Lompat ke isi

Ilmu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ilmu atau sains adalah suatu disiplin sistematis yang membangun dan menata pengetahuan dalam bentuk hipotesis dan prediksi yang dapat diuji mengenai alam semesta.[1][2] Ilmu pengetahuan modern umumnya terbagi menjadi dua atau tiga cabang utama:[3] yakni ilmu-ilmu alam, yang mempelajari dunia fisik, dan ilmu-ilmu sosial, yang mengkaji individu serta masyarakat.[4][5] Sementara itu, bidang yang disebut ilmu formal, seperti logika, matematika, dan ilmu komputer teoretis, biasanya dianggap terpisah karena bertumpu pada penalaran deduktif alih-alih metode ilmiah sebagai pendekatan utamanya.[6][7][8][9] Sementara itu, ilmu terapan merupakan cabang yang memanfaatkan pengetahuan ilmiah bagi tujuan praktis, seperti dalam bidang teknik dan kedokteran.[10][11][12]

Sejarah ilmu mencakup hampir seluruh catatan sejarah umat manusia, dengan para pendahulu awal ilmu modern dapat ditelusuri hingga Zaman Perunggu di Mesir dan Mesopotamia (ca 3000–1200 SM). Sumbangsih mereka dalam bidang matematika, astronomi, dan kedokteran kemudian memengaruhi filsafat alam Yunani pada masa zaman klasik serta renaisans abad pertengahan, ketika upaya formal dilakukan untuk menjelaskan peristiwa di dunia fisik melalui sebab-sebab alamiah. Kemajuan lebih lanjut terjadi pada masa Zaman Keemasan India dan Zaman Keemasan Islam, termasuk pengenalan sistem angka Hindu–Arab.[13]: 12 [14][15][16][13]: 163–192  Pemulihan dan penggabungan karya-karya Yunani serta kajian ilmiah Islam di Eropa Barat selama Renaisans membangkitkan kembali filsafat alam,[13]: 193–224, 225–253  yang kemudian mengalami transformasi besar melalui Revolusi Ilmiah pada abad ke-16,[17] ketika gagasan dan penemuan baru mulai meninggalkan warisan konseptual Yunani kuno.[13]: 357–368  Seiring berkembangnya metode ilmiah sebagai sarana utama memperoleh pengetahuan, pada abad ke-19, berbagai unsur kelembagaan dan profesionalisasi ilmu pengetahuan mulai terbentuk,[18] bersamaan dengan pergeseran istilah dari "filsafat alam" menjadi "ilmu alam".[19]

Pengetahuan baru dalam ilmu pengetahuan dikembangkan melalui penelitian oleh para ilmuwan yang terdorong oleh rasa ingin tahu terhadap dunia serta keinginan untuk memecahkan persoalan.[20][21] Penelitian ilmiah masa kini bersifat sangat kolaboratif dan umumnya dilakukan oleh tim di lingkungan akademik dan lembaga penelitian,[22] lembaga pemerintah,[13]: 163–192  serta perusahaan swasta.[23] Dampak praktis dari kerja mereka melahirkan kebijakan ilmu pengetahuan yang berupaya memengaruhi kegiatan ilmiah dengan menekankan pengembangan etis dan moral dalam produk komersial, persenjataan, layanan kesehatan, infrastruktur publik, serta perlindungan lingkungan.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Kata science (diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sains) telah digunakan dalam bahasa Inggris Pertengahan sejak abad ke-14 dengan makna "keadaan mengetahui". Istilah ini diserap dari bahasa Anglo-Norman melalui akhiran -cience, yang pada gilirannya berasal dari kata bahasa Latin scientia, berarti "pengetahuan, kesadaran, pemahaman". Kata tersebut merupakan derivasi morfologis dari sciens yang berarti "mengetahui", bentuk partisipel aktif kini dari sciō, yang berarti "mengetahui" atau "memahami".[24]

Terdapat berbagai hipotesis mengenai asal-usul terdalam kata science. Menurut Michiel de Vaan, seorang ahli bahasa Belanda dan pakar Indo-Eropa, kata Latin sciō kemungkinan berakar dari bahasa Proto-Italik *skije- atau *skijo- yang berarti "mengetahui". Bentuk ini mungkin berasal dari bahasa Proto-Indo-Eropa *skh1-ie, *skh1-io, yang bermakna "mengiris" atau "memotong". Dalam Lexikon der indogermanischen Verben, diajukan bahwa sciō merupakan bentuk back-formation dari nescīre, yang berarti "tidak mengetahui, tidak akrab dengan", yang mungkin berakar dari bentuk Proto-Indo-Eropa *sekH-—tecermin dalam kata Latin secāre—atau dari *skh2-, turunan dari *sḱʰeh2(i)- yang berarti "memotong".[25]

Pada masa lampau, istilah science digunakan sebagai sinonim dari "pengetahuan" atau "kajian", selaras dengan akar Latinnya. Seseorang yang menekuni riset ilmiah kala itu disebut sebagai "filsuf alam" atau "ahli ilmu alam".[26] Pada tahun 1834, William Whewell memperkenalkan istilah scientist dalam tinjauannya atas karya Mary Somerville berjudul On the Connexion of the Physical Sciences,[27] dan ia mengaitkan penciptaan istilah tersebut kepada "seorang pria cerdas yang penuh akal"—kemungkinan dirinya sendiri.[28]

Sejarah awal

[sunting | sunting sumber]
Tablet tanah liat dengan tiga kolom angka dan satu kolom ordinal
Tablet Plimpton 322 karya bangsa Babilonia yang memuat catatan tentang triple Pythagoras, ditulis sekitar ca 1800 SM.

Ilmu pengetahuan tidak memiliki satu titik asal yang tunggal. Sebaliknya, cara berpikir ilmiah muncul secara bertahap selama puluhan ribu tahun,[29][30] mengambil bentuk yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia, dan hanya sedikit rincian yang diketahui tentang masa-masa paling awal perkembangannya. Perempuan diduga memainkan peran sentral dalam ilmu pengetahuan prasejarah,[31] sebagaimana halnya ritual-ritual keagamaan.[32]

Beberapa sarjana menggunakan istilah "protoscience" untuk menyebut kegiatan masa lalu yang menyerupai sains modern dalam sebagian, namun tidak seluruh, aspeknya;[33][34][35] meskipun istilah ini juga dikritik karena dianggap merendahkan,[36] atau terlalu menonjolkan presentisme, yakni kecenderungan untuk menilai aktivitas masa lalu berdasarkan kategori modern.[37]

Bukti langsung mengenai praktik ilmiah menjadi lebih jelas ketika sistem tulisan muncul dalam peradaban Zaman Perunggu seperti Mesir Kuno dan Mesopotamia (ca 3000–1200 SM), yang menghasilkan catatan tertulis paling awal dalam sejarah ilmu pengetahuan.[13]: 12–15 [14] Walaupun istilah dan konsep “ilmu pengetahuan” serta “alam” belum menjadi bagian dari cakrawala pemikiran kala itu, bangsa Mesir dan Mesopotamia kuno memberikan kontribusi yang kelak berpengaruh besar dalam sains Yunani dan Abad Pertengahan, seperti dalam bidang matematika, astronomi, dan kedokteran.[38][13]: 12 

Sejak milenium ketiga SM, bangsa Mesir telah mengembangkan sistem bilangan desimal non-posisional,[39] menyelesaikan persoalan praktis menggunakan geometri,[40] dan merancang kalender.[41] Pengobatan mereka menggabungkan perawatan dengan ramuan serta unsur supranatural, seperti doa, mantra, dan ritual.[13]: 9 

Bangsa Mesopotamia kuno memanfaatkan pengetahuan tentang sifat berbagai bahan alami untuk membuat tembikar, faience, kaca, sabun, logam, plester kapur, serta bahan kedap air.[42] Mereka meneliti fisiologi hewan, anatomi, perilaku hewan, dan astrologi untuk tujuan divinasi.[43] Bangsa Mesopotamia juga memiliki minat mendalam terhadap kedokteran, dan resep medis paling awal ditemukan dalam bahasa Sumeria pada masa Dinasti Ketiga Ur.[42][44] Mereka tampaknya menekuni bidang-bidang ilmiah yang memiliki manfaat praktis atau keagamaan, dan hanya sedikit yang dilakukan sekadar demi memuaskan rasa ingin tahu.[42]

Zaman Klasik

[sunting | sunting sumber]
Mosaik berbingkai yang memperlihatkan para filsuf sedang berdiskusi
Mosaik Akademia Plato, dibuat antara tahun 100 SM dan 79 M, menampilkan sejumlah filsuf dan cendekiawan Yunani

Pada zaman klasik, belum ada padanan yang sejajar dengan sosok ilmuwan modern. Sebaliknya, individu-individu terdidik—biasanya berasal dari kalangan atas dan hampir seluruhnya laki-laki—melakukan berbagai penyelidikan tentang alam sejauh waktu dan keadaan mengizinkan.[45] Sebelum munculnya atau ditemukannya konsep phusis (alam) oleh para filsuf pra-Sokratik, kata-kata yang digunakan untuk menyebut “alam” sering kali sama dengan istilah untuk menyebut “cara alami” tumbuhnya tanaman,[46] dan “cara” suatu suku menyembah dewa tertentu. Karena itu, para pemikir ini sering dianggap sebagai filsuf pertama dalam arti sesungguhnya—mereka yang untuk pertama kalinya membedakan secara jelas antara “alam” dan “konvensi”.[47]

Para filsuf Yunani awal dari mazhab Miletos—yang didirikan oleh Thales dari Miletos dan diteruskan oleh Anaximandros serta Anaximenes—menjadi yang pertama berupaya menjelaskan fenomena alam tanpa bergantung pada unsur supranatural.[48] Kaum Pythagoreis mengembangkan filsafat bilangan yang kompleks[49]: 467–468  dan memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan ilmu matematika.[49]: 465  Teori atom dikembangkan oleh filsuf Yunani Leukippos dan muridnya, Demokritos.[50][51] Kemudian, Epikuros mengembangkan kosmologi alamiah yang lengkap berdasarkan teori atom dan memperkenalkan sebuah "kanon" (pengukur atau tolok ukur) yang menetapkan kriteria fisik bagi kebenaran ilmiah.[52] Tabib Yunani Hippokrates membangun tradisi sistematis dalam ilmu kedokteran[53][54] dan dikenang sebagai "Bapak Ilmu Kedokteran".[55]

Titik balik penting dalam sejarah awal ilmu filsafat terjadi melalui teladan Socrates, yang menerapkan filsafat pada studi tentang manusia—termasuk hakikat manusia, masyarakat politik, dan pengetahuan itu sendiri. Metode Socratic yang direkam dalam dialog-dialog Plato merupakan metode dialektika yang berfokus pada eliminasi hipotesis: hipotesis yang lebih baik dicapai dengan menyingkirkan yang lemah atau kontradiktif. Metode ini mencari kebenaran umum yang mendasari keyakinan dan mengujinya melalui nalar yang ketat.[56] Socrates mengkritik studi alam gaya lama yang dianggap terlalu spekulatif dan tidak memiliki refleksi diri yang memadai.[57]

Pada abad ke-4 SM, Aristoteles menyusun suatu sistem filsafat teleologis yang komprehensif.[58] Pada abad ke-3 SM, astronom Yunani Aristarchus dari Samos menjadi yang pertama mengajukan model heliosentris alam semesta, dengan Matahari sebagai pusat dan planet-planet mengelilinginya.[59] Namun, model Aristarchus ditolak luas karena dianggap bertentangan dengan hukum fisika saat itu,[59] sementara karya Ptolemaeus Almagest—yang menggambarkan sistem tata surya geosentris—justru diterima luas hingga awal masa Renaisans.[60][61] Penemu sekaligus matematikawan Archimedes dari Sirakusa memberikan sumbangan besar terhadap perintisan kalkulus.[62] Plinius Tua, seorang penulis dan polimatik Romawi, menulis ensiklopedia monumental Naturalis Historia.[63][64][65]

Notasi posisi untuk merepresentasikan bilangan diperkirakan muncul antara abad ke-3 hingga ke-5 M di sepanjang jalur perdagangan India. Sistem bilangan ini memungkinkan operasi aritmetika dilakukan dengan jauh lebih efisien dan kelak menjadi standar global dalam matematika.[66]

Abad Pertengahan

[sunting | sunting sumber]
Gambar seekor merak di atas lembaran kuno
Halaman pertama Vienna Dioscurides menggambarkan seekor merak, dibuat pada abad ke-6

Akibat dari runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, abad ke-5 menandai masa kemunduran intelektual yang signifikan; pengetahuan tentang pandangan dunia Yunani klasik perlahan memudar di Eropa Barat.[13]: 194  Namun, para ensiklopedis Latin seperti Isidore dari Seville berhasil mempertahankan sebagian besar khazanah pengetahuan kuno yang bersifat umum.[67] Sebaliknya, karena Kekaisaran Bizantium mampu bertahan dari serangan bangsa-bangsa penyerbu, mereka dapat melestarikan sekaligus mengembangkan warisan intelektual sebelumnya.[13]: 159  John Philoponus, seorang sarjana Bizantium abad ke-6, mulai mempertanyakan ajaran fisika Aristoteles dan memperkenalkan teori impetus.[13]: 307, 311, 363, 402  Kritiknya kelak menjadi sumber inspirasi bagi para cendekiawan abad pertengahan dan juga bagi Galileo Galilei, yang banyak mengutip karya Philoponus sepuluh abad kemudian.[13]: 307–308 [68]

Selama masa antiquitas akhir dan Abad Pertengahan Awal, fenomena alam umumnya dikaji melalui pendekatan Aristotelian. Pendekatan ini mencakup empat jenis sebab menurut Aristoteles: material, formal, penggerak (efisien), dan tujuan akhir.[69] Banyak teks klasik Yunani dilestarikan oleh Kekaisaran Bizantium dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para cendekiawan Kristen, khususnya dari kalangan Nestorian dan Miaphysites. Pada masa kekuasaan Abbasiyah, terjemahan Arab tersebut disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut oleh para ilmuwan Muslim.[70] Pada abad ke-6 dan ke-7, Kekaisaran Sasaniyah yang bertetangga mendirikan Akademi Gondishapur, sebuah pusat kedokteran yang dianggap oleh para tabib Yunani, Suriah, dan Persia sebagai institusi medis paling penting di dunia kuno.[71]

Kajian Aristotelianisme Islam mencapai puncaknya di Bait al-Hikmah di Baghdad, Irak, yang didirikan oleh khalifah Abbasiyah,[72] dan terus berkembang hingga penyerbuan Mongol pada abad ke-13.[73] Ibn al-Haytham, yang lebih dikenal di Barat sebagai Alhazen, menerapkan eksperimen terkontrol dalam studi optiknya.[a][75][76] Karya ensiklopedis Avicenna berjudul Kanon Pengobatan menjadi salah satu rujukan medis paling berpengaruh sepanjang sejarah dan tetap digunakan hingga abad ke-18.[77]

Menjelang abad ke-11, sebagian besar Eropa telah memeluk agama Kristen,[13]: 204  dan pada tahun 1088 berdirilah Universitas Bologna, universitas pertama di Eropa.[78] Permintaan terhadap terjemahan Latin atas teks-teks kuno dan ilmiah pun meningkat pesat,[13]: 204  menjadi salah satu pendorong utama Renaisans abad ke-12. Gerakan skolastisisme pun berkembang di Eropa Barat, dengan metode ilmiah yang bertumpu pada pengamatan, deskripsi, dan pengklasifikasian fenomena alam.[79] Pada abad ke-13, para pengajar dan mahasiswa kedokteran di Bologna mulai melakukan pembedahan terhadap tubuh manusia, yang kemudian melahirkan buku anatomi pertama berdasarkan hasil bedah manusia, karya Mondino de Luzzi.[80]

