Musa (tokoh Al-Qur'an)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Musa (Islam))

Nabi
Mūsā
موسى
Musa

'alaihissalam
Nama Musa dalam kaligrafi Islam
PendahuluSyu'aib
PenggantiHārūn
Suami/istriṢaffūrah
Orang tua

Dalam Islam, Musa (Arab: موسى, translitMūsā) adalah salah satu nabi dan rasul. Musa adalah keturunan Nabi Yakub dan Nabi Ishak, anggota suku Lewi dan menantu dari Nabi Syuaib. Ia memiliki tubuh yang kuat dan gagah. Musa diutus sebagai nabi untuk Bani Israil kira-kira sejak tahun 1450 SM. Ia hidup di masa pemerintahan Fir'aun di Mesir. Nama Musa disebutkan sebanyak 136 kali di dalam Al-Qur'an yang tersebar di 30 surah. Keutamaannya di dalam Islam adalah sebagai penerima Taurat dan mukjizat melalui tongkat. Para pengikutnya dikenal sebagai Yahudi.

Nasab dan keluarga[sunting | sunting sumber]

Musa merupakan salah satu anggota dari suku Lewi melalui nasab dari kedua orang tuanya. Nama ayahnya adalah Amran bin Kehat. Sedangkan nama ibunya adalah Yokhebed. Musa merupakan cicit dari Yakub bin Ishak dari nasab ayahnya. Musa memiliki dua orang kakak yang bernama Miryam dan Harun. Selain itu, ia memiliki dua orang anak yang bernama Gersom dan Eliezer.[1]

Masa kelahiran Musa adalah masa penindasan Bani Israil oleh Fir'aun. Pada masa ini, Fir'aun memerintahkan untuk membunuh setiap bayi yang dilahirkan dari Bani Israil.[2]

Ciri fisik[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan keterangan Nabi Muhammad, fisik Nabi Musa terlihat kuat dan gagah. Ia memiliki rambut dan bulu dada yang lebat.[3]

Pengutusan sebagai Nabi[sunting | sunting sumber]

Nabi Musa diutus sebagai nabi untuk Bani Israil.[4] Pengutusannya diperkirakan sejak tahun 1450 SM.[1] Pemilihannya sebagai nabi dilakukan oleh Allah dan dinyatakan dalam Surah Al-A'raf ayat 144.[5] Inti dari ajaran yang disampaikan oleh Nabi Musa kepada kaumnya adalah tauhid. Ajaran-ajarannya adalah sama dengan ajaran Islam.[6]

Nabi Musa menerima wahyu pertama di kaki Bukit Tursina. Ia menerima wahyu dari balik tabir setelah melihat kobaran api. Wahyu yang diterimanya dalam bentuk suara. Pewahyuan tersebut dikisahkan dalam Al-Qur'an dalam Surah Ta Ha ayat 9–13.[7]

Pengisahan dalam Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Nama Nabi Musa disebutkan sebanyak 136 kali di dalam Al-Qur'an. Kisah-kisahnya dimulai hampir sepenuhnya sejak bagian awal hingga akhir dari ayat-ayat di dalam Al-Qur'an. Namun, kisah-kisahnya tidak dijelaskan secara merinci.[8] Kisah-kisah mengenai Nabi Musa di dalam Al-Qur'an disampaikan secara terpisah-pisah. Gaya penulisan dan logika bahasa dalam menyatakan kisahnya juga berbeda-beda. Kronologi kisah Nabi Musa juga tidak beraturan dan diulang-ulang pada surah yang berbeda-beda. Selain itu, pengisahannya juga tidak memiliki keterpaduan dalam penokohan, waktu dan tempat terjadinya peristiwa.[4]

Kisah Nabi Musa ditemukan dalam 30 surah. Ada surah yang pengisahannya lengkap dan ada pula surah yang pengisahannya hanya sedikit sekali. Nama-nama surah yang memuatnya antara lain:[8]

Nomor Nama surah Kisah Nomor Nama surah Kisah
01 Surah Al-Baqarah Sepintas 11 Surah Al-'Ankabut Sepintas
02 Surah Ali Imran Sepintas 12 Surah Al-Mu'min Sepintas
03 Surah Al-Ma'idah Sepintas 13 Surah Ad-Dukhan Sepintas
04 Surah Yunus Sepintas 14 Surah As-Saff Sepintas
05 Surah Ibrahim Sepintas 15 Surah An-Nazi'at Sepintas
06 Surah Al-Isra' Sepintas 16 Surah Al-A'raf Terperinci
07 Surah Al-Hajj Sepintas 17 Surah Al-Kahf Terperinci
08 Surah Al-Mu'minun Sepintas 18 Surah Ta Ha Terperinci
09 Surah Al-Furqan Sepintas 19 Surah Asy-Syu'ara Terperinci
10 Surah An-Naml Sepintas 20 Surah Al-Qasas Terperinci

Kisah Nabi Musa dan kezaliman Fir'aun[sunting | sunting sumber]

