Belik Bidadari dan Jaka Tarub (Daren)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belik Bidadari dan Jaka Tarub
Belik Bidadari dan Jaka Tarub (Daren) di Indonesia
Belik Bidadari dan Jaka Tarub (Daren)
Lokasi di Indonesia
Informasi
Lokasi Desa Daren, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara.
Negara  Indonesia
Koordinat 6°07′36″S 110°24′00″E / 6.1268°S 110.400°E / -6.1268; 110.400Koordinat: 6°07′36″S 110°24′00″E / 6.1268°S 110.400°E / -6.1268; 110.400
Pengelola Pemdes Daren
Jenis objek wisata Air
Gaya Jawa Tradisonal
Fasilitas  • Belik/Sendang
 • Taman
 • Gazebo
 • Gapura Candi Bentar
 • Perosotan
 • Ayunan
 • Jalan Batu Refleksi Kaki
 • Tempat Sampah

Belik Bidadari dan Jaka Tarub disebut juga dengan sebutan Sendang Nur Cahyo dikenal juga dengan nama Sendang Bidadari merupakan sebuah objek wisata yang terdapat di desa Daren, kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara. Desa Daren terletak paling timur Kabupaten Jepara yang ber batasan langsung dengan Kabupaten Jepara. Belik Bidadari dan Jaka Tarub[1] letaknya tidak terlalu jauh dengan letak Makam Jaka Tarub yang juga berada di Desa Daren.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Belik Bidadari dan Jaka Tarub artinya Belik yang berarti mata air karena konon dulu di tempat ini Joko tarub bertemu dengan bidadari, yang kemudian bidadari tersebut menjadi seorang istri Joko Tarub. Sehingga dinamakan Belik Bidadari dan Jaka Tarub.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pada zaman dahulu ada seorang pengembara yang bernama Kadarisman yang berasal dari Kerajaan Mataram bersama abdinya bernama Dowo (Mbah Dowo). Karena dia belum menikah dan sering mengembara dia di juluki Joko Lelono. Waktu pengembaraannya sampai disebuah desa (sekarang Desa Daren) dia bertemu seorang janda yang bertempat tinggal di sebuah gubug/tarub, kemudian Joko Lelono dijadikan sebagai anaknya. Karena dia tinggal di sebuah gubug / tarub, sehingga dia dijuluki sebagai Joko Tarub.

Pada suatu hari pengembaraan Joko Tarub sampai di sebuah bukit kecil dia mendengar suara burung perkutut yang sangat merdu sehingga dia ingin menangkapnya. Waktu dia mengendap-endap ingin menangkap burung perkutut tiba-tiba dia mendengar suara orang yang sedang mandi sehingga tidak jadi menangkap burung perkutut itu. Karena ingin tahu siapa yang sedang mandi dia mengendap-endap menghampiri. Setelah diintip ternyata yang sedang mandi adalah 40 Bidadari. Karena penasaran dia mengambil salah satu pakaian bidadari tersebut dan dibawa pulang.

Pada waktu selesai mandi para Bidadari bermaksud pulang kembali ke alamnya. Ternyata salah satu Bidadari yang bernama Nawang Wulan tidak menemukan pakaiannya yan dipakai untuk terbang / selendang. Dia bersama saudara-saudaranya mencari kesana kemari tetapi tidak ditemukan. Karena tidak menemukan selendang Nawang Wulan dan mereka harus segera pulang, maka para bidadari memutuskan untuk meninggalkan Nawang Wulan sendiri di Bumi.

Nawang Wulan berada sendirian di bumi dan tidak mempunyai sanak saudara sehingga merasa sangat kesepian dan sengsara. Kemudian Nawang Wulan berujar barang siapa yang bisa menolongnya kalau laki-laki akan dijadikan suaminya kalau perempuan akan dijadikan saudaranya. Pada suatu hari dia bertemu dengan Joko Tarub dan diboyong kerumahnya sehingga mereka menjadi suami istri. Setelah berumah tangga Joko Tarub dan Nawang Wulan mempunyai seorang anak perempuan bernama Nawangsih. Selama berumahtangga Nawang Wulan sering mandi dan mencuci pakaian di sendang yang dulu sering dipakai untuk mandi bersama saudaranya, sehingga sendang tersebut dijuluki sendang Bidadari.

