Aksara Kawi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13: Baris 13:
|unicode=
|unicode=
|iso15924=
|iso15924=
|sample=Kawi Script Abecedarium.jpg
|sample=Aksara kawi name.png
|image_size=230px
|image_size=150px
|caption= Abecedarium Aksara Kawi pada lempeng emas dari Desa Jeruk di Kabupaten Klaten.
}}
}}
{{Brahmik}}
{{Brahmik}}
Baris 36: Baris 35:
Sistem penomoran pada Aksara Jawa Kuno sama dengan sistem penomoran Hindu-Arab yang menggunakan 10 digit angka dan berdasarkan perhitungan basis 10. Beberapa tanda baca yang sudah umum digunakan di antara turunan Aksara Brahmi di India juga digunakan dalam Aksara Jawa Kuno.
Sistem penomoran pada Aksara Jawa Kuno sama dengan sistem penomoran Hindu-Arab yang menggunakan 10 digit angka dan berdasarkan perhitungan basis 10. Beberapa tanda baca yang sudah umum digunakan di antara turunan Aksara Brahmi di India juga digunakan dalam Aksara Jawa Kuno.


Aksara Kawi juga ditulis tanpa pasangan, inskripsi yang menggunakan Aksara Kawi tanpa pasangan salah satunya pada Candi Sukuh Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah <ref>[http://www.karanganyarkab.go.id/20110628/candi-sukuh/ Situs Resmi Kabupaten Karanganyar]</ref><ref>[http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/238574/menelusuri-candi-sukuh-jejak-keruntuhan-kerajaan-majapahit-008-isn.html Situs Berita Merdeka]</ref> contoh penulisannya sebagai berikut :<br />
Aksara Kawi juga ditulis tanpa pasangan, inskripsi yang menggunakan Aksara Kawi tanpa pasangan salah satunya pada Candi Sukuh Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. <ref>[http://www.karanganyarkab.go.id/20110628/candi-sukuh/ Situs Resmi Kabupaten Karanganyar]</ref><ref>[http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/238574/menelusuri-candi-sukuh-jejak-keruntuhan-kerajaan-majapahit-008-isn.html Situs Berita Merdeka]</ref> Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari ''Kakawin Ramayana'' :<br />

[[Berkas:aksara nusantara.png|thumb|650px|left|Tulisan Aksara Kawi tanpa pasangan dalam [[Bahasa Indonesia]]]] {{clr}}


[[Berkas:Kawi sample.jpg|thumb|650px|left|''Jahnī yāhning talaga kadi langit'' (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari ''Kakawin Ramayana'', 16.31, (''Bhramara wilasita)]]{{clr}}
== Periodisasi ==
== Periodisasi ==
[[File:101202 Anjukladang penggalan.jpg|thumb|180px|Penggalan [[prasasti Anjuk Ladang|prasasti Anjukladang]] (957 M) menunjukkan gaya penulisan aksara Kawi (Jawa Kuna) periode Akhir (Kerajaan Medang Jawa Timur).]]
[[File:101202 Anjukladang penggalan.jpg|thumb|180px|Penggalan [[prasasti Anjuk Ladang|prasasti Anjukladang]] (957 M) menunjukkan gaya penulisan aksara Kawi (Jawa Kuna) periode Akhir (Kerajaan Medang Jawa Timur).]]

Revisi per 13 Maret 2014 02.06

Aksara Kawi
Jenis aksara
Abugida
BahasaIndonesia, Filipina, Malaysia
Periode
abad ke-8 8th–abad ke-16
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Buhid
Hanunó'o
Lontara
Sunda Kuno
Rencong
Rejang
Tagbanwa
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Aksara Kawi atau Aksara Jawa Kuno merupakan bentuk aksara yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Kawi dan berkembang di Nusantara pada abad VIII – XVI.

Asal-usul

Aksara Jawa Kuno berasal dari Aksara Pallawa yang mengalami penyederhanaan bentuk huruf pada sekira abad VIII. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan Aksara Brahmi dan berasal dari daerah India bagian selatan. Aksara Pallawa menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara (e.g. Aksara Thai, Aksara Batak, Aksara Burma).

Perbedaan terpenting antara Aksara Pallawa dengan Aksara Jawa Kuno antara lain adalah :

  • Aksara Jawa Kuno memiliki vokal e pepet dan vokal e pepet panjang, sedangkan Aksara Pallawa tidak memiliki vokal e pepet atau vokal e pepet panjang.
  • Aksara Jawa Kuno cukup sering menggunakan tanda virama untuk menghilangkan vokal pada huruf konsonan, sedangkan Aksara Pallawa biasanya hanya menggunakan virama di akhir kalimat atau di akhir bait.
  • Aksara Jawa Kuno memiliki bentuk karakter berbeda dibanding Aksara Pallawa, walaupun beberapa huruf masih ada kemiripan.

Penulisan

Aksara Jawa Kuno meliputi 33 huruf konsonan (sama dengan konsonan pada Aksara Pallawa) dan 16 huruf vokal (vokal pada Aksara Pallawa ditambah dua vokal e pepet). Huruf-huruf Aksara Kawi dituliskan dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.