Renaisans

[sunting | sunting sumber]
Gambaran orbit planet mengelilingi Matahari
Gambaran model heliosentris sebagaimana dikemukakan dalam De revolutionibus orbium coelestium karya Kopernikus

Kemajuan baru dalam bidang optika memainkan peranan penting dalam lahirnya Renaisans, bukan hanya dengan menantang gagasan-gagasan metafisika lama tentang persepsi, tetapi juga melalui sumbangsihnya terhadap pengembangan teknologi seperti camera obscura dan teleskop. Pada awal masa Renaisans, Roger Bacon, Vitello, dan John Peckham masing-masing membangun suatu ontologi skolastik yang berangkat dari rantai sebab-akibat yang dimulai dari sensasi, persepsi, hingga mencapai apersepsi terhadap bentuk-bentuk individu maupun universal sebagaimana diajarkan Aristoteles.[74]: Book I  Suatu model penglihatan yang kemudian dikenal sebagai perspektivisme dimanfaatkan dan dikaji secara mendalam oleh para seniman Renaisans. Teori ini menggunakan hanya tiga dari empat sebab Aristoteles — yakni sebab formal, material, dan final.[81]

Pada abad ke-16, Nicolaus Copernicus merumuskan model heliosentris dari Tata Surya, yang menyatakan bahwa planet-planet beredar mengelilingi Matahari—berlawanan dengan model geosentris yang menempatkan Bumi sebagai pusat orbit planet dan Matahari. Pandangan ini didasarkan pada teorema bahwa periode orbit planet semakin panjang seiring dengan jauhnya orbit dari pusat gerak, sesuatu yang ia temukan tidak sejalan dengan model Ptolemaios.[82]

Johannes Kepler dan para pemikir lainnya kemudian menentang pandangan bahwa fungsi utama mata hanyalah persepsi, dan mengalihkan fokus utama kajian optika dari mata ke perambatan cahaya itu sendiri.[81][83] Kepler, yang paling dikenal berkat rumusan hukum gerak planet Kepler, menyempurnakan model heliosentris Kopernikus tanpa sepenuhnya menolak metafisika Aristotelian. Ia justru memandang karyanya sebagai upaya mencari keselarasan semesta.[84] Galileo juga memberikan sumbangan besar dalam bidang astronomi, fisika, dan teknik. Namun, ia kemudian menghadapi penganiayaan ketika Paus Urbanus VIII menjatuhkan hukuman kepadanya karena menulis tentang model heliosentris.[85]

Mesin cetak kemudian digunakan secara luas untuk menerbitkan argumen-argumen ilmiah, termasuk yang menentang pandangan dominan tentang alam.[86] Francis Bacon dan René Descartes menerbitkan argumentasi filosofis yang mendukung bentuk sains baru yang tidak berlandaskan Aristotelianisme. Bacon menekankan pentingnya eksperimen ketimbang perenungan semata, menolak konsep sebab formal dan final Aristoteles, serta mengajukan gagasan bahwa sains seharusnya mempelajari Hukum alam demi kemajuan hidup manusia.[87] Descartes, di sisi lain, menekankan kebebasan berpikir individual dan berpendapat bahwa matematika—bukan geometri semata—merupakan alat terbaik untuk memahami alam.[88]

Zaman Pencerahan

[sunting | sunting sumber]
Halaman judul edisi pertama tahun 1687 dari Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica karya Isaac Newton

Pada awal Zaman Pencerahan, Isaac Newton meletakkan dasar bagi mekanika klasik melalui karya monumentalnya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, yang kelak sangat memengaruhi para fisikawan sesudahnya.[89] Gottfried Wilhelm Leibniz mengadopsi istilah-istilah dari fisika Aristotelian, namun menafsirkannya dengan cara yang baru dan non-teleologis. Pandangan ini menandai pergeseran konsepsi tentang benda: benda kini tidak lagi dianggap memiliki tujuan bawaan. Leibniz beranggapan bahwa segala hal bekerja menurut hukum-hukum umum alam, tanpa perlu adanya sebab formal atau sebab final yang khusus.[90]

Pada masa ini, tujuan dan nilai sains secara eksplisit diarahkan untuk menghasilkan kemakmuran dan temuan-temuan yang dapat memperbaiki taraf hidup manusia — dalam pengertian materialistis berupa ketersediaan pangan, pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya. Seperti dikatakan Francis Bacon dalam Novum Organum, “tujuan sejati dan sah dari ilmu pengetahuan adalah memperkaya kehidupan manusia dengan penemuan dan kemakmuran baru.” Ia bahkan memperingatkan para ilmuwan agar tidak terjebak pada spekulasi filosofis atau spiritual yang halus namun tidak berfaedah, karena hal demikian menurutnya hanya memberi “asap dari renungan yang samar, tinggi, atau menyenangkan”.[91]

Sains pada masa Pencerahan didominasi oleh perkumpulan ilmiah dan akademi,[92] yang pada saat itu telah menggantikan universitas sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmiah. Lembaga-lembaga ini menjadi tulang punggung bagi kematangan profesi ilmuwan. Perkembangan penting lainnya adalah popularisasi sains di kalangan masyarakat yang makin melek huruf.[93] Para filsuf Pencerahan menengok kepada beberapa pendahulu ilmiah mereka — terutama Galileo, Kepler, Boyle, dan Newton — sebagai penuntun dalam memahami segala bidang pengetahuan fisik maupun sosial pada zamannya.[94][95]

Abad ke-18 menyaksikan kemajuan besar dalam praktik kedokteran,[96] fisika,[97] serta pengembangan taksonomi (biologi) oleh Carl Linnaeus.[98] Pemahaman baru tentang magnetisme dan listrik pun berkembang pesat,[99] diiringi dengan kematangan kimia sebagai disiplin ilmiah yang berdiri sendiri.[100]

Pada saat yang sama, gagasan tentang hakikat manusia, masyarakat, dan ekonomi turut berevolusi. David Hume dan para pemikir Pencerahan Skotlandia lainnya mengembangkan karya A Treatise of Human Nature, yang kemudian diwujudkan dalam tulisan-tulisan tokoh seperti James Burnett, Adam Ferguson, John Millar, dan William Robertson. Mereka memadukan studi ilmiah tentang perilaku manusia dalam masyarakat kuno dan primitif dengan kesadaran tajam akan kekuatan pembentuk modernitas.[101] Dari gerakan inilah, sosiologi modern berakar.[102] Pada tahun 1776, Adam Smith menerbitkan The Wealth of Nations, yang sering dianggap sebagai karya pertama dalam ekonomi modern.[103]

Abad ke-19

[sunting | sunting sumber]
Sketsa pohon dengan keterangan
Diagram pertama dari sebuah pohon evolusi yang digambar oleh Charles Darwin pada tahun 1837

Sepanjang abad ke-19, banyak ciri khas dari sains modern mulai mengambil bentuknya. Di antaranya adalah transformasi besar dalam ilmu kehidupan dan ilmu fisika; penggunaan instrumen presisi secara meluas; kemunculan istilah-istilah baru seperti “biolog”, “fisikawan”, dan “ilmuwan”; meningkatnya profesionalisasi dalam studi alam; bertambahnya otoritas kultural ilmuwan dalam berbagai ranah kehidupan sosial; industrialisasi di banyak negara; maraknya tulisan-tulisan sains populer; serta lahirnya jurnal-jurnal ilmiah.[104] Menjelang akhir abad ini, psikologi muncul sebagai disiplin tersendiri yang terpisah dari filsafat, ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium pertama untuk penelitian psikologi pada tahun 1879.[105]

Pada pertengahan abad ke-19, Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace secara independen mengemukakan teori evolusi melalui seleksi alam pada tahun 1858, yang menjelaskan asal-usul serta perkembangan beragam jenis tumbuhan dan hewan. Teori tersebut dijabarkan secara lebih rinci dalam buku Darwin, On the Origin of Species, yang terbit pada tahun 1859.[106] Tak lama kemudian, Gregor Mendel mempresentasikan makalahnya yang berjudul "Experiments on Plant Hybridization" pada tahun 1865,[107] yang merumuskan prinsip-prinsip pewarisan sifat biologis dan menjadi dasar bagi genetika modern.[108]

Pada awal abad ke-19, John Dalton mengemukakan teori atom modern, yang berakar pada gagasan Demokritos tentang partikel-partikel tak terbagi yang disebut atom.[109] Hukum-hukum tentang kekekalan energi, kekekalan momentum, dan kekekalan massa menggambarkan alam semesta yang stabil dan nyaris tanpa kehilangan sumber daya. Namun, dengan munculnya mesin uap dan Revolusi Industri, dipahami bahwa tidak semua bentuk energi memiliki kualitas energi yang sama, atau kemudahan untuk diubah menjadi kerja yang bermanfaat maupun bentuk energi lain.[110] Kesadaran ini melahirkan hukum-hukum termodinamika, di mana energi bebas alam semesta dipandang terus menurun: entropi dalam sistem tertutup akan meningkat seiring waktu.[b]

Teori elektromagnetisme dikembangkan pada abad ke-19 melalui karya Hans Christian Ørsted, André-Marie Ampère, Michael Faraday, James Clerk Maxwell, Oliver Heaviside, dan Heinrich Hertz. Teori baru ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijelaskan melalui kerangka Newtonian. Penemuan sinar-X mengilhami riset tentang radioaktivitas oleh Henri Becquerel dan Marie Curie pada tahun 1896,[113] dan Marie Curie kemudian menjadi orang pertama yang memenangkan dua Hadiah Nobel.[114] Pada tahun berikutnya, ditemukan partikel subatom pertama, yaitu elektron.[115]

Abad ke-20

[sunting | sunting sumber]
Grafik yang menunjukkan konsentrasi ozon lebih rendah di Kutub Selatan
Grafik komputer tentang lubang ozon yang dibuat pada tahun 1987 menggunakan data dari teleskop luar angkasa

Pada paruh pertama abad ke-20, perkembangan antibiotik dan pupuk buatan telah meningkatkan taraf hidup manusia secara global.[116][117] Namun, sejumlah persoalan lingkungan hidup seperti penipisan ozon, pengasaman laut, eutrofikasi, dan perubahan iklim mulai menarik perhatian publik dan menandai lahirnya bidang kajian baru yakni studi lingkungan.[118]

Pada masa ini, eksperimen ilmiah berkembang menjadi semakin besar dalam skala dan pembiayaan.[119] Inovasi teknologi besar-besaran yang dipicu oleh Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Dingin menimbulkan persaingan di antara kekuatan dunia, seperti Perlombaan luar angkasa dan perlombaan senjata nuklir.[120][121] Meski demikian, kolaborasi ilmiah internasional dalam skala besar juga tumbuh subur di tengah ketegangan geopolitik dan konflik bersenjata.[122]

Menjelang akhir abad ke-20, perekrutan aktif terhadap perempuan dan penghapusan diskriminasi gender secara signifikan meningkatkan jumlah ilmuwan perempuan, meskipun kesenjangan gender yang besar masih bertahan di sejumlah bidang ilmu.[123] Penemuan radiasi latar gelombang mikro kosmik pada tahun 1964[124] menggugurkan model keadaan tetap alam semesta dan memperkuat teori Dentuman Besar yang dikemukakan oleh Georges Lemaître.[125]

Abad ke-20 juga menyaksikan perubahan mendasar dalam berbagai disiplin ilmu. Teori evolusi memperoleh bentuknya yang terpadu ketika sintesis modern menyatukan teori evolusi Darwin dengan genetika klasik.[126] Albert Einstein dengan teori relativitasnya, serta perkembangan mekanika kuantum, melengkapi mekanika klasik untuk menjelaskan fisika pada kondisi ekstrem panjang, waktu, dan gravitasi.[127][128] Penggunaan luas sirkuit terpadu pada seperempat akhir abad ke-20, dikombinasikan dengan hadirnya satelit komunikasi, memicu revolusi teknologi informasi dan melahirkan internet global serta komputasi bergerak, termasuk telepon pintar. Kebutuhan akan sistem klasifikasi masif terhadap rantai sebab-akibat yang panjang dan data yang saling terhubung mendorong lahirnya bidang teori sistem dan pemodelan ilmiah berbantuan komputer.[129]

Abad ke-21

[sunting | sunting sumber]
Grafik menunjukkan konsentrasi ozon yang lebih rendah di Kutub Selatan
Peta komputer lubang ozon yang dibuat pada tahun 1987 menggunakan data dari teleskop luar angkasa

Proyek Genom Manusia rampung pada tahun 2003 setelah berhasil mengidentifikasi dan memetakan seluruh gen dalam genom manusia.[130] Tiga tahun kemudian, pada tahun 2006, untuk pertama kalinya berhasil diciptakan sel punca pluripoten terinduksi manusia, yang memungkinkan sel-sel dewasa diubah kembali menjadi sel punca dan kemudian berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel tubuh manusia.[131]

Pada tahun 2013, keberadaan boson Higgs berhasil dikonfirmasi, menandai ditemukannya partikel terakhir yang telah lama diprediksi oleh Model Standar fisika partikel.[132] Dua tahun kemudian, pada 2015, gelombang gravitasi yang telah diramalkan oleh relativitas umum lebih dari seabad sebelumnya berhasil diamati untuk pertama kalinya.[133][134]

Kemudian pada tahun 2019, kolaborasi internasional Event Horizon Telescope berhasil menampilkan untuk pertama kalinya citra langsung cakram akresi sebuah lubang hitam, pencapaian monumental yang meneguhkan teori relativitas Einstein dalam skala kosmik.[135]

Cabang-cabang

[sunting | sunting sumber]

Ilmu pengetahuan modern umumnya dibagi menjadi tiga cabang utama: ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu formal.[3] Masing-masing cabang ini menaungi berbagai disiplin ilmu yang bersifat khusus namun saling tumpang tindih, dan kerap memiliki nomenklatur serta keahlian tersendiri.[136] Baik ilmu alam maupun ilmu sosial tergolong ilmu empiris,[137] karena pengetahuan keduanya bertumpu pada bukti empiris yang dapat diuji kebenarannya oleh peneliti lain di bawah kondisi yang serupa.[138]

Ilmu Alam

[sunting | sunting sumber]

Ilmu alam merupakan cabang ilmu yang mempelajari dunia fisik. Cabang ini dapat dibagi menjadi dua bidang besar: ilmu hayat dan ilmu fisika. Kedua bidang tersebut kemudian terpecah lagi menjadi berbagai disiplin yang lebih khusus. Sebagai contoh, ilmu fisika mencakup bidang-bidang seperti fisika, kimia, astronomi, dan ilmu kebumian. Ilmu alam modern merupakan penerus dari tradisi filsafat alam yang berakar di Yunani Kuno. Tokoh-tokoh seperti Galileo, Descartes, Bacon, dan Newton memperdebatkan keutamaan pendekatan yang lebih matematis serta eksperimental secara metodis. Meski demikian, pandangan filosofis, dugaan, dan praanggapan—sering kali terabaikan—tetap menjadi unsur penting dalam ilmu alam.[139] Pengumpulan data secara sistematis, termasuk dalam bentuk ilmu penemuan, menggantikan sejarah alam yang muncul pada abad ke-16 dengan fokus pada deskripsi dan klasifikasi tumbuhan, hewan, mineral, serta makhluk hidup lainnya.[140] Kini, istilah "sejarah alam" lebih sering digunakan untuk merujuk pada uraian-uraian observasional yang ditujukan bagi khalayak umum.[141]

Ilmu Sosial

[sunting | sunting sumber]
Dua kurva yang berpotongan membentuk huruf X
Kurva penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi, berpotongan pada titik keseimbangan optimal

Ilmu sosial merupakan cabang ilmu yang menelaah perilaku manusia serta dinamika kehidupan masyarakat.[4][5] Ilmu ini mencakup berbagai disiplin, antara lain antropologi, ekonomi, sejarah, geografi manusia, ilmu politik, psikologi, dan sosiologi.[4] Dalam ilmu sosial, terdapat beragam aliran teori yang saling bersaing, banyak di antaranya dikembangkan melalui program riset yang berbeda—seperti aliran fungsionalisme, teori konflik, dan interaksionisme dalam sosiologi.[4] Karena sulitnya melakukan eksperimen terkontrol yang melibatkan kelompok besar manusia atau situasi sosial yang kompleks, para ilmuwan sosial sering menggunakan metode penelitian lain, seperti metode historis, studi kasus, dan studi lintas budaya. Selain itu, bila data kuantitatif tersedia, mereka dapat memanfaatkan pendekatan statistik untuk memahami lebih dalam hubungan dan proses sosial.[4]

Ilmu Formal

[sunting | sunting sumber]

Ilmu formal merupakan bidang kajian yang menghasilkan pengetahuan melalui penggunaan sistem formal.[142][143][144]

Sistem formal sendiri merupakan suatu struktur abstrak yang digunakan untuk menurunkan teorema dari aksioma berdasarkan seperangkat aturan tertentu.[145] Cabang ini meliputi matematika,[146][147] teori sistem, serta ilmu komputer teoretis.

