Aksara Sunda: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 278: | Baris 278: | ||
The use of ''pamaéh'' is one way to write Sundanese script at basic stage. Another way, the ''pasangan'', is normally used in order to avoid the use of ''pamaéh'' in the middle of words, as well as to save writing space. ''Pasangan'' is constructed by attaching a second ''ngalagéna'' letter to the first one, thus eliminating the /a/ vowel of the first ''ngalagéna''. |
The use of ''pamaéh'' is one way to write Sundanese script at basic stage. Another way, the ''pasangan'', is normally used in order to avoid the use of ''pamaéh'' in the middle of words, as well as to save writing space. ''Pasangan'' is constructed by attaching a second ''ngalagéna'' letter to the first one, thus eliminating the /a/ vowel of the first ''ngalagéna''. |
||
== |
==Unicode== |
||
Sundanese script was added to the [[Unicode]] Standard in April 2008 with the release of version 5.1. In version 6.3, the support of ''pasangan'' and some characters from Old Sundanese script were added. |
|||
⚫ | |||
===Blok=== |
|||
{{Main | Sundanese (Unicode block) | Sundanese Supplement | l2 = Sundanese Supplement (Unicode block)}} |
|||
The Unicode block for Sundanese is U+1B80–U+1BBF. |
|||
The Unicode block for Sundanese Supplement is U+1CC0–U+1CCF. |
|||
⚫ | |||
{{Unicode chart Sundanese Supplement}} |
|||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
Revisi per 15 Maret 2020 07.24
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh 미솔파 (Kontrib • Log) 1515 hari 890 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Aksara Sunda Baku ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮊᮥ | |
---|---|
Jenis aksara | Abugida
|
Bahasa | Sunda |
Periode | sekitar abad ke-17 hingga sekarang |
Arah penulisan | Kiri ke kanan |
Aksara terkait | |
Silsilah | Abjad Proto-Sinaitik
|
Aksara kerabat | Bali Batak Baybayin Bugis Incung Jawa Lampung Makassar Rejang |
ISO 15924 | |
ISO 15924 | Sund, 362 , Sunda |
Pengkodean Unicode | |
Nama Unicode | Sundanese |
U+1B80–U+1BBF | |
Aksara Sunda baku (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮊᮥ) merupakan sistem penulisan hasil penyesuaian aksara Sunda kuno yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda kontemporer. Saat ini aksara Sunda baku juga lazim disebut dengan istilah aksara Sunda.
Sejarah
Setidaknya sejak Abad XII masyarakat Sunda telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Namun pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuno yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuno dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuno. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.
Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus Unpad Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Penggunaan
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan di kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.
Namun, setidaknya hingga akhir tahun 2008 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.
Hampir seluruh papan nama jalan di Kota Bogor dan Kota Bandung juga menggunakan bahasa Sunda dengan aksara Sunda baku di bawah nama dalam bahasa Indonesia/alfabet Latin.[1][2][3]
Typology
The standardized script has 32 basic characters, consists of 7 aksara swara (independent vowels): a, é, i, o, u, e, and eu, and 23 aksara ngalagéna (consonants with vowel a): ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za.
The additional five sounds to the ngalagena characters were added to fulfill the purpose of Sundanese script as tool for recording the development of Sundanese language, especially by absorption of foreign words and sounds. However, the glyphs for the new characters are not new, but reusing several variants in old Sundanese script, for example: the glyphs for fa and va are variants of Old Sundanese pa, the glyphs for qa and xa are variants of Old Sundanese ka, and the glyph for za is a variant of Old Sundanese ja.
There are two non-standard sounds, kha and sha, for writing foreign Arabic consonants ⟨خ⟩ and ⟨ش⟩. These are considered non-standard because their usage only supported by few Sundanese people.
There are also rarangkén or attachments for removing, modifying, or adding vowel or consonant sound to the base characters. 13 rarangkén based on the position to the base can be categorized into three groups: (1) five rarangkén above the base characters, (2) three rarangkén below the base characters, and (3) five rarangkén inline the base characters. In addition, there are glyphs for number characters, from zero to nine.
