Kakawin Bhāratayuddha
Kakawin Bhāratayuddha | |
---|---|
Disebut pula | Bhāratayuddha, ᬓᬓᬯᬶᬦ᭄ᬪᬵᬭᬢᬬᬸᬤ᭄ᬟ dan ᬓᬓᬯᬶᬦ᭄ᬪᬭᬝᬬᬸᬥ᭟ |
Jenis | Itihasa |
Daerah asal | Kerajaan Kadiri |
Bahasa(-bahasa) | Kawi |
Penulis(-penulis) | Empu Sedah dan Empu Panuluh |
Bahan | Daun pisang |
Ukuran | 47,5, 43 dan 32 cm x 3,5, 3 dan 4 cm |
Aksara | Aksara Bali dan aksara Jawa |
Masuk Koleksi pada | Perpustakaan Kantor Dokumentasi Budaya Bali, Sukawati, Tojan, Balai Bahasa Bali dan Museum Pustaka Lontar |
Kakawin Bhāratayuddha ( Jawa: ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦨꦴꦫꦠꦪꦸꦢ꧀ꦣ, Bali: ᬓᬓᬯᬶᬦ᭄ᬪᬵᬭᬢᬬᬸᬤ᭄ᬥ )di antara karya-karya sastra Jawa Kuno, adalah yang paling termasyhur. Kakawin ini menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa, yang disebut peperangan Bharatayuddha.
Masa penulisan
[sunting | sunting sumber]Menurut kronogram yang terdapat pada awal kakawin ini, karya sastra ini ditulis ketika (tahun), sanga-kuda-śuddha-candramā. Sangkala ini memberikan nilai: 1079 Saka atau 1157 Masehi, pada masa pemerintahan prabu Jayabaya. Persisnya kakawin ini selesai ditulis pada tanggal 6 November 1157.
Penulis
[sunting | sunting sumber]Kakawin ini digubah oleh dua orang yaitu: mpu Sedah dan mpu Panuluh. Bagian permulaan sampai tampilnya prabu Salya ke medan perang adalah karya mpu Sedah, selanjutnya adalah karya mpu Panuluh.
Konon ketika mpu Sedah ingin menuliskan kecantikan Dewi Setyawati, permaisuri prabu Salya, ia membutuhkan contoh supaya dapat berhasil. Maka putri prabu Jayabaya yang diberikan kepadanya. Tetapi mpu Sedah berbuat kurang ajar sehingga ia dihukum dan karyanya harus diberikan kepada orang lain.
Tetapi menurut mpu Panuluh sendiri, setelah hasil karya mpu Sedah hampir sampai kisah sang prabu Salya yang akan berangkat ke medan perang, maka tak sampailah hatinya akan melanjutkannya. Maka mpu Panuluh diminta melanjutkannya. Cerita ini disebutkan pada akhir kakawin Bharatayuddha.
Bharatayuddha dalam budaya Jawa Baru
[sunting | sunting sumber]Kakawin Bharatayuddha adalah salah satu dari beberapa dari karya sastra Jawa Kuno yang tetap dikenal pada masa Islam. Dalam pertunjukan wayang, beberapa bagian dari Bharatayuddha dinyanyikan sebagai bagian dari nyanyian suluk, bahkan juga dalam pertunjukan wayang yang bernafaskan Islam, misalkan cerita wayang Menak. Terutama cuplikan dari pupuh kelima, bait satu sangat sering dipakai:
Pupuh V.1
[sunting | sunting sumber]
|
|
|
Terjemahan
[sunting | sunting sumber]- Sinar bulan yang menawan sungguh menambah keindahan puri
- Tiadalah bandingan keindahan paviliun emas yang bersinar-sinar seakan-akan berkilau di langit
- Dinding-dindingnya terbuat dari batu-batu ratna manikam yang dirangkai bagaikan bunga
- Tempat sang Bhanumati dan prabu Duryodhana tidur dalam cinta
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- (Belanda) (Jawa) J. G. H. Gunning, 1903, Bhârata-yuddha: Oudjavaansch Heldendicht. ‘s Gravenhage:Martinus Nijhoff. (Suntingan teks saja dalam aksara Jawa).
- (Indonesia) Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawa, hal. 24-25, Amsterdam/Djakarta: Djambatan.
- (Inggris) S. Supomo, 1993, Bhâratayuddha, New Delhi:International Academy of Indian Culture. ISBN 81-85689-43-1
- (Inggris) P. J. Zoetmulder, 1974, Kalangwan. A Survey of Old Javanese Literature, The Hague: Martinus Nijhoff. Edisi bahasa Inggris. (Resensi, hal 256-262) ISBN 90-247-1674-8
- (Indonesia) P. J. Zoetmulder, 1983, Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, Jakarta: Djambatan. Edisi bahasa Indonesia. (Resensi, hal. 323-332)
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Karya yang berkaitan dengan jv:Kakawin Bhāratayuddha di Wikisource