Bahasa Jawa Surakarta
Bahasa Jawa Susuhunan
ꦧꦱꦗꦮꦱꦸꦫꦏꦂꦠ Basa Jawa Surakarta Basa Jawa Nagarigung | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
![]() Kata "Jawa" menggunakan rupa huruf Tuladha Jejeg yang berbasis pada tulisan tangan aksara Jawa gagrag Surakarta. | |||||||
Dituturkan di | Indonesia | ||||||
Wilayah |
| ||||||
Etnis | Jawa | ||||||
Penutur | 9.851.795 Jiwa (2023) | ||||||
| |||||||
Status resmi | |||||||
Bahasa resmi di | Daerah Istimewa Yogyakarta | ||||||
Diatur oleh | Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah | ||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
Linguasfer | 31-MFM-ahe | ||||||
![]() | |||||||
Bahasa Jawa Surakarta atau Bahasa Jawa Standar, disebut juga Bahasa Jawa Nagarigung atau juga disebut Bahasa Jawa Dialek Kewu (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮꦱꦸꦫꦏꦂꦠ, translit. Basa Jawa Surakarta) adalah dialek bahasa Jawa modern yang dituturkan di wilayah eks-Keresidenan Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dialek ini merupakan bentuk standar dari bahasa Jawa yang menjadi acuan bahasa Jawa Baku, [1] Bahasa Jawa Susuhunan ini berkerabat dekat dan memiliki banyak kesamaan/kemiripan struktur bahasa dan kosakata paling banyak dengan bahasa Jawa Semarang di kawasan Kedungsepur, dialek ini juga mirip dengan bahasa Jawa Mataraman yang dituturkan masyarakat Jawa di eks-Karesidenan Madiun dan eks-Karesidenan Kediri di Jawa Timur, terutama didalam pemakaian kosakatanya.
Istilah "bahasa Jawa" paling umum dikaitkan pada bentuk bahasa Jawa Surakarta yang biasanya digunakan dalam situasi resmi.[1] Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa Jawa Surakarta ditetapkan sebagai bentuk standar dari bahasa Jawa dan secara resmi digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa Jawa pada instansi pendidikan di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur bahkan di era Hindia Belanda, [2]
Kosakata
[sunting | sunting sumber]Meskipun satu rumpun, bahasa Jawa di tiap daerah di Jawa Tengah mempunyai ciri-ciri tersendiri yang khas mencerminkan dari mana asal bahasa Jawa tersebut[3]
Untuk istilah "dingin" di dialek Surakarta-Yogyakarta dan Ngawi, Madiun-Kediri menggunakan kata "adhem", sedangkan orang yang tinggal di Semarang menyebutnya "atis". Contoh:
- "Lhå piyé ṭå, aku arêp mangkat nangíng ra duwé dhuwit."
- ("Bagaimana ini, saya akan berangkat tetapi tidak punya uang.")
- "Mbok kowé mesakké aku, disilihi dhuwit pirå waé sak nduwèmu."
- ("Kasihani aku, dipinjami uang berapa saja yang kamu punya.")
- "Sésuk tak balèkké yèn wis oleh kiriman såkå mbakyuku."
- ("Besok (dalam waktu yang tidak bisa ditentukan kapan) saya kembalikan kalau sudah dapat kiriman dari kakak perempuan saya.")
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Ogloblin, Alexander K. (2005). "Javanese". Dalam K. Alexander Adelaar; Nikolaus Himmelmann (ed.). The Austronesian Languages of Asia and Madagascar. London dan New York: Routledge. hlm. 591. ISBN 9780700712861.
- ^ Sumarsono; Partana, Paina (2002), Sosiolinguistik, Yogyakarta: Sabda, hlm. 28
- ^ "DIALEK BAHASA JAWA BAGIAN TENGAH: Kajian Geografis Dialek Dan Budaya". Jingganya Senja. 2010-10-26. Diakses tanggal 2022-01-13.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa (PUEBJ)
- Leksikon bahasa Jawa di Sastra.org
- Bausastra Jawa oleh W.J.S. Poerwadarminta
- Kamus bahasa Indonesia-Jawa
- Kamus bahasa Jawa-Inggris di SEAlang Projects