Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Sunda Serang adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang dituturkan oleh sebagian masyarakat di wilayah Kabupaten Serang, Banten dan sekitarnya.[2] Sebagai sebuah variasi regional bahasa Sunda yang termasuk ke dalam ragam bahasa Sunda Banten,[3] bahasa Sunda Serang memiliki beberapa perbedaan linguistik yang cukup mencolok apabila dibandingkan dengan bahasa Sunda yang dituturkan di daerah Parahyangan, di antaranya berupa perbedaan kosakata dan proses morfologis.[4] Sementara itu, dari segi sintaksis, morfemis, dan fonetis tidak terdapat perbedaan yang cukup besar dengan bahasa Sunda baku.[5]
Jumlah penutur jati bahasa Sunda Serang diperkirakan sekitar 40% dari jumlah penduduk yang menempati wilayah Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Walaupun demikian, jumlah penutur secara keseluruhan jika digabungkan dengan penduduk yang bukan berbahasa ibu bahasa Sunda tetapi turut mempergunakan bahasa Sunda sebagai bahasa kedua mencapai 60% dari jumlah penduduk Kawasan Metropolitan Serang.[1]
Sejak dahulu hingga sekarang, daerah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi Banten mencakup berbagai wilayah, seperti Lebak, Pandeglang, dan Serang. Banten di masa lalu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda (yang juga dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran), kerajaan ini juga meliputi berbagai wilayah di pantai utara dan mempunyai beberapa kota pelabuhan, di antaranya yaitu Banten, Cikande, Cimanuk, Cirebon, Karawang, Pontang, dan Sunda Kalapa.[6]
Kota-kota pelabuhan yang disebutkan di atas, beberapa di antaranya sekarang merupakan bagian dari Serang Raya, yaitu Banten, Pontang, dan Cikande. Hal ini menunjukkan, wilayah Serang Raya pada zaman dahulu merupakan bagian dari teritorial Kerajaan Sunda, sehingga dalam hal pola kehidupan dan kebudayaan, juga pemerintahan ada di bawah pengaruh Kerajaan Sunda.[6]
Suatu bahasa biasanya terkait erat dengan sebuah kebudayaan. Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang berbudaya Sunda. Dengan demikian, Kerajaan Sunda memakai bahasa Sunda. Oleh karena itu, wilayah Serang Raya yang sedari dulu merupakan bagian dari daerah Banten, dan Banten merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda, maka diduga kuat wilayah Serang Raya pada waktu itu menggunakan bahasa Sunda.[6]
Sebagai alat komunikasi, bahasa Sunda Serang dipakai dalam berbagai hal, di antaranya digunakan di rumah dan di tempat-tempat publik lainnya, seperti di madrasah, masjid, pesantren, surau, tempat bekerja dan tempat hiburan. Bahasa Sunda Serang juga dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan bahasa pergaulan murid dengan murid, murid dengan guru, guru dengan guru, dan guru dengan orang tua murid. Di luar itu, bahasa Sunda Serang juga dipakai sebagai bahasa ketika berpidato dan berkirim surat pribadi.[1]
Berdasarkan hasil beberapa pengamatan dan penelitian, bahasa Sunda Serang menunjukkan adanya kekhasan yang merupakan ciri-ciri khusus dalam berbagai bidang. Awalnya bahasa Sunda Serang diduga memiliki beberapa ciri khas dalam hal kosakata (leksikal), sintaksis, morfologi, dan fonologi. Di samping itu, ada juga dalam prosodi, misalnya dinamik, intonasi, jeda, kontur, nada, tekanan, dan tempo yang secara menyeluruh dipakai dalam penggunaan ragam cakap bahasa Sunda. Penelitian selanjutnya yang memfokuskan dalam bidang kosakata, dapat diamati bahwa bahasa Sunda Serang tidak begitu memperlihatkan adanya perbedaan yang terlalu mencolok bila dibandingkan dengan bahasa Sunda baku dalam bidang sintaksis dan fonologi. Namun, dalam bidang kosakata dan morfologi, dijumpai beberapa perbedaan dengan bahasa Sunda baku. Bahasa Sunda Serang memiliki beberapa bentukan yang melewati proses morfologi yang melibatkan reduplikasi dan afiksasi (pengimbuhan). Reduplikasi yang dijumpai dalam bahasa Sunda Serang seringkali menunjukkan adanya reduplikasi penuh, seperti pada contoh di bawah ini.[4]
