Niwatakawaca
निवतकवच | |
---|---|
![]() Lukisan gaya Bali yang menggambarkan Niwatakawaca bersama bidadari Supraba, sebagaimana yang dikisahkan dalam Kakawin Arjunawiwaha. Lukisan karya Ida Made Tlaga, sekitar tahun 1920-an, kini disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. | |
Tokoh Mahabharata | |
Nama | Niwatakawaca |
Ejaan Dewanagari | निवतकवच |
Ejaan IAST | Nivatakavaca |
Kitab referensi | Mahabharata |
Golongan | asura |
Dalam mitologi Hindu, Niwatakawaca (Dewanagari: निवतकवच; IAST: Nivatakavaca ) adalah golongan asura (sejenis makhluk supranatural), keturunan Diti.[1] Mereka tinggal di dasar samudra. Istilah Niwatakawaca sendiri berarti "baju zirah yang kebal."[2]
Dikisahkan bahwa mereka ahli dalam sihir dan peperangan, memiliki senjata-senjata mematikan, dan bertindak semena-mena, tetapi juga berjaya dan masyhur. Mereka kerap berseteru dengan para dewa yang dipimpin oleh Indra.
Makhluk ini dibinasakan oleh Arjuna, kesatria dalam wiracarita Mahabharata, atas permintaan Indra.
Dalam Mahabharata[sunting | sunting sumber]
Kisah pertempuran antara Arjuna melawan Niwatakawaca tercatat dalam bentuk cerita berbingkai, dalam naskah Mahabharata ketiga, yaitu Wanaparwa. Dalam Wanaparwa disebutkan bahwa jumlah Niwatakawaca sekitar 30 juta. Mereka dibinasakan oleh kesatria Arjuna, yang ditugaskan oleh Indra, pemimpin para dewata. Indra memberikan dukungan kepada Arjuna berupa kereta perang, lengkap dengan kusirnya yang bernama Matali.
Saat Arjuna menggempur kota mereka, ia mengerahkan senjata astra-nya ke arah para Niwatakawaca yang mendekat. Sementara itu, para danawa yang menyebarkan sihir mereka sehingga kusir kereta Arjuna menjadi tidak sadar diri. Arjuna membangunkannya dan menghalau sihir tersebut dengan senjata sakti. Akhirnya, Arjuna mengeluarkan senjata pamungkas dewa Indra, yaitu bajra.
Setelah kembali dari medan pertempuran, Arjuna menceritakan kota para Niwatakawaca yang melayang di angkasa. Ia menyatakan bahwa kota tersebut lebih megah daripada kediaman para dewa yang pernah ia saksikan sebelumnya.[3]
Dalam budaya Indonesia[sunting | sunting sumber]
Pewayangan Jawa[sunting | sunting sumber]
Menurut pewayangan Jawa, Niwatakawaca adalah nama seorang tokoh, yaitu raja Negeri Imaimantaka, yang terletak di selatan wilayah Atas Angin. Penduduk di Negeri Imaimantaka adalah bangsa kasatmata sejenis gandarwa. Prabu Niwatakawaca berwatak temperamental, mudah marah dan gampang tersinggung meskipun tidak begitu luas wawasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya. Ia mencita-citakan mempersatukan seluruh dunia wayang, tetapi dengan menggunakan upaya-upaya penaklukan, ancaman kekuatan dan kekerasan.
Kehancuran Prabu Niwatakawaca terjadi setelah ia sesumbar untuk menaklukkan Negeri Jonggring Saloka, tempat bermukim bangsa dewa, karena merasa tersaingi dengan negeri Amarta yang dipimpin oleh Prabu Yudistira. Niwatakawaca melihat bahwa negeri Amarta yang baru berdiri beberapa tahun sudah mampu mendirikan istana yang begitu megah dan mengundang jamuan makan selama 40 hari bagi semua raja dan punggawa di seluruh dunia wayang.
Rencana penyerangannya diketahui oleh Raden Arjuna. Dengan meminta pertolongan pada Raden Gatotkaca, Arjuna menghadang pasukan gandarwa yang dipimpin oleh Niwatakawaca. Pertempuran berlangsung di langit Saloka hingga ke pelataran padepokan milik Batara Indra. Di situlah Prabu Niwatakawaca menemui ajalnya setelah Arjuna menyarangkan satu anak panah Sarotama ke kerongkongannya.
Kakawin Arjunawiwaha[sunting | sunting sumber]

Dalam kisah Arjunawiwāha, Arjuna mendapatkan sepucuk panah mahasakti bernama Pasupati dari Batara Guru sendiri atas keunggulannya dalam laku tapa di puncak Gunung Indrakila. Namun sebuah tugas berat mesti dipikulnya. Arjuna harus menghancurkan kekuatan Prabu Niwatakawaca yang mengancam dan menyebarkan ketakutan di dunia manusia dan para dewa, dan hanya dapat dihancurkan oleh manusia sakti yang mampu menahan semua nafsu duniawinya.
Dewi Supraba menjadi duta para dewa untuk mendampingi Arjuna ke kerajaan Manimantaka untuk mencari rahasia kematian Prabu Niwatakawaca dengan berpura-pura bersedia menjadi istrinya. Kali ini usaha Dewi Supraba berhasil karena ia berhasil membuat Prabu Niwatakawaca menyebutkan rongga mulutnya sebagai rahasia kematian. Arjuna, yang selama percakapan antara sang bidadari dengan sang asura menyembunyikan diri dengan membuat dirinya tak terlihat, kemudian bertindak mengalihkan perhatian Prabu Niwatakawaca dengan menghancurkan gerbang istana sehingga menimbulkan kegaduhan.
Prabu Niwatakawaca meninggalkan Dewi Supraba dalam kamar seorang diri untuk memeriksa sumber keributan itu. Kesempatan ini digunakan oleh sang bidadari untuk terbang meninggalkan istana menyusul Arjuna. Setelah mengetahui rahasia kematian sang asura, Arjuna memimpin pasukan kahyangan menghancurkan kekuatan Manimantaka dan menewaskan Prabu Niwatakawaca dengan panah sakti Pasopati.
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ Vyasa, Krishna-Dwaipayana (1883–1896). "Book 3 Sections 168". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa Translated into English Prose. Calcutta: Bharata Press.
- ^ Dowson, John (1888). A Classical Dictionary of Hindu Mythology and Religion, Geography, History, and Literature (dalam bahasa Inggris). London: Trübner. hlm. 269.
- ^ Vyasa, Krishna-Dwaipayana (1883–1896). "Book 3 Sections 167-173". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa Translated into English Prose. Calcutta: Bharata Press.