Ilmu formal memiliki kesamaan dengan dua cabang ilmu lainnya karena sama-sama bertumpu pada pengkajian yang objektif, cermat, dan sistematis terhadap suatu bidang pengetahuan. Namun, ilmu formal berbeda dari ilmu empiris karena bergantung sepenuhnya pada penalaran deduktif, tanpa memerlukan bukti empiris untuk memverifikasi konsep-konsep abstraknya.[8][148][138] Oleh sebab itu, ilmu formal digolongkan sebagai disiplin a priori, dan karena sifat inilah muncul perdebatan apakah ia dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan dalam arti penuh.[6][149]

Meski demikian, ilmu formal memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu empiris. Kalkulus, misalnya, awalnya dikembangkan untuk memahami gerak dalam fisika.[150] Cabang-cabang ilmu alam dan sosial yang banyak bergantung pada penerapan matematika antara lain fisika matematis,[151] kimia,[152] biologi,[153] keuangan,[154] dan ekonomi.[155]

Ilmu terapan merupakan penerapan metode ilmiah dan pengetahuan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis, mencakup beragam disiplin ilmu seperti teknik dan kedokteran.[156][12]

Bidang rekayasa merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk menciptakan, merancang, dan membangun mesin, struktur, serta teknologi.[157] Ilmu pengetahuan juga kerap berperan penting dalam pengembangan berbagai teknologi baru.[158]

Sementara itu, kedokteran merupakan praktik merawat pasien dengan menjaga serta memulihkan kesehatan melalui pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap cedera maupun penyakit.[159][160]

Ilmu-ilmu terapan seringkali dipertentangkan dengan ilmu dasar, yakni cabang ilmu yang berfokus pada pengembangan teori-teori dan hukum-hukum ilmiah yang menjelaskan serta memprediksi fenomena di dunia alam.[161][162]

Komputasional

[sunting | sunting sumber]

Ilmu komputasional merupakan penerapan simulasi komputer dalam ranah ilmu pengetahuan, yang memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap berbagai persoalan ilmiah dibandingkan dengan apa yang dapat dicapai melalui matematika formal semata. Penggunaan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan kini menjadi ciri utama dalam kontribusi komputasional terhadap ilmu pengetahuan — misalnya dalam bidang ekonomi komputasional berbasis agen, random forest, pemodelan topik, serta berbagai bentuk prediksi.

Namun demikian, mesin pada umumnya jarang mampu mengembangkan pengetahuan secara mandiri, karena tetap membutuhkan bimbingan manusia serta kemampuan bernalar; di sisi lain, sistem komputasional juga berpotensi menimbulkan bias terhadap kelompok sosial tertentu atau kadang tidak mampu menandingi kinerja manusia dalam konteks tertentu.[163][164]

Metode komputasional juga menimbulkan sejumlah tantangan baru, termasuk kekhawatiran terkait reproduksibilitas hasil penelitian, keberpihakan dalam data pelatihan, serta ketergantungan temuan terhadap ketersediaan sumber daya komputasi.

Interdisipliner

[sunting | sunting sumber]

Ilmu interdisipliner melibatkan penggabungan dua atau lebih disiplin ilmu menjadi satu kesatuan bidang kajian,[165] seperti bioinformatika, yang merupakan perpaduan antara biologi dan ilmu komputer,[166] ataupun ilmu kognitif.

Gagasan mengenai pendekatan interdisipliner telah dikenal sejak masa Yunani Kuno, dan kembali memperoleh perhatian yang luas pada abad ke-20.[167]

Penelitian

[sunting | sunting sumber]

Penelitian ilmiah secara umum dapat digolongkan menjadi dua jenis: penelitian dasar dan penelitian terapan. Penelitian dasar berfokus pada pencarian pengetahuan murni, sementara penelitian terapan berupaya menemukan solusi praktis dengan memanfaatkan pengetahuan tersebut. Sebagian besar pemahaman ilmiah lahir dari penelitian dasar, meskipun penelitian terapan sering diarahkan untuk menyelesaikan persoalan konkret. Hubungan dinamis antara keduanya kerap menghasilkan kemajuan teknologi yang sebelumnya sulit dibayangkan.[168]

Metode ilmiah

[sunting | sunting sumber]
6 langkah metode ilmiah dalam suatu lingkaran
Sebuah diagram variasi dari metode ilmiah yang digambarkan sebagai suatu proses berkelanjutan

Penelitian ilmiah melibatkan penggunaan metode ilmiah, yakni suatu cara untuk menjelaskan fenomena alam secara objektif dan dapat diulang.[169][170]

Para ilmuwan berangkat dari sejumlah asumsi dasar yang menjadi landasan metode ilmiah: bahwa terdapat realitas objektif yang dapat diakses oleh semua pengamat rasional; bahwa realitas tersebut diatur oleh hukum alam; dan bahwa hukum-hukum ini dapat ditemukan melalui observasi dan eksperimen yang sistematis.[2]

Matematika memiliki peran sentral dalam pembentukan hipotesis, teori, dan hukum-hukum ilmiah karena menjadi sarana utama dalam pemodelan kuantitatif, pengamatan, serta pengukuran.[171] Statistik digunakan untuk merangkum dan menganalisis data, sehingga memungkinkan peneliti menilai keandalan hasil eksperimen.[172]

Dalam metode ilmiah, suatu eksperimen pemikiran atau hipotesis diajukan sebagai penjelasan yang mengutamakan prinsip kesederhanaan dan diharapkan selaras secara konsilien dengan fakta-fakta lain yang telah diterima terkait dengan pertanyaan ilmiah yang sedang dikaji.[173] Penjelasan awal ini kemudian digunakan untuk menghasilkan prediksi yang dapat diuji; biasanya prediksi tersebut dipublikasikan sebelum diuji melalui eksperimen. Pembuktian bahwa prediksi tertentu keliru justru dianggap sebagai tanda kemajuan ilmu.[169]: 4–5 [174] Eksperimen memiliki peran penting untuk menegakkan hubungan sebab-akibat dan menghindari kekeliruan korelasi, meskipun dalam beberapa cabang ilmu seperti astronomi atau geologi, observasi prediktif lebih sering digunakan.[175]

Ketika suatu hipotesis terbukti tidak memadai, maka ia dimodifikasi atau ditinggalkan. Jika hipotesis tersebut berhasil melewati berbagai pengujian, maka ia dapat menjadi bagian dari suatu teori ilmiah — yakni model atau kerangka berpikir yang valid, konsisten secara internal, dan mampu menjelaskan perilaku fenomena alam tertentu. Sebuah teori biasanya mencakup rentang pengamatan yang jauh lebih luas daripada satu hipotesis, bahkan sering kali mengintegrasikan berbagai hipotesis di bawah satu sistem penjelasan yang koheren. Dalam hal ini, teori dapat dianggap sebagai hipotesis besar yang menerangkan hipotesis-hipotesis lainnya. Para ilmuwan juga dapat menyusun model ilmiah, yakni representasi logis, fisik, atau matematis dari suatu fenomena, untuk kemudian menghasilkan hipotesis baru yang dapat diuji melalui eksperimen.[176]

Dalam pelaksanaan eksperimen, ilmuwan mungkin memiliki kecenderungan terhadap hasil tertentu.[177][178] Untuk meminimalkan bias, para ilmuwan menerapkan transparansi, perancangan eksperimen yang cermat, serta proses telaah sejawat yang ketat terhadap hasil dan kesimpulan penelitian.[179][180] Setelah hasil penelitian diumumkan atau diterbitkan, lazimnya peneliti lain akan memverifikasi kembali metode dan hasilnya dengan melakukan eksperimen serupa untuk menilai tingkat keandalannya.[181]

Secara keseluruhan, metode ilmiah memungkinkan penyelesaian masalah yang sangat kreatif, sekaligus meminimalkan pengaruh subjektivitas dan bias konfirmasi.[182] Verifikasi intersubjektif, yakni kemampuan untuk mencapai kesepakatan dan mengulangi hasil yang sama, merupakan fondasi bagi terbentuknya seluruh pengetahuan ilmiah.[183]

Literatur

[sunting | sunting sumber]
Tulisan dekoratif "NATURE" sebagai judul, dengan teks ilmiah di bawahnya
Sampul edisi perdana Nature, 4 November 1869

Hasil penelitian ilmiah diterbitkan dalam beragam bentuk literatur.[184] Jurnal ilmiah berfungsi untuk mengomunikasikan dan mendokumentasikan hasil penelitian yang dilakukan di universitas maupun lembaga riset lainnya, sekaligus menjadi catatan arsip bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Jurnal ilmiah pertama, Journal des sçavans diikuti oleh Philosophical Transactions, mulai diterbitkan pada tahun 1665. Sejak saat itu, jumlah terbitan berkala ilmiah terus meningkat secara konsisten. Pada tahun 1981, satu perkiraan mencatat bahwa jumlah jurnal ilmiah dan teknis yang aktif mencapai sekitar 11.500 judul.[185]

Sebagian besar jurnal ilmiah berfokus pada satu bidang ilmu tertentu dan menerbitkan penelitian yang relevan dengan bidang tersebut; hasil penelitian umumnya disajikan dalam bentuk makalah ilmiah. Ilmu pengetahuan kini begitu meresap dalam kehidupan masyarakat modern sehingga dianggap penting untuk menyebarluaskan capaian, berita, dan aspirasi para ilmuwan kepada khalayak yang lebih luas.[186]

Tantangan

[sunting | sunting sumber]

krisis replikasi merupakan krisis metodologis yang masih berlangsung dan memengaruhi sebagian bidang ilmu sosial serta ilmu hayati. Dalam penelitian-penelitian lanjutan, hasil dari banyak studi ilmiah terbukti tidak dapat diulang.[187] Krisis ini memiliki akar yang panjang, meskipun istilah tersebut baru dicetuskan pada awal dekade 2010-an[188] seiring meningkatnya kesadaran akan masalah ini. Krisis replikasi kemudian melahirkan bidang kajian penting dalam metailmu (metascience), yang bertujuan untuk meningkatkan mutu seluruh penelitian ilmiah sekaligus mengurangi pemborosan sumber daya.[189]

Bidang studi atau spekulasi yang meniru bentuk dan gaya ilmu pengetahuan demi memperoleh legitimasi yang sebenarnya tidak layak disebut kerap digolongkan sebagai semu-ilmu pengetahuan (pseudoscience), ilmu pinggiran (fringe science), atau ilmu sampah (junk science).[190][191] Fisikawan Richard Feynman memperkenalkan istilah "cargo cult science" untuk menggambarkan praktik di mana seseorang tampak seperti melakukan kegiatan ilmiah, namun tidak memiliki kejujuran intelektual yang diperlukan agar hasilnya dapat diuji secara ketat.[192] Beragam bentuk iklan komersial — mulai dari yang sekadar berlebihan hingga yang menipu — kadang juga masuk dalam kategori ini. Ilmu pengetahuan sendiri sering digambarkan sebagai "alat paling penting" untuk membedakan klaim yang sah dari yang menyesatkan.[193]

Dalam perdebatan ilmiah, unsur bias politik atau bias ideologis terkadang hadir di berbagai sisi. Ada kalanya suatu penelitian digolongkan sebagai “ilmu yang buruk” (bad science), yaitu riset yang mungkin dilakukan dengan niat baik tetapi ternyata keliru, usang, tidak lengkap, atau terlalu menyederhanakan gagasan ilmiah. Istilah pelanggaran etika ilmiah (scientific misconduct) digunakan untuk menyebut kasus di mana peneliti secara sengaja memalsukan data yang dipublikasikan atau dengan sengaja menisbatkan penemuan kepada pihak yang tidak berhak.[194]

Gambaran tentang epicycle, di mana orbit sebuah planet bergerak mengelilingi orbit yang lebih besar
Bagi Kuhn, penambahan epicycles dalam astronomi Ptolemaik merupakan bentuk "sains normal" di dalam suatu paradigma, sedangkan Revolusi Kopernikan merupakan sebuah pergeseran paradigma.