Bahasa Sunda baku
Bahasa Sunda Serang
Glosa
dibabawa
dibawa-bawa
dibawa-bawa
dipapangku
dipangku-pangku
dipangku-pangku
Untuk urusan sisipan, bahasa Sunda Serang berdasarkan pengamatan tidak menunjukkan adanya sisipan-in- yang lazimnya cukup produktif dalam bahasa Sunda baku. Sementara itu, ditemukan afiks-afiks yang bentuknya berbeda. Prefiks (awalan) pi- menjadi si- dan ti- menjadi ka-. Sufiks (akhiran) -keun menjadi -an. Sisipan -ar- yang menjadi penanda bentuk jamak dalam beberapa kasus terdapat perbedaan, seperti pada kata tareuaya yang dalam bahasa Sunda baku seharusnya teu araya. Dalam bidang leksikal atau kosakata, terdapat cukup banyak kosakata yang khas dipakai dalam bahasa Sunda Serang dan tidak digunakan dalam bahasa Sunda baku, di antaranya adalah dia 'Anda', garaha 'gerhana', mokla 'darah', sorobaha 'serabi', dan taram 'mulai'. Kosakata tersebut bila dalam bahasa Sunda baku sepadan dengan sia, samagaha, getih, surabi, dan mimiti.[4]
Bahasa Sunda Serang bagi penuturnya adalah sebuah bahasa yang baku karena dianggap mempunyai empat hal yang menjadi faktor, yaitu kesejarahan, otonomi, pembakuan, dan vitalitas.[4] Bahasa Sunda Serang juga tidak dipandang sebagai bahasa dengan status yang rendah.[10] Hal ini dibuktikan seperti yang telah dibahas pada bagian #Kedudukan.[11]
Sebagai bahasa pergaulan, bahasa Sunda Serang dipergunakan sebagai alat perhubungan masyarakat yang terus hidup dan dipertahankan oleh masyarakat. Bahasa ini masih diperhitungkan dan dilindungi oleh penuturnya karena dianggap sebagai bagian dari kebudayaan. Bahasa ini juga diperlakukan sebagai lambang nilai sosial budaya yang merepresentasikan kalangan masyarakat tersebut. Bahasa Sunda Serang dapat dimanfaatkan sebagai kekayaan budaya untuk terus mengembangkan dan melestarikan kebudayaan nasional. Bahasa ini berfungsi untuk menyatakan pikiran, keinginan, dan perasaan, baik tulisan maupun lisan yang ekspresif oleh masyarakat setempat. Bahasa ini sebagai salah satu bahasa daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV Pasal 36. Dengan demikian, fungsi Bahasa Sunda Serang sebagai bahasa pergaulan dan kebudayaan telah terlaksana dengan baik.[12]
Sikap kebahasaan yang ditunjukkan oleh para penutur bahasa Sunda Serang menampakkan sikap yang cukup positif, terutama dalam hal penjagaan dan pelestarian. Hal ini berdasarkan keadaan bahwa di daerah penutur tersebut, bahasa ini dipergunakan sebagaimana mestinya.[13]
Masyarakat di Kabupaten Serang rata-rata merupakan dwibahasawan, itu artinya mereka mampu berbicara dalam dua bahasa atau lebih, dalam hal ini bahasa Sunda Serang dan bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa tersebut dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Hal ini memunculkan adanya diglosia, yaitu penggunaan bahasa menurut fungsinya dalam masyarakat. Hubungan antara bahasa Sunda Serang dengan bahasa Indonesia tidak membuat adanya sebutan bahasa yang prestisenya lebih tinggi bagi bahasa Indonesia, dan bahasa Sunda Serang sebagai bahasa yang rendah. Hubungan yang sesungguhnya ditunjukkan oleh bahasa Sunda Serang dan bahasa Indonesia ialah hubungan fungsional penggunaan kedua bahasa tersebut dalam masyarakat. Sebagai contoh, bila ada sebuah imbauan dari pemerintah kepada masyarakat, maka bahasa yang digunakan dalam imbauan tersebut adalah bahasa Indonesia. Selanjutnya, fakta di lapangan menujukkan bahwa bahasa Sunda Serang juga digunakan agar imbauan tersebut bisa menjangkau masyarakat lebih luas lagi sehingga bisa ditangkap oleh masyarakat secara efektif.[11]