Pengisahan Nabi Musa dan Fir'aun tidak diperinci di dalam Al-Qur'an. Kisahnya tidak diawali dengan pengenalan kehidupan awal dari Fir'aun.[9] Pengisahan ini berkaitan dengan tindakan intimidasi dan penyiksaan Fir'aun terhadap Bani Israil di Mesir. Kisah ini berujung dengan penyelamatan Bani Israil oleh Nabi Musa dan Nabi Harun. Pada akhir kisah disebutkan bahwa Fir'aun mengalami kematian setelah Laut Merah yang terbelah telah berakhir. Kisah ini sangat terkenal di dalam Agama Yahudi karena menegaskan bahwa Bani Israil merupakan kaum pilihan.[10]

Kisah penyelewangan Bani Israil terhadap ajaran Nabi Musa[sunting | sunting sumber]

Kisah penyelewangan Bani Israil terjadi setelah mereka diselamatkan oleh Allah dengan pengutusan Nabi Musa. Setelah diselamatkan, sebagian besar anggota Bani Israil tidak menaati perintah Nabi Musa. Penyelewengan dimulai ketika mereka meminta kepada Nabi Musa untuk memperlihatkan Allah secara langsung dan menurunkan kitabnya langsung dari langit. Ini diminta sebagai prasyarat untuk mengikuti ajarannya. Kisah ini berakhir dengan kemarahan Nabi Musa kepada Bani Israil dan berakhirnya perlawanan Bani Israil.[11]

Ajaran[sunting | sunting sumber]

Salat dua kali sehari[sunting | sunting sumber]

Allah menetapkan kewajiban salat kepada umat Nabi Musa. Kewajiban ini hanya dilakukan sebanyak dua kali sehari. Pelaksanaannya hanya di waktu siang dan sore hari.[12]

Dialog-dialog[sunting | sunting sumber]

Dialog Nabi Musa dengan Nabi Syuaib[sunting | sunting sumber]

Dialog antara Nabi Musa dengan Nabi Syuaib terjadi karena keinginan Nabi Syuaib untuk menikahkan putrinya. Nabi Syuaib ingin menikahkannya dengan Nabi Musa. Dialog berlanjut hingga pemberian mahar berupa jasa dengan waktu tertentu.[13]

Dialog Nabi Musa dengan istrinya[sunting | sunting sumber]

Di dalam Al-Qur'an terdapat 3 ayat dari 3 surah yang berbeda yang mengisahkan kedudukan Nabi Musa sebagai suami. Kisah ini disampaikan dalam bentuk dialog.[13] Ketiga ayat tersebut yaitu Surah Al-Qasas ayat 29, Surah Ta Ha ayat 9–10, dan Surah An-Naml ayat 7–8.[14] Dialog satu arah kemudian timbul ketika Nabi Musa ingin kembali ke keluarga dan leluhurnya di Mesir. Dalam perjalanannya, Nabi Musa berbicara kepada istrinya untuk diam karena ia melihat kobaran api. Nabi Musa berencana menggunakan kobaran api tersebut sebagai alat penerangan dalam perjalanan mereka menuju ke Mesir. Akhir dialog ini adalah kondisi istri Nabi Musa yang berdiam diri di tempatnya.[15]

Keutamaan[sunting | sunting sumber]

Salah satu rasul Allah[sunting | sunting sumber]

Nabi Musa merupakan salah satu rasul selain Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Kedudukan para rasul lebih utama dibandingkan para nabi.[16] Gelar yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa adalah ululazmi. Nabi Musa menerimanya karena sifatnya yang penyabar dan memiliki pendirian yang kukuh dan teguh.[17]

Penerima kitab Taurat[sunting | sunting sumber]

Musa merupakan salah seorang nabi yang menerima sebuah kitab suci dari Allah. Kitab suci tersbut ialah Taurat. Keterangannya disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an.[18] Sebelum menerima kitab Taurat, Nabi Musa telah menerima 10 kitab samawi dari Allah.[19] Pemberian kitab Taurat kepada Nabi Musa diawali dengan perjanjian terlebih dahulu. Kitab Taurat diberikan kepada Nabi Musa setelah 40 malam sejak hari perjanjian. Surah Al-A'raf ayat 142 menjelaskan jumlah hari perjanjiannya. Allah menjanjikannya selama 40 malam. Malam-malam ini terbagi menjadi 30 malam pertama dan 10 malam berikutnya. Selam 40 malam tersebut, Nabi Musa meninggalkan Bani Israil dan memberikan kepemimpinan atas mereka kepada Nabi Harun.[20]

Beberapa mukjizat dari sebuah tongkat[sunting | sunting sumber]