Terdapat berbagai aliran pemikiran dalam filsafat ilmu. Pandangan yang paling banyak dianut adalah empirisme, yang berpendapat bahwa pengetahuan lahir melalui proses yang melibatkan pengamatan; teori ilmiah merupakan generalisasi dari hasil pengamatan.[195] Empirisme umumnya mencakup induktivisme, yakni pandangan yang menjelaskan bagaimana teori-teori umum dapat disusun dari jumlah bukti empiris yang terbatas. Terdapat banyak varian dari empirisme, dengan dua yang paling berpengaruh adalah Bayesianisme dan metode hipotesis-deduktif.[196][195]

Empirisme sering dipertentangkan dengan rasionalisme, sebuah pandangan yang mula-mula dikaitkan dengan René Descartes, yang berpendapat bahwa pengetahuan dibangun oleh akal budi manusia, bukan semata-mata melalui pengamatan.[197] Rasionalisme kritis merupakan pendekatan abad ke-20 yang dikembangkan oleh filsuf Austria–Britania Karl Popper. Popper menolak cara empirisme menjelaskan hubungan antara teori dan pengamatan. Ia berpendapat bahwa teori tidak dihasilkan dari pengamatan, melainkan bahwa pengamatan dilakukan berdasarkan teori. Satu-satunya cara teori A dapat dipengaruhi oleh pengamatan adalah ketika teori tersebut bertentangan dengan hasil pengamatan, sedangkan teori B mampu bertahan dari pengujian itu.[198]

Popper mengusulkan untuk menggantikan prinsip keterverifikasian dengan falsifiabilitas sebagai penanda utama suatu teori ilmiah, serta mengganti induksi dengan falsifikasi sebagai metode empirisnya.[198] Ia juga menegaskan bahwa sesungguhnya hanya ada satu metode universal yang berlaku bagi seluruh produk pemikiran manusia—bukan hanya bagi sains—yakni metode negatif berupa kritik, ujicoba dan kesalahan,[199] yang mencakup seluruh bidang karya intelektual manusia, termasuk sains, matematika, filsafat, dan seni.[200]

Pendekatan lain, yakni instrumentalisme, menekankan kegunaan teori-teori ilmiah sebagai alat untuk menjelaskan dan memprediksi gejala alam. Pendekatan ini memandang teori ilmiah sebagai "kotak hitam", di mana yang penting hanyalah masukan (kondisi awal) dan keluaran (prediksi). Konsekuensi, entitas teoretis, maupun struktur logis dianggap tidak relevan untuk dipertimbangkan.[201] Pandangan yang berdekatan dengan instrumentalisme adalah empirisme konstruktif, yang beranggapan bahwa ukuran keberhasilan sebuah teori ilmiah terletak pada kebenaran pernyataannya tentang hal-hal yang dapat diamati.[202]

Thomas Kuhn berpendapat bahwa proses pengamatan dan penilaian selalu berlangsung di dalam suatu paradigma, yakni sebuah "potret" dunia yang logis dan konsisten dengan hasil pengamatan yang dilakukan dalam kerangkanya. Ia menggambarkan sains normal sebagai proses pengamatan dan "pemecahan teka-teki" yang berlangsung di dalam paradigma, sementara sains revolusioner terjadi ketika satu paradigma digantikan oleh yang lain melalui pergeseran paradigma.[203] Setiap paradigma memiliki pertanyaan, tujuan, dan cara penafsiran yang khas. Pemilihan di antara paradigma-paradigma ini melibatkan perbandingan dua atau lebih "potret" dunia untuk menilai mana yang paling menjanjikan. Pergeseran paradigma terjadi ketika muncul sejumlah besar anomali pengamatan dalam paradigma lama dan paradigma baru mampu menjelaskan anomali tersebut. Dengan demikian, pemilihan paradigma baru tetap didasarkan pada pengamatan, meskipun pengamatan itu sendiri dilakukan di bawah kerangka paradigma lama. Bagi Kuhn, penerimaan atau penolakan suatu paradigma merupakan proses sosial sekaligus logis. Namun, posisi Kuhn tidak bersifat relativistik.[204]

Pendekatan lain yang sering dikemukakan dalam perdebatan skeptisisme ilmiah terhadap gerakan-gerakan kontroversial seperti "sains kreasionis" adalah naturalisme metodologis. Kaum naturalis berpendapat bahwa perlu ada batas tegas antara yang alamiah dan yang adikodrati, serta bahwa ilmu pengetahuan harus membatasi diri pada penjelasan-penjelasan yang bersifat alamiah.[205] Naturalisme metodologis menegaskan bahwa sains menuntut ketaatan mutlak pada studi empiris serta verifikasi yang independen.[206]

Komunitas

[sunting | sunting sumber]

Komunitas ilmiah merupakan jejaring para ilmuwan yang saling berinteraksi dalam melaksanakan penelitian ilmiah. Komunitas ini terdiri atas kelompok-kelompok yang lebih kecil yang bekerja di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Melalui sistem telaah sejawat serta diskusi dan perdebatan dalam jurnal maupun konferensi, para ilmuwan menjaga mutu metodologi penelitian serta objektivitas dalam menafsirkan hasil-hasilnya.[207]

Potret seorang wanita paruh baya
Marie Curie merupakan orang pertama yang dianugerahi dua Hadiah Nobel: Fisika pada tahun 1903 dan Kimia pada tahun 1911.[114]

Ilmuwan adalah individu yang melakukan penelitian ilmiah untuk memperluas pengetahuan dalam bidang tertentu.[208][209]

Para ilmuwan umumnya memiliki rasa ingin tahu yang mendalam terhadap hakikat realitas, serta dorongan untuk menerapkan pengetahuan ilmiah demi kebaikan masyarakat, bangsa, lingkungan, atau dunia industri; sementara sebagian lainnya terdorong oleh pengakuan dari rekan sejawat dan prestise akademik.[butuh rujukan]

Dalam masa modern, banyak ilmuwan menekuni bidang-bidang ilmu tertentu di lembaga akademik, dan sering kali menempuh pendidikan tinggi tingkat lanjut dalam prosesnya.[210] Banyak pula yang mengembangkan karier di berbagai bidang, seperti akademia, industri, administrasi pemerintahan, maupun organisasi nirlaba.[211][212][213]

Secara historis, sains merupakan bidang yang didominasi oleh laki-laki, meskipun terdapat sejumlah pengecualian penting. Perempuan kerap menghadapi diskriminasi yang berat dalam dunia sains, sebagaimana halnya di berbagai ranah sosial lain yang dikuasai laki-laki. Mereka kerap diabaikan dalam kesempatan kerja dan tidak mendapatkan pengakuan atas hasil karya mereka.[214] Prestasi perempuan dalam sains sering kali dipandang sebagai hasil dari keberanian mereka menentang peran tradisional sebagai pekerja dalam ranah domestik.[215]

Perhimpunan ilmiah

[sunting | sunting sumber]
Potret para ilmuwan dalam peringatan 200 tahun Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia, 1900

Perhimpunan ilmiah yang berperan dalam penyebaran serta pengembangan pemikiran dan eksperimen ilmiah telah hadir sejak masa Renaisans.[216] Banyak ilmuwan menjadi anggota perhimpunan semacam ini, yang berfungsi untuk memajukan disiplin ilmu, profesi, atau kelompok bidang keilmuan tertentu yang mereka tekuni.[217] Keanggotaan dapat bersifat terbuka bagi siapa pun, mensyaratkan kredensial ilmiah tertentu, atau diberikan melalui pemilihan.[218] Sebagian besar perhimpunan ilmiah berbentuk organisasi nirlaba,[219] dan banyak pula yang berfungsi sebagai asosiasi profesional. Kegiatan mereka umumnya mencakup penyelenggaraan konferensi akademik secara berkala untuk mempresentasikan dan mendiskusikan hasil penelitian terbaru, serta penerbitan atau pendanaan jurnal akademik dalam bidang keilmuan mereka masing-masing. Beberapa di antaranya juga bertindak sebagai badan profesional, yang mengatur kegiatan para anggotanya demi kepentingan publik maupun kepentingan kolektif organisasi.

Proses profesionalisasi sains yang dimulai pada abad ke-19 sebagian besar dimungkinkan oleh berdirinya berbagai akademi ilmu pengetahuan nasional yang bergengsi, seperti Accademia dei Lincei di Italia pada tahun 1603,[220] Royal Society di Britania pada tahun 1660,[221] Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis pada tahun 1666,[222] National Academy of Sciences di Amerika Serikat pada tahun 1863,[223] Kaiser Wilhelm Society di Jerman pada tahun 1911,[224] serta Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok pada tahun 1949.[225]

Organisasi ilmiah internasional, seperti Dewan Ilmu Pengetahuan Internasional (International Science Council), berfokus pada upaya kerja sama internasional guna memajukan perkembangan ilmu pengetahuan di seluruh dunia.[226]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Penghargaan ilmiah umumnya diberikan kepada individu atau lembaga yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam suatu disiplin ilmu. Penghargaan tersebut kerap dianugerahkan oleh institusi bergengsi; karena itu, penerimaannya dianggap sebagai kehormatan besar bagi seorang ilmuwan. Sejak awal masa Renaisans, para ilmuwan kerap memperoleh medali, hadiah uang, ataupun gelar kehormatan atas pencapaian mereka. Salah satu penghargaan paling bergengsi di dunia, Hadiah Nobel, diberikan setiap tahun kepada mereka yang berhasil mencapai kemajuan penting dalam bidang kedokteran, fisika, dan kimia.[227]

Masyarakat

[sunting | sunting sumber]

Pendanaan dan kebijakan

[sunting | sunting sumber]
lihat keterangan
Anggaran NASA sebagai persentase dari Anggaran federal Amerika Serikat, mencapai puncaknya sebesar 4,4% pada tahun 1966 dan menurun perlahan sejak saat itu

Pendanaan ilmu pengetahuan umumnya dilakukan melalui proses kompetitif, di mana berbagai proyek penelitian yang diusulkan akan dievaluasi dan hanya yang paling menjanjikan yang menerima dukungan dana. Proses seperti ini, yang dijalankan oleh pemerintah, korporasi, maupun lembaga filantropi, berfungsi mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Total pendanaan riset di sebagian besar negara maju berkisar antara 1,5% hingga 3% dari PDB.[228] Di lingkungan OECD, sekitar dua pertiga kegiatan penelitian dan pengembangan dalam bidang ilmiah maupun teknis dilakukan oleh sektor industri, sementara masing-masing 20% dan 10% dijalankan oleh universitas serta lembaga pemerintah. Proporsi pendanaan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu bahkan lebih tinggi, terutama dalam penelitian ilmu sosial dan humaniora. Di negara-negara berkembang, pemerintah sering kali menjadi penyandang dana utama bagi penelitian ilmiah dasar.[229]

Banyak pemerintah memiliki lembaga khusus yang bertugas mendukung penelitian ilmiah, seperti National Science Foundation di Amerika Serikat,[230] National Scientific and Technical Research Council di Argentina,[231] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation di Australia,[232] National Centre for Scientific Research di Prancis,[233] Max Planck Society di Jerman,[234] dan Dewan Penelitian Nasional di Spanyol.[235] Dalam penelitian dan pengembangan yang bersifat komersial, hampir semua perusahaan—kecuali yang benar-benar berorientasi pada riset—lebih memusatkan perhatian pada peluang komersialisasi jangka pendek daripada penelitian yang didorong oleh rasa ingin tahu semata.[236]

Kebijakan ilmu pengetahuan berhubungan dengan kebijakan yang memengaruhi pelaksanaan kegiatan ilmiah, termasuk pendanaan penelitian, yang kerap disesuaikan dengan tujuan kebijakan nasional lainnya seperti inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan produk komersial, pengembangan senjata, layanan kesehatan, dan pemantauan lingkungan. Dalam beberapa konteks, kebijakan ilmiah juga dapat merujuk pada penerapan pengetahuan dan konsensus ilmiah dalam perumusan kebijakan publik. Sesuai dengan tujuan kebijakan publik yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, kebijakan ilmu pengetahuan berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana sains dan teknologi dapat memberikan manfaat terbaik bagi publik.[237] Kebijakan publik juga dapat secara langsung memengaruhi pendanaan bagi peralatan modal dan infrastruktur intelektual untuk penelitian industri, misalnya dengan memberikan insentif pajak kepada organisasi yang membiayai penelitian.[186]

Pendidikan dan kesadaran

[sunting | sunting sumber]
Pameran dinosaurus di Houston Museum of Natural Science

Pendidikan sains bagi masyarakat umum telah terintegrasi dalam kurikulum sekolah, dan dilengkapi dengan materi pembelajaran daring (seperti YouTube dan Khan Academy), museum, serta majalah dan blog ilmiah. Lembaga-lembaga besar para ilmuwan, seperti American Association for the Advancement of Science (AAAS), memandang ilmu pengetahuan sebagai bagian dari tradisi seni liberal dalam pembelajaran, sejajar dengan filsafat dan sejarah.[238] Literasi ilmiah terutama berkaitan dengan pemahaman akan metode ilmiah, satuan dan cara pengukuran, empirisme, pemahaman dasar tentang statistik (korelasi, pengamatan kualitatif dan kuantitatif, statistik agregat), serta pengenalan terhadap bidang-bidang utama ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, biologi, ekologi, geologi, dan komputasi. Seiring seorang pelajar menapaki jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi, kurikulumnya menjadi semakin mendalam. Mata pelajaran tradisional yang lazim diajarkan meliputi ilmu alam dan ilmu formal, meskipun gerakan pendidikan modern juga mencakup ilmu sosial dan ilmu terapan.[239]

Media massa kerap menghadapi tekanan yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk menggambarkan klaim-klaim ilmiah yang saling bersaing secara akurat, terutama dalam hal kredibilitasnya di mata komunitas ilmiah. Menentukan bobot yang layak diberikan pada masing-masing pihak dalam suatu perdebatan ilmiah sering kali menuntut keahlian mendalam terhadap topik tersebut.[240] Hanya sedikit jurnalis yang memiliki latar belakang ilmiah yang memadai; bahkan wartawan khusus yang berpengalaman dalam isu ilmiah tertentu pun mungkin kurang memahami topik lain yang tiba-tiba harus mereka liput.[241][242]

Majalah sains seperti New Scientist, Science & Vie, dan Scientific American melayani pembaca yang jauh lebih luas, dengan menyajikan ringkasan non-teknis tentang berbagai bidang penelitian populer, termasuk penemuan dan kemajuan penting dalam riset ilmiah.[243] Genre fiksi ilmiah, yang pada dasarnya merupakan bagian dari fiksi spekulatif, juga berperan dalam menyebarkan gagasan serta metode ilmiah kepada khalayak umum.[244] Upaya terbaru untuk mempererat atau mengembangkan hubungan antara ilmu pengetahuan dan disiplin non-ilmiah—seperti sastra dan puisi—antara lain diwujudkan melalui proyek Creative Writing Science yang dikembangkan oleh Royal Literary Fund.[245]

Sikap anti-sains

[sunting | sunting sumber]

Meskipun metode ilmiah diterima secara luas di kalangan komunitas ilmiah, sebagian kelompok dalam masyarakat menolak atau meragukan sejumlah posisi ilmiah tertentu. Contohnya, pandangan bahwa COVID-19 bukan ancaman kesehatan utama bagi Amerika Serikat—suatu keyakinan yang dipegang oleh 39% warga Amerika pada Agustus 2021[246]—atau kepercayaan bahwa perubahan iklim bukan ancaman serius bagi negara tersebut (juga diyakini oleh sekitar 40% warga Amerika pada akhir 2019 hingga awal 2020).[247]

Para psikolog telah mengidentifikasi empat faktor utama yang mendorong penolakan terhadap hasil-hasil ilmiah:[248]

  • Otoritas ilmiah terkadang dianggap tidak kompeten, tidak dapat dipercaya, atau berpihak.
  • Beberapa kelompok sosial yang termarjinalisasi mengembangkan sikap anti-sains, sebagian karena kelompok-kelompok tersebut kerap menjadi korban eksperimen tidak etis di masa lalu.[249]
  • Pesan dari ilmuwan terkadang bertentangan dengan keyakinan moral atau pandangan dunia yang telah lama dipegang seseorang.
  • Penyampaian pesan ilmiah sering kali tidak disesuaikan dengan gaya belajar atau konteks penerimanya.

