Perkiraan penuturan bahasa Sunda Bogor di Jawa Barat, utamanya di Kabupaten Bogor (ditunjukkan oleh markah titik). Penuturan dialek bahasa Sunda lain di wilayah yang sama ditandai dengan garis berbeda warna (disederhanakan).
Artikel ini menggunakan peta yang dihasilkan dari OpenStreetMap dan juga jejaring peta (mapframe) yang dibuat oleh kontributor Wikipedia. Apabila Anda menemukan kesalahan informasi, galat, maupun kendala teknis lainnya dalam data peta, silahkan laporkan di sini. Apabila Anda tertarik dalam pengembangan proyek pemetaan bahasa, silakan bergabung ke ProyekWiki kami. Proyek ini sudah menghasilkan sebanyak 346 artikel bahasa dengan peta interaktif yang dapat diakses dan digunakan oleh para pembaca.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Sunda Bogor (BSDB)[8][9] adalah sebuah dialek dari bahasa Sunda yang dituturkan di sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Dialek ini memiliki beberapa perbedaan dengan bahasa Sunda standar/dialek Priangan dan lebih berhubungan dekat dengan bahasa Sunda Banten,[10][11] tetapi penutur dialek ini masih mengenal tatakrama basa (sistem tuturan honorifik pada bahasa Sunda) seperti yang digunakan pada dialek Priangan, khususnya di wilayah selatan, tenggara, dan timur penggunaan dialek ini.
Ciri-ciri khusus bahasa Sunda yang digunakan di wilayah kabupaten Bogor diduga dapat terjadi dalam berbagai tataran kebahasaan; misalnya, dalam bidang fonologi, morfologi, leksis, sintaksis, semantik, dan beberapa ciri prosodi seperti pitch, stress, dinamik, tempo, jeda, intonasi, dan kontur. Keseluruhannya dipergunakan dalam pengucapan bahasa Sunda sehari-hari.[12]
Oleh para pemakainnya, bahasa Sunda Bogor dianggap memiliki peranan yang sangat penting, sejalan dengan situasi dan kepentingan pemakaian bahasa, hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa daerah dengan fungsi bahasa Indonesia. Di mana bahasa Indonesia juga memiliki peranan penting di samping penggunaan bahasa Sunda dialek Bogor bagi para penuturnya.[13]
Kedudukan bahasa Sunda Bogor cukup kuat, sesuai dengan fungsinya sebagai alatkomunikasi intra daerah dan budaya. Bahkan menurut informasi dari para pejabat setempat, bahasa Sunda Bogor sering sangat membantu penyampaian informasi dari atas ke bawah, serta dari pejabat dan aparat kepada rakyat. Dilihat dari segi penggunaannya yang seperti itu, di samping sebagai bahasa daerah, bahasa Sunda Bogor mempunyai kedudukan dampingan bagi bahasa Indonesia, termasuk dalam menjalankan administrasipemerintahan yang sifatnya lisan.[13]
Seperti halnya di beberapa daerah lainnya. Telah lama dikenal di Jawa Baratsastra daerah yang diungkapkan dalam bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Sunda. Sastra yang diungkapkan dalam bahasa Sunda ini dikenal dengan sebutan sastra Sunda. Pada masa-masa yang lebih awal sastra Sunda lisan lebih dahulu berkembang di masyarakat Sunda, termasuk di daerah kabupaten Bogor dan kota Bogor. Pada masa-masa itu puisi yang berupa mantra dan sindir 'pantun'. Demikian juga bentuk prosa seperti dongeng dan carita pantun sudah menjadi khazanah tradisi masyarakat Sunda. Setelah masyarakat mengenal tulisan, baik tulisan atau aksara Sunda, Arab, maupun Latin. Sastra tulis mulai pula dikenal dan digemari masyarakat. Tradisi sastra tulis Sunda berlaku dan tetap digemari masyarakat hingga kini.[13]
"sangeuk" berarti "malas" (bahasa Sunda standar: horéam);
"nyaneut" berarti "mengudap" (bahasa Sunda standar: ngopi);[a]
"joré" berarti "jelek" (bahasa Sunda standar: goréng);
"tundun" berarti "rambutan" (bahasa Sunda standar: rambutan);[18]
"doang" berarti "saja" (bahasa Sunda standar: hungkul); misal dalam kalimat "ngan boga hiji doang" yang berarti "hanya punya satu saja";
"nyaah" berarti "sayang" (bahasa Sunda standar: lebar) dalam konteks menyesali; misalnya "nyaah, ari duit jang dipaké ulin doang mah" yang berarti "sayang, jika uang hanya dipakai untuk bermain saja." Dalam bahasa Sunda standar, kata "nyaah" hanya diperuntukkan untuk manusia atau makhluk hidup lainnya, tetapi dalam dialek Bogor, bisa digunakan untuk semua benda termasuk benda mati.
"kékéncéng" berarti "wajan" (bahasa Sunda standar: katél[b]);
"cucurak" berarti "makan bersama" (bahasa Sunda standar: botram); merupakan sebuah tradisi pada masyarakat Sunda pada zaman dahulu, di mana setelah mereka pulang berladang mereka akan melakukan makan bersama dengan rekan-rekan mereka dengan beralaskan daun pisang;
"enéng" berfungsi sebagai sapaan terhadap anak kecil tanpa memandang kelamin (bisa digunakan terhadap laki-laki dan perempuan), dalam bahasa Sunda baku dibedakan menjadi dua yaitu: anak perempuan=enéng, anak laki-laki=ujang;
"tilok" berarti "jarang" (bahasa Sunda standar: tara);
"sampé"/"nyampé" berarti "sampai" (bahasa Sunda standar: tepi/nepi);
"amat" berarti "sangat" (bahasa Sunda standar: pisan); misalnya dalam kalimat "loba amat ieu téh, cokot baé mun daék mah" berarti "ini sangat banyak, ambil saja kalau mau";
"ilok" berarti "masa" (bahasa Sunda standar: piraku/maenya) dalam bentuk adverbia; misalnya "ah, ilok bisa kitu?" berarti "ah, masa bisa seperti itu?;
"sipeunteu" berarti "mencuci muka" (bahasa Sunda standar: tamas) dalam tingkatan bahasa halus (bahasa Sunda: basa hormat/basa lemes), dalam konteks bahasa formal/biasa, kedua dialek sama-sama menggunakan kata "sibeungeut";
"nyaré" (berasal dari kata "saré" yang bermakna "tidur") berarti "menginap" (bahasa Sunda standar: ngéndong);
"parangsa" berarti "kukira" (bahasa Sunda standar: panyana); contoh kalimatnya: "parangsa téh saha, ari pék téh manéh" yang berarti "kukira siapa, ternyata kamu";
"danas" berarti "nanas" (bahasa Sunda standar: ganas);[19]
"deuleu" berarti "lihat" (bahasa Sunda standar: ningali); misalnya "ilok baé sia teu ngadeuleu?" yang berarti "masa iya kamu tidak melihatnya?";
"aseupan" berarti "kukusan" (bahasa Sunda standar: haseupan);
"hi'id" berarti "kipas bambu" (bahasa Sunda standar: hihid);
"purukuyan" berarti "pedupaan" (bahasa Sunda standar: parupuyan);
"silaru" berarti "laron" (bahasa Sunda standar: siraru);
"tumbiri" berarti "pelangi" (bahasa Sunda standar: katumbiri);
"teprok" berarti "bertepuk tangan" (bahasa Sunda standar: keprok);
"cérécét" berarti "saputangan" (bahasa Sunda standar: carécét);
"réhé" berarti "sepi" (bahasa Sunda standar: tiiseun/sepi);
"endék/endeuk" berarti "akan" (bahasa Sunda standar: arék);
"haju" berarti "lalu"/"terus" (bahasa Sunda standar: laju);
"kos" berarti "seperti" (bahasa Sunda standar: kawas); misalnya "éta sapatu téh kos nu aing boga" yang berarti "itu sepatu seperti kepunyaanku".
Bahasa Sunda yang digunakan di bagian utara Kabupaten Bogor, terutama yang dituturkan di perbatasan dengan Bekasi dan Depok sangat dipengaruhi oleh bahasa Melayu Betawi. Hal ini dapat dilihat dari kosakata serapan yang digunakan, serta aksennya yang terdengar lebih keras dan cepat.[20]
Konsonan letus pada posisi akhir tidak dilepas.[26]
Konsonan /c/, /j/, sengau /ñ/, serta vokal tidak terdapat pada posisi akhir.[26]
Konsonan /k/ pada posisi akhir diucapkan jelas, tidak dilepas dan tidak berupa hamzah (glotal).[27]
Bunyi hamzah /ʔ/ pada awal kata yang dimulai dengan vokal, pada tengah kata di antara dua vokal yang sejenis dan pada akhir kata dengan suku terbuka tidak bersifat fonemis.[27]
Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2019). "Bogor". Glottolog 4.1. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Parameter |date-access= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Sutawijaya, Alam; Samsuri, Elin; Jupena Wahyu, Ucu (1985). Struktur Bahasa Sunda Dialek Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. OCLC565980720.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suriamiharja, Agus; Hidayat, Hidayat; Mulyana, Yoyo; Sjarif, Ny. Tiem Kartimi Sjahrul (1984). Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. OCLC13495807.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)