Sebagaimana halnya dengan semua keturunan Aksara Brahmi maka Aksara Jawa Kuno merupakan jenis aksara abugida atau aksara alpha-sylable. Jenis aksara ini huruf konsonannya memiliki vokal a yang melekat pada huruf konsonan itu dan bunyi vokalnya bisa diubah dengan menggunakan tanda vokal lain. Vokal a yang melekat pada satu huruf konsonan dapat dihilangkan dengan memberi tanda virama pada huruf konsonan tersebut. Cluster dua konsonan dibuat dengan meletakkan huruf konsonan kedua berukuran kecil di bawah huruf konsonan pertama (e.g. cluster untuk ka, kha, ga) atau menyambung bagian kiri konsonan kedua dengan bagian kanan huruf konsonan pertama (e.g. cluster untuk pa, pha, sa).

Sistem penomoran pada Aksara Jawa Kuno sama dengan sistem penomoran Hindu-Arab yang menggunakan 10 digit angka dan berdasarkan perhitungan basis 10. Beberapa tanda baca yang sudah umum digunakan di antara turunan Aksara Brahmi di India juga digunakan dalam Aksara Jawa Kuno.

Aksara Kawi juga ditulis tanpa pasangan, inskripsi yang menggunakan Aksara Kawi tanpa pasangan salah satunya pada Candi Sukuh Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. [1][2] Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari Kakawin Ramayana :

Jahnī yāhning talaga kadi langit (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari Kakawin Ramayana, 16.31, (Bhramara wilasita)

Periodisasi

Penggalan prasasti Anjukladang (957 M) menunjukkan gaya penulisan aksara Kawi (Jawa Kuna) periode Akhir (Kerajaan Medang Jawa Timur).

J. G. de Casparis (1975) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan aksara Jawa Kuno, yaitu :

  • Aksara Jawa Kuno Awal / Aksara Kawi Awal (750 – 925 M)
    • Bentuk Kuna : Contohnya terdapat pada Prasasti Dinoyo dari Malang, Prasasti Sangkhara dari Sragen, dan Prasasti Plumpungan dari Salatiga.
    • Bentuk Standar : Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari masa pemerintahan Rakai Kayuwangi dan Rakai Balitung; misalnya Prasasti Rukam dari Temanggung, Prasasti Munduan dari Temanggung, dan Prasasti Rumwiga dari Bantul.
  • Aksara Jawa Kuno Akhir / Aksara Kawi Akhir (925 – 1250 M), dapat dilihat pada prasasti-prasasti dari zaman Kerajaan Medang di Jawa Timur dan Kerajaan Kediri; misalnya Prasasti Lemahabang dari Lamongan, Prasasti Cibadak dari Sukabumi, dan Prasasti Ngantang dari Malang.
  • Aksara Majapahit (sekira antara 1250 – 1450 M) : Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari zaman Kerajaan Majapahit; misalnya Prasasti Kudadu dari Mojokerto, Prasasti Adan-adan dari Bojonegoro, dan Prasasti Singhasari dari Malang.

Perkembangan

Aksara Jawa Kuno merupakan induk semua aksara daerah di Nusantara – kecuali mungkin aksara daerah di Pulau Sumatera (e.g. Aksara Batak, Aksara Kerinci, Aksara Lampung). Hal ini dikarenakan di Pulau Sumatera bentuk peralihan dari Aksara Pallawa ke aksara daerah tidak bisa dianggap sama dengan Aksara Jawa Kuno. Biasanya bentuk peralihan ini disebut dengan nama Aksara Proto-Sumatera atau Aksara Sumatera Kuno (Damais, 1955 & 1995).

Seiring perubahan cara penulisan dan media penulisan maka sejak abad XVI – XVII Aksara Jawa Kuno berkembang menjadi beberapa aksara daerah, antara lain :

Tabel Aksara

Tabel Aksara Jawa Kuno di bawah merupakan tabel dengan bentuk huruf berdasarkan bentuk huruf standar dari abad VIII - abad X. Perbandingan bentuk huruf selama perkembangan Aksara Jawa Kuno dapat dilihat di Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882).

Sebuah abecedarium Aksara Jawa Kuno telah dibahas dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde (tahun 1889, volume no. 32, halaman no. 441) di dalam sebuah artikel dari J. L. A. Brandes dengan judul “Een Oud-Javaansch Alphabet van Midden Java”. Abecedarium tersebut disusun dalam bentuk mantra dan dituliskan pada lempeng emas yang ditemukan di Desa Jeruk di Kabupaten Klaten pada bulan Maret 1888. Sayangnya, bentuk huruf pada lempeng emas tersebut tidak rapi sehingga agak sulit dibaca. Beberapa lempeng emas bertuliskan mantra yang ditemukan pada situs bersejarah (e.g. situs Ratu Baka) memang bentuk hurufnya tidak rapi sebagai ciri bahwa lempeng-lempeng tersebut tidak ditulisi oleh juru tulis kerajaan.

Galeri

Rujukan

  • Brandes, J. L. A., 1889, Een Oud-Javaansch Alphabet van Midden Java, in Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, 1889, Vol. XXXII.
  • De Casparis, J. G., 1975, Indonesian Palaeography : A History of Writing in Indonesia from the beginnings to c. AD 1500, Leiden & Koln.
  • Holle, K. F., 1882, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten : Bijdrage tot de Palaeographie van Nederlansch Indie, Batavia.

Catatan kaki

Pranala luar

Lihat pula

Aksara Nusantara