik", hal. 167, Transmedia
  15. ^ Fadillah, Arie Sunaryo,Danny Adriadhi Utama ,Ramadhian; Fadillah, Ramadhian; Sunaryo, Arie (24 Januarin 2020). Pratomo, Angga Yudha (ed.). "Geger Pecinan, Saat Laskar Tionghoa-Jawa Bersatu Melawan VOC". Merdeka.com. Diakses tanggal 15 Januari 2022. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  16. ^ http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm
  17. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 2006-11-13.
  18. ^ Teniwut, Meilani (2023-01-13). "Model Baju Changsan untuk Perayaan Imlek Tahun 2023". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-01-15.
  19. ^ Indonesia, INI BARU (ALE/SA) (2018-02-16). "Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini". INI BARU Indonesia. Inibaru.id. Diarsipkan dari asli tanggal 2020-11-20.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]

Sumber tersier

[sunting | sunting sumber]

Sumber sekunder

[sunting | sunting sumber]

Sumber primer

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]