Lompat ke isi

Agustinus dari Hippo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
perbaikan & penambahan sebagian biografi +ref per en.wiki
Baris 35: Baris 35:


== Kehidupan ==
== Kehidupan ==
=== Masa kecil dan pendidikan ===
Agustinus merupakan anak tertua dari [[Monika Hippo|Santa Monika]]. Ia dilahirkan pada [[354]] di [[Tagaste]], sebuah kota di algeria Afrika utara yang merupakan wilayah Romawi saat itu. Ia dibesarkan dan dididik di [[Karthago]], dan dibaptiskan di [[Italia]]. Ibunya, Monika, adalah seorang [[Katolik]] {{fn|1}} yang saleh, sementara ayahnya, [[Patricius]] seorang [[Agama kafir|kafir]], namun Agustinus mengikuti agama [[Manikeanisme|Manikean]] yang kontroversial, sehingga ibunya sangat cemas dan takut.
Agustinus dilahirkan pada tahun [[354]] di [[:en:municipium|municipium]] ([[kota]] atau [[kotamadya]]) di [[Tagaste]], [[Numidia]] (sekarang [[Souk Ahras]], [[Aljazair]]) di [[Provinsi (Romawi)]] [[Afrika]].<ref>{{en}} [[Paul MacKendrick|MacKendrick, Paul]] (1980) ''The North African Stones Speak'', Chapel Hill: University of North Carolina Press, p. 326, ISBN 0709903944.</ref><ref>{{en}} [[Everett Ferguson|Ferguson, Everett]] (1998) ''Encyclopedia of Early Christianity'', Taylor & Francis, p. 776, ISBN 0815333196.</ref> Ibunya, [[Monika]], adalah seorang Kristen yang saleh; sementara ayahnya Patrisius adalah seorang [[Pagan]] yang kemudian memohon di[[baptis]] menjelang kematiannya.<ref>{{en}} Vesey, Mark, trans. (2007) "Confessions Saint Augustine", introduction, ISBN 978-1-59308-259-8.</ref> Pada usia 11 tahun ia disekolahkan di Madaurus (sekarang [[M'Daourouch]]), sebuah kota kecil di Numidia berjarak sekitar 19 mil ke arah selatan Tagaste. Di sana ia menjadi akrab dengan [[sastra Latin]], juga keyakinan dan praktek [[paganisme]]<ref>{{en}} Andrew Knowles and Pachomios Penkett, ''Augustine and his World'' Ch. 2.</ref> Pemahaman awalnya atas [[Dosa (Kristen)|dosa]] adalah saat ia dan sejumlah temannya mencuri [[buah pir]], yang mana sebenarnya tidak mereka inginkan, dari sebuah kebun di lingkungannya. Ia menceritakan kisah ini dalam [[otobiografi]]nya, [[Pengakuan-pengakuan Agustinus|Pengakuan-pengakuan]] (''Confessions''). Ia mengingatnya bahwa dulu ia tidak mencuri buah pir tersebut karena rasa lapar, tetapi karena "hal itu tidak diperbolehkan". Katanya, "Buruk kenakalan itu, tetapi aku menyukainya waktu itu; aku menyukai kehancuranku, aku menyukai kesalahanku. Bukan apa yang kukejar dalam kesalahanku itu, melainkan kesalahan itu sendiri yang kusukai."<ref>{{en}} Augustine of Hippo, "Confessions", II:IV</ref>


