Lompat ke isi

Komunikasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Ilmu Komunikasi)
Patung dua pengusaha sedang berbincang
Foto dua perempuan menggunakan bahasa isyarat
Foto sepucuk surat
Foto seekor burung yang sedang berkicau
Foto dua lebah sedang berinteraksi
Ilustrasi plakat Pioneer
Terdapat beragam bentuk komunikasi, meliputi komunikasi linguistik manusia yang menggunakan suara, bahasa isyarat, dan tulisan, serta pertukaran informasi pada hewan dan upaya untuk berkomunikasi dengan kehidupan cerdas di luar bumi.

Komunikasi secara umum didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi. Namun, batasan makna yang tepat mengenai komunikasi sering kali diperdebatkan; para ahli berbeda pandangan mengenai apakah tindakan tanpa sengaja atau penyampaian yang gagal termasuk di dalamnya, serta apakah komunikasi semata-mata menyampaikan makna atau juga turut menciptakannya. Model-model komunikasi merupakan gambaran ringkas yang menyederhanakan unsur-unsur utama komunikasi beserta interaksinya. Banyak model yang mengemukakan bahwa suatu sumber menggunakan sistem pengkodean untuk mengekspresikan informasi dalam bentuk pesan. Pesan tersebut kemudian dikirim melalui suatu saluran kepada penerima yang harus melakukan dekode agar dapat memahaminya. Bidang kajian utama yang meneliti proses komunikasi dikenal sebagai ilmu komunikasi.

Salah satu cara umum untuk menggolongkan komunikasi adalah berdasarkan kepada apakah informasi dipertukarkan antar-manusia, antar-anggota spesies lain, atau di antara entitas tak hidup seperti komputer. Dalam konteks komunikasi manusia, pembedaan utama terletak antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal melibatkan pertukaran pesan dalam bentuk linguistik, meliputi pesan lisan maupun tulisan, serta bahasa isyarat. Sebaliknya, komunikasi nonverbal berlangsung tanpa penggunaan sistem linguistik, misalnya melalui bahasa tubuh, sentuhan, dan ekspresi wajah. Pembedaan lainnya terdapat pada komunikasi antarpribadi, yakni komunikasi yang terjadi antara individu yang berbeda, dan komunikasi intrapribadi, yaitu komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Kompetensi komunikatif mengacu pada kemampuan berkomunikasi secara efektif, mencakup keterampilan dalam merumuskan serta memahami pesan dengan baik.

Bentuk komunikasi non-manusia mencakup komunikasi hewan dan komunikasi tumbuhan. Para peneliti di bidang ini sering memperluas definisi perilaku komunikatif dengan memasukkan kriteria adanya respons yang dapat diamati serta adanya manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pertukaran tersebut. Komunikasi hewan digunakan dalam konteks seperti peragaan percumbuan dan reproduksi, hubungan antara induk dan anak, navigasi, serta pertahanan diri. Komunikasi melalui zat kimia memiliki peranan penting bagi tumbuhan yang relatif tidak dapat bergerak. Sebagai contoh, pohon maple melepaskan senyawa yang dikenal sebagai senyawa organik mudah menguap ke udara untuk memperingatkan tumbuhan lain akan adanya serangan herbivora. Sebagian besar komunikasi terjadi di antara anggota spesies yang sama, sebab tujuan komunikasi umumnya berkaitan dengan bentuk-bentuk kerja sama yang jarang dijumpai di antara spesies berbeda. Komunikasi antarspesies biasanya terjadi dalam konteks hubungan simbiosis. Misalnya, banyak bunga memiliki bentuk simetris dan warna khas untuk memberi isyarat kepada serangga mengenai lokasi nektar. Manusia juga terlibat dalam komunikasi antarspesies ketika berinteraksi dengan hewan peliharaan maupun hewan pekerja.

Komunikasi manusia memiliki sejarah yang panjang, dan cara manusia bertukar informasi telah mengalami perubahan seiring waktu. Perubahan tersebut umumnya dipicu oleh perkembangan teknologi komunikasi. Contohnya meliputi penemuan sistem tulisan, munculnya teknik percetakan massal, penggunaan radio dan televisi, serta penemuan internet. Kemajuan teknologi ini juga melahirkan bentuk-bentuk komunikasi baru, seperti pertukaran data antar-komputer.

Kata komunikasi berakar dari verba Latin communicare, yang bermakna 'berbagi' atau 'membuat menjadi milik bersama'.[1] Secara umum, komunikasi dipahami sebagai proses penyampaian informasi:[2] yakni proses di mana sebuah pesan disampaikan dari pengirim kepada penerima melalui suatu medium, seperti suara, tanda-tanda tertulis, gerak tubuh, atau bahkan aliran listrik.[3] Pengirim dan penerima umumnya adalah individu yang berbeda, meski dalam beberapa kasus seseorang juga dapat berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Terkadang pula, pengirim dan penerima bukanlah individu, melainkan kelompok seperti organisasi, kelas sosial, atau bangsa.[4] Dalam pengertian lain, istilah komunikasi dapat pula merujuk pada pesan yang disampaikan, atau pada bidang kajian yang meneliti fenomena komunikatif.[5]

Ciri dan batasan komunikasi yang tepat sering kali menjadi bahan perdebatan. Banyak sarjana berpendapat bahwa tidak ada satu definisi tunggal yang dapat menangkap makna istilah ini secara menyeluruh. Kesulitan ini muncul karena istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena dalam konteks yang beragam, sering kali dengan perbedaan makna yang halus.[6] Masalah mengenai definisi yang tepat berdampak pada proses penelitian di berbagai tingkat, mulai dari fenomena empiris yang diamati, cara pengelompokan data, perumusan hipotesis dan hukum, hingga penyusunan teori-teori sistematis yang bertumpu pada langkah-langkah tersebut.[7]

Beberapa definisi bersifat luas, mencakup perilaku tidak sadar maupun non-manusia.[8] Dalam kerangka definisi yang luas, banyak hewan yang berkomunikasi di antara sesamanya, dan bunga pun berkomunikasi dengan memberi isyarat lokasi nektar kepada lebah melalui warna serta bentuknya.[9] Definisi lain membatasi komunikasi hanya pada interaksi sadar di antara manusia.[10] Sebagian pendekatan menitikberatkan pada penggunaan simbol dan tanda, sementara yang lain menekankan aspek pemahaman, interaksi, kekuasaan, atau penyebaran gagasan. Beragam karakterisasi juga menempatkan intensi komunikator sebagai unsur sentral: dalam pandangan ini, penyampaian informasi tidak dianggap sebagai komunikasi jika berlangsung tanpa kesengajaan.[11] Filsuf Paul Grice mengembangkan pandangan ini dengan menyatakan bahwa komunikasi adalah bentuk tindakan yang bertujuan membuat penerima menyadari maksud komunikator.[12] Salah satu pertanyaan penting yang muncul dari pandangan ini ialah apakah hanya penyampaian informasi yang berhasil dapat disebut sebagai komunikasi.[13] Misalnya, gangguan atau distorsi dapat mengubah pesan sehingga tidak lagi sama dengan maksud semula.[14] Permasalahan yang berdekatan dengan hal ini ialah apakah tindakan penipuan yang disengaja dapat dianggap sebagai bentuk komunikasi.[15]

Menurut definisi luas yang dikemukakan oleh kritikus sastra I. A. Richards, komunikasi terjadi ketika satu pikiran memengaruhi lingkungannya untuk menyampaikan pengalamannya kepada pikiran lain.[16] Penafsiran lain datang dari para teoritikus komunikasi Claude Shannon dan Warren Weaver, yang memandang komunikasi sebagai proses transmisi informasi yang terjadi melalui interaksi berbagai komponen, yakni sumber, pesan, pengode, saluran, pengode balik, dan penerima.[17] Pandangan transmisi ini ditentang oleh pandangan transaksional dan konstitutif, yang menegaskan bahwa komunikasi tidak sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga menciptakan makna. Dalam perspektif ini, komunikasi membentuk pengalaman para pesertanya dengan membantu mereka mengonseptualisasikan dunia serta memahami lingkungan dan diri mereka sendiri.[18] Sementara itu, para peneliti yang mempelajari komunikasi hewan dan tumbuhan cenderung kurang menekankan aspek penciptaan makna. Mereka lebih sering mendefinisikan perilaku komunikatif berdasarkan ciri-ciri lain, seperti perannya yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup dan reproduksi, atau karena adanya respons yang dapat diamati.[19]

Model-model komunikasi

[sunting | sunting sumber]

Model komunikasi merupakan representasi konseptual dari proses komunikasi itu sendiri.[20] Tujuan utama dari model ini adalah memberikan gambaran yang disederhanakan mengenai komponen-komponen utama komunikasi. Dengan penyederhanaan tersebut, para peneliti dapat lebih mudah merumuskan hipotesis, menerapkan konsep-konsep komunikasi pada kasus nyata, serta menguji prediksi yang dihasilkan.[21] Namun, karena bentuknya yang ringkas, model semacam ini sering kali kehilangan kerumitan konseptual yang diperlukan untuk memahami komunikasi secara utuh. Umumnya, model komunikasi disajikan secara visual dalam bentuk diagram yang memperlihatkan komponen-komponen dasar serta hubungan antarunsurnya.[22]

Model komunikasi sering diklasifikasikan berdasarkan tujuan penerapannya dan cara masing-masing memandang hakikat komunikasi. Sebagian model bersifat umum dan dapat diterapkan pada segala bentuk komunikasi, sementara model yang lebih khusus berupaya menjelaskan bentuk tertentu, seperti model komunikasi massa.[23]

Salah satu cara paling berpengaruh untuk mengelompokkan model komunikasi adalah dengan membedakan antara model transmisi linear, model interaksi, dan model transaksi.[24] Model transmisi linear menitikberatkan pada bagaimana pengirim menyampaikan informasi kepada penerima. Disebut linear karena aliran informasi hanya berlangsung dalam satu arah.[25] Pandangan ini kemudian ditolak oleh model interaksi, yang menambahkan unsur umpan balik (feedback). Umpan balik diperlukan untuk menjelaskan berbagai bentuk komunikasi dua arah, seperti percakapan, di mana pendengar dapat merespons pembicara dengan pendapat atau pertanyaan klarifikasi. Model interaksi memandang komunikasi sebagai proses komunikasi dua arah, di mana para komunikator secara bergantian mengirim dan menerima pesan.[26] Model transaksi memperhalus pandangan ini dengan memungkinkan penggambaran proses mengirim dan merespons pesan secara bersamaan. Hal ini penting, misalnya, untuk menggambarkan bagaimana seorang pendengar dapat memberikan umpan balik non-verbal saat lawan bicaranya sedang berbicara, melalui bahasa tubuh atau ekspresi wajah. Model transaksi juga berpendapat bahwa makna tidak hanya disampaikan, melainkan juga diciptakan selama proses komunikasi itu sendiri.[27]

Diagram showing the five components of Lasswell's model: communicator, message, medium, recipient, and effect
Model komunikasi Lasswell, yang didasarkan pada lima pertanyaan mendasar: komunikator, pesan, saluran, penerima, dan efek

Semua model komunikasi awal yang dikembangkan pada pertengahan abad ke-20 bersifat linear. Model Lasswell, misalnya, bertumpu pada lima pertanyaan fundamental: "Siapa?", "Mengatakan apa?", "Melalui saluran apa?", "Kepada siapa?", dan "Dengan pengaruh apa?".[28] Pertanyaan-pertanyaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen dasar dalam proses komunikasi: pengirim, pesan, saluran, penerima, dan efek yang ditimbulkan.[29] Awalnya, model Lasswell dikembangkan untuk menjelaskan komunikasi massa, namun penerapannya kemudian meluas ke bidang lain. Beberapa teoritikus komunikasi seperti Richard Braddock bahkan memperluasnya dengan menambahkan pertanyaan baru, seperti "Dalam keadaan bagaimana?" dan "Untuk tujuan apa?".[30]

Diagram of the Shannon–Weaver model showing the different steps of a message on its way to the destination
Model komunikasi Shannon–Weaver, yang menyoroti proses penerjemahan pesan menjadi sinyal dan kembali lagi menjadi pesan

Model Shannon–Weaver merupakan salah satu model transmisi linear yang paling berpengaruh.[31] Model ini berasumsi bahwa sebuah sumber menciptakan pesan yang kemudian diterjemahkan oleh pemancar menjadi sebuah sinyal. Selama proses transmisi, gangguan (noise) dapat mengintervensi dan mendistorsi sinyal tersebut. Setelah sinyal mencapai penerima, sinyal itu diterjemahkan kembali menjadi pesan dan diteruskan ke tujuan akhir. Sebagai contoh, dalam panggilan telepon kabel, orang yang menelepon bertindak sebagai sumber, sementara perangkat teleponnya berfungsi sebagai pemancar yang mengubah pesan menjadi sinyal listrik yang melintasi kabel sebagai saluran. Penerima panggilan merupakan tujuan akhir, dan teleponnya berperan sebagai penerima sinyal.[32] Model ini juga menyoroti bagaimana gangguan dapat memengaruhi transmisi, serta cara mencapai komunikasi yang efektif meski terdapat gangguan. Salah satu caranya adalah dengan membuat pesan menjadi redundan, sehingga tetap dapat dipahami meski sebagian informasi hilang.[33] Model linear berpengaruh lainnya termasuk model Gerbner dan model Berlo.[34]

Diagram of the feedback loop in Schramm's model of communication
Model komunikasi Schramm, yang menekankan proses pengodean, penguraian, serta umpan balik

Model interaksi pertama dikembangkan oleh ahli komunikasi Wilbur Schramm.[35] Schramm berpendapat bahwa komunikasi dimulai ketika suatu sumber memiliki gagasan dan mengekspresikannya dalam bentuk pesan. Proses ini disebut pengodean (encoding), yang dilakukan melalui suatu kode atau sistem tanda, misalnya melalui isyarat visual maupun bunyi.[36] Pesan kemudian dikirim kepada penerima yang harus menguraikan dan menafsirkannya agar dapat dipahami.[37] Sebagai tanggapan, penerima membentuk gagasannya sendiri, mengodekannya menjadi pesan baru, dan mengirimkannya kembali sebagai bentuk umpan balik. Inovasi lain dari model Schramm adalah penekanannya pada pentingnya pengalaman sebelumnya: keberhasilan komunikasi bergantung pada sejauh mana bidang pengalaman antara pengirim dan penerima saling tumpang tindih.[38]

Model transaksi pertama diperkenalkan oleh teoritikus komunikasi Dean Barnlund pada tahun 1970.[39] Ia memahami komunikasi bukan sebagai "pembuatan pesan", melainkan sebagai "penciptaan makna".[40] Tujuan komunikasi, menurutnya, adalah untuk mengurangi ketidakpastian dan mencapai pemahaman bersama.[41] Proses ini terjadi sebagai respons terhadap rangsangan eksternal maupun internal. Decoding berarti menafsirkan makna dari rangsangan tersebut, sedangkan encoding merupakan proses menghasilkan isyarat atau perilaku baru sebagai tanggapan.[42]

Terdapat banyak bentuk komunikasi manusia. Salah satu pembedaan utama dalam kajian ini adalah apakah bahasa digunakan atau tidak, sebagaimana perbedaan antara komunikasi verbal dan nonverbal. Pembedaan lain berkaitan dengan kepada siapa komunikasi ditujukan, apakah seseorang berkomunikasi dengan orang lain atau dengan dirinya sendiri, seperti perbedaan antara komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal.[43] Bentuk komunikasi manusia juga dapat dikategorikan berdasarkan saluran atau medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan.[44] Bidang ilmu yang meneliti komunikasi manusia dikenal sebagai antroposemiotika.[45]

Komunikasi verbal adalah pertukaran pesan dalam bentuk linguistik, yakni melalui bahasa.[46] Dalam penggunaan sehari-hari, komunikasi verbal kadang dipersempit maknanya hanya pada komunikasi lisan, sehingga mengecualikan tulisan dan bahasa isyarat. Namun dalam ranah akademik, istilah ini biasanya digunakan dalam arti yang lebih luas, mencakup segala bentuk komunikasi linguistik, baik melalui ujaran, tulisan, maupun gerak tubuh.[47]

Kesulitan dalam membedakan komunikasi verbal dan nonverbal sering kali muncul karena sulitnya mendefinisikan apa yang dimaksud dengan bahasa itu sendiri. Bahasa umumnya dipahami sebagai suatu sistem simbol dan kaidah konvensional yang digunakan untuk berkomunikasi. Sistem semacam ini disusun dari satuan-satuan makna sederhana yang dapat digabungkan untuk mengekspresikan gagasan yang lebih kompleks. Aturan penggabungan satuan-satuan tersebut menjadi ungkapan majemuk disebut tata bahasa. Kata-kata digabungkan untuk membentuk kalimat.[48]

Salah satu ciri khas bahasa manusia, yang membedakannya dari komunikasi hewan, terletak pada kerumitan dan daya ekspresinya. Bahasa manusia tidak hanya digunakan untuk merujuk pada objek konkret di sekitar dan saat ini, tetapi juga pada objek yang jauh secara ruang dan waktu, bahkan pada gagasan abstrak.[49] Manusia memiliki kecenderungan alami untuk memperoleh bahasa ibunya sejak masa kanak-kanak, dan juga mampu mempelajari bahasa lain di kemudian hari sebagai bahasa kedua. Namun, proses ini biasanya kurang intuitif dan sering kali tidak menghasilkan tingkat kompetensi linguistik yang sama.[50] Disiplin ilmu yang mempelajari bahasa disebut linguistik. Cabang-cabangnya mencakup semantik (kajian makna), morfologi (kajian pembentukan kata), sintaksis (kajian struktur kalimat), pragmatik (kajian penggunaan bahasa), dan fonetik (kajian bunyi dasar).[51]

Pembedaan utama antarbahasa terletak pada bahasa alami dan bahasa buatan atau bahasa rekaan. Bahasa alami seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, dan bahasa Jepang berkembang secara historis tanpa perencanaan sistematis. Sementara itu, bahasa buatan seperti Esperanto, Quenya, C++, dan bahasa dalam logika orde pertama dirancang secara sengaja dari awal.[52] Sebagian besar komunikasi verbal sehari-hari berlangsung melalui bahasa alami. Bentuk-bentuk utamanya adalah berbicara dan menulis, bersama padanannya yaitu mendengarkan dan membaca.[53] Bahasa lisan menggunakan bunyi untuk membentuk tanda dan menyampaikan makna, sedangkan dalam tulisan, tanda-tanda tersebut diwujudkan melalui goresan pada suatu permukaan.[54] Bahasa isyarat, seperti American Sign Language dan Nicaraguan Sign Language, merupakan bentuk komunikasi verbal lain yang menggunakan media visual, terutama melalui gerakan tangan dan lengan untuk membentuk kalimat dan menyampaikan makna.[55]

Komunikasi verbal memiliki beragam fungsi. Salah satu fungsi utamanya adalah untuk bertukar informasi, yaitu upaya penutur membuat pendengarnya menyadari sesuatu, biasanya suatu peristiwa eksternal. Namun, bahasa juga digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan sikap penutur. Fungsi yang berkaitan erat dengannya adalah membangun dan memelihara hubungan sosial antarindividu. Selain itu, komunikasi verbal juga berperan dalam mengoordinasikan tindakan bersama dan memengaruhi perilaku orang lain. Dalam beberapa kasus, bahasa tidak digunakan untuk tujuan eksternal, melainkan semata-mata untuk hiburan atau kesenangan pribadi.[56] Lebih jauh, komunikasi verbal membantu individu mengonseptualisasi dunia di sekitarnya dan dirinya sendiri. Hal ini memengaruhi cara seseorang menafsirkan peristiwa eksternal, mengelompokkan objek, serta mengorganisasi dan mengaitkan gagasan satu sama lain.[57]

Nonverbal

[sunting | sunting sumber]
Foto jabat tangan
Jabat tangan merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal.

Komunikasi nonverbal adalah pertukaran informasi melalui cara-cara nonlinguistik, seperti ekspresi wajah, gestur, dan postur tubuh.[58] Namun, tidak setiap bentuk perilaku nonverbal dapat dianggap sebagai komunikasi nonverbal. Beberapa ahli, seperti Judee Burgoon, berpendapat bahwa suatu perilaku hanya dapat dikategorikan sebagai komunikasi nonverbal apabila terdapat sistem pengkodean sosial yang disepakati bersama untuk menafsirkan maknanya.[59] Komunikasi nonverbal memiliki banyak fungsi; sering kali ia mengandung informasi tentang emosi, sikap, kepribadian, hubungan antarindividu, serta pikiran pribadi seseorang.[60]

Komunikasi nonverbal kerap terjadi secara tidak disengaja dan tanpa kesadaran, seperti berkeringat atau merona, tetapi ada pula bentuk-bentuk yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, seperti berjabat tangan atau mengangkat ibu jari.[61] Komunikasi jenis ini sering berlangsung bersamaan dengan komunikasi verbal, dan berfungsi memperkaya penyampaian pesan melalui penekanan, ilustrasi, atau dengan menambahkan informasi tambahan. Isyarat nonverbal dapat memperjelas maksud di balik pesan verbal.[62] Penggunaan berbagai modalitas komunikasi secara serempak umumnya membuat pertukaran pesan menjadi lebih efektif, sejauh pesan dari masing-masing modalitas selaras.[63] Namun, dalam beberapa kasus, modalitas yang berbeda dapat mengandung pesan yang saling bertentangan. Misalnya, seseorang mungkin secara verbal menyatakan persetujuan, tetapi menekan bibirnya rapat-rapat, yang justru menandakan ketidaksetujuan secara nonverbal.[64]

Terdapat beragam bentuk komunikasi nonverbal, antara lain kinestika, proksemika, haptika, parabahasa, kronemika, serta penampilan fisik.[65] Kinestika mempelajari peran perilaku tubuh dalam menyampaikan informasi. Istilah ini sering disebut sebagai bahasa tubuh, meskipun secara ketat bukanlah bahasa dalam arti linguistik, melainkan bentuk komunikasi nonverbal. Kinestika mencakup berbagai bentuk gerak, seperti gestur, postur, gaya berjalan, hingga tarian.[66] Ekspresi wajah seperti tertawa, tersenyum, atau mengerutkan dahi juga termasuk dalam ranah kinestika; bentuk-bentuk ini sangat ekspresif dan fleksibel dalam menyampaikan makna.[67] Okulesika merupakan subkategori kinestika yang berhubungan dengan mata, mencakup bagaimana kontak mata, arah pandangan, frekuensi kedipan, dan pelebaran pupil menjadi bagian dari komunikasi.[68] Sebagian pola kinestik bersifat bawaan dan tidak disengaja, seperti berkedip, sementara yang lain dipelajari dan dilakukan secara sukarela, misalnya memberikan salam militer.[69]

Proksemika mengkaji bagaimana ruang pribadi digunakan dalam komunikasi. Jarak antara para pembicara mencerminkan tingkat keakraban, keintiman, serta status sosial mereka.[70] Haptika menelaah bagaimana sentuhan menyampaikan informasi, seperti melalui jabat tangan, bergandengan tangan, berciuman, atau menepuk bahu. Makna yang terkait dengan haptika dapat mencakup kepedulian, kasih sayang, kemarahan, hingga kekerasan. Misalnya, jabat tangan sering dianggap simbol kesetaraan dan keadilan, sedangkan menolak berjabat tangan dapat menunjukkan sikap agresif. Ciuman sering digunakan sebagai ungkapan kasih dan keintiman erotis.[71]

Parabahasa, juga dikenal sebagai vokalika, meliputi unsur nonverbal dalam tuturan yang menyampaikan informasi. Parabahasa digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi yang tidak secara eksplisit diucapkan dalam bagian verbal pesan. Fokusnya bukan pada kata yang digunakan, melainkan pada cara pengucapannya, seperti artikulasi, kontrol bibir, ritme, intensitas, tinggi nada, kefasihan, dan volume suara.[72] Sebagai contoh, mengucapkan sesuatu dengan suara lantang dan bernada tinggi akan memberi makna nonverbal yang berbeda dibandingkan dengan membisikkan kata yang sama. Parabahasa terutama berkaitan dengan bahasa lisan, tetapi juga mencakup aspek tulisan seperti penggunaan warna, jenis huruf, serta tata letak paragraf dan tabel.[73] Bunyi-bunyi nonlinguistik juga dapat menyampaikan makna: menangis menunjukkan bahwa bayi sedang tertekan, sementara ocehan bayi memberi informasi tentang kesehatan dan kesejahteraan mereka.[74]

Kronemika berhubungan dengan penggunaan waktu, misalnya, pesan yang disampaikan melalui ketepatan waktu atau keterlambatan seseorang dalam sebuah pertemuan.[75] Penampilan fisik seorang komunikator, seperti tinggi badan, berat, rambut, warna kulit, jenis kelamin, pakaian, tato, dan tindikan, juga membawa makna tertentu.[76] Penampilan berperan penting dalam kesan pertama, meski terbatas sebagai sarana komunikasi karena relatif sulit diubah.[77] Beberapa bentuk komunikasi nonverbal bahkan melibatkan artefak, seperti genderang, asap, tongkat komando, lampu lalu lintas, dan bendera.[78]

Komunikasi nonverbal juga dapat terjadi melalui media visual seperti lukisan dan gambar. Keduanya mampu mengekspresikan rupa seseorang atau objek, serta menyampaikan gagasan dan emosi tertentu. Dalam beberapa kasus, bentuk komunikasi nonverbal ini digunakan bersama komunikasi verbal, misalnya, ketika diagram atau peta disertai label untuk menambahkan informasi linguistik.[79]

Secara tradisional, penelitian lebih banyak berfokus pada komunikasi verbal. Namun, paradigma ini mulai berubah sejak tahun 1950-an, ketika perhatian terhadap komunikasi nonverbal meningkat dan pengaruhnya semakin diakui.[80] Banyak penilaian terhadap sifat dan perilaku seseorang didasarkan pada isyarat nonverbal.[81] Bahkan, komunikasi nonverbal hadir hampir di setiap tindakan komunikatif, dan beberapa unsurnya dipahami secara universal.[82] Pertimbangan ini membuat sejumlah ahli teori komunikasi, seperti Ray Birdwhistell, berpendapat bahwa sebagian besar gagasan dan informasi sebenarnya disampaikan melalui jalur nonverbal.[83] Bahkan ada yang berpendapat bahwa inti komunikasi manusia sejatinya bersifat nonverbal, dan bahwa kata-kata hanya memperoleh makna melalui konteks nonverbal.[84] Bentuk-bentuk komunikasi manusia paling awal, seperti tangisan dan ocehan bayi, merupakan komunikasi nonverbal.[85] Bahkan, beberapa bentuk komunikasi dasar telah terjadi sebelum kelahiran, antara ibu dan embrio, yang meliputi penyampaian informasi tentang nutrisi dan emosi.[86] Kajian mengenai komunikasi nonverbal dilakukan di berbagai bidang ilmu selain studi komunikasi, seperti linguistik, semiotika, antropologi, dan psikologi sosial.[87]

Interpersonal

[sunting | sunting sumber]
Foto dua perempuan sedang berbicara
Kathy Matayoshi dan Mazie Hirono berbincang di Gedung Putih, sebuah contoh komunikasi interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi yang berlangsung antara individu-individu yang berbeda. Bentuk yang paling lazim dari komunikasi ini adalah komunikasi diadik, yakni interaksi antara dua orang, meskipun istilah tersebut juga dapat merujuk pada komunikasi kelompok.[88] Komunikasi ini bisa berlangsung secara terencana maupun spontan, dan muncul dalam berbagai situasi, seperti ketika menyapa seseorang, bernegosiasi mengenai gaji, atau melakukan panggilan telepon.[89] Beberapa ahli teori komunikasi, seperti Virginia M. McDermott, memahami komunikasi interpersonal sebagai sebuah konsep kabur (fuzzy concept) yang tingkat kemunculannya bervariasi.[90] Dalam pandangan ini, tingkat keinterpersonalan suatu interaksi bergantung pada sejumlah faktor: berapa banyak orang yang terlibat, apakah komunikasi itu berlangsung tatap muka atau melalui media seperti telepon dan surat elektronik, serta sifat hubungan antar pelaku komunikasi.[91] Komunikasi kelompok dan komunikasi massa umumnya dianggap sebagai bentuk yang kurang khas dari komunikasi interpersonal, dan oleh sebagian ahli dikategorikan sebagai jenis yang terpisah.[92]

Komunikasi interpersonal dapat bersifat sinkron atau asinkron. Dalam komunikasi asinkron, para pihak bergantian mengirim dan menerima pesan, seperti dalam pertukaran surat atau surat elektronik. Sebaliknya, komunikasi sinkron terjadi ketika kedua belah pihak berinteraksi secara bersamaan, misalnya ketika seseorang berbicara dan lawan bicaranya memberikan tanggapan non-verbal yang menandakan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap apa yang dikatakan.[93][94] Beberapa teoretikus komunikasi, seperti Sarah Trenholm dan Arthur Jensen, membedakan antara pesan konten dan pesan relasional. Pesan konten mengekspresikan perasaan pembicara terhadap topik pembicaraan, sedangkan pesan relasional mengungkapkan perasaan pembicara terhadap hubungan mereka dengan lawan bicara.[95]

Beragam teori telah diajukan untuk menjelaskan fungsi komunikasi interpersonal. Sebagian berfokus pada perannya dalam membantu individu memahami dunia mereka dan membangun tatanan sosial. Teori lain berpendapat bahwa tujuan utama komunikasi interpersonal adalah untuk memahami alasan di balik perilaku orang lain dan menyesuaikan tindakan diri sendiri dengan hal itu.[96] Pendekatan lain menekankan peran komunikasi interpersonal dalam mengurangi ketidakpastian tentang orang lain maupun peristiwa eksternal.[97] Dari sudut pandang kebutuhan manusia, komunikasi interpersonal berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan kebersamaan, penerimaan sosial, kasih sayang, pemeliharaan hubungan, dan pengaruh terhadap perilaku orang lain.[98] Secara praktis, komunikasi interpersonal digunakan untuk menyelaraskan tindakan seseorang dengan tindakan orang lain demi mencapai suatu tujuan bersama.[99] Penelitian di bidang ini mencakup bagaimana manusia membangun, mempertahankan, dan mengakhiri hubungan melalui komunikasi; mengapa seseorang memilih pesan tertentu dibanding yang lain; serta bagaimana pesan-pesan tersebut memengaruhi para pelaku komunikasi dan hubungan di antara mereka. Kajian lain mencoba memprediksi faktor-faktor yang menentukan apakah dua orang akan saling menyukai.[100]

Intrapersonal

[sunting | sunting sumber]
Lukisan perempuan melamun
Rêverie (Melamun) karya Paul César Helleu tahun 1901 yang menampilkan Alice Guérin. Melamun adalah salah satu bentuk komunikasi intrapersonal.

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri seseorang.[101] Dalam beberapa kasus, komunikasi ini tampak dalam bentuk eksternal, seperti ketika seseorang melakukan monolog, menulis catatan, menyoroti teks, atau membuat daftar belanja. Namun sebagian besar komunikasi intrapersonal terjadi secara internal, sebagai dialog batin seseorang dengan dirinya sendiri, misalnya saat berpikir, merenung, atau melamun.[102] Bentuk komunikasi yang mirip juga dapat terjadi di tingkat subpersonal, seperti pertukaran informasi antarorgan atau antarsel dalam tubuh.[103]

Komunikasi intrapersonal dapat dipicu oleh rangsangan internal maupun eksternal. Ia dapat berupa upaya mengucapkan suatu kalimat dalam hati sebelum diungkapkan secara lisan, merancang rencana masa depan, atau menenangkan diri dalam situasi penuh tekanan.[104] Komunikasi jenis ini membantu seseorang mengatur aktivitas mental dan perilaku eksternal, serta menginternalisasi norma budaya dan pola berpikir sosial.[105] Bentuk eksternal komunikasi intrapersonal juga berfungsi mendukung daya ingat, seperti saat seseorang menulis daftar untuk mengingat sesuatu. Ia juga berperan dalam penyelesaian masalah kompleks, misalnya ketika memecahkan persoalan matematika langkah demi langkah, dan dalam proses pembelajaran, seperti mengulang kosakata baru secara mandiri. Karena peran-peran tersebut, komunikasi intrapersonal kerap disebut sebagai "alat berpikir yang sangat kuat dan meresap."[106]

Berdasarkan fungsinya dalam pengendalian diri, sebagian ahli berpendapat bahwa komunikasi intrapersonal merupakan bentuk komunikasi yang paling mendasar. Anak-anak kecil, misalnya, sering menggunakan wacana egosentris saat bermain untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri. Dalam pandangan ini, komunikasi interpersonal berkembang kemudian, ketika anak beralih dari cara pandang egosentris ke perspektif sosial yang lebih matang.[107] Namun, ada pula pandangan yang berlawanan: komunikasi interpersonal justru dianggap lebih mendasar karena mula-mula digunakan oleh orang tua untuk mengatur perilaku anak mereka. Setelah pola ini dipelajari, anak akan menirunya untuk mengatur perilaku diri sendiri secara mandiri.[108]

Agar suatu komunikasi dapat berlangsung dengan baik, pesan harus berpindah dari pengirim kepada penerima. Saluran merupakan jalur atau cara yang memungkinkan proses perpindahan ini terjadi. Saluran tidak berurusan dengan makna pesan itu sendiri, melainkan dengan cara teknis bagaimana makna tersebut disampaikan.[109]

Saluran sering kali dipahami berdasarkan indra yang digunakan untuk menangkap pesan, yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan.[110] Namun, dalam pengertian yang lebih luas, istilah saluran juga mencakup segala bentuk media transmisi, termasuk sarana teknologi seperti buku, kabel, gelombang radio, telepon, maupun televisi.[111]

Pesan yang disampaikan melalui saluran alami biasanya cepat memudar, sedangkan pesan yang disalurkan melalui media buatan dapat bertahan jauh lebih lama, seperti pada buku atau karya patung yang mampu menembus batas waktu.[112]

Karakteristik fisik suatu saluran memengaruhi bentuk kode dan petunjuk (cues) yang dapat digunakan untuk mengekspresikan informasi. Sebagai contoh, komunikasi lewat telepon umumnya terbatas pada bahasa verbal dan parabahasa, sementara ekspresi wajah tidak dapat tersampaikan. Sering kali, pesan dapat diterjemahkan dari satu kode ke kode lain agar dapat digunakan dalam saluran yang berbeda, misalnya dengan menuliskan pesan yang semula diucapkan, atau menyampaikannya melalui bahasa isyarat.[113]

Penyampaian informasi juga dapat berlangsung melalui beberapa saluran sekaligus. Dalam komunikasi tatap muka, misalnya, saluran pendengaran digunakan untuk menyampaikan informasi verbal, sementara saluran penglihatan digunakan untuk menyampaikan informasi nonverbal melalui gerak tubuh dan ekspresi wajah. Penggunaan beberapa saluran secara bersamaan dapat meningkatkan efektivitas komunikasi karena membantu penerima memahami pesan dengan lebih utuh.[114]

Pemilihan saluran komunikasi sering kali sangat penting karena kemampuan penerima dalam memahami pesan dapat bergantung pada jenis saluran yang digunakan. Misalnya, seorang guru dapat memilih untuk menyampaikan sebagian informasi secara lisan dan sebagian lainnya secara visual, tergantung pada isi materi serta gaya belajar muridnya. Hal ini menegaskan pentingnya pendekatan yang selaras dengan kecukupan media (media adequacy).[115]

Kompetensi komunikatif

[sunting | sunting sumber]

Kompetensi komunikatif adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif, atau memilih perilaku komunikasi yang paling tepat dalam suatu situasi tertentu.[116] Konsep ini mencakup pengetahuan tentang apa yang harus dikatakan, kapan waktu yang tepat untuk mengatakannya, serta bagaimana cara terbaik untuk mengungkapkannya.[117] Selain itu, kompetensi komunikatif juga meliputi kemampuan untuk menerima dan memahami pesan yang diterima.[118]

Dalam kajian komunikasi, istilah kompetensi sering dibandingkan dengan kinerja (performance), di mana kompetensi dapat dimiliki tanpa harus diwujudkan, sedangkan kinerja merupakan perwujudan nyata dari kompetensi tersebut.[119] Namun, sejumlah teoretikus menolak pemisahan tajam antara keduanya dan berpendapat bahwa kinerja merupakan aspek yang dapat diamati dari kompetensi, serta menjadi dasar untuk menilai kemampuan seseorang dalam komunikasi mendatang.[120]

Dua komponen utama dalam kompetensi komunikatif adalah efektivitas dan ketepatan (appropriateness).[121] Efektivitas berkaitan dengan sejauh mana pembicara mampu mencapai tujuan komunikatifnya, atau sejauh mana hasil yang diharapkan dapat terwujud.[122] Artinya, keberhasilan komunikasi tidak hanya bergantung pada hasil akhir, tetapi juga pada niat pembicara, apakah hasil tersebut sesuai dengan yang ia maksudkan. Karena itu, beberapa teoretikus menekankan bahwa pembicara yang efektif juga harus mampu menjelaskan alasan di balik pemilihan perilaku komunikatif tertentu.[123] Efektivitas juga berhubungan erat dengan efisiensi, meskipun keduanya berbeda: efektivitas menitikberatkan pada pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi berkaitan dengan seberapa hemat seseorang menggunakan sumber daya seperti waktu, tenaga, atau biaya.[124]

Ketepatan, di sisi lain, mengacu pada sejauh mana perilaku komunikatif sesuai dengan norma dan harapan sosial.[125] Ahli komunikasi Brian H. Spitzberg mendefinisikannya sebagai "legitimasi atau keberterimaan perilaku sebagaimana dipersepsi dalam suatu konteks tertentu".[126] Dengan kata lain, pembicara perlu memahami konteks sosial dan budaya agar mampu menyesuaikan cara penyampaian pesan sehingga dianggap pantas dalam situasi yang dihadapi.[127] Sebagai contoh, seorang siswa mungkin akan berpamitan kepada gurunya dengan ungkapan "Selamat tinggal, Pak," tetapi kepada temannya ia bisa saja berkata, "Gue cabut dulu, ya."[128] Maka, komunikasi yang efektif sekaligus tepat adalah komunikasi yang mampu mencapai tujuan tanpa menyimpang dari norma sosial yang berlaku.[129] Beberapa definisi kompetensi komunikatif lebih menekankan pada salah satu aspek ini, sementara yang lain memadukan keduanya.[130]

Berbagai unsur tambahan juga dianggap sebagai bagian dari kompetensi komunikatif, seperti empati, kendali diri, fleksibilitas, kepekaan, dan pengetahuan.[131] Kompetensi ini sering dibahas dalam konteks keterampilan individu yang digunakan selama proses komunikasi, yakni perilaku konkret yang membentuk keseluruhan kemampuan komunikatif.[132] Keterampilan produksi pesan mencakup kemampuan membaca dan menulis, yang berhubungan erat dengan keterampilan reseptif seperti mendengar dan memahami bacaan.[133] Baik keterampilan verbal maupun nonverbal memainkan peran penting.[134] Misalnya, keterampilan komunikasi verbal mencakup penguasaan terhadap fonologi, ortografi, sintaksis, leksikon, dan semantik suatu bahasa.[135]

Sebagian besar aspek kehidupan manusia bergantung pada keberhasilan komunikasi, mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial.[136] Kompetensi komunikatif merupakan faktor penting yang menentukan apakah seseorang mampu mencapai tujuannya dalam kehidupan sosial, seperti meraih karier yang sukses atau menemukan pasangan hidup yang serasi.[137] Oleh karena itu, kompetensi komunikatif berpengaruh besar terhadap kesejahteraan individu.[138] Kekurangan dalam kompetensi ini dapat menimbulkan berbagai masalah, baik pada tingkat individu maupun sosial, termasuk masalah profesional, akademik, dan kesehatan.[139]

Hambatan dalam komunikasi yang efektif dapat mendistorsi pesan, menyebabkan kegagalan komunikasi, dan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Hal ini dapat terjadi apabila pesan disampaikan dengan istilah yang tidak dipahami penerima, tidak relevan dengan kebutuhannya, atau mengandung informasi yang terlalu sedikit maupun berlebihan. Gangguan seperti distraksi, persepsi selektif, dan kurangnya perhatian terhadap umpan balik juga dapat menjadi penyebabnya.[140]

Noise atau gangguan adalah faktor penghambat lain dalam komunikasi, yakni segala pengaruh yang mengintervensi pesan dalam perjalanannya menuju penerima dan menyebabkan distorsi.[141] Misalnya, suara berderak saat panggilan telepon merupakan bentuk gangguan fisik. Ungkapan yang ambigu juga dapat menghambat komunikasi efektif dan menuntut adanya disambiguasi untuk memperjelas maksud pembicara.[142]

Selain itu, perbedaan budaya yang signifikan juga dapat menjadi rintangan tambahan, meningkatkan kemungkinan terjadinya salah tafsir terhadap pesan.[143]

Spesies lain

[sunting | sunting sumber]
Foto seekor serigala melolong
Serigala berkomunikasi dengan cara melolong.

Selain komunikasi manusia, terdapat pula berbagai bentuk komunikasi lain yang ditemukan di dalam kerajaan hewan maupun pada tumbuhan. Bentuk-bentuk komunikasi ini menjadi objek kajian dalam bidang seperti biokomunikasi dan biosemiotika.[144] Dalam ranah ini, para peneliti menghadapi berbagai tantangan tambahan dalam menentukan apakah komunikasi benar-benar terjadi antara dua individu. Sinyal akustik sering kali mudah diamati dan dianalisis oleh para ilmuwan, tetapi jauh lebih sulit untuk menilai apakah perubahan taktil atau kimiawi harus dipahami sebagai sinyal komunikatif, atau sekadar sebagai bagian dari proses biologis lain.[145]

Oleh karena itu, para peneliti kerap menggunakan definisi komunikasi yang sedikit dimodifikasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan penelitian mereka. Salah satu asumsi umum yang banyak digunakan bersumber dari biologi evolusioner, yakni bahwa komunikasi, dengan suatu cara, seharusnya memberikan keuntungan bagi para pelaku komunikasi dalam konteks seleksi alam.[146] Dua ahli biologi, Rumsaïs Blatrix dan Veronika Mayer, mendefinisikan komunikasi sebagai "pertukaran informasi antara individu, di mana baik pengirim sinyal maupun penerima dapat mengharapkan manfaat dari pertukaran tersebut."[147] Dalam pandangan ini, pengirim sinyal memperoleh keuntungan dengan memengaruhi perilaku penerima, sementara penerima diuntungkan dengan mampu merespons sinyal tersebut. Manfaat ini tidak harus muncul pada setiap kasus tunggal, tetapi cukup bila terjadi secara rata-rata. Dengan demikian, bahkan sinyal yang bersifat menipu pun dapat dipahami sebagai bentuk komunikasi.

Namun, pendekatan evolusioner ini menghadapi kesulitan tersendiri karena dampak perilaku semacam itu terhadap seleksi alam sering kali sulit untuk diukur secara tepat.[148] Keterbatasan pragmatis lain yang umum digunakan dalam penelitian adalah syarat bahwa suatu bentuk komunikasi dianggap terjadi bila dapat diamati adanya respons dari penerima setelah sinyal dikirimkan.[149]

Komunikasi hewan adalah proses pertukaran dan penerimaan informasi di antara hewan.[150] Bidang yang secara khusus mempelajari komunikasi hewan disebut zoosemiotika.[151] Dalam banyak hal, komunikasi hewan memiliki kemiripan dengan komunikasi manusia. Misalnya, manusia dan banyak spesies hewan mengekspresikan empati dengan cara menyelaraskan gerakan dan postur tubuh mereka.[152] Namun demikian, terdapat pula perbedaan mendasar, salah satunya adalah bahwa manusia berkomunikasi secara verbal menggunakan bahasa, sementara komunikasi hewan terbatas pada bentuk nonverbal (yakni tanpa sistem linguistik).[153]

Beberapa ahli berpendapat bahwa komunikasi hewan dapat dibedakan dari komunikasi manusia karena dianggap tidak memiliki fungsi referensial, yakni kemampuan untuk merujuk pada fenomena eksternal. Namun, berbagai pengamatan lapangan menunjukkan sebaliknya. Misalnya, monyet vervet, anjing padang Gunnison, dan tupai merah diketahui mengeluarkan sinyal peringatan berbeda untuk menandai jenis predator yang berbeda.[154] Pendekatan lain untuk membedakannya menyoroti kompleksitas bahasa manusia, khususnya kemampuannya yang hampir tak terbatas dalam mengombinasikan unit-unit dasar makna menjadi struktur makna yang lebih kompleks. Salah satu pandangan menyatakan bahwa kemampuan rekursi merupakan ciri khas bahasa manusia yang tidak dimiliki oleh sistem komunikasi non-manusia.[155] Perbedaan lainnya adalah bahwa komunikasi manusia sering kali didasari oleh niat sadar untuk menyampaikan informasi, sedangkan dalam komunikasi hewan, niat seperti itu sering kali sulit diidentifikasi.[156] Kendati demikian, beberapa teoretikus tetap menggunakan istilah "bahasa hewan" untuk menggambarkan pola-pola perilaku komunikatif tertentu pada hewan yang menunjukkan kemiripan dengan bahasa manusia.[157]

Foto kunang-kunang bercahaya
Banyak spesies kunang-kunang, seperti Lampyris noctiluca, berkomunikasi menggunakan cahaya untuk menarik pasangan.

Komunikasi hewan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain komunikasi visual, auditori, taktil, olfaktori, dan gustatori. Komunikasi visual terjadi melalui gerakan, gestur, ekspresi wajah, dan warna tubuh. Contohnya dapat ditemukan pada gerakan dalam tarian kawin, warna bulu burung yang mencolok, atau cahaya berirama yang dipancarkan kunang-kunang. Komunikasi auditori berlangsung melalui vokalisasi yang dilakukan oleh spesies seperti burung, primata, dan anjing. Sinyal auditori kerap digunakan sebagai bentuk peringatan atau alarm. Pada organisme yang lebih sederhana, respons terhadap pesan suara cenderung bersifat sederhana, seperti mendekat atau menjauh dari sumber bunyi.[158] Hewan dengan sistem saraf lebih kompleks menunjukkan pola respons yang lebih beragam. Misalnya, beberapa spesies primata menggunakan satu jenis sinyal untuk predator yang terbang dan sinyal lain untuk predator di darat.[159]

Komunikasi taktil terjadi melalui sentuhan, getaran, belaian, gesekan, atau tekanan. Bentuk ini sangat penting dalam hubungan antara induk dan anak, upaya menarik pasangan, salam sosial, serta pertahanan diri. Sementara itu, komunikasi olfaktori dan gustatori berlangsung secara kimiawi melalui bau dan rasa.[160]

Terdapat perbedaan besar antarspesies dalam hal fungsi komunikasi, intensitas penggunaannya, serta perilaku yang digunakan untuk berkomunikasi.[161] Fungsi yang umum mencakup menarik lawan jenis dan perkawinan, hubungan antara induk dan anak, relasi sosial, navigasi, pertahanan diri, dan teritorialitas.[162] Salah satu aspek utama komunikasi dalam konteks reproduksi adalah pengenalan dan penarikan pasangan potensial. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara: belalang dan jangkrik berkomunikasi secara akustik melalui nyanyian, ngengat menggunakan isyarat kimiawi dengan melepaskan feromon, sementara kunang-kunang menyampaikan pesan visual melalui kilauan cahaya.[163] Bagi sebagian spesies, keturunan bergantung pada induk untuk kelangsungan hidupnya, dan salah satu fungsi utama komunikasi antara induk dan anak adalah saling mengenali. Dalam beberapa kasus, induk juga mampu mengarahkan perilaku anaknya.[164]

Hewan sosial seperti simpanse, bonobo, serigala, dan anjing menggunakan berbagai bentuk komunikasi untuk mengekspresikan emosi serta membangun hubungan sosial.[165] Komunikasi juga membantu hewan menavigasi lingkungannya secara efektif, misalnya, untuk menemukan makanan, menghindari musuh, atau mengikuti kelompok. Pada kelelawar, hal ini dilakukan melalui ekolokasi, yakni dengan memancarkan sinyal suara dan memproses pantulan gelombangnya. Lebah merupakan contoh klasik lain: mereka melakukan tarian waggle untuk memberi tahu lebah lain lokasi bunga yang kaya nektar.[166] Dalam konteks pertahanan diri, komunikasi berfungsi untuk memberi peringatan serta menilai apakah konfrontasi yang berisiko dapat dihindari.[167] Selain itu, komunikasi juga digunakan untuk menandai dan mengklaim wilayah yang penting bagi makanan atau reproduksi. Misalnya, beberapa burung jantan menandai area semak atau padang rumput dengan nyanyian guna mengusir pesaing dan menarik betina.[168]

Dua teori utama dalam kajian komunikasi hewan adalah teori alamiah dan asuhan. Perdebatan ini berkisar pada sejauh mana komunikasi hewan merupakan hasil dari pemrograman genetik sebagai bentuk adaptasi, dibandingkan hasil dari pengalaman belajar melalui pengondisian.[169] Jika komunikasi tersebut dipelajari, prosesnya umumnya terjadi melalui imprinting, yakni bentuk pembelajaran yang hanya dapat terjadi pada fase perkembangan tertentu dan biasanya bersifat tidak dapat diubah setelahnya.[170]

Tumbuhan, jamur, dan bakteri

[sunting | sunting sumber]

Komunikasi tumbuhan merujuk pada berbagai proses dalam tumbuhan yang melibatkan pengiriman dan penerimaan informasi.[171] Bidang ilmu yang mempelajari komunikasi tumbuhan dikenal dengan nama fitosemiotika.[172] Kajian ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi para peneliti, sebab tumbuhan berbeda secara mendasar dari manusia dan hewan: mereka tidak memiliki sistem saraf pusat dan dinding selnya bersifat kaku.[173] Kekakuan ini membatasi gerakan dan umumnya menghambat kemampuan tumbuhan untuk mengirim atau menerima sinyal yang bergantung pada pergerakan cepat.[174]

Namun demikian, terdapat sejumlah kesamaan mendasar antara tumbuhan dan hewan, sebab keduanya menghadapi tantangan evolusioner yang serupa: memperoleh sumber daya, menghindari pemangsa dan patogen, menemukan pasangan, serta memastikan kelangsungan hidup keturunannya.[175] Banyak tanggapan evolusioner terhadap tantangan tersebut yang sejajar dengan strategi hewan, meski diwujudkan melalui mekanisme yang berbeda.[176] Salah satu perbedaan utama ialah bahwa komunikasi kimia jauh lebih dominan di dunia tumbuhan, sementara pada hewan, komunikasi visual dan auditori memegang peranan yang lebih penting.[177]

Diagram tahapan komunikasi tumbuhan: sinyal pertama-tama dipancarkan lalu diterima, menghasilkan respons
Tahapan komunikasi pada tumbuhan

Dalam konteks tumbuhan, istilah perilaku umumnya tidak diartikan sebagai gerakan fisik seperti pada hewan, melainkan sebagai respons biokimia terhadap suatu rangsangan. Respons ini harus terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan usia hidup tumbuhan. Komunikasi merupakan bentuk perilaku khusus yang melibatkan penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima, dan dibedakan dari perilaku lain seperti reaksi pertahanan atau sekadar persepsi pasif.[178]

Sebagaimana dalam studi komunikasi hewan, para peneliti komunikasi tumbuhan sering menetapkan kriteria tambahan bahwa harus terdapat respons tertentu dari penerima, serta bahwa perilaku komunikatif tersebut memberi keuntungan bagi kedua pihak, baik pengirim maupun penerima.[179] Ahli biologi Richard Karban membedakan tiga tahapan utama dalam komunikasi tumbuhan: emisi sinyal oleh pengirim, persepsi sinyal oleh penerima, dan munculnya respons dari penerima.[180] Dalam konteks ini, intensi sadar dalam pengiriman sinyal tidak menjadi pertimbangan utama; yang penting adalah bahwa penerima memiliki kemampuan untuk mengabaikan sinyal tersebut. Kriteria ini digunakan untuk membedakan antara respons terhadap sinyal dan reaksi pertahanan terhadap perubahan lingkungan yang tidak diinginkan, seperti paparan panas ekstrem.[181]

Komunikasi pada tumbuhan terjadi dalam berbagai bentuk. Ini mencakup komunikasi internal di dalam tubuh tumbuhan, yakni antarsel tumbuhan maupun antarsel, komunikasi antarindividu tumbuhan dari spesies yang sama atau berkerabat, serta komunikasi antara tumbuhan dan organisme non-tumbuhan, khususnya di wilayah zona akar.[182] Salah satu bentuk komunikasi yang menonjol adalah komunikasi udara melalui senyawa organik volatil (VOCs). Sebagai contoh, pohon maple melepaskan VOC ketika diserang oleh herbivora, untuk memperingatkan tumbuhan di sekitarnya yang kemudian menyesuaikan mekanisme pertahanannya.[183]

Bentuk komunikasi lain terjadi melalui jamur mikoriza. Jamur ini membentuk jaringan bawah tanah yang secara populer disebut Wood-Wide Web, yang menghubungkan akar berbagai tumbuhan. Melalui jaringan ini, tumbuhan dapat saling mengirim pesan, misalnya untuk memperingatkan akan adanya serangan hama, dan membantu tumbuhan lain mempersiapkan pertahanannya.[184]

Komunikasi juga diamati pada jamur dan bakteri. Beberapa spesies jamur berkomunikasi dengan melepaskan feromon ke lingkungan eksternal. Sebagai contoh, mekanisme ini digunakan untuk memfasilitasi interaksi seksual pada sejumlah spesies jamur air.[185]

Sementara itu, salah satu bentuk komunikasi antar bakteri dikenal sebagai quorum sensing. Proses ini terjadi melalui pelepasan molekul menyerupai hormon, yang kemudian dideteksi dan direspons oleh bakteri lain. Mekanisme ini memungkinkan bakteri untuk memantau kepadatan populasi di lingkungannya dan menyesuaikan ekspresi gen secara kolektif. Respons lainnya dapat mencakup induksi bioluminesensi serta pembentukan biofilm.[186]

Antarspesies

[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar bentuk komunikasi terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, yang disebut sebagai komunikasi intraspesies. Hal ini disebabkan karena tujuan utama komunikasi umumnya berkaitan dengan bentuk kerja sama tertentu. Kerja sama paling sering terjadi di dalam satu spesies, sementara hubungan antarspesies kerap ditandai oleh konflik, terutama karena kompetisi terhadap sumber daya yang terbatas.[187] Meskipun demikian, terdapat pula berbagai bentuk komunikasi antarspesies.[188] Fenomena ini paling banyak ditemukan dalam hubungan simbiosis dan jauh lebih jarang dalam relasi parasitisme maupun hubungan predatormangsa.[189]

Foto seekor lebah madu di atas bunga
Seekor lebah madu di atas bunga Cosmos bipinnatus. Banyak bunga menggunakan warna mencolok untuk memberi sinyal kepada serangga bahwa mereka menyediakan makanan seperti nektar.

Komunikasi antarspesies memainkan peran penting bagi tumbuhan yang bergantung pada agen eksternal untuk bereproduksi.[190] Sebagai contoh, bunga membutuhkan serangga untuk proses penyerbukan, dan sebagai imbalannya, bunga menyediakan sumber daya seperti nektar dan berbagai bentuk hadiah biologis lainnya.[191] Bunga menggunakan strategi komunikasi untuk menandakan keberadaan manfaat tersebut serta menarik perhatian pengunjung, antara lain melalui warna-warna yang khas dan bentuk simetri yang menonjol dari lingkungannya.[192] Bentuk "periklanan alami" ini menjadi penting karena bunga-bunga saling bersaing dalam menarik kunjungan penyerbuk.[193]

Banyak tumbuhan penghasil buah juga mengandalkan komunikasi antara tumbuhan dan hewan untuk menyebarkan bijinya ke lokasi yang lebih menguntungkan.[194] Mekanisme ini berlangsung dengan menyediakan buah yang bergizi bagi hewan; biji dikonsumsi bersama daging buah, lalu dikeluarkan kembali di tempat lain melalui ekskresi.[195] Komunikasi membantu hewan mengenali lokasi buah serta menentukan apakah buah tersebut telah matang. Pada banyak spesies, hal ini disampaikan melalui warna buah: sebelum matang, buah biasanya berwarna hijau samar, lalu berubah menjadi warna kontras yang mudah dikenali setelah matang.[196]

Contoh lain komunikasi antarspesies terdapat dalam hubungan antara semut dan tumbuhan.[197] Hubungan ini mencakup berbagai bentuk interaksi, seperti pemilihan biji oleh semut untuk membangun kebun semut mereka, pemangkasan vegetasi asing di sekitarnya, serta perlindungan tumbuhan oleh koloni semut.[198] Beberapa spesies hewan juga menunjukkan bentuk komunikasi antarspesies, seperti pada kera besar, paus, lumba-lumba, gajah, dan anjing.[199] Sebagai contoh, berbagai spesies monyet diketahui menggunakan sinyal umum untuk bekerja sama ketika menghadapi ancaman dari predator yang sama.[200]

Manusia pun terlibat dalam komunikasi antarspesies, terutama melalui interaksi dengan hewan peliharaan maupun hewan pekerja.[201] Dalam hal ini, sinyal akustik memainkan peran penting, misalnya dalam komunikasi dengan anjing. Anjing dapat belajar merespons berbagai perintah seperti "duduk" dan "kemari", bahkan mampu memahami kombinasi sintaksis pendek seperti "ambil X" atau "taruh X di kotak". Mereka juga peka terhadap nada dan frekuensi suara manusia untuk mengenali emosi, dominasi, maupun ketidakpastian. Sebaliknya, anjing pun menggunakan berbagai pola perilaku untuk mengomunikasikan emosinya kepada manusia, baik untuk menunjukkan agresi, ketakutan, maupun keinginan bermain.[202]

Diagram komunikasi komputer dari komputer pribadi ke server menggunakan modem dan jaringan telepon publik
Contoh komunikasi komputer: modem berfungsi sebagai pemancar dan penerima, sementara jaringan telepon publik digunakan sebagai sistem transmisi.[203]

Komunikasi komputer berkaitan dengan pertukaran data antara komputer dan perangkat sejenis lainnya.[204] Agar pertukaran ini dapat terjadi, perangkat-perangkat tersebut harus terhubung melalui suatu sistem transmisi yang membentuk jaringan di antara mereka. Sebuah pemancar diperlukan untuk mengirim pesan, sedangkan penerima dibutuhkan untuk menerimanya. Sebagai contoh, sebuah komputer pribadi dapat menggunakan modem sebagai pemancar untuk mengirimkan informasi kepada server melalui jaringan telepon publik sebagai sistem transmisinya. Server tersebut, pada gilirannya, dapat menggunakan modem sebagai penerimanya.[205] Untuk mentransmisikan data, informasi tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi sinyal listrik.[206] Saluran komunikasi yang digunakan untuk transmisi dapat bersifat analog maupun digital, dan masing-masing memiliki karakteristik seperti lebar pita dan latensi.[207]

Terdapat beragam bentuk jaringan komputer. Jenis yang paling umum dibahas adalah LAN dan WAN. LAN (local area network) merupakan jaringan komputer yang mencakup wilayah terbatas, biasanya dengan jarak kurang dari satu kilometer.[208] Contohnya adalah ketika dua komputer dihubungkan dalam satu rumah atau gedung perkantoran. LAN dapat dibangun dengan koneksi kabel, seperti Ethernet, atau dengan koneksi nirkabel, seperti Wi-Fi.[209]

Sebaliknya, WAN (wide area network) adalah jaringan komputer berskala luas yang mencakup wilayah geografis yang besar, seperti internet.[210] Struktur jaringan WAN lebih kompleks dan sering kali menggunakan sejumlah simpul penghubung (intermediate nodes) untuk memindahkan informasi dari satu titik ke titik lain.[211] Selain kedua jenis tersebut, terdapat pula beberapa tipe jaringan komputer lain seperti PAN (personal area network), CAN (campus area network), dan MAN (metropolitan area network).[212]

Agar komunikasi komputer dapat berlangsung dengan sukses, perangkat-perangkat yang terlibat harus mematuhi seperangkat aturan bersama yang mengatur proses pertukaran data di antara mereka. Aturan-aturan ini dikenal sebagai protokol komunikasi. Protokol tersebut mencakup berbagai aspek pertukaran informasi, seperti format pesan dan cara menanggapi kesalahan transmisi. Protokol juga mengatur bagaimana kedua sistem disinkronkan, misalnya, bagaimana penerima mengenali awal dan akhir suatu sinyal.[213] Berdasarkan arah dan pola aliran informasi, sistem komunikasi komputer diklasifikasikan menjadi tiga jenis: simplex, half-duplex, dan full-duplex. Pada sistem simpleks, sinyal hanya mengalir satu arah, dari pengirim ke penerima, seperti pada radio, televisi kabel, atau layar informasi keberangkatan dan kedatangan di bandara.[214] Sistem semi-dupleks memungkinkan pertukaran dua arah, tetapi sinyal hanya dapat mengalir satu arah pada satu waktu, sebagaimana yang terjadi pada walkie-talkie dan radio polisi. Sedangkan pada sistem dupleks-penuh sinyal dapat mengalir dua arah secara bersamaan, sebagaimana dalam komunikasi telepon biasa maupun internet.[215]

Dalam semua bentuknya, salah satu syarat penting bagi komunikasi yang berhasil adalah bahwa koneksi harus aman, sehingga data yang dikirimkan hanya mencapai tujuan yang diinginkan dan tidak disadap oleh pihak ketiga yang tidak berwenang.[216] Keamanan ini dapat dicapai melalui penggunaan kriptografi, yang mengubah format informasi yang dikirimkan menjadi bentuk yang tidak dapat dibaca oleh penyadap potensial.[217]

Bidang yang sangat berkaitan adalah komunikasi manusia–komputer, yang membahas cara manusia berinteraksi dengan komputer serta bagaimana data dalam bentuk masukan dan keluaran dipertukarkan.[218] Interaksi ini terjadi melalui sebuah antarmuka pengguna, yang mencakup perangkat keras seperti tetikus, papan ketik, dan monitor, serta perangkat lunak yang memungkinkan komunikasi tersebut berlangsung.[219]

Pada sisi perangkat lunak, antarmuka pengguna pada masa awal umumnya berupa antarmuka baris perintah, di mana pengguna harus mengetikkan perintah secara manual untuk berinteraksi dengan komputer.[220] Sebagian besar antarmuka modern kini berbentuk antarmuka pengguna grafis, seperti Microsoft Windows dan macOS, yang jauh lebih mudah digunakan oleh pengguna awam. Antarmuka jenis ini menampilkan elemen-elemen grafis yang dapat dioperasikan pengguna, sering kali dengan menggunakan konsep desain yang dikenal sebagai skeumorfisme, yaitu pendekatan yang meniru objek dunia nyata agar pengguna dapat dengan cepat mengenali dan memahami fungsinya. Contohnya termasuk ikon folder komputer dan ikon tempat sampah (recycle bin) yang digunakan untuk menghapus berkas.[221] Salah satu tujuan utama dalam perancangan antarmuka pengguna adalah menyederhanakan interaksi manusia dengan komputer. Upaya ini bertujuan menjadikan teknologi lebih mudah diakses dan ramah bagi pengguna dari berbagai latar belakang, sekaligus meningkatkan efisiensi serta produktivitas mereka.[222]

Kajian Komunikasi

[sunting | sunting sumber]

Kajian komunikasi, yang juga dikenal sebagai ilmu komunikasi (communication science), merupakan disiplin akademik yang menelaah hakikat komunikasi. Bidang ini memiliki kedekatan dengan semiotika, meskipun keduanya berbeda dalam fokus: kajian komunikasi lebih menitikberatkan pada persoalan teknis mengenai bagaimana pesan dikirim, diterima, dan diproses; sementara semiotika lebih memusatkan perhatian pada persoalan yang lebih abstrak mengenai makna serta bagaimana tanda memperoleh makna tersebut.[223] Cakupan kajian komunikasi sangat luas dan bersinggungan dengan berbagai disiplin lain, seperti biologi, antropologi, psikologi, sosiologi, linguistik, kajian media, dan jurnalisme.[224]

Banyak kontribusi dalam bidang kajian komunikasi berfokus pada pengembangan model dan teori komunikasi. Model komunikasi berupaya memberikan gambaran ringkas mengenai unsur-unsur utama yang terlibat dalam proses komunikasi, sedangkan teori komunikasi berusaha menghadirkan kerangka konseptual yang mampu merepresentasikan komunikasi dalam seluruh kompleksitasnya.[225] Sebagian teori meninjau komunikasi sebagai seni praktis dalam wacana, sementara teori lain menyoroti peran tanda, pengalaman, pemrosesan informasi, serta tujuan membangun tatanan sosial melalui interaksi yang terkoordinasi.[226] Kajian komunikasi juga menaruh perhatian pada fungsi dan dampak komunikasi, antara lain bagaimana komunikasi memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis, membantu membangun hubungan antarmanusia, serta mendukung pengumpulan informasi tentang lingkungan, individu lain, dan diri sendiri.[227] Topik lainnya menelaah bagaimana sistem komunikasi berubah seiring waktu serta bagaimana perubahan tersebut berkorelasi dengan dinamika sosial yang lebih luas.[228] Kajian terkait juga mengulas prinsip-prinsip psikologis yang mendasari perubahan tersebut dan dampaknya terhadap cara manusia saling bertukar gagasan.[229]

Komunikasi telah menjadi objek kajian sejak zaman Yunani Kuno. Teori-teori awal yang berpengaruh dirumuskan oleh Plato dan Aristoteles, yang menekankan pentingnya keterampilan berbicara di depan umum dan pemahaman terhadap retorika. Menurut Aristoteles, misalnya, tujuan utama komunikasi adalah untuk mempersuasi audiens.[230] Bidang kajian komunikasi baru berdiri sebagai disiplin penelitian tersendiri pada abad ke-20, terutama sejak tahun 1940-an.[231] Perkembangan teknologi komunikasi baru, seperti telepon, radio, surat kabar, televisi, dan internet, telah membawa pengaruh besar terhadap praktik komunikasi dan terhadap kajian ilmiah tentang komunikasi itu sendiri.[232]

Pada masa kini, kajian komunikasi telah berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu yang luas dan beragam. Sebagian karya dalam bidang ini berupaya memberikan karakterisasi umum mengenai komunikasi dalam makna yang paling luas, sementara sebagian lainnya berfokus pada analisis mendalam terhadap satu bentuk komunikasi tertentu. Ilmu komunikasi mencakup banyak subbidang: beberapa berfokus pada tema-tema luas seperti komunikasi interpersonal, komunikasi intrapersonal, komunikasi verbal, dan komunikasi nonverbal; sementara yang lain meneliti komunikasi dalam konteks-konteks tertentu.[233] Komunikasi organisasi menitikberatkan pada komunikasi antaranggotanya dalam suatu organisasi, seperti perusahaan, organisasi nirlaba, atau usaha kecil. Fokus utamanya terletak pada bagaimana perilaku para anggota tersebut dapat dikoordinasikan, serta bagaimana organisasi berinteraksi dengan pelanggan dan masyarakat umum.[234] Istilah-istilah yang berdekatan dengan bidang ini antara lain komunikasi bisnis, komunikasi korporat, dan komunikasi profesional.[235] Unsur utama dalam komunikasi pemasaran adalah periklanan, tetapi bidang ini juga mencakup berbagai bentuk kegiatan komunikasi lain yang ditujukan untuk mendukung tujuan organisasi kepada khalayak sasarannya, seperti melalui hubungan masyarakat.[236] Komunikasi politik mencakup berbagai topik, seperti kampanye elektoral untuk memengaruhi pemilih serta komunikasi legislatif yang meliputi surat-menyurat dengan kongres atau penyusunan dokumen-dokumen komite. Perhatian khusus sering diberikan pada studi mengenai propaganda dan peran media massa.[237]

Komunikasi antarbudaya memiliki relevansi penting, baik dalam konteks organisasi maupun politik, karena kedua bidang tersebut kerap melibatkan pertukaran pesan antara komunikator yang berasal dari latar belakang budaya berbeda.[238] Latar belakang budaya memengaruhi cara pesan dirumuskan dan ditafsirkan, serta sering kali menjadi sumber kesalahpahaman dalam komunikasi.[239] Bidang ini juga berhubungan dengan komunikasi pembangunan, yaitu pemanfaatan komunikasi untuk mendukung upaya pembangunan, seperti dalam konteks bantuan dari negara dunia pertama kepada negara dunia ketiga.[240] Komunikasi kesehatan menitikberatkan pada komunikasi di bidang pelayanan kesehatan dan upaya promosi kesehatan. Salah satu topik utamanya adalah bagaimana penyedia layanan kesehatan, seperti dokter dan perawat, sebaiknya berkomunikasi dengan pasien mereka.[241]

Sejarah komunikasi mempelajari bagaimana proses-proses komunikasi berkembang serta berinteraksi dengan masyarakat, kebudayaan, dan teknologi.[242] Komunikasi manusia memiliki sejarah yang sangat panjang, dan cara manusia berkomunikasi telah mengalami perubahan besar seiring berjalannya waktu. Banyak dari perubahan ini dipicu oleh munculnya teknologi komunikasi baru yang membawa dampak luas terhadap cara manusia bertukar gagasan.[243] Setiap teknologi komunikasi baru biasanya menuntut keterampilan baru yang perlu dikuasai agar dapat digunakan secara efektif.[244]

Dalam literatur akademik, sejarah komunikasi umumnya dibagi ke dalam beberapa masa berdasarkan bentuk komunikasi yang dominan pada masa tersebut. Jumlah masa dan batas periodisasinya masih diperdebatkan. Namun, pembagian tersebut biasanya mencakup era berbicara, menulis, dan percetakan, hingga komunikasi massa elektronik dan era internet.[245] Menurut teori komunikasi yang dikemukakan oleh Marshall Poe, setiap masa dapat dikarakterisasi oleh media dominannya melalui beberapa faktor: jumlah informasi yang dapat disimpan, daya tahan media tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan informasi, serta biaya penggunaannya. Poe berpendapat bahwa tiap era berikutnya umumnya menghadirkan peningkatan dalam satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut.[246]

Menurut sejumlah perkiraan ilmiah, bahasa manusia berkembang sekitar 40.000 tahun yang lalu, meskipun beberapa ahli berpendapat bahwa asal-usulnya jauh lebih tua. Sebelum bahasa muncul, komunikasi manusia menyerupai komunikasi hewan, berupa serangkaian geraman, tangisan, gerak tubuh, dan ekspresi wajah. Kemunculan bahasa memungkinkan manusia purba untuk berorganisasi dan merencanakan kehidupan mereka dengan lebih efisien.[247] Dalam masyarakat awal, bahasa lisan merupakan bentuk utama komunikasi.[248] Pengetahuan diturunkan melalui tuturan, sering kali dalam bentuk cerita atau petuah bijak. Namun bentuk komunikasi ini tidak menghasilkan pengetahuan yang stabil karena bergantung pada ingatan manusia yang terbatas. Akibatnya, banyak rincian yang berubah dari satu penceritaan ke penceritaan berikutnya, serta berbeda antarpendongeng.[249]

Ketika manusia mulai menetap dan membentuk masyarakat agraria, komunitas pun berkembang dan kebutuhan akan pencatatan yang tetap, seperti kepemilikan tanah dan transaksi dagang, semakin meningkat. Hal inilah yang mendorong penemuan tulisan, yang mampu mengatasi berbagai keterbatasan komunikasi lisan.[250] Tulisan jauh lebih efisien dalam melestarikan pengetahuan serta mewariskannya antar generasi karena tidak bergantung pada daya ingat manusia.[251] Sebelum tulisan ditemukan, telah ada bentuk-bentuk proto-tulisan, yakni sistem tanda visual yang tahan lama untuk menyimpan informasi. Contohnya meliputi ukiran pada tembikar, simpul-simpul pada tali untuk menghitung barang, atau cap dan segel untuk menandai kepemilikan.[252]

Foto kontrak penjualan yang diukir di atas tablet tanah liat
Kontrak penjualan yang diukir pada tablet tanah liat menggunakan tulisan pra-paku

Sebagian besar bentuk komunikasi tertulis awal dilakukan melalui piktogram. Piktogram adalah simbol grafis yang menyampaikan makna dengan meniru bentuk benda-benda nyata di dunia. Penggunaan simbol-simbol bergambar sederhana untuk mewakili hal-hal seperti hasil pertanian sudah lazim dalam kebudayaan kuno dan bermula sekitar tahun 9000 SM. Sistem tulisan kompleks pertama yang mencakup piktogram dikembangkan sekitar tahun 3500 SM oleh bangsa Sumeria dan dikenal dengan sebutan aksara paku (cuneiform).[253] Piktogram masih digunakan hingga kini, misalnya pada tanda larangan merokok atau simbol laki-laki dan perempuan di pintu kamar mandi.[254]

Salah satu kelemahan utama sistem tulisan berbasis piktogram ialah perlunya ribuan simbol berbeda untuk mewakili seluruh benda atau gagasan yang hendak diungkapkan. Masalah ini teratasi dengan munculnya sistem tulisan lain. Misalnya, dalam sistem tulisan alfabet, simbol-simbol tidak lagi melambangkan benda konkret, melainkan bunyi-bunyi dalam bahasa lisan.[255] Jenis sistem tulisan awal lainnya mencakup tulisan logografis dan ideografis.[256] Salah satu kekurangan bentuk tulisan awal, seperti tablet tanah liat bertulisan paku, adalah sifatnya yang tidak portabel. Berat dan rapuhnya media tersebut menyulitkan pengiriman teks dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagi informasi. Hal ini berubah ketika bangsa Mesir menemukan papirus sekitar tahun 2500 SM, yang kemudian disempurnakan dengan munculnya perkamen dan kertas.[257]

Hingga abad ke-15, hampir seluruh komunikasi tertulis dibuat dengan tangan, sehingga penyebaran teks tertulis terbatas karena proses penyalinan memerlukan waktu dan biaya besar. Perkenalan dan penyebaran teknik percetakan massal pada pertengahan abad ke-15 oleh Johann Gutenberg membawa perubahan drastis. Teknologi ini memungkinkan produksi naskah secara cepat dan luas, sekaligus melahirkan bentuk-bentuk baru media tertulis seperti surat kabar dan pamflet. Dampak lanjutannya ialah meningkatnya tingkat melek huruf di kalangan masyarakat umum. Perkembangan ini menjadi fondasi bagi revolusi besar dalam berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, politik, dan agama.[258]

Penemuan-penemuan ilmiah pada abad ke-19 dan ke-20 memicu kemajuan pesat dalam sejarah komunikasi. Inovasi seperti telegraf dan telepon memungkinkan penyampaian informasi dengan lebih cepat dan efisien tanpa perlu mengirimkan dokumen fisik.[259] Pada awalnya, teknologi ini bergantung pada jaringan kabel yang harus dipasang terlebih dahulu. Namun, perkembangan selanjutnya memungkinkan transmisi nirkabel melalui gelombang radio, yang membuka jalan bagi penyiaran kepada khalayak luas, menjadikan radio salah satu bentuk utama komunikasi massa.[260] Berbagai kemajuan dalam bidang fotografi kemudian memungkinkan perekaman gambar bergerak pada film, yang menjadi cikal bakal kemunculan sinema dan televisi.[261] Jangkauan komunikasi nirkabel semakin diperluas dengan pengembangan satelit komunikasi, yang memungkinkan penyiaran sinyal radio dan televisi ke seluruh penjuru dunia. Dengan cara ini, informasi dapat disebarkan hampir seketika ke berbagai belahan bumi.[262] Perkembangan internet menandai tonggak penting lain dalam sejarah komunikasi. Teknologi ini memungkinkan manusia bertukar gagasan, bekerja sama, serta mengakses pengetahuan dari mana saja di dunia dengan berbagai cara, melalui situs web, surel, media sosial, hingga konferensi video.[263]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. Rosengren 2000, hlm. 1–2, 1.1 On communication
  2. Dance 1970, hlm. 201–203
  3. Dance 1970, hlm. 207–210
  4. Blackburn 1996, Intention and communication
  5. Dance 1970, hlm. 208–209
  6. Munodawafa 2008, hlm. 369–370
  7. Dance 1970, hlm. 209
  8. Ruben 2001, hlm. 607–608, Models Of Communication
  9. Fiske 2011a, hlm. 24, 30, 2. Other models
  10. Hamilton, Kroll & Creel 2023, hlm. 46
  11. Harley 2014, hlm. 5–6
  12. Thomason 2006, hlm. 342–345, Artificial And Natural Languages
  13. Danesi 2013a, hlm. 492
  14. Giri 2009, hlm. 690
  15. Håkansson & Westander 2013, hlm. 107
  16. Danesi 2013a, hlm. 493
  17. Giri 2009, hlm. 693
  18. Giri 2009, hlm. 692
  19. Danesi 2013a, hlm. 493
  20. Giri 2009, hlm. 692
  21. Giri 2009, hlm. 692–693
  22. Giri 2009, hlm. 693–694
  23. Giri 2009, hlm. 690
  24. Burgoon, Manusov & Guerrero 2016, hlm. 3–4
  25. Giri 2009, hlm. 691
  26. Giri 2009, hlm. 690
  27. McDermott 2009, hlm. 547
  28. McDermott 2009, hlm. 547–548
  29. Chandler & Munday 2011, hlm. 221
  30. UMN staff 2016a, 1.2 The Communication Process
  31. Trenholm & Jensen 2013, hlm. 36, 361
  32. McDermott 2009, hlm. 548–549
  33. McDermott 2009, hlm. 549
  34. McDermott 2009, hlm. 546
  35. McDermott 2009, hlm. 546–547
  36. Vocate 2012, hlm. 196
  37. Lantolf 2009, hlm. 567–568
  38. Lantolf 2009, hlm. 568–569
  39. Danesi 2013, hlm. 168
  40. Fiske 2011, hlm. 20
  41. Backlund & Morreale 2015, hlm. 20–21
  42. McArthur, McArthur & McArthur 2005, hlm. 232–233
  43. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 25
  44. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 17–18
  45. Backlund & Morreale 2015, hlm. 23
  46. Spitzberg 2015, hlm. 241
  47. Spitzberg 2015, hlm. 241
  48. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 26
  49. Backlund & Morreale 2015, hlm. 20–22
  50. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 25
  51. McArthur, McArthur & McArthur 2005, hlm. 232–233
  52. Spitzberg 2015, hlm. 238–239
  53. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 15
  54. Rickheit, Strohner & Vorwerg 2008, hlm. 24
  55. Håkansson & Westander 2013, hlm. 45
  56. Blatrix & Mayer 2010, hlm. 128
  57. Schenk & Seabloom 2010, hlm. 6
  58. Ruben 2002, hlm. 25–26
  59. Chandler & Munday 2011, hlm. 15
  60. Håkansson & Westander 2013, hlm. 107
  61. Håkansson & Westander 2013, hlm. 5
  62. Håkansson & Westander 2013, hlm. 2
  63. Ruben 2002, hlm. 26–29
  64. Håkansson & Westander 2013, hlm. 3
  65. Ruben 2002, hlm. 27–28
  66. Ruben 2002, hlm. 28–29
  67. Håkansson & Westander 2013, hlm. 14–15
  68. Karban 2015, hlm. 4–5
  69. Sebeok 1991, hlm. 111
  70. Schenk & Seabloom 2010, hlm. 6
  71. Karban 2015, hlm. 1–2
  72. Karban 2015, hlm. 2
  73. Karban 2015, hlm. 2–4
  74. Karban 2015, hlm. 7
  75. Karban 2015, hlm. 45
  76. Baluska et al. 2006, 2. Neurobiological View of Plants and Their Body Plan
  77. Gilbert & Johnson 2017, hlm. 84, 94
  78. Berea 2017, hlm. 56
  79. Karban 2015, hlm. 109
  80. Karban 2015, hlm. 110
  81. Karban 2015, hlm. 111
  82. Karban 2015, hlm. 122
  83. Karban 2015, hlm. 122–124
  84. Karban 2015, hlm. 125–126, 128
  85. Blatrix & Mayer 2010, hlm. 127
  86. Berea 2017, hlm. 56–57
  87. Berea 2017, hlm. 61
  88. Stallings 2014, hlm. 40
  89. Stallings 2014, hlm. 44
  90. Hura & Singhal 2001, hlm. 142
  91. Hura & Singhal 2001, hlm. 143
  92. Stallings 2014, hlm. 41–42
  93. Rao, Wang & Zhou 1996, hlm. 57
  94. Twidale 2002, hlm. 411–413
  95. Danesi 2000, hlm. 58–59
  96. Cobley & Schulz 2013, hlm. 31, 41–42
  97. Danesi 2013, hlm. 184
  98. Danesi 2013, hlm. 184–185
  99. Ruben 2002a, hlm. 155
  100. McClelland 2008, Communication, Political
  101. Hillstrom, Northern Lights & Magee, ECDI 2006, hlm. 609–610, Intercultural communication
  102. Danesi 2013, hlm. 168
  103. Danesi 2013, hlm. 168–169
  104. Steinberg 1995, hlm. 7

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]