Sikap anti-sains sering kali berakar pada ketakutan akan penolakan sosial. Sebagai contoh, hanya 22% warga Amerika yang berada di spektrum politik kanan menganggap perubahan iklim sebagai ancaman, dibandingkan dengan 85% di kalangan kiri.[250] Artinya, seseorang di kalangan kiri yang tidak memandang perubahan iklim sebagai ancaman mungkin akan dianggap menyimpang dan dikucilkan dari kelompok sosialnya. Faktanya, banyak orang lebih memilih untuk menolak fakta ilmiah yang telah terbukti kebenarannya daripada kehilangan kedudukan atau penerimaan sosialnya.[251]

Hasil survei dalam bentuk diagram batang dari dua pertanyaan (“Apakah pemanasan global terjadi?” dan “Apakah perusahaan minyak/gas bertanggung jawab?”), menunjukkan perbedaan besar antara Partai Demokrat dan Republik di AS
Pendapat publik mengenai pemanasan global di Amerika Serikat berdasarkan partai politik[252]

Sikap terhadap ilmu pengetahuan kerap dibentuk oleh pandangan serta tujuan politik. Pemerintah, dunia usaha, dan berbagai kelompok advokasi diketahui menggunakan tekanan hukum maupun ekonomi untuk memengaruhi arah penelitian ilmiah. Beragam faktor dapat berperan dalam proses politisasi ilmu pengetahuan, antara lain anti-intelektualisme, persepsi bahwa sains mengancam keyakinan religius, serta kekhawatiran akan kepentingan ekonomi dan industri.[253]

Proses politisasi sains biasanya berlangsung ketika informasi ilmiah disajikan dengan menonjolkan sisi ketidakpastian dalam bukti ilmiah itu sendiri.[254] Taktik yang sering digunakan meliputi pengalihan topik pembahasan, pengabaian fakta, serta eksploitasi terhadap keraguan publik terhadap konsensus ilmiah. Cara-cara semacam ini dimaksudkan untuk memberi ruang lebih besar bagi pandangan yang sesungguhnya telah dilemahkan oleh bukti ilmiah yang mapan.[255]

Beberapa isu yang kerap melibatkan politisasi sains antara lain kontroversi pemanasan global, dampak kesehatan dari pestisida, dan dampak kesehatan dari tembakau.[255][256]