Nabi Musa memiliki mukjizat-mukjizat selama hidupnya. Mukjizat tersebut diperlihatkannya dengan menggunakan tongkat sebagai alatnya. Pertama, ia mampu mengubah tongkatnya menjadi ular. Mukjizat ini diperlihatkannya untuk mengalahkan para ahli sihir yang diperintahkan oleh Fir'aun.[21] Para ahli sihir tersebut membuat pandangan adanya ular-ular di depan orang-orang yang menyaksikan sihir mereka. Sementara Nabi Musa mengubah tongkatnya menjadi ular ganas berukuran besar dan nyata.[22] Ular tersebut kemudian memakan ular-ular yang dibuat oleh para penyihir tersebut. Kedua, mukijizat membelah lautan menggunakan tongkat. Mukjizat ini dilakukan ketika akan menyeberangi Laut Merah dari Mesir menuju ke Palestina.[21]

Selain kedua mukjizat tersebut, tongkat Nabi Musa juga dapat mengeluarkan mata air. Mukjizat ini terjadi ketika tongkat tersebut dipukul ke batu.[23]

Pengikut[sunting | sunting sumber]

Para pengikut Nabi Musa adalah muslim sama seperti dengan pengikut nabi-nabi lainnya. Sementara pengikutnya mulai disebut sebagai Yahudi setelah peristiwa penyembahan berhala berbentuk patung anak sapi. Patung ini terbuat dari emas. Penyembahan ini dipimpin oleh Musa as-Samiri. Setelahnya, Nabi Musa meminta pertaubatan kepada Allah bersama dengan 70 orang pengikut pilihannya. Nama Yahudi kemudian disematkan dari kata hudna yang berarti pertaubatan. Nama dan peristiwa ini ditemukan dalam Surah Al-A'raf ayat 156.[24]

Kaum Yahudi diyakini masih mengikuti ajaran Islam selama masa hidup Nabi Musa. Namun, setelah beberapa ratus tahun sejak wafatnya Nabi Musa, ajaran-ajarannya mulai diselewengkan. Penyelewangan ini mulai terjadi setelah nama Yahudi sudah mulai digunakan untuk menyebut pengikut-pengikut Nabi Musa.[25] Sementara itu, ada pula pengikut Nabi Musa dari kalangan Bani Israil yang menerima azab. Mereka diubah fisiknya menjadi kera. Azab ini diberikan kepada mereka akibat melanggar perjanjian dengan Allah mengenai hari Sabtu.[26]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Syarifin, Hafidhuddin, dan Al-Kattani 2018, hlm. 177.
  2. ^ Syarifin, Hafidhuddin, dan Al-Kattani 2018, hlm. 178.
  3. ^ Hadi, Syofyan (2021). Kisah Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW (PDF). Serang: Penerbit A-Empat. hlm. 39. ISBN 978-623-6289-42-6. 
  4. ^ a b Affani, Syukron (2017). "Rekonstruksi Kisah Nabi Musa dalam al-Quran: Studi Perbandingan dengan Perjanjian Lama" (PDF). Al-Ihkam. 12 (1): 172. 
  5. ^ Mansur 2015, hlm. 1-2.
  6. ^ Kholilurrohman 2019, hlm. 88.
  7. ^ Yasir dan Jamaruddin 2016, hlm. 44.
  8. ^ a b Khatib 2017, hlm. 139.
  9. ^ Setiawati, T. R., Ma’mun, T. N., dan Hazbini (2018). "Kisah Fir'aun dan Nabi Musa pada Naskah Maslaku Al-'Irfān Fī Sīrati Sayyidinā Mūsā Wafir'awn: Edisi Teks dan Kajian Resepsi" (PDF). Jumantara. 9 (2): 139. 
  10. ^ Khatib 2017, hlm. 139-140.
  11. ^ Khatib 2017, hlm. 140.
  12. ^ asy-Sya'rawi 2020, hlm. 61.
  13. ^ a b Hamdan 2020, hlm. 87.
  14. ^ Hamdan 2020, hlm. 88.
  15. ^ Hamdan 2020, hlm. 87-88.
  16. ^ Kholilurrohman 2019, hlm. 85.
  17. ^ asy-Sya'rawi 2020, hlm. 60.
  18. ^ Une, D., dkk. (2015). Katili, Lukman D., ed. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi: Rujukan Utama Dosen dan Mahasiswa di Seluruh Prodi di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo (PDF). Gorontalo: Penerbit Ideas Publishing. hlm. 20. ISBN 978-602-9262-56-8. 
  19. ^ Kholilurrohman 2019, hlm. 63.
  20. ^ Muhammad, Muhammad Thaib (2021). "Kehidupan Harun a.s. dan Dakwahnya". Jurnal Ilmia Al Mu'ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif. 18 (2): 100. ISSN 1693-7562. 
  21. ^ a b Yasir dan Jamaruddin 2016, hlm. 22.
  22. ^ as-Sya'rawi 2020, hlm. 57.
  23. ^ as-Sya'rawi 2020, hlm. 69.
  24. ^ Kholilurrohman 2019, hlm. 66.
  25. ^ Kholilurrohman 2019, hlm. 67.
  26. ^ Mansur 2015, hlm. 34-35.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2020). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  • Yasir, M., dan Jamaruddin, A. (2016). Arni, Jani, ed. Studi Al-Qur’an (PDF). Pekanbaru: Asa Riau. ISBN 978-602-6302-05-2.