Selama menjadi suami Nawang Wulan Joko Tarub merasa heran karena persedian padi yang ada dirumahnya tidak habis-habis. Nawang Wulan pernah berpesan kepada Joko Tarub dan keluarganya apabila dia sedang memasak agar tidak diganggu atau dilihat oleh orang lain. Karena merasa penasaran, pada waktu istrinya sedang mencuci pakaian disendang, Joko Tarub ingin tahu apa yang sedang dimasak oleh istrinya tersebut. Kemudian Joko Tarub membuka tutup kwali yang dipakai istrinya untuk memasak. Betapa terkejutnya Joko Tarub ketika melihat masakan istrinya ternyata hanya sebatang padi.

Setelah habis mencuci Nawang Wulan memeriksa masakannya, ternyata sebatan padi yang dimasak tidak bisa menjadi nasi, sehingga Nawang Wulan menjadi curiga bahwa masakannya ada yang melihatnya, kemudian Nawang Wulan minta dibuatkan sebuah lesung untuk menumbuk padi menjadi beras. Sejak saat itu padi yang berada di tempat persediaan (lumbung) selalu ditumbuk dijadikan beras. Karena padi ditumbuk setiap hari maka persediaan padi yang ada dilumbung menjadi habis. Pada saat itulah Nawang Wulan menemukan pakaiannya / selendang yang dipakai untuk terbang.

Kepercayaan Rakyat[sunting | sunting sumber]

Setelah menemukan pakaian terbangnya Nawang Wulan bersama anaknya yang bernama Nawangsih pamit kepada Joko Tarub untuk pergi meninggalkannya dengan berpesan: kalau ingin bertemu dengan anaknya Joko Tarub diminta untuk membuat anjang-anjang yang dibawahnya diberi sekam dari ketan hitam yang dibakar. Oleh karena itu orang Daren sampai sekarang sekarang tidak berani membuat anjang-anjang termasuk rumah tingkat, juga tidak berani menanam padi ketan hitam. Di Desa Daren ada petilasan makam Joko Tarub yang sampai sekarang dianggap sebagai cikal bakal Desa Daren, setiap tanggal 29 bulan Suro di peringati. Untuk Sendang Bidadari setiap malam Jum’at wage banyak masyarakat melakukan ritual mandi disana. Sendang Bidadari disebut juga dengan sebutan Sendang Nur Cahyo Konon cerita barang siapa yang mandi di sendang tersebut maka wajahnya akan memancarkan sinar.[2]

Mitos[sunting | sunting sumber]

Belik yang letaknya tepat di belakang Masjid di dukuh rahayu yang konon mbelik itu adalah air bekas bidadari dan jaka tarub dulu. Dan mistiknya mbelik ini walaupun di musim kemarau panjang tidak pernah kering.[3] Pernah ada orang buta yang datang ke Mbelik Bidadari dan Jaka Tarub, dan orang tersebut mencuci muka di Belik Bidadari dan Jaka Tarub orang tersebut tiba-tiba bisa melihat.

Pengunjung[sunting | sunting sumber]

Banyak pengunjung yang datang ke Belik Bidadari dan Jaka Tarub baik dari daerah Nalumsari, mayong, hingga pengunjung dari luar kota terutama setiap malam Jum’at Wage banyak pengunjung yang mandi disana, apa lagi pada puncaknya yaitu tanggal 1 syuro,[4] tengah malam yang ramai oleh para pengunjung mereka berduyun duyun bahkan sebagian besar dari luar daerah. konon ceritanya tuh adalah tempat mandinya dewi nawangwulan, yang kemudian di jadikan istri oleh joko tarub, yang kabarnya siapa mandi di sendang tersebut maka wajahnya akan memancarkan sinar. sebagian orang bilang mereka ngalap berkah ingin awet muda dengan cara mandi di sendang tersebut.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]