  1. ^ Dalam Kitab al-Manazir (Book of Optics), jilid I, [6.54], halaman 372 dan 408, Ibn al-Haytham menolak teori penglihatan ekstrapancaran Claudius Ptolemaeus: "Dengan demikian, pemancaran sinar [penglihatan] adalah sesuatu yang berlebihan dan tak berguna." —Terjemahan A. Mark Smith dari versi Latin karya Ibn al-Haytham.[74]: Book I, [6.54]. pp. 372, 408 
  2. ^ Apakah alam semesta ini bersifat tertutup atau terbuka, serta bentuknya, masih menjadi pertanyaan terbuka. Hukum kedua termodinamika,[110]: 9 [111] dan hukum ketiga termodinamika[112] mengisyaratkan kemungkinan terjadinya kematian panas alam semesta jika alam semesta bersifat tertutup, namun tidak niscaya demikian bagi alam semesta yang terus mengembang.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Wilson, E. O. (1999). "The natural sciences". Consilience: The Unity of Knowledge (Edisi Reprint). New York: Vintage. hlm. 49–71. ISBN 978-0-679-76867-8.
  2. ^ a b Heilbron, J. L.; et al. (2003). "Preface". The Oxford Companion to the History of Modern Science. New York: Oxford University Press. hlm. vii–x. ISBN 978-0-19-511229-0. ...modern science is a discovery as well as an invention. It was a discovery that nature generally acts regularly enough to be described by laws and even by mathematics; and required invention to devise the techniques, abstractions, apparatus, and organization for exhibiting the regularities and securing their law-like descriptions.
  3. ^ a b Cohen, Eliel (2021). "The boundary lens: theorising academic activity". The University and its Boundaries: Thriving or Surviving in the 21st Century. New York: Routledge. hlm. 14–41. ISBN 978-0-367-56298-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 May 2021. Diakses tanggal 4 May 2021.
  4. ^ a b c d e Colander, David C.; Hunt, Elgin F. (2019). "Social science and its methods". Social Science: An Introduction to the Study of Society (Edisi 17th). New York: Routledge. hlm. 1–22.
  5. ^ a b Nisbet, Robert A.; Greenfeld, Liah (16 October 2020). "Social Science". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 February 2022. Diakses tanggal 9 May 2021.
  6. ^ a b Bishop, Alan (1991). "Environmental activities and mathematical culture". Mathematical Enculturation: A Cultural Perspective on Mathematics Education. Norwell, MA: Kluwer. hlm. 20–59. ISBN 978-0-7923-1270-3. Diakses tanggal 24 March 2018.
  7. ^ Bunge, Mario (1998). "The Scientific Approach". Philosophy of Science: Volume 1, From Problem to Theory. Vol. 1 (Edisi revised). New York: Routledge. hlm. 3–50. ISBN 978-0-7658-0413-6.
  8. ^ a b Fetzer, James H. (2013). "Computer reliability and public policy: Limits of knowledge of computer-based systems". Computers and Cognition: Why Minds are not Machines. Newcastle, United Kingdom: Kluwer. hlm. 271–308. ISBN 978-1-4438-1946-6.
  9. ^ Nickles, Thomas (2013). "The Problem of Demarcation". Philosophy of Pseudoscience: Reconsidering the Demarcation Problem. The University of Chicago Press. hlm. 104.
  10. ^ Fischer, M. R.; Fabry, G (2014). "Thinking and acting scientifically: Indispensable basis of medical education". GMS Zeitschrift für Medizinische Ausbildung. 31 (2): Doc24. doi:10.3205/zma000916. PMC 4027809. PMID 24872859.
  11. ^ Sinclair, Marius (1993). "On the Differences between the Engineering and Scientific Methods". The International Journal of Engineering Education. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 November 2017. Diakses tanggal 7 September 2018.
  12. ^ a b Bunge, M. (1966). "Technology as Applied Science". Dalam Rapp, F. (ed.). Contributions to a Philosophy of Technology. Dordrecht: Springer. hlm. 19–39. doi:10.1007/978-94-010-2182-1_2. ISBN 978-94-010-2184-5. S2CID 110332727.
  13. ^ a b c d e f g h i j k l m n Lindberg, David C. (2007). The beginnings of Western science: the European Scientific tradition in philosophical, religious, and institutional context (Edisi 2nd). University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-48205-7.
  14. ^ a b Grant, Edward (2007). "Ancient Egypt to Plato". A History of Natural Philosophy: From the Ancient World to the Nineteenth Century. New York: Cambridge University Press. hlm. 1–26. ISBN 978-0-521-68957-1.
  15. ^ Building Bridges Among the BRICs Diarsipkan 18 April 2023 di Wayback Machine., hlm. 125, Robert Crane, Springer, 2014
  16. ^ Keay, John (2000). India: A history. Atlantic Monthly Press. hlm. 132. ISBN 978-0-87113-800-2. The great era of all that is deemed classical in Indian literature, art and science was now dawning. It was this crescendo of creativity and scholarship, as much as ... political achievements of the Guptas, which would make their age so golden.
  17. ^ Principe, Lawrence M. (2011). "Introduction". Scientific Revolution: A Very Short Introduction. New York: Oxford University Press. hlm. 1–3. ISBN 978-0-19-956741-6.
  18. ^ Cahan, David, ed. (2003). From Natural Philosophy to the Sciences: Writing the History of Nineteenth-Century Science. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-08928-7.
  19. ^ Harrison, Peter (2015). The Territories of Science and Religion. University of Chicago Press. hlm. 164–165. ISBN 978-0-226-18451-7. Perubahan karakter mereka yang terlibat dalam kegiatan ilmiah disertai pula oleh nomenklatur baru bagi aktivitas tersebut. Penanda paling mencolok dari perubahan ini ialah penggantian istilah "filsafat alam" oleh "ilmu alam". Pada tahun 1800, hanya sedikit yang menggunakan istilah "ilmu alam", tetapi pada 1880, ungkapan ini telah melampaui label tradisionalnya.
  20. ^ MacRitchie, Finlay (2011). "Introduction". Scientific Research as a Career. New York: Routledge. hlm. 1–6. ISBN 978-1-4398-6965-9. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 May 2021. Diakses tanggal 5 May 2021.
  21. ^ Marder, Michael P. (2011). "Curiosity and research". Research Methods for Science. New York: Cambridge University Press. hlm. 1–17. ISBN 978-0-521-14584-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 May 2021. Diakses tanggal 5 May 2021.
  22. ^ de Ridder, Jeroen (2020). "How many scientists does it take to have knowledge?". Dalam McCain, Kevin; Kampourakis, Kostas (ed.). What is Scientific Knowledge? An Introduction to Contemporary Epistemology of Science. New York: Routledge. hlm. 3–17. ISBN 978-1-138-57016-0. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 May 2021. Diakses tanggal 5 May 2021.
  23. ^ Szycher, Michael (2016). "Establishing your dream team". Commercialization Secrets for Scientists and Engineers. New York: Routledge. hlm. 159–176. ISBN 978-1-138-40741-1. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 August 2021. Diakses tanggal 5 May 2021.
  24. ^ "Science". Merriam-Webster Online Dictionary. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 September 2019. Diakses tanggal 16 October 2011.
  25. ^ Vaan, Michiel de (2008). "sciō". Etymological Dictionary of Latin and the other Italic Languages. Indo-European Etymological Dictionary. hlm. 545. ISBN 978-90-04-16797-1.
  26. ^ Cahan, David (2003). From natural philosophy to the sciences: writing the history of nineteenth-century science. University of Chicago Press. hlm. 3–15. ISBN 0-226-08927-4.
  27. ^ Ross, Sydney (1962). "Scientist: The story of a word". Annals of Science. 18 (2): 65–85. doi:10.1080/00033796200202722.
  28. ^ "scientist". Oxford English Dictionary (Edisi Online). Oxford University Press. Templat:OEDsub
  29. ^ Carruthers, Peter (2 May 2002), Carruthers, Peter; Stich, Stephen; Siegal, Michael (ed.), "The roots of scientific reasoning: infancy, modularity and the art of tracking", The Cognitive Basis of Science, Cambridge University Press, hlm. 73–96, doi:10.1017/cbo9780511613517.005, ISBN 978-0-521-81229-0
  30. ^ Lombard, Marlize; Gärdenfors, Peter (2017). "Tracking the Evolution of Causal Cognition in Humans". Journal of Anthropological Sciences. 95 (95): 219–234. doi:10.4436/JASS.95006. ISSN 1827-4765. PMID 28489015.
  31. ^ Graeber, David; Wengrow, David (2021). The Dawn of Everything. hlm. 248.
  32. ^ Budd, Paul; Taylor, Timothy (1995). "The Faerie Smith Meets the Bronze Industry: Magic Versus Science in the Interpretation of Prehistoric Metal-Making". World Archaeology. 27 (1): 133–143. doi:10.1080/00438243.1995.9980297. JSTOR 124782.
  33. ^ Tuomela, Raimo (1987). "Science, Protoscience, and Pseudoscience". Dalam Pitt, J. C.; Pera, M. (ed.). Rational Changes in Science. Boston Studies in the Philosophy of Science. Vol. 98. Dordrecht: Springer. hlm. 83–101. doi:10.1007/978-94-009-3779-6_4. ISBN 978-94-010-8181-8.
  34. ^ Smith, Pamela H. (2009). "Science on the Move: Recent Trends in the History of Early Modern Science". Renaissance Quarterly. 62 (2): 345–375. doi:10.1086/599864. PMID 19750597. S2CID 43643053.
  35. ^ Fleck, Robert (March 2021). "Fundamental Themes in Physics from the History of Art". Physics in Perspective. 23 (1): 25–48. Bibcode:2021PhP....23...25F. doi:10.1007/s00016-020-00269-7. ISSN 1422-6944. S2CID 253597172.
  36. ^ Scott, Colin (2011). "The Case of James Bay Cree Knowledge Construction". Dalam Harding, Sandra (ed.). Science for the West, Myth for the Rest?. The Postcolonial Science and Technology Studies Reader. Durham, NC: Duke University Press. hlm. 175–197. doi:10.2307/j.ctv11g96cc.16. ISBN 978-0-8223-4936-5. JSTOR j.ctv11g96cc.16.
  37. ^ Dear, Peter (2012). "Historiography of Not-So-Recent Science". History of Science. 50 (2): 197–211. doi:10.1177/007327531205000203. S2CID 141599452.
  38. ^ Rochberg, Francesca (2011). "Ch.1 Natural Knowledge in Ancient Mesopotamia". Dalam Shank, Michael; Numbers, Ronald; Harrison, Peter (ed.). Wrestling with Nature: From Omens to Science. University of Chicago Press. hlm. 9. ISBN 978-0-226-31783-0.
  39. ^ Krebs, Robert E. (2004). Groundbreaking Scientific Experiments, Inventions, and Discoveries of the Middle Ages and the Renaissance. Greenwood Publishing Group. hlm. 127. ISBN 978-0-313-32433-8.
  40. ^ Erlich, Ḥaggai; Gershoni, Israel (2000). The Nile: Histories, Cultures, Myths. Lynne Rienner. hlm. 80–81. ISBN 978-1-55587-672-2. Diakses tanggal 9 January 2020. Sungai Nil memiliki kedudukan penting dalam kebudayaan Mesir; ia memengaruhi perkembangan matematika, geografi, dan kalender; geometri Mesir maju karena praktik pengukuran tanah "sebab luapan Sungai Nil menyebabkan batas setiap lahan lenyap."
  41. ^ "Telling Time in Ancient Egypt". The Met's Heilbrunn Timeline of Art History. February 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 March 2022. Diakses tanggal 27 May 2022.
  42. ^ a b c McIntosh, Jane R. (2005). Ancient Mesopotamia: New Perspectives. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 273–276. ISBN 978-1-57607-966-9. Diakses tanggal 20 October 2020.
  43. ^ Aaboe, Asger (2 May 1974). "Scientific Astronomy in Antiquity". Philosophical Transactions of the Royal Society. 276 (1257): 21–42. Bibcode:1974RSPTA.276...21A. doi:10.1098/rsta.1974.0007. JSTOR 74272. S2CID 122508567.
  44. ^ Biggs, R. D. (2005). "Medicine, Surgery, and Public Health in Ancient Mesopotamia". Journal of Assyrian Academic Studies. 19 (1): 7–18.
  45. ^ Lehoux, Daryn (2011). "2. Natural Knowledge in the Classical World". Dalam Shank, Michael; Numbers, Ronald; Harrison, Peter (ed.). Wrestling with Nature: From Omens to Science. University of Chicago Press. hlm. 39. ISBN 978-0-226-31783-0.
  46. ^ Lihat pembahasan mengenai pemakaian awal konsep φύσις dalam Naddaf, Gerard (2006). The Greek Concept of Nature. SUNY Press, dan Ducarme, Frédéric; Couvet, Denis (2020). "What does 'nature' mean?" (PDF). Palgrave Communications. 6 (14) 14. Springer Nature. doi:10.1057/s41599-020-0390-y. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 16 August 2023. Diakses tanggal 16 August 2023. Kata φύσις, yang pertama kali digunakan dalam konteks tumbuhan oleh Homer, muncul sejak awal dalam filsafat Yunani dengan berbagai makna. Secara umum, makna-makna ini sejalan dengan pengertian modern dari kata alam, sebagaimana dikonfirmasi dalam Guthrie, W. K. C. Presocratic Tradition from Parmenides to Democritus (jilid 2 dari History of Greek Philosophy), Cambridge University Press, 1965.
  47. ^ Strauss, Leo; Gildin, Hilail (1989). "Progress or Return? The Contemporary Crisis in Western Education". An Introduction to Political Philosophy: Ten Essays by Leo Strauss. Wayne State University Press. hlm. 209. ISBN 978-0-8143-1902-4. Diakses tanggal 30 May 2022.
  48. ^ O'Grady, Patricia F. (2016). Thales of Miletus: The Beginnings of Western Science and Philosophy. New York: Routledge. hlm. 245. ISBN 978-0-7546-0533-1. Diakses tanggal 20 October 2020.
  49. ^ a b Burkert, Walter (1 June 1972). Lore and Science in Ancient Pythagoreanism. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-53918-1.
  50. ^ Pullman, Bernard (1998). The Atom in the History of Human Thought. Oxford University Press. hlm. 31–33. Bibcode:1998ahht.book.....P. ISBN 978-0-19-515040-7. Diakses tanggal 20 October 2020.
  51. ^ Cohen, Henri; Lefebvre, Claire, ed. (2017). Handbook of Categorization in Cognitive Science (Edisi 2nd). Amsterdam: Elsevier. hlm. 427. ISBN 978-0-08-101107-2. Diakses tanggal 20 October 2020.
  52. ^ Lukretius (fl. abad ke-1 SM) De rerum natura
  53. ^ Margotta, Roberto (1968). The Story of Medicine. New York: Golden Press. Diakses tanggal 18 November 2020.
  54. ^ Touwaide, Alain (2005). Glick, Thomas F.; Livesey, Steven; Wallis, Faith (ed.). Medieval Science, Technology, and Medicine: An Encyclopedia. New York: Routledge. hlm. 224. ISBN 978-0-415-96930-7. Diakses tanggal 20 October 2020.
  55. ^ Leff, Samuel; Leff, Vera (1956). From Witchcraft to World Health. London: Macmillan. Diakses tanggal 23 August 2020.
  56. ^ "Plato, Apology". hlm. 17. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 January 2018. Diakses tanggal 1 November 2017.
  57. ^ "Plato, Apology". hlm. 27. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 January 2018. Diakses tanggal 1 November 2017.
  58. ^ Aristotle. Nicomachean Ethics (Edisi H. Rackham). 1139b. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 March 2012. Diakses tanggal 22 September 2010.
  59. ^ a b McClellan, James E. III; Dorn, Harold (2015). Science and Technology in World History: An Introduction. Baltimore: Johns Hopkins University Press. hlm. 99–100. ISBN 978-1-4214-1776-9. Diakses tanggal 20 October 2020.
  60. ^ Graßhoff, Gerd (1990). The History of Ptolemy's Star Catalogue. Studies in the History of Mathematics and Physical Sciences. Vol. 14. New York: Springer. doi:10.1007/978-1-4612-4468-4. ISBN 978-1-4612-8788-9.
  61. ^ Hoffmann, Susanne M. (2017). Hipparchs Himmelsglobus (dalam bahasa Jerman). Wiesbaden: Springer Fachmedien Wiesbaden. Bibcode:2017hihi.book.....H. doi:10.1007/978-3-658-18683-8. ISBN 978-3-658-18682-1.
  62. ^ Edwards, C. H. Jr. (1979). The Historical Development of the Calculus. New York: Springer. hlm. 75. ISBN 978-0-387-94313-8. Diakses tanggal 20 October 2020.
  63. ^ Lawson, Russell M. (2004). Science in the Ancient World: An Encyclopedia. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 190–191. ISBN 978-1-85109-539-1. Diakses tanggal 20 October 2020.
  64. ^ Murphy, Trevor Morgan (2004). Pliny the Elder's Natural History: The Empire in the Encyclopedia. Oxford University Press. hlm. 1. ISBN 978-0-19-926288-5. Diakses tanggal 20 October 2020.
  65. ^ Doody, Aude (2010). Pliny's Encyclopedia: The Reception of the Natural History. Cambridge University Press. hlm. 1. ISBN 978-1-139-48453-4. Diakses tanggal 20 October 2020.
  66. ^ Conner, Clifford D. (2005). A People's History of Science: Miners, Midwives, and "Low Mechanicks". New York: Nation Books. hlm. 72–74. ISBN 1-56025-748-2.
  67. ^ Grant, Edward (1996). The Foundations of Modern Science in the Middle Ages: Their Religious, Institutional and Intellectual Contexts. Cambridge Studies in the History of Science. Cambridge University Press. hlm. 7–17. ISBN 978-0-521-56762-6. Diakses tanggal 9 November 2018.
  68. ^ Wildberg, Christian (1 May 2018). "Philoponus". Dalam Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy. Metaphysics Research Lab, Stanford University. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 22 August 2019. Diakses tanggal 1 May 2018.
  69. ^ Falcon, Andrea (2019). "Aristotle on Causality". Dalam Zalta, Edward (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy (Edisi Spring 2019). Metaphysics Research Lab, Stanford University. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 October 2020. Diakses tanggal 3 October 2020.
  70. ^ Grant, Edward (2007). "Islam and the eastward shift of Aristotelian natural philosophy". A History of Natural Philosophy: From the Ancient World to the Nineteenth Century. Cambridge University Press. hlm. 62–67. ISBN 978-0-521-68957-1.
  71. ^ Fisher, W. B. (1968–1991). The Cambridge history of Iran. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-20093-6.
  72. ^ "Bayt al-Hikmah". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 November 2016. Diakses tanggal 3 November 2016.
  73. ^ Hossein Nasr, Seyyed; Leaman, Oliver, ed. (2001). History of Islamic Philosophy. Routledge. hlm. 165–167. ISBN 978-0-415-25934-7.
  74. ^ a b Smith, A. Mark (2001). Alhacen's Theory of Visual Perception: A Critical Edition, with English Translation and Commentary, of the First Three Books of Alhacen's De Aspectibus, the Medieval Latin Version of Ibn al-Haytham's Kitāb al-Manāẓir, 2 vols. Transactions of the American Philosophical Society. Vol. 91. Philadelphia: American Philosophical Society. ISBN 978-0-87169-914-5.
  75. ^ Toomer, G. J. (1964). "Reviewed work: Ibn al-Haythams Weg zur Physik, Matthias Schramm". Isis. 55 (4): 463–465. doi:10.1086/349914. JSTOR 228328. Lihat hlm. 464: "Schramm merangkum pencapaian [Ibn al-Haytham] dalam pengembangan metode ilmiah." Hlm. 465: "Schramm menunjukkan dengan tak terbantahkan bahwa Ibn al-Haytham adalah tokoh utama dalam tradisi sains Islam, terutama dalam pembentukan teknik eksperimental." Hlm. 465: "Baru setelah pengaruh Ibn al-Haytham dan tokoh-tokoh lain terhadap tulisan fisika abad pertengahan diteliti secara serius, klaim Schramm bahwa Ibn al-Haytham adalah pendiri sejati fisika modern dapat dievaluasi."
  76. ^ Cohen, H. Floris (2010). "Greek nature knowledge transplanted: The Islamic world". How modern science came into the world. Four civilizations, one 17th-century breakthrough (Edisi 2nd). Amsterdam University Press. hlm. 99–156. ISBN 978-90-8964-239-4.
  77. ^ Selin, Helaine, ed. (2006). Encyclopaedia of the History of Science, Technology, and Medicine in Non-Western Cultures. Springer. hlm. 155–156. Bibcode:2008ehst.book.....S. ISBN 978-1-4020-4559-2.