Graphically, ngalagena characters including rarangkén have angle 45° – 75°. In general, the dimension ratio (height:width) is 4:4, except for the ngalagena character ra (4:3), ba and nya (4:6), and the swara character i (4:3). Rarangkén have dimension ratio 2:2, except for panyecek (1:1), panglayar (4:2), panyakra (2:4), pamaéh (4:2) and pamingkal (2:4 bottom-side, 3:2 right-side). Numbers have ratio 4:4, except for number 4 and 5 (4:3).
Aksara Swara (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮭᮛ)
ᮃ = a | ᮆ = é | ᮄ = i | ᮇ = o |
ᮅ = u | ᮈ = e | ᮉ = eu |
Aksara Ngalagéna (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮍᮜᮌᮨᮔ)
Aksara ngalagéna untuk bahasa Sunda
Tempat pelafalan | nirsuara | bersuara | sengau | semivokal | sibilan | celah |
---|---|---|---|---|---|---|
velar | ᮊ | ᮌ | ᮍ | ᮠ | ||
ka | ga | nga | ha | |||
palatal | ᮎ | ᮏ | ᮑ | ᮚ | ||
ca | ja | nya | ya | |||
retrofleks | ᮛ | |||||
ra | ||||||
dental | ᮒ | ᮓ | ᮔ | ᮜ | ᮞ | |
ta | da | na | la | sa | ||
labial | ᮕ | ᮘ | ᮙ | ᮝ | ||
pa | ba | ma | wa |
Aksara ngalagéna untuk kata serapan
ᮖ = fa | ᮋ = qa | ᮗ = va | ᮟ = xa | ᮐ = za |
ᮮ = kha | ᮯ = sya |
Rarangkén (ᮛᮛᮀᮊᮦᮔ᮪)
Berdasarkan letak penulisannya, 13 rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:
- rarangkén di atas huruf = 5 macam
- rarangkén di bawah huruf = 3 macam
- rarangkén sejajar huruf = 5 macam
Rarangkén di atas huruf
panghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i].
Contoh: ᮊᮤ (ki) | |
pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə].
Contoh: ᮊᮨ (ke) | |
paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ].
Contoh: ᮊᮩ (keu) | |
panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮁ (kar) | |
panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮀ (kang) |
Rarangkén di bawah huruf
panyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u].
Contoh: ᮊᮣ (ku) | |
panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮢ (kra) | |
panyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮣ (kla) |
Rarangkén sejajar huruf
panéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ].
Contoh: ᮊᮦ (ké) | |
panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].
Contoh: ᮊᮧ (ko) | |
pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮡ (kya) | |
pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮂ (kah) | |
patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.
Contoh: ᮊ᮪ (k) |
Angka Sunda (ᮃᮀᮊ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ)
Sunda | Latin | Bahasa Sunda |
---|---|---|
0 | enol | |
1 | hiji | |
2 | dua | |
3 | tilu | |
4 | papat | |
5 | lima | |
6 | genep | |
7 | tujuh | |
8 | dalapan | |
9 | salapan |
Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.
Contoh: || = 2020
Punctuation marks
Pada masa sekarang gigi basit aksara Sunda menggunakan tanda baca Latin. Contohnya: koma, titik, titik koma, titik dua, tanda seru, tanda tanya, tanda kutip, tanda kurung, tanda kurung siku, dsb. For modern use, Latin punctuations are used. Such punctuations are: comma, dot, semicolon, colon, exclamation mark, question mark, quotes, parenthesis, bracket etc. Old Sundanese, though, was written using its own set of punctuation symbols. The bindu surya 〈᳀〉, the representation of the sun, is used in the sequence 〈᳆᳀᳆〉, which denoted a religious text. Likewise, the bindu panglong 〈᳁〉, the representation of a half moon, is used in the sequence 〈᳆᳁〉, which had the same meaning. A third punctuation sequence used as a liturgical text marker is 〈᳇᳇〉. The bindu purnama 〈᳂〉, on the other hand, representing a full moon, is used in the sequence 〈᳅᳂᳅〉, which denoted a historical text. Bindu surya is also sometimes used as the full stop; in this case, bindu purnama is also used as comma. When bindu surya isn't used as full stop, bindu cakra 〈᳃〉, the representation of a wheel, was used instead of the bindu purnama as a comma.
The punctuation symbols resembling letters with stripes used in the sequences above, 〈᳆〉, 〈᳅〉, and 〈᳇〉, are respectively named da satanga, ka satanga, and ba satanga, and originated as "decorated" versions of the syllable da 〈ᮓ〉, one half of the syllable ka 〈ᮊ〉, and the syllable ba 〈ᮘ〉, respectively. To these can be added the leu satanga 〈᳄〉, of unclear meaning. Likewise, it originated as a "decorated" syllable leu 〈ᮼ〉, which is archaic.[4]
Writing in pasangan (pairs)
Simple words or sentences can be written directly, for example by arranging ngalagéna letters which represent the sounds. However, in certain words, compound consonants can be found. Then, two ways of writing can be used: (1) using pamaéh, or (2) using pasangan (pairs).
The use of pamaéh is one way to write Sundanese script at basic stage. Another way, the pasangan, is normally used in order to avoid the use of pamaéh in the middle of words, as well as to save writing space. Pasangan is constructed by attaching a second ngalagéna letter to the first one, thus eliminating the /a/ vowel of the first ngalagéna.
Unicode
Sundanese script was added to the Unicode Standard in April 2008 with the release of version 5.1. In version 6.3, the support of pasangan and some characters from Old Sundanese script were added.
Blok
The Unicode block for Sundanese is U+1B80–U+1BBF. The Unicode block for Sundanese Supplement is U+1CC0–U+1CCF.
Sundanese[1] Official Unicode Consortium code chart (PDF) | ||||||||||||||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | A | B | C | D | E | F | |
U+1B8x | ᮀ | ᮁ | ᮂ | ᮃ | ᮄ | ᮅ | ᮆ | ᮇ | ᮈ | ᮉ | ᮊ | ᮋ | ᮌ | ᮍ | ᮎ | ᮏ |
U+1B9x | ᮐ | ᮑ | ᮒ | ᮓ | ᮔ | ᮕ | ᮖ | ᮗ | ᮘ | ᮙ | ᮚ | ᮛ | ᮜ | ᮝ | ᮞ | ᮟ |
U+1BAx | ᮠ | ᮡ | ᮢ | ᮣ | ᮤ | ᮥ | ᮦ | ᮧ | ᮨ | ᮩ | ᮪ | ᮫ | ᮬ | ᮭ | ᮮ | ᮯ |
U+1BBx | ᮰ | ᮱ | ᮲ | ᮳ | ᮴ | ᮵ | ᮶ | ᮷ | ᮸ | ᮹ | ᮺ | ᮻ | ᮼ | ᮽ | ᮾ | ᮿ |
Catatan
|
Sundanese Supplement[1][2] Official Unicode Consortium code chart (PDF) | ||||||||||||||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | A | B | C | D | E | F | |
U+1CCx | ᳀ | ᳁ | ᳂ | ᳃ | ᳄ | ᳅ | ᳆ | ᳇ | ||||||||
Catatan |
Lihat pula
Rujukan
- ^ "Nama Jalan di Bogor Ditulis Dengan Aksara Sunda". Poskota News (dalam bahasa Inggris). 2012-11-13. Diakses tanggal 2019-07-14.
- ^ "Terkait Papan Nama Jalan Beraksara Sunda, DBMP Punya Dua Opsi". Tribun Jabar. Diakses tanggal 2019-07-14.
- ^ "Sukarno Jadi Soekaarano, Satu Contoh Salah Papan Nama Jalan Beraksara Sunda". Tribun Jabar. Diakses tanggal 2019-07-14.
- ^ EVERSON, Michael. Proposal for encoding additional Sundanese characters for Old Sundanese in the UCS. Available at [1]. September 5th, 2009.
Sumber
- Juniarso Ridwan: Perda Kebudayaan yang Terkesan Chauvinistik, Pikiran Rakyat 4 Desember 2003.
- Tedi Permadi: Aksara Sunda dan Soal Lainnya, Pikiran Rakyat 15 Februari 2004.
- Atep Kurnia: Jasa Tuan Hola Buat Sunda, Kompas (Edisi Jawa Barat) 10 November 2007.
- Djasepudin: Memasyarakatkan Aksara Sunda, Kompas (Edisi Jawa Barat) 07 April 2007.