Nagaraja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wayang Naga Raja, bisa dijadikan tokok Antaboga, Naga Basuki, Naga Taksaka atau tokoh Naga lainnya

Nagaraja (Dewanagari: नागराज; ,IASTnāgarāja, नागराज) adalah yang terkemuka di antara para makhluk berwujud ular raksasa, dan biasa muncul dalam agama-agama India (Hindu, Buddha, Jaina) dan pewayangan Jawa. Teks-teks Hindu merujuk pada tiga tokoh yang disebut nagaraja, antara lain: Ananta Sesa, Basuki dan Taksaka.

Nagaraja memiliki berbagai bentuk. Di tempat asalnya, India Nagaraja biasanya berbentuk Ular Kobra raksasa dengan beberapa kepala atau digambarkan dengan sosok dewa berbadan ular. Sedangkan di Nusantara, khususnya Jawa dan Bali, Nagaraja digambarkan dengan ular naga yang penuh dengan mahkota, memiliki rambut dan daun telinga, memakai perhiasan dan dengan atau tanpa sayap dan tangan.

Dikisahkan dalam cerita Adiparwa, bahwa Dewi Kadru yang tidak memiliki anak meminta Resi Kasyapa agar menganugerahinya dengan seribu orang anak. Lalu Bagawan Kasyapa memberikan seribu butir telur agar dirawat Dewi Kadru. Kelak dari telur-telur tersebut lahirlah putra-putra Dewi Kadru. Setelah lima ratus tahun berlalu, telur-telur tersebut menetas. Dari dalamnya keluarlah para naga. Naga yang terkenal adalah Basuki, Ananta, dan Taksaka.

Ananta Shesha[sunting | sunting sumber]

Gambar Wayang Nagaraja

Ananta Shesha dalam mitologi hindu merupakan sosok naga atau ular yang merupakan tempat singgahsana atau tempat berbaringnya Dewa Wisnu bersama istrinya, Dewi Laksmi. Ananta Shesha digambarkan sebagai ular kobra raksasa dengan kepala yang banyak (biasanya berjumlah ganjil), kepalanya tegak berdiri bagai payung yang menaungi Dewa Wisnu, badannya membelit dan menumpuk hingga membuat sebuah kursi atau kasur yang nyaman. Naga Ananta Shesha mengambang diatas Lautan Waikunta, Kahyangan Dewa Wisnu atau berada di dalam dasar lautan itu. Adapun penggambaran Ananta Shesha yang selalu berada di belakang Dewa Wisnu dengan posisi kepalanya yang menaungi Dewa Wisnu di mana pun Ia berada.

Berbeda dengan di India, Ananta Shesha di Nusantara (Jawa & Bali) biasanya disebut Ananta Boga atau Antaboga. Antaboga merupakan Dewanya Bangsa ular yang hidup di dalam dasar Bumi dan merupakan kakek dari tokoh pewayangan Antareja. Dalam kepercayaan tradisional di Jawa dan Bali, Naga Anantaboga merupakan perlambang dari kekayaan dan kemakmuran.

Naga Basuki[sunting | sunting sumber]

Naga Basuki yang menjadi kalung Dewa Siwa

Basuki, Wasuki atau Vasuki adalah raja ular dalam mitologi Hindu. Dia digambarkan memiliki permata bernama Nagamani di kepalanya. Basuki adalah ular milik Dewa Siwa yang dikalungkan di lehernya. Di India, Basuki digambarkan sebagai ular kobra yang kepalanya mengembang seperti siap menyerang. Naga Basuki digambarkan seperti ular (terkadang ada yang menyebutnya manusia ular) yang mengenakan mahkota emas dengan hiasan berlian di kepalanya.

Pengadukan Laut Ksirarnawa[sunting | sunting sumber]

Dalam Adi Parwa yang merupakan bagian dari Asta Dasa Parwa pada Kitab Mahabharata karya Begawan Byasa disebutkan tentang pencarian Tirtha Amarta di Lautan Susu atau Lautan Ksirarnawa. Karena lautan Ksirarnawa begitu luas, maka dipotonglah Gunung Mandara Giri dengan ditunggangi Kurma (perwujudan Dewa Wisnu berwujud penyu raksasa) untuk mengaduk lautan Ksirarnawa ini oleh para dewa dan raksasa. Para raksasa disiasati oleh para dewa dan disuruh memegang di bagian kepala naga dan para dewa memegang di bagian ekor. Ketika pemutaran gunung berlangsung, Naga Basuki pusing dan keluarlah bisa berwujud api sehingga para raksasa ini terbakar. Karena pemutaran gunung ini sangat lama sehingga menimbulkan gesekan, pada gilirannya hutan maupun binatang pun ikut terbakar, sehingga minyak binatang dan tumbuhan menyebabkan prosesi pemutaran menjadi sulit. Dengan bantuan Dewa Indra hujan pun diturunkan sehingga pemutaran kembali lancar. Dari hasil pemutaran tersebut keluarlah Suweta Kamandalu, Dewi Sri (Laksmi), Kastuba Manik, Kuda Uccaihsrawa, Gajah Airawata, Apsari, Kalpawreksa, Minuman Anggur. Suweta Kamandalu ini dibawa oleh Danwa Antari. Di dalam Suweta Kamandalu inilah ada Tirta Amerta. Lalu dengan siasat Dewa Wisnu yang menjadi Mohini, Tirta Amarta berhasil di dapatkan kembali. Sebagai ganjarannya, kaum raksasa tidak mendapatkan bagian untuk meminum Tirta Amarta.

Asal Usul Selat Bali[sunting | sunting sumber]

Lain halnya di Bali, Naga Basuki merupakan tokoh Mitologi kepercayaan Hindu di Bali dalam kisah asal usul Selat Bali. Dikisahkan Naga Basuki yang berdiam di Gunung Agung menolong seorang pendeta bernama Begawan Sidhi Mantra. Sang pendeta merasa kasihan kepada anaknya, Manik Angker yang terlilit hutang karena berjudi. Setelah di tolong, bukannya kapok Manik Angkeran makin menjadi - jadi. Ia bertaruh dengan taruhan yang besar dan ia kembali kalah. Ayahnya, Begawan Sidhi Mantra enggan menolongnya lagi. Diam - diam Manik Angker mengambil Genta (lonceng) sakti milik Begawan Sidhi Mantra dipakai untuk memanggil Naga Basuki di Gunung Agung. Sampai disana, detelah berhasil memanggil Naga Basuki keluar dari tempat bersemayamnya, Naga Basuki pun memberikan apa yang diinginkan Manik Angker. Karena sifat Manik Angker yang serakah, dia memotong ujung ekor Naga Basuki yang berhiaskan berlian serta batu batu mulia. Murka, Naga Basuki membakar Manir Angker hingga mati. Begawan Sidhi Mantra merasa sedih dan memohon kepada Naga Basuki untuk menghidupkan kembali anaknya dengan imbalan, sang begawan akan membantu Naga Basuki menyatukan kembali ekornya. Setelah Manik Angker hidup kembali, Begawan Sidhi Mantra pun meninggalkan anaknya di daerah Bali dan memotong akses ke Jawa dengan cara menenggelamkan sebagian area antara Jawa dan Bali.

Pura Besakih[sunting | sunting sumber]

Pura Besakih, Bali, Indonesia

Pura Besakih berada di Desa Besakih, Kecamatan Rendang. Bangunannya berdiri di lereng sebelah barat daya Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di Bali. Pura Agung Besakih berjarak sekitar dua puluh lima kilometer ke arah utara Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung. Nama Pura Besakih juga didasarkan pada mitologi Naga Basuki yang dianggap sebagai penyeimbang Gunung Mandara. Pembangunan kompleks Pura Besakih disesuaikan dengan arah mata angin yang merupakan simbol keseimbangan alam. Pura yang berdiri di keempat arah mata angin itu disebut sebagai mandala, sementara satu mandala berada di tengah yang berfungsi sebagai poros yang disebut sebagai dewa penguasa atau Dewa Catur Lokapala. Jadi kelima mandala melambangkan Panca Dewata.

Naga Taksaka[sunting | sunting sumber]

Dalam mitologi Hindu, Taksaka adalah salah satu naga, putera dari Dewi Kadru dan Kashyapa. Ia tinggal di Nagaloka bersama saudara-saudaranya yang lain, yaitu Basuki, Antaboga, dan lain-lain. Dalam Mahabharata, Naga Taksaka adalah naga yang membunuh Raja Parikesit. Naga Taksaka juga muncul dalam mitologi Bali, selayaknya pengaruh mitologi Hindu dari India. dalam mitologi Bali, Taksaka adalah ular yang tinggal di kahyangan. Tidak semua ular ini mempunyai perilaku yang jahat.

Berkas:Astika stops Takshaka from falling into Fire.jpg
Upacara Raja Janamejaya, putra Parikesit untuk membalas dendam kepada Taksaka

Taksaka merupakan raja naga di Hutan Amarta yang nantinya akan di babat dan dijadikan kerajaan oleh para Pandawa. Karena itulah Taksaka merasa sakit hati dan berniat membalas dendam kepada para Pandawa. Setelah Raja Parikesit dikutuk oleh putra orang bijak untuk mati oleh gigitan ular karena menghina ayahnya, Takshaka datang untuk memenuhi kutukan itu sekalian balas dendam. Takshaka melakukan perbuatan itu dengan menyamar dan menggigit Parikesit , cucu Arjuna dan Taksaka membunuhnya, ketika dia bermeditasi pada Dewa Wisnu. Dia juga mencegah kemungkinan Raja Parikesit mendapatkan bantuan medis, dengan cara menyuap seorang pendeta dari klan Kasyapa, yang ahli dalam menyembuhkan orang dari keracunan ular.

Pada masa pemerintahan Raja Janamejaya, putra Raja Parikesit. Ia melakukan upacara korba ular untuk membasmi seluruh ular dan naga di bumi. Namun seorang pemuda bernama Astika memberhentikan upacara tersebut, karena tidak mau ibunya yang bernama Manasa yang merupakan bangsa naga ikut mati karena upacara itu. Sang Raja pun menghentikan upacara dan Takshaka pun selamat dari kehancuran. Lalu Raja Janamejaya membuat sebuah perjanjian kepada bangsa ular dan naga, dimana mereka akan berdamai dan tidak akan bertarung lagi.

Nagaraja Dalam Ornamen Tradisional[sunting | sunting sumber]

Lihat Pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]