  78. ^ Russell, Josiah C. (1959). "Gratian, Irnerius, and the Early Schools of Bologna". The Mississippi Quarterly. 12 (4): 168–188. JSTOR 26473232. Barangkali bahkan sejak tahun 1088 (tanggal yang secara resmi ditetapkan sebagai tahun pendirian universitas tersebut)
  79. ^ "St. Albertus Magnus". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 October 2017. Diakses tanggal 27 October 2017.
  80. ^ Numbers, Ronald (2009). Galileo Goes to Jail and Other Myths about Science and Religion. Harvard University Press. hlm. 45. ISBN 978-0-674-03327-6. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 January 2021. Diakses tanggal 27 March 2018.
  81. ^ a b Smith, A. Mark (1981). "Getting the Big Picture in Perspectivist Optics". Isis. 72 (4): 568–589. doi:10.1086/352843. JSTOR 231249. PMID 7040292. S2CID 27806323.
  82. ^ Goldstein, Bernard R. (2016). "Copernicus and the Origin of his Heliocentric System" (PDF). Journal for the History of Astronomy. 33 (3): 219–235. doi:10.1177/002182860203300301. S2CID 118351058. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 12 April 2020. Diakses tanggal 12 April 2020.
  83. ^ Cohen, H. Floris (2010). "Greek nature knowledge transplanted and more: Renaissance Europe". How modern science came into the world. Four civilizations, one 17th-century breakthrough (Edisi 2nd). Amsterdam University Press. hlm. 99–156. ISBN 978-90-8964-239-4.
  84. ^ Koestler, Arthur (1990) [1959]. The Sleepwalkers: A History of Man's Changing Vision of the Universe. London: Penguin. hlm. 1. ISBN 0-14-019246-8.
  85. ^ van Helden, Al (1995). "Pope Urban VIII". The Galileo Project. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 November 2016. Diakses tanggal 3 November 2016.
  86. ^ Gingerich, Owen (1975). "Copernicus and the Impact of Printing". Vistas in Astronomy. 17 (1): 201–218. Bibcode:1975VA.....17..201G. doi:10.1016/0083-6656(75)90061-6.
  87. ^ Zagorin, Perez (1998). Francis Bacon. Princeton University Press. hlm. 84. ISBN 978-0-691-00966-7.
  88. ^ Davis, Philip J.; Hersh, Reuben (1986). Descartes' Dream: The World According to Mathematics. Cambridge, MA: Harcourt Brace Jovanovich.
  89. ^ Gribbin, John (2002). Science: A History 1543–2001. Allen Lane. hlm. 241. ISBN 978-0-7139-9503-9. Meskipun hanya merupakan salah satu dari banyak faktor dalam Zaman Pencerahan, keberhasilan fisika Newton dalam memberikan deskripsi matematis tentang dunia yang teratur jelas memainkan peran besar dalam berkembangnya gerakan intelektual abad ke-18 ini.
  90. ^ "Gottfried Leibniz – Biography". Maths History. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 July 2017. Diakses tanggal 2 March 2021.
  91. ^ Freudenthal, Gideon; McLaughlin, Peter (20 May 2009). The Social and Economic Roots of the Scientific Revolution: Texts by Boris Hessen and Henryk Grossmann. Springer. ISBN 978-1-4020-9604-4. Diakses tanggal 25 July 2018.
  92. ^ Goddard Bergin, Thomas; Speake, Jennifer, ed. (1987). Encyclopedia of the Renaissance. Facts on File. ISBN 978-0-8160-1315-9.
  93. ^ van Horn Melton, James (2001). The Rise of the Public in Enlightenment Europe. Cambridge University Press. hlm. 82–83. doi:10.1017/CBO9780511819421. ISBN 978-0-511-81942-1. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 January 2022. Diakses tanggal 27 May 2022.
  94. ^ "The Scientific Revolution and the Enlightenment (1500–1780)" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 14 January 2024. Diakses tanggal 29 January 2024.
  95. ^ "Scientific Revolution". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 May 2019. Diakses tanggal 29 January 2024.
  96. ^ Madigan, M.; Martinko, J., ed. (2006). Brock Biology of Microorganisms (Edisi 11th). Prentice Hall. ISBN 978-0-13-144329-7.
  97. ^ Guicciardini, N. (1999). Reading the Principia: The Debate on Newton's Methods for Natural Philosophy from 1687 to 1736. New York: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-64066-4.
  98. ^ Calisher, CH (2007). "Taxonomy: what's in a name? Doesn't a rose by any other name smell as sweet?". Croatian Medical Journal. 48 (2): 268–270. PMC 2080517. PMID 17436393.
  99. ^ Darrigol, Olivier (2000). Electrodynamics from Ampère to Einstein. New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-850594-9.
  100. ^ Olby, R. C.; Cantor, G. N.; Christie, J. R. R.; Hodge, M. J. S. (1990). Companion to the History of Modern Science. London: Routledge. hlm. 265.
  101. ^ Magnusson, Magnus (10 November 2003). "Review of James Buchan, Capital of the Mind: how Edinburgh Changed the World". New Statesman. Diarsipkan dari asli tanggal 6 June 2011. Diakses tanggal 27 April 2014.
  102. ^ Swingewood, Alan (1970). "Origins of Sociology: The Case of the Scottish Enlightenment". The British Journal of Sociology. 21 (2): 164–180. doi:10.2307/588406. JSTOR 588406.
  103. ^ Fry, Michael (1992). Adam Smith's Legacy: His Place in the Development of Modern Economics. Paul Samuelson, Lawrence Klein, Franco Modigliani, James M. Buchanan, Maurice Allais, Theodore Schultz, Richard Stone, James Tobin, Wassily Leontief, Jan Tinbergen. Routledge. ISBN 978-0-415-06164-3.
  104. ^ Lightman, Bernard (2011). "13. Science and the Public". Dalam Shank, Michael; Numbers, Ronald; Harrison, Peter (ed.). Wrestling with Nature: From Omens to Science. University of Chicago Press. hlm. 367. ISBN 978-0-226-31783-0.
  105. ^ Leahey, Thomas Hardy (2018). "The psychology of consciousness". A History of Psychology: From Antiquity to Modernity (Edisi 8th). New York: Routledge. hlm. 219–253. ISBN 978-1-138-65242-2.
  106. ^ Padian, Kevin (2008). "Darwin's enduring legacy". Nature. 451 (7179): 632–634. Bibcode:2008Natur.451..632P. doi:10.1038/451632a. PMID 18256649.
  107. ^ Henig, Robin Marantz (2000). The monk in the garden: the lost and found genius of Gregor Mendel, the father of genetics. hlm. 134–138.
  108. ^ Miko, Ilona (2008). "Gregor Mendel's principles of inheritance form the cornerstone of modern genetics. So just what are they?". Nature Education. 1 (1): 134. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2019. Diakses tanggal 9 May 2021.
  109. ^ Rocke, Alan J. (2005). "In Search of El Dorado: John Dalton and the Origins of the Atomic Theory". Social Research. 72 (1): 125–158. doi:10.1353/sor.2005.0003. JSTOR 40972005. S2CID 141350239.
  110. ^ a b Reichl, Linda (1980). A Modern Course in Statistical Physics. Edward Arnold. ISBN 0-7131-2789-9.
  111. ^ Rao, Y. V. C. (1997). Chemical Engineering Thermodynamics. Universities Press. hlm. 158. ISBN 978-81-7371-048-3.
  112. ^ Heidrich, M. (2016). "Bounded energy exchange as an alternative to the third law of thermodynamics". Annals of Physics. 373: 665–681. Bibcode:2016AnPhy.373..665H. doi:10.1016/j.aop.2016.07.031.
  113. ^ Mould, Richard F. (1995). A century of X-rays and radioactivity in medicine: with emphasis on photographic records of the early years (Edisi Reprint. with minor corr). Bristol: Inst. of Physics Publ. hlm. 12. ISBN 978-0-7503-0224-1.
  114. ^ a b Estreicher, Tadeusz (1938). "Curie, Maria ze Skłodowskich". Polski słownik biograficzny, vol. 4 (dalam bahasa Polski). hlm. 113.
  115. ^ Thomson, J. J. (1897). "Cathode Rays". Philosophical Magazine. 44 (269): 293–316. doi:10.1080/14786449708621070.
  116. ^ Goyotte, Dolores (2017). "The Surgical Legacy of World War II. Part II: The age of antibiotics" (PDF). The Surgical Technologist. 109: 257–264. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 5 May 2021. Diakses tanggal 8 January 2021.
  117. ^ Erisman, Jan Willem; Sutton, M. A.; Galloway, J.; Klimont, Z.; Winiwarter, W. (October 2008). "How a century of ammonia synthesis changed the world". Nature Geoscience. 1 (10): 636–639. Bibcode:2008NatGe...1..636E. doi:10.1038/ngeo325. S2CID 94880859. Diarsipkan dari asli tanggal 23 July 2010. Diakses tanggal 22 October 2010.
  118. ^ Emmett, Robert; Zelko, Frank (2014). Emmett, Rob; Zelko, Frank (ed.). "Minding the Gap: Working Across Disciplines in Environmental Studies". Environment & Society Portal. RCC Perspectives no. 2. doi:10.5282/rcc/6313. Diarsipkan dari asli tanggal 21 January 2022.
  119. ^ Furner, Jonathan (1 June 2003). "Little Book, Big Book: Before and After Little Science, Big Science: A Review Article, Part I". Journal of Librarianship and Information Science. 35 (2): 115–125. doi:10.1177/0961000603352006. S2CID 34844169.
  120. ^ Kraft, Chris; Schefter, James (2001). Flight: My Life in Mission Control. New York: Dutton. hlm. 3–5. ISBN 0-525-94571-7.
  121. ^ Kahn, Herman (1962). Thinking about the Unthinkable. Horizon.
  122. ^ Shrum, Wesley (2007). Structures of scientific collaboration. Joel Genuth, Ivan Chompalov. Cambridge, MA: MIT Press. ISBN 978-0-262-28358-8.
  123. ^ Rosser, Sue V. (12 March 2012). Breaking into the Lab: Engineering Progress for Women in Science. New York University Press. hlm. 7. ISBN 978-0-8147-7645-2.
  124. ^ Penzias, A. A. (2006). "The origin of elements" (PDF). Science. 205 (4406). Nobel Foundation: 549–554. doi:10.1126/science.205.4406.549. PMID 17729659. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 17 January 2011. Diakses tanggal 4 October 2006.
  125. ^ Weinberg, S. (1972). Gravitation and Cosmology. John Whitney & Sons. hlm. 464–495. ISBN 978-0-471-92567-5.
  126. ^ Futuyma, Douglas J.; Kirkpatrick, Mark (2017). "Chapter 1: Evolutionary Biology". Evolution (Edisi 4th). Sinauer. hlm. 3–26. ISBN 978-1-60535-605-1.
  127. ^ Miller, Arthur I. (1981). Albert Einstein's special theory of relativity. Emergence (1905) and early interpretation (1905–1911). Reading: Addison–Wesley. ISBN 978-0-201-04679-3.
  128. ^ ter Haar, D. (1967). The Old Quantum Theory. Pergamon. hlm. 206. ISBN 978-0-08-012101-7.
  129. ^ von Bertalanffy, Ludwig (1972). "The History and Status of General Systems Theory". The Academy of Management Journal. 15 (4): 407–426. JSTOR 255139.
  130. ^ Naidoo, Nasheen; Pawitan, Yudi; Soong, Richie; Cooper, David N.; Ku, Chee-Seng (October 2011). "Human genetics and genomics a decade after the release of the draft sequence of the human genome". Human Genomics. 5 (6): 577–622. doi:10.1186/1479-7364-5-6-577. PMC 3525251. PMID 22155605.
  131. ^ Rashid, S. Tamir; Alexander, Graeme J. M. (March 2013). "Induced pluripotent stem cells: from Nobel Prizes to clinical applications". Journal of Hepatology. 58 (3): 625–629. doi:10.1016/j.jhep.2012.10.026. ISSN 1600-0641. PMID 23131523.
  132. ^ O'Luanaigh, C. (14 March 2013). "New results indicate that new particle is a Higgs boson" (Press release). CERN. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 October 2015. Diakses tanggal 9 October 2013.
  133. ^ Abbott, B. P.; Abbott, R.; Abbott, T. D.; Acernese, F.; Ackley, K.; Adams, C.; Adams, T.; Addesso, P.; Adhikari, R. X.; Adya, V. B.; Affeldt, C.; Afrough, M.; Agarwal, B.; Agathos, M.; Agatsuma, K.; Aggarwal, N.; Aguiar, O. D.; Aiello, L.; Ain, A.; Ajith, P.; Allen, B.; Allen, G.; Allocca, A.; Altin, P. A.; Amato, A.; Ananyeva, A.; Anderson, S. B.; Anderson, W. G.; Angelova, S. V.; et al. (2017). "Multi-messenger Observations of a Binary Neutron Star Merger". The Astrophysical Journal. 848 (2): L12. arXiv:1710.05833. Bibcode:2017ApJ...848L..12A. doi:10.3847/2041-8213/aa91c9. S2CID 217162243.
  134. ^ Cho, Adrian (2017). "Merging neutron stars generate gravitational waves and a celestial light show". Science. doi:10.1126/science.aar2149.
  135. ^ "Media Advisory: First Results from the Event Horizon Telescope to be Presented on April 10th". Event Horizon Telescope. 20 April 2019. Diarsipkan dari asli tanggal 20 April 2019. Diakses tanggal 21 September 2021.
  136. ^ "Scientific Method: Relationships Among Scientific Paradigms". Seed Magazine. 7 March 2007. Diarsipkan dari asli tanggal 1 November 2016. Diakses tanggal 4 November 2016.
  137. ^ Bunge, Mario Augusto (1998). Philosophy of Science: From Problem to Theory. Transaction. hlm. 24. ISBN 978-0-7658-0413-6.
  138. ^ a b Popper, Karl R. (2002a) [1959]. "A survey of some fundamental problems". The Logic of Scientific Discovery. New York: Routledge. hlm. 3–26. ISBN 978-0-415-27844-7.
  139. ^ Gauch, Hugh G. Jr. (2003). "Science in perspective". Scientific Method in Practice. Cambridge University Press. hlm. 21–73. ISBN 978-0-521-01708-4. Diakses tanggal 3 September 2018.
  140. ^ Oglivie, Brian W. (2008). "Introduction". The Science of Describing: Natural History in Renaissance Europe (Edisi Paperback). University of Chicago Press. hlm. 1–24. ISBN 978-0-226-62088-6.
  141. ^ "Natural History". Princeton University WordNet. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 March 2012. Diakses tanggal 21 October 2012.
  142. ^ "Formal Sciences: Washington and Lee University". Washington and Lee University. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 14 May 2021. Diakses tanggal 14 May 2021. Sebuah "ilmu formal" adalah bidang studi yang menggunakan sistem formal untuk menghasilkan pengetahuan, sebagaimana dalam Matematika dan Ilmu Komputer. Ilmu-ilmu formal memiliki peranan penting karena seluruh ilmu kuantitatif bergantung padanya.
  143. ^ Löwe, Benedikt (2002). "The formal sciences: their scope, their foundations, and their unity". Synthese. 133 (1/2): 5–11. doi:10.1023/A:1020887832028. ISSN 0039-7857. S2CID 9272212.
  144. ^ Rucker, Rudy (2019). "Robots and souls". Infinity and the Mind: The Science and Philosophy of the Infinite (Edisi Reprint). Princeton University Press. hlm. 157–188. ISBN 978-0-691-19138-6. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 February 2021. Diakses tanggal 11 May 2021.
  145. ^ "Formal system". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 April 2008. Diakses tanggal 30 May 2022.
  146. ^ Tomalin, Marcus (2006). Linguistics and the Formal Sciences.
  147. ^ Löwe, Benedikt (2002). "The Formal Sciences: Their Scope, Their Foundations, and Their Unity". Synthese. 133 (1/2): 5–11. doi:10.1023/a:1020887832028. S2CID 9272212.
  148. ^ Bill, Thompson (2007). "2.4 Formal Science and Applied Mathematics". The Nature of Statistical Evidence. Lecture Notes in Statistics. Vol. 189. Springer. hlm. 15.
  149. ^ Bunge, Mario (1998). "The Scientific Approach". Philosophy of Science: Volume 1, From Problem to Theory. Vol. 1 (Edisi revised). New York: Routledge. hlm. 3–50. ISBN 978-0-7658-0413-6.
  150. ^ Mujumdar, Anshu Gupta; Singh, Tejinder (2016). "Cognitive science and the connection between physics and mathematics". Dalam Aguirre, Anthony; Foster, Brendan (ed.). Trick or Truth?: The Mysterious Connection Between Physics and Mathematics. The Frontiers Collection. Switzerland: Springer. hlm. 201–218. ISBN 978-3-319-27494-2.
  151. ^ "About the Journal". Journal of Mathematical Physics. Diarsipkan dari asli tanggal 3 October 2006. Diakses tanggal 3 October 2006.
  152. ^ Restrepo, G. (2016). "Mathematical chemistry, a new discipline". Dalam Scerri, E.; Fisher, G. (ed.). Essays in the philosophy of chemistry. New York: Oxford University Press. hlm. 332–351. ISBN 978-0-19-049459-9. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 10 June 2021. Diakses tanggal 31 May 2022.
  153. ^ "What is mathematical biology". Centre for Mathematical Biology, University of Bath. Diarsipkan dari asli tanggal 23 September 2018. Diakses tanggal 7 June 2018.
  154. ^ Johnson, Tim (1 September 2009). "What is financial mathematics?". +Plus Magazine. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 April 2022. Diakses tanggal 1 March 2021.
  155. ^ Varian, Hal (1997). "What Use Is Economic Theory?". Dalam D'Autume, A.; Cartelier, J. (ed.). Is Economics Becoming a Hard Science?. Edward Elgar. Pre-publication. Diarsipkan 25 June 2006 di Wayback Machine.. Retrieved 1 April 2008.
  156. ^ Abraham, Reem Rachel (2004). "Clinically oriented physiology teaching: strategy for developing critical-thinking skills in undergraduate medical students". Advances in Physiology Education. 28 (3): 102–104. doi:10.1152/advan.00001.2004. PMID 15319191. S2CID 21610124.
  157. ^ "Engineering". Cambridge Dictionary. Cambridge University Press. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 August 2019. Diakses tanggal 25 March 2021.
  158. ^ Brooks, Harvey (1 September 1994). "The relationship between science and technology" (PDF). Research Policy. Special Issue in Honor of Nathan Rosenberg. 23 (5): 477–486. doi:10.1016/0048-7333(94)01001-3. ISSN 0048-7333. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 30 December 2022. Diakses tanggal 14 October 2022.
  159. ^ Firth, John (2020). "Science in medicine: when, how, and what". Oxford textbook of medicine. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-874669-0.
  160. ^ Saunders, J. (June 2000). "The practice of clinical medicine as an art and as a science". Med Humanit. 26 (1): 18–22. doi:10.1136/mh.26.1.18. PMC 1071282. PMID 12484313. S2CID 73306806.
  161. ^ Davis, Bernard D. (March 2000). "Limited scope of science". Microbiology and Molecular Biology Reviews. 64 (1): 1–12. doi:10.1128/MMBR.64.1.1-12.2000. PMC 98983. PMID 10704471 & "Technology" in Davis, Bernard (Mar 2000). "The scientist's world". Microbiology and Molecular Biology Reviews. 64 (1): 1–12. doi:10.1128/MMBR.64.1.1-12.2000. PMC 98983. PMID 10704471.
  162. ^ McCormick, James (2001). "Scientific medicine—fact of fiction? The contribution of science to medicine". Occasional Paper (Royal College of General Practitioners) (80): 3–6. PMC 2560978. PMID 19790950.
  163. ^ Breznau, Nate (2022). "Integrating Computer Prediction Methods in Social Science: A Comment on Hofman et al. (2021)". Social Science Computer Review. 40 (3): 844–853. doi:10.1177/08944393211049776. S2CID 248334446. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 April 2024. Diakses tanggal 16 August 2023.
  164. ^ Hofman, Jake M.; Watts, Duncan J.; Athey, Susan; Garip, Filiz; Griffiths, Thomas L.; Kleinberg, Jon; Margetts, Helen; Mullainathan, Sendhil; Salganik, Matthew J.; Vazire, Simine; Vespignani, Alessandro (July 2021). "Integrating explanation and prediction in computational social science". Nature. 595 (7866): 181–188. Bibcode:2021Natur.595..181H. doi:10.1038/s41586-021-03659-0. ISSN 1476-4687. PMID 34194044. S2CID 235697917. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 September 2021. Diakses tanggal 25 September 2021.
  165. ^ Nissani, M. (1995). "Fruits, Salads, and Smoothies: A Working definition of Interdisciplinarity". The Journal of Educational Thought. 29 (2): 121–128. doi:10.55016/ojs/jet.v29i2.52385. JSTOR 23767672.
  166. ^ Moody, G. (2004). Digital Code of Life: How Bioinformatics is Revolutionizing Science, Medicine, and Business. John Wiley & Sons. hlm. vii. ISBN 978-0-471-32788-2.
  167. ^ Ausburg, Tanya (2006). Becoming Interdisciplinary: An Introduction to Interdisciplinary Studies (Edisi 2nd). New York: Kendall/Hunt Publishing.