Beberapa karya sastra ditulis dalam bahasa Sunda Serang. Di antaranya adalah karya sastra berupa cerita rakyat yang ditulis oleh M.A. Salmun, seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Rangkasbitung.[14]
fonem yang membedakan arti dalam bahasa
Sunda, tetapi otomatis ada pada awal kata yang
mulai dengan vokal, pada akhir kata yang terbuka
(ditutup dengan vokal), dan pada antara dua
vokal yang sejenis.[19]
Gugus konsonan yang terdapat pada bahasa Sunda Serang adalah konsonan letus yang diikuti oleh r, l, atau y, dan konsonan s yang diikuti r atau l. Di bawah ini dijabarkan beberapa contohnya.[21]
Dalam bentuk lisannya, bahasa Sunda Serang yang digunakan sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari penggunaan partikel fatis yang bentuk-bentuknya memiliki kekhasan tersendiri.[37] Beberapa di antaranya diuraikan pada bagian di bawah ini.[38]
Partikel bé umumnya diletakkan di tengah dan akhir kalimat. Partikel ini sepadan dengan saja atau pun dalam bahasa Indonesia. Contoh penggunaannya sebagai berikut.[40]
Partikel dik sepadan dengan partikel deng dalam tuturan nonformal bahasa Indonesia. Umumnya partikel ini ditempatkan di tengah dan akhir kalimat. Penggunaan partikel ini dicontohkan di bawah ini.[39]
Partikel géh berasal dari pemendekan kata ogéh 'juga', partikel ini berfungsi untuk menggantikan -lah, juga, dan dong dalam bahasa Indonesia. Partikel ini bisa ditempatkan di tengah dan akhir kalimat.[40]
(9)
Cék aing géh ulah dicokot!
Kataku juga jangan diambil!
(10)
Manéh géh sok kitu ka aing!
Kau juga sering begitu padaku!
Partikel ini juga dapat berfungsi untuk memberi penekanan pada kalimat perintah.
Partikel jasa umum diposisikan di akhir sebuah klausa atau kalimat utuh. Partikel ini memiliki fungsi sebagai penjelas jarak dan atau ukuran yang lebih. Partikel ini setara seperti sekali dalam bahasa Indonesia. Contoh-contoh penggunaannya ada pada bagian di bawah ini.[39]
(16)
Manéh kebel jasa, urang geus nungguan ti tadi.
Kau lama sekali, aku sudah menunggumu dari tadi.
(17)
Geus kebel teu neuleu si éta, aing mah kangen jasa.
Partikel jing berada di tengah dan akhir tuturan. Partikel ini sepadan dengan dong atau sih dalam bahasa Indonesia. Fungsi-fungsinya terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya yaitu:[40]
Partikel lah memiliki makna yang mirip dengan partikel kan dalam bahasa Indonesia. Biasanya digunakan di tengah dan akhir tuturan. Contoh penggunaannya seperti pada bagian di bawah ini.[39]
Partikel mah dalam bahasa Sunda Serang fungsinya sama seperti yang digunakan dalam bahasa Sunda baku. Partikel ini ditempatkan di tengah dan akhir tuturan. Partikel ini merupakan penegas.[39]
(28)
Urang mah budak bageur, béda jeung manéhna, bangor.
Partikel tah bisa berada di awal, tengah, dan akhir kalimat. Partikel ini sepadan dengan nah dan tuh dalam bahasa Indonesia. Fungsi-fungsi partikel ini dapat dilihat di bawah.[40]
Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Serang Sundanese". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. doi:10.5281/zenodo.5772642.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Januarsyah, G.; Handayani, R. (2017). Kekhasan Partikel Fatis dalam Bahasa Sunda Dialek Serang: Suatu Kajian Morfologis. Prosiding Seminar Nasional 2017: Kearifan Lokal dalam Pemertahanan Integrasi Bangsa Indonesia (Paper). 1. Bandung: Program Studi Sastra Sunda Bekerja Sama dengan Kantor Riset, PPM, Inovasi dan Kerja Sama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. hlm. 486–491.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)