Karena kemurahan hati sesama warga kotanya, Romanianus,<ref name=EA>{{en}} ''Encyclopedia Americana'', v. 2, p. 685. Danbury, CT: Grolier, 1997. ISBN 0-7172-0129-5.</ref> pada umur 17 tahun ia melanjutkan pendidikan dalam bidang [[retorika]] di [[Kartago]]. Saat Agustinus belajar di sanalah ia membaca karya [[Cicero]], ''Hortensius'', yang ia gambarkan sebagai meninggalkan suatu kesan mendalam dan memicu minatnya dalam [[filsafat]].<ref>{{en}} Augustine of Hippo, ''Confessions'', 3:4</ref> Sejak awal Agustinus menunjukkan dirinya sebagai seorang murid yang brilian, dengan rasa keingintahuan intelektual yang besar, namun ia tidak pernah menguasai [[bahasa Yunani]].<ref name=O'Donnell>{{en}} [http://faculty.georgetown.edu/jod/augustine/ O'Donnell, James J. "Augustine the African", Georgetown Uinversity]</ref>
Pada masa mudanya, Agustinus hidup dengan gaya hedonistik untuk sementara waktu. Di Karthago ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan muda yang selama lebih dari sepuluh tahun dijadikannya sebagai [[istri gelap]]nya, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Pendidikan dan karier awalnya ditempuhnya dalam [[filsafat]] dan [[retorika]], seni persuasi dan bicara di depan publik. Ia mengajar di Tagaste dan Karthago, namun ia ingin pergi ke Roma karena yakin bahwa di sanalah para ahli retorika yang terbaik dan paling cerdas berlatih (belakangan ia menyadari bahwa orang-orang di Roma menolak untuk membiayainya). Namun Agustinus kemudian kecewa dengan sekolah-sekolah di Roma, yang dirasakannya menyedihkan. Sahabat-sahabatnya yang beragama Manikeanis memperkenalkannya kepada kepala kota Roma, [[Simakhus]], yang telah diminta untuk menyediakan seorang dosen retorika untuk istana kerajaan di [[Milano]].
[[Berkas:Saint Augustine and Saint Monica.jpg|left|thumb|"St Agustinus dan Monika" (1846), oleh [[Ary Scheffer]].]]
Pemuda dari desa ini mendapatkan pekerjaan itu dan berangkat ke utara untuk menerima jabatan itu pada akhir tahun [[384]]. Pada usia 30 tahun, Agustinus mendapatkan kedudukan akademik yang paling menonjol di dunia Latin, pada saat ketika kedudukan demikian memberikan akses ke jabatan-jabatan politik. Namun, Agustinus merasakan ketegangan dalam kehidupan di istana kerajaan. Suatu hari ia mengeluh ketika sedang duduk di keretanya untuk menyampaikan sebuah pidato penting di hadapan kaisar, bahwa seorang pengemis mabuk yang dilewatinya di jalan ternyata hidupnya tidak begitu diliputi kecemasan dibandingkan dirinya.


Meskipun dididik sebagai seorang Kristiani, oleh ibunya, Agustinus lebih tertarik mengikuti [[agama]] [[Manikheisme]], sehingga sering membuat ibunya putus asa.<ref>{{cite web| last= Pope | first = Hugh | work =Catholic Encyclopedia | title = Saint Monica| url = http://www.newadvent.org/cathen/10482a.htm | accessdate = 20 April 2012}}</ref> Sebagai seorang pemuda, Agustinus menjalani kehidupan yang [[hedonisme|hedonis]] dalam suatu kurun waktu, dan bergaul dengan orang muda lainnya yang membanggakan eksploitasi [[seksual]] mereka. Kebutuhan akan penerimaan dari sesamanya telah memaksa mereka untuk mencari ataupun mengarang cerita mengenai pengalaman-pengalaman seksual mereka. Saat itu adalah masa dimana ia mengucapkan [[Sembahyang#Kristen|doa]]nya yang terkenal: "Berikan aku kesucian dan kekuatan untuk menahan nafsu, tetapi jangan sekarang." (''da mihi castitatem et continentiam, sed noli modo'')<ref>{{en}} Augustine of Hippo, ''Confessions'', VIII:VII</ref>
Monika, ibunya, mendesaknya agar ia menjadi seorang Katolik, namun uskup Milano, [[Ambrosius]]lah, yang mempunyai pengaruh yang paling mendalam terhadap hidupnya. Ambrosius adalah seorang jagoan retorika seperti Agustinus sendiri, namun lebih tua dan lebih berpengalaman. Sebagian karena khotbah-[[khotbah]] Ambrosius, dan studi-studinya yang lain, termasuk suatu pertemuan yang mengecewakannya dengan seorang tokoh teologi Manikean, Agustinus beralih dari Manikeanisme. Namun bukannya menjadi Katolik seperti Ambrosius dan Monika, ia malah mengambil pendekatan [[Neoplatonisme|Neoplatonis]] kafir terhadap kebenaran, dan mengatakan bahwa selama beberapa waktu ia merasakan bahwa ia benar-benar mengalami kemajuan di dalam pencariannya, meskipun pada akhirnya ia justru menjadi seorang skeptik.


Pada usia sekitar 19 tahun, Agustinus mulai menjalin hubungan di luar [[perkawinan]] dengan seorang wanita muda di Kartago. Meskipun sang ibu mengharapkannya agar menikahi seorang yang sederajat dengannya,<ref name=Uta>{{en}} {{cite book |title= Eunuchs for the Kingdom of Heaven: Women, Sexuality and the Catholic Church | last =Ranke-Heineman | first = Uta|publisher= Penguin Books | place = US |year=1988|isbn=9780385265270}}</ref> wanita tersebut menjadi kekasih tetapnya selama lebih dari 13 tahun dan melahirkan anak baginya, Adeodatus,<ref>{{en}} Augustine of Hippo, ''Confessions'', 4:2</ref> yang dipandang sangat cerdas oleh orang-orang pada masanya.
Ibunda Agustinus menyusulnya ke Milano dan ia membiarkan ibunya mengatur sebuah pernikahan untuknya. Untuk itu ia meninggalkan istri gelapnya. (Namun ia harus menunggu dua tahun hingga tunangannya cukup umur, sementