Humbang
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Humbang, Sumatera Utara: 1.5 juta. | |
Bahasa | |
bahasa Batak: logat Humbang dan bahasa Indonesia juga digunakan. | |
Agama | |
Mayoritas Kristen (Protestan dan Katolik) Minoritas Islam dan Parmalim | |
Kelompok etnik terkait | |
Silindung, Samosir, Toba |
Humbang (surat Batak Toba: ᯂᯮᯔ᯲ᯅᯰ) merupakan salah satu bagian dari wilayah Tano Batak, meliputi Kabupaten Humbang Hasundutan sekitarnya dan sebagian kecil Kabupaten Tapanuli Utara yakni Kecamatan Siborongborong, dan Kecamatan Pagaran.
Humbang pada masa penjajahan Belanda
[sunting | sunting sumber]Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:
- Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
- Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
- Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
- Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.
Daerah Humbang menjadi salah satu bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling Hoovlakte van Toba (Humbang) yang beribu kota di Siborongborong. Onderafdeling Hoovlakte van Toba (Humbang) dipimpin oleh seorang Controleur van Hoovlakte van Toba (Humbang).
Humbang pada masa penjajahan Jepang
[sunting | sunting sumber]Pada masa penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah. Namanya saja diubah supaya keren dan kejepang-jepangan.
Humbang pada masa awal kemerdekaan RI
[sunting | sunting sumber]Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
Humbang masuk dalam wilayah Kabupaten Humbang.
Humbang ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950
[sunting | sunting sumber]Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:
- Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya Kabupaten Tanah Batak)
- Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya Kabupaten Sibolga)
- Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan)
- Kabupaten Nias
Humbang pun masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang beribu kota di Tarutung.
Humbang pada masa sekarang
[sunting | sunting sumber]Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Humbang saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang beribu kota di Dolok Sanggul dan sebagian kecil Kabupaten Tapanuli Utara yang beribu kota di Tarutung. Namun perlu diketahui bahwa tidak seluruh wilayah Kabupaten Tapanuli Utara masuk dalam Batak Silindung. Karena Kabupaten Tapanuli Utara bagian utara adalah sebagian dari daerah Humbang yang wilayahnya meliputi Sitabotabo, Butar, Parmonangan, Bahal Batu, Muara, Siborongborong, dan sekitarnya.
Humbang dalam pembagian distrik pada HKBP
[sunting | sunting sumber]Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dibagi dalam beberapa distrik yang dipimpin oleh pendeta distrik (praeses). Pembagian distrik tersebut ada sejak tahun 1911. Pada masa itu, Humbang telah menjadi salah satu distrik pada HKBP, yakni HKBP Distrik III Humbang.
Seiring perkembangan Distrik III Humbang, Humbang pun dibagi menjadi 2 (dua) distrik yang terpisah dari Distrik III Humbang. Pada 23 Mei 1987, yaitu HKBP Distrik XVI Humbang Habinsaran terbentuk yang terpisah dari Distrik III Humbang.
Hingga Desember 2019 ini, rekapitulasi ressort pada Distrik III Humbang ada sebanyak 29 (dua puluh sembilan) gereja ressort dan 157 (seratus lima puluh tujuh) gedung gereja HKBP. Distrik III Humbang meliputi Bakara, Pollung, Sijamapolang, Pakkat, Parlilitan, Matiti, Silaban, Rambe, Onan Ganjang, Tara Bintang, Sibuluan, Dolok Margu, Huta Julu, Huta Paung, Tukka, Dolok Sanggul, dan sekitarnya.
Sedangkan pada Distrik XVI Humbang Habinsaran, hingga Desember 2008 ini, rekapitulasi ressort pada Distrik XVI Humbang Habinsaran ada sebanyak 20 (dua puluh) gereja ressort dan 113 (seratus tiga belas) gedung gereja HKBP. Distrik XVI Humbang Habinsaran meliputi Sitabotabo, Butar, Parmonangan, Bahal Batu, Muara, Lintongnihuta, Paranginan, Huta Tinggi, Sipultak, Lumban Tongatonga, Lobu Siregar, Siborongborong, dan sekitarnya.
Humbang serupa tetapi tidak sama dengan Toba
[sunting | sunting sumber]Kurang dapat diketahui sejak kapan Humbang dinyatakan sebagai Toba. Padahal daerah Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea, Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar, Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan sekitarnya. Sedangkan Humbang tidak sama dengan Toba. Humbang telah menjadi wilayah yang berbeda dengan Toba sejak zaman Kerajaan Batak hingga pembagian distrik pada HKBP.
Bila diperhatikan secara saksama pada buku JAMBAR HATA karangan oleh marga Sihombing dan PUSTAHA BATAK Tarombo dohot Turiturian ni bangso Batak oleh W. M. Hutagalung sangat tampak jelas bahwa Humbang selalu dibedakan dengan Toba.
Walaupun dinyatakan tidak sama, tetapi berdasarkan sejarah budaya, adat-istiadat dan bahasa, Humbang berasal dari rumpun asal usul yang sama dengan suku Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah sekian lama, maka terbentuklah suatu komunitas berbeda yang sekarang disebut daerah Humbang.
BATAK SISAHUTA (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda pula yang disatukan dalam suku bangsa Batak.
Marga pada suku Batak di Humbang
[sunting | sunting sumber]Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa Batak di Humbang ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Humbang. Sihombing yang mempunyai 4 (empat) orang putera dan marga, yaitu: Silaban, Lumban Toruan, Nababan, dan Hutasoit merupakan salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak di Humbang.
Kesimpulan
[sunting | sunting sumber]Humbang adalah bagian dari Tanah Batak yang wilayahnya meliputi Dolok Sanggul, Siborongborong, Lintongnihuta, Parlilitan, Pakkat, dan sekitarnya. Humbang bukanlah Toba. Karena 4 (empat) bagian Tanah Batak (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda. Sihombing yang mempunyai 4 (empat) orang putera dan marga, yaitu: Silaban, Lumban Toruan, Nababan, dan Hutasoit merupakan salah satu contoh marga di Humbang.
Catatan kaki (referensi dan sumber)
[sunting | sunting sumber]- Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang dituakan dan kepala adat di Hutaraja Sipoholon sebagai sumber lisan.
- Ramlo R. Hutabarat, sebagai salah satu sumber tertulis dalam opininya pada Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007 yang berjudul Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika
- D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai salah satu sumber tertulis dalam bukunya yang berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak tentang Struktur Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
- W. M. Hutagalung, sebagai bahan pertimbangan dalam bukunya yang bejudul PUSTAHA BATAK Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak
- ALMANAK HKBP