Toksikologi
Toksikologi adalah bidang ilmu yang mempelajari efek bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan kimia atau zat pada manusia, hewan, dan lingkungan. Toksikologi merupakan bidang multidisiplin yang menggabungkan pengetahuan dari berbagai ilmu, termasuk biologi, kimia, farmakologi, dan kedokteran, untuk memahami dampak buruk zat kimia pada organisme hidup.
Ilmu ini melibatkan studi tentang hubungan dosis-respons, faktor-faktor yang memengaruhi toksisitas bahan kimia, metode untuk mendeteksi dan menganalisis racun dan toksik, serta pengembangan strategi untuk mencegah atau menangani paparan zat-zat ini.[1][2]
Penggolongan zat toksik
[sunting | sunting sumber]Zat toksis dapat digolongkan berdasarkan organ tubuh sasaran, kegunaannya, efeknya, sifat fisik, jenis kimia dan tingkat toksisitasnya. Agen toksik bisa juga digolongkan berdasarkan:
- Sifat fisik: gas, debu, logam
- Kimia: turunan-turunan anilin, hidrokarbon dihalogenasi
- Daya racun: sangat toksik, sedikit toksik
Penggolongan zat toksik dapat juga berdasar mekanisme kerja biokimianya, misal inhibitor sulfhidril dan penghasil met Hb. Dengan demikian, tidak ada sistem penggolongan tunggal yang dapat diterapkan untuk keseluruhan agen toksik yang beraneka ragam.
Metode pengujian
[sunting | sunting sumber]Eksperimen toksisitas dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti in vivo, in vitro, atau in silico. Eksperimen in vivo menggunakan seluruh hewan untuk menguji toksisitas, sedangkan eksperimen in vitro menguji sel atau jaringan yang terisolasi. Di sisi lain, percobaan in silico melibatkan simulasi komputer untuk memprediksi toksisitas.[3]
Pengujian in vitro melibatkan penggunaan sel, jaringan, atau organ yang diisolasi untuk mengevaluasi toksisitas suatu zat. Metode ini menyediakan lingkungan yang terkendali dan memungkinkan pemeriksaan mekanisme dan jalur spesifik yang terlibat dalam toksisitas tanpa kerumitan seluruh organisme.[4]
Contoh pengujian in vitro meliputi uji Ames, yang menilai potensi mutagenik suatu zat, dan uji MTT, yang mengukur kelangsungan hidup sel. Pengujian in vitro sering kali digunakan dalam kombinasi dengan metode lain, seperti pengujian in vivo dan simulasi komputer, untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang efek toksikologi suatu zat.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Mückter, Harald (2003-03). "What is toxicology and how does toxicity occur?". Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology (dalam bahasa Inggris). 17 (1): 5–27. doi:10.1053/bean.2003.0270. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-19. Diakses tanggal 2023-05-07.
- ^ Langman, Loralie J.; Kapur, Bhushan M. (2006-05). "Toxicology: Then and now". Clinical Biochemistry (dalam bahasa Inggris). 39 (5): 498–510. doi:10.1016/j.clinbiochem.2006.03.004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-20. Diakses tanggal 2023-05-07.
- ^ Bruinen de Bruin, Yuri; Eskes, Chantra; Langezaal, Ingrid; Coecke, Sandra; Kinsner-Ovaskainen, Agnieszka; J. Hakkinen, Pertti (2009). Testing Methods and Toxicity Assessment (Including Alternatives) (dalam bahasa Inggris). Elsevier. hlm. 497–513. doi:10.1016/b978-0-12-373593-5.00060-4. ISBN 978-0-12-373593-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-26. Diakses tanggal 2023-05-07.
- ^ a b Roggen, Erwin L. (2011). "In vitro Toxicity Testing in the Twenty-First Century". Frontiers in Pharmacology. 2: 3. doi:10.3389/fphar.2011.00003. ISSN 1663-9812. PMC 3112250 . PMID 21713102. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-11. Diakses tanggal 2023-05-07.