  168. ^ Dawkins, Richard (10 May 2006). "To Live at All Is Miracle Enough". RichardDawkins.net. Diarsipkan dari asli tanggal 19 January 2012. Diakses tanggal 5 February 2012.
  169. ^ a b di Francia, Giuliano Toraldo (1976). "The method of physics". The Investigation of the Physical World. Cambridge University Press. hlm. 1–52. ISBN 978-0-521-29925-1. The amazing point is that for the first time since the discovery of mathematics, a method has been introduced, the results of which have an intersubjective value!
  170. ^ Scheibe, E. (1991). "General Laws of Nature and the Uniqueness of the Universe". Dalam Agazzi, E.; Cordero, A. (ed.). Philosophy and the Origin and Evolution of the Universe. Synthese Library. Vol. 217. Dordrecht: Springer. doi:10.1007/978-94-011-3598-6_10. The natural scientist — says Pauli — is concerned with a particular kind of phenomena … he has to confine himself to that which is reproducible…
  171. ^ Popper, Karl R. (2002e) [1959]. "The problem of the empirical basis". The Logic of Scientific Discovery. New York: Routledge. hlm. 3–26. ISBN 978-0-415-27844-7.
  172. ^ Diggle, Peter J.; Chetwynd, Amanda G. (2011). Statistics and Scientific Method: An Introduction for Students and Researchers. Oxford University Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-19-954318-2.
  173. ^ Wilson, Edward (1999). Consilience: The Unity of Knowledge. New York: Vintage. ISBN 978-0-679-76867-8.
  174. ^ Fara, Patricia (2009). "Decisions". Science: A Four Thousand Year History. Oxford University Press. hlm. 408. ISBN 978-0-19-922689-4.
  175. ^ Aldrich, John (1995). "Correlations Genuine and Spurious in Pearson and Yule". Statistical Science. 10 (4): 364–376. doi:10.1214/ss/1177009870. JSTOR 2246135.
  176. ^ Nola, Robert; Irzik, Gürol (2005). Philosophy, science, education and culture. Science & technology education library. Vol. 28. Springer. hlm. 207–230. ISBN 978-1-4020-3769-6.
  177. ^ van Gelder, Tim (1999). ""Heads I win, tails you lose": A Foray Into the Psychology of Philosophy" (PDF). University of Melbourne. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 9 April 2008. Diakses tanggal 28 March 2008.
  178. ^ Pease, Craig (6 September 2006). "Chapter 23. Deliberate bias: Conflict creates bad science". Science for Business, Law and Journalism. Vermont Law School. Diarsipkan dari asli tanggal 19 June 2010.
  179. ^ Shatz, David (2004). Peer Review: A Critical Inquiry. Rowman & Littlefield. ISBN 978-0-7425-1434-8.
  180. ^ Krimsky, Sheldon (2003). Science in the Private Interest: Has the Lure of Profits Corrupted the Virtue of Biomedical Research. Rowman & Littlefield. ISBN 978-0-7425-1479-9.
  181. ^ Bulger, Ruth Ellen; Heitman, Elizabeth; Reiser, Stanley Joel (2002). The Ethical Dimensions of the Biological and Health Sciences (Edisi 2nd). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-00886-0.
  182. ^ Backer, Patricia Ryaby (29 October 2004). "What is the scientific method?". San Jose State University. Diarsipkan dari asli tanggal 8 April 2008. Diakses tanggal 28 March 2008.
  183. ^ Ziman, John (1978c). "Common observation". Reliable knowledge: An exploration of the grounds for belief in science. Cambridge University Press. hlm. 42–76. ISBN 978-0-521-22087-3.
  184. ^ Ziman, J. M. (1980). "The proliferation of scientific literature: a natural process". Science. 208 (4442): 369–371. Bibcode:1980Sci...208..369Z. doi:10.1126/science.7367863. PMID 7367863.
  185. ^ Subramanyam, Krishna; Subramanyam, Bhadriraju (1981). Scientific and Technical Information Resources. CRC Press. ISBN 978-0-8247-8297-9.
  186. ^ a b Bush, Vannevar (July 1945). "Science the Endless Frontier". National Science Foundation. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 November 2016. Diakses tanggal 4 November 2016.
  187. ^ Schooler, J. W. (2014). "Metascience could rescue the 'replication crisis'". Nature. 515 (7525): 9. Bibcode:2014Natur.515....9S. doi:10.1038/515009a. PMID 25373639.
  188. ^ Pashler, Harold; Wagenmakers, Eric Jan (2012). "Editors' Introduction to the Special Section on Replicability in Psychological Science: A Crisis of Confidence?". Perspectives on Psychological Science. 7 (6): 528–530. doi:10.1177/1745691612465253. PMID 26168108. S2CID 26361121.
  189. ^ Ioannidis, John P. A.; Fanelli, Daniele; Dunne, Debbie Drake; Goodman, Steven N. (2 October 2015). "Meta-research: Evaluation and Improvement of Research Methods and Practices". PLOS Biology. 13 (10): –1002264. doi:10.1371/journal.pbio.1002264. ISSN 1545-7885. PMC 4592065. PMID 26431313.
  190. ^ Hansson, Sven Ove (3 September 2008). "Science and Pseudoscience". Dalam Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy. Section 2: The "science" of pseudoscience. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 October 2021. Diakses tanggal 28 May 2022.
  191. ^ Shermer, Michael (1997). Why people believe weird things: pseudoscience, superstition, and other confusions of our time. New York: W. H. Freeman & Co. hlm. 17. ISBN 978-0-7167-3090-3.
  192. ^ Feynman, Richard (1974). "Cargo Cult Science". Center for Theoretical Neuroscience. Columbia University. Diarsipkan dari asli tanggal 4 March 2005. Diakses tanggal 4 November 2016.
  193. ^ Novella, Steven (2018). The Skeptics' Guide to the Universe: How to Know What's Really Real in a World Increasingly Full of Fake. Hodder & Stoughton. hlm. 162. ISBN 978-1-4736-9641-9.
  194. ^ "Coping with fraud" (PDF). The COPE Report 1999: 11–18. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 28 September 2007. Diakses tanggal 21 July 2011. It is 10 years, to the month, since Stephen Lock ... Reproduced with kind permission of the Editor, The Lancet.
  195. ^ a b Godfrey-Smith, Peter (2003c). "Induction and confirmation". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 39–56. ISBN 978-0-226-30062-7.
  196. ^ Godfrey-Smith, Peter (2003o). "Empiricism, naturalism, and scientific realism?". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 219–232. ISBN 978-0-226-30062-7.
  197. ^ Godfrey-Smith, Peter (2003b). "Logic plus empiricism". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 19–38. ISBN 978-0-226-30062-7.
  198. ^ a b Godfrey-Smith, Peter (2003d). "Popper: Conjecture and refutation". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 57–74. ISBN 978-0-226-30062-7.
  199. ^ Godfrey-Smith, Peter (2003g). "Lakatos, Laudan, Feyerabend, and frameworks". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 102–121. ISBN 978-0-226-30062-7.
  200. ^ Popper, Karl (1972). Objective Knowledge.
  201. ^ Newton-Smith, W. H. (1994). The Rationality of Science. London: Routledge. hlm. 30. ISBN 978-0-7100-0913-5.
  202. ^ Votsis, I. (2004). The Epistemological Status of Scientific Theories: An Investigation of the Structural Realist Account (PhD thesis). University of London, London School of Economics. hlm. 39.
  203. ^ Bird, Alexander (2013). "Thomas Kuhn". Dalam Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 July 2020. Diakses tanggal 26 October 2015.
  204. ^ Kuhn, Thomas S. (1970). The Structure of Scientific Revolutions (Edisi 2nd). University of Chicago Press. hlm. 206. ISBN 978-0-226-45804-5. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 October 2021. Diakses tanggal 30 May 2022.
  205. ^ Godfrey-Smith, Peter (2003). "Naturalistic philosophy in theory and practice". Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. University of Chicago. hlm. 149–162. ISBN 978-0-226-30062-7.
  206. ^ Brugger, E. Christian (2004). "Casebeer, William D. Natural Ethical Facts: Evolution, Connectionism, and Moral Cognition". The Review of Metaphysics. 58 (2).
  207. ^ Kornfeld, W.; Hewitt, C. E. (1981). "The Scientific Community Metaphor" (PDF). IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics. 11 (1): 24–33. doi:10.1109/TSMC.1981.4308575. hdl:1721.1/5693. S2CID 1322857. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 8 April 2016. Diakses tanggal 26 May 2022.
  208. ^ "Eusocial climbers" (PDF). E. O. Wilson Foundation. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 27 April 2019. Diakses tanggal 3 September 2018. But he's not a scientist, he's never done scientific research. My definition of a scientist is that you can complete the following sentence: 'he or she has shown that...'," Wilson says.
  209. ^ "Our definition of a scientist". Science Council. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 August 2019. Diakses tanggal 7 September 2018. A scientist is someone who systematically gathers and uses research and evidence, making a hypothesis and testing it, to gain and share understanding and knowledge.
  210. ^ Cyranoski, David; Gilbert, Natasha; Ledford, Heidi; Nayar, Anjali; Yahia, Mohammed (2011). "Education: The PhD factory". Nature. 472 (7343): 276–279. Bibcode:2011Natur.472..276C. doi:10.1038/472276a. PMID 21512548.
  211. ^ Kwok, Roberta (2017). "Flexible working: Science in the gig economy". Nature. 550 (7677): 419–421. doi:10.1038/nj7677-549a.
  212. ^ Woolston, Chris (2007). "Many junior scientists need to take a hard look at their job prospects". Nature. 550 (7677): 549–552. doi:10.1038/nj7677-549a.
  213. ^ Lee, Adrian; Dennis, Carina; Campbell, Phillip (2007). "Graduate survey: A love–hurt relationship". Nature. 550 (7677): 549–552. doi:10.1038/nj7677-549a.
  214. ^ Whaley, Leigh Ann (2003). Women's History as Scientists. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO.
  215. ^ Spanier, Bonnie (1995). "From Molecules to Brains, Normal Science Supports Sexist Beliefs about Difference". Im/partial Science: Gender Identity in Molecular Biology. Indiana University Press. ISBN 978-0-253-20968-9.
  216. ^ Parrott, Jim (9 August 2007). "Chronicle for Societies Founded from 1323 to 1599". Scholarly Societies Project. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 January 2014. Diakses tanggal 11 September 2007.
  217. ^ "The Environmental Studies Association of Canada – What is a Learned Society?". Diarsipkan dari asli tanggal 29 May 2013. Diakses tanggal 10 May 2013.
  218. ^ "Learned societies & academies". Diarsipkan dari asli tanggal 3 June 2014. Diakses tanggal 10 May 2013.
  219. ^ "Learned Societies, the key to realising an open access future?". Impact of Social Sciences. London School of Economics. 24 June 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 February 2023. Diakses tanggal 22 January 2023.
  220. ^ "Accademia Nazionale dei Lincei" (dalam bahasa Italia). 2006. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 February 2010. Diakses tanggal 11 September 2007.
  221. ^ "Prince of Wales opens Royal Society's refurbished building". The Royal Society. 7 July 2004. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 April 2015. Diakses tanggal 7 December 2009.
  222. ^ Meynell, G. G. "The French Academy of Sciences, 1666–91: A reassessment of the French Académie royale des sciences under Colbert (1666–83) and Louvois (1683–91)". Diarsipkan dari asli tanggal 18 January 2012. Diakses tanggal 13 October 2011.
  223. ^ "Founding of the National Academy of Sciences". .nationalacademies.org. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 February 2013. Diakses tanggal 12 March 2012.
  224. ^ "The founding of the Kaiser Wilhelm Society (1911)". Max-Planck-Gesellschaft. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 March 2022. Diakses tanggal 30 May 2022.
  225. ^ "Introduction". Chinese Academy of Sciences. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 March 2022. Diakses tanggal 31 May 2022.
  226. ^ "Two main Science Councils merge to address complex global challenges". UNESCO. 5 July 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 July 2021. Diakses tanggal 21 October 2018.
  227. ^ Stockton, Nick (7 October 2014). "How did the Nobel Prize become the biggest award on Earth?". Wired. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 June 2019. Diakses tanggal 3 September 2018.
  228. ^ "Main Science and Technology Indicators – 2008-1" (PDF). OECD. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 15 February 2010.
  229. ^ OECD Science, Technology and Industry Scoreboard 2015: Innovation for growth and society. OECD. 2015. hlm. 156. doi:10.1787/sti_scoreboard-2015-en. ISBN 978-92-64-23978-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 May 2022. Diakses tanggal 28 May 2022 – via oecd-ilibrary.org.
  230. ^ Kevles, Daniel (1977). "The National Science Foundation and the Debate over Postwar Research Policy, 1942–1945". Isis. 68 (241): 4–26. doi:10.1086/351711. PMID 320157. S2CID 32956693.
  231. ^ "Argentina, National Scientific and Technological Research Council (CONICET)". International Science Council. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 16 May 2022. Diakses tanggal 31 May 2022.
  232. ^ Innis, Michelle (17 May 2016). "Australia to Lay Off Leading Scientist on Sea Levels". The New York Times. ISSN 0362-4331. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 May 2021. Diakses tanggal 31 May 2022.
  233. ^ "Le CNRS recherche 10.000 passionnés du blob". Le Figaro (dalam bahasa Prancis). 20 October 2021. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 April 2022. Diakses tanggal 31 May 2022.
  234. ^ Bredow, Rafaela von (18 December 2021). "How a Prestigious Scientific Organization Came Under Suspicion of Treating Women Unequally". Der Spiegel. ISSN 2195-1349. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 May 2022. Diakses tanggal 31 May 2022.
  235. ^ "En espera de una "revolucionaria" noticia sobre Sagitario A*, el agujero negro supermasivo en el corazón de nuestra galaxia". ELMUNDO (dalam bahasa Spanyol). 12 May 2022. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 May 2022. Diakses tanggal 31 May 2022.
  236. ^ Fletcher, Anthony C.; Bourne, Philip E. (27 September 2012). "Ten Simple Rules To Commercialize Scientific Research". PLOS Computational Biology. 8 (9) e1002712. Bibcode:2012PLSCB...8E2712F. doi:10.1371/journal.pcbi.1002712. ISSN 1553-734X. PMC 3459878. PMID 23028299.
  237. ^ Marburger, John Harmen III (10 February 2015). Science policy up close. Crease, Robert P. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-41709-0.
  238. ^ Gauch, Hugh G. (2012). Scientific Method in Brief. New York: Cambridge University Press. hlm. 7–10. ISBN 978-1-107-66672-6.
  239. ^ Benneworth, Paul; Jongbloed, Ben W. (31 July 2009). "Who matters to universities? A stakeholder perspective on humanities, arts and social sciences valorisation" (PDF). Higher Education. 59 (5): 567–588. doi:10.1007/s10734-009-9265-2. ISSN 0018-1560. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 24 October 2023. Diakses tanggal 16 August 2023.
  240. ^ Dickson, David (11 October 2004). "Science journalism must keep a critical edge". Science and Development Network. Diarsipkan dari asli tanggal 21 June 2010.
  241. ^ Mooney, Chris (Nov–Dec 2004). "Blinded By Science, How 'Balanced' Coverage Lets the Scientific Fringe Hijack Reality". Columbia Journalism Review. Vol. 43, no. 4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 January 2010. Diakses tanggal 20 February 2008.
  242. ^ McIlwaine, S.; Nguyen, D. A. (2005). "Are Journalism Students Equipped to Write About Science?". Australian Studies in Journalism. 14: 41–60. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 August 2008. Diakses tanggal 20 February 2008.
  243. ^ Webb, Sarah (December 2013). "Popular science: Get the word out". Nature. 504 (7478): 177–179. doi:10.1038/nj7478-177a. PMID 24312943.
  244. ^ Wilde, Fran (21 January 2016). "How Do You Like Your Science Fiction? Ten Authors Weigh In On 'Hard' vs. 'Soft' SF". Tor.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 April 2019. Diakses tanggal 4 April 2019.
  245. ^ Petrucci, Mario. "Creative Writing – Science". Diarsipkan dari asli tanggal 6 January 2009. Diakses tanggal 27 April 2008.
  246. ^ Tyson, Alec; Funk, Cary; Kennedy, Brian; Johnson, Courtney (15 September 2021). "Majority in U.S. Says Public Health Benefits of COVID-19 Restrictions Worth the Costs, Even as Large Shares Also See Downsides". Pew Research Center Science & Society. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2022. Diakses tanggal 4 August 2022.
  247. ^ Kennedy, Brian (16 April 2020). "U.S. concern about climate change is rising, but mainly among Democrats". Pew Research Center. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 August 2022. Diakses tanggal 4 August 2022.
  248. ^ Philipp-Muller, Aviva; Lee, Spike W. S.; Petty, Richard E. (26 July 2022). "Why are people antiscience, and what can we do about it?". Proceedings of the National Academy of Sciences. 119 (30) e2120755119. Bibcode:2022PNAS..11920755P. doi:10.1073/pnas.2120755119. ISSN 0027-8424. PMC 9335320. PMID 35858405.
  249. ^ Gauchat, Gordon William (2008). "A Test of Three Theories of Anti-Science Attitudes". Sociological Focus. 41 (4): 337–357. doi:10.1080/00380237.2008.10571338. S2CID 144645723.
  250. ^ Poushter, Jacob; Fagan, Moira; Gubbala, Sneha (31 August 2022). "Climate Change Remains Top Global Threat Across 19-Country Survey". Pew Research Center's Global Attitudes Project. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 August 2022. Diakses tanggal 5 September 2022.
  251. ^ McRaney, David (2022). How Minds Change: The Surprising Science of Belief, Opinion, and Persuasion. New York: Portfolio/Penguin. ISBN 978-0-593-19029-6.
  252. ^ McGreal, Chris (26 October 2021). "Revealed: 60% of Americans say oil firms are to blame for the climate crisis". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 October 2021. Source: Guardian/Vice/CCN/YouGov poll. Note: ±4% margin of error.
  253. ^ Goldberg, Jeanne (2017). "The Politicization of Scientific Issues: Looking through Galileo's Lens or through the Imaginary Looking Glass". Skeptical Inquirer. 41 (5): 34–39. Diarsipkan dari asli tanggal 16 August 2018. Diakses tanggal 16 August 2018.
  254. ^ Bolsen, Toby; Druckman, James N. (2015). "Counteracting the Politicization of Science". Journal of Communication (65): 746.
  255. ^ a b Freudenberg, William F.; Gramling, Robert; Davidson, Debra J. (2008). "Scientific Certainty Argumentation Methods (SCAMs): Science and the Politics of Doubt" (PDF). Sociological Inquiry. 78 (1): 2–38. doi:10.1111/j.1475-682X.2008.00219.x. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 26 November 2020. Diakses tanggal 12 April 2020.
  256. ^ van der Linden, Sander; Leiserowitz, Anthony; Rosenthal, Seth; Maibach, Edward (2017). "Inoculating the Public against Misinformation about Climate Change" (PDF). Global Challenges. 1 (2): 1. Bibcode:2017GloCh...100008V. doi:10.1002/gch2.201600008. PMC 6607159. PMID 31565263. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 4 April 2020. Diakses tanggal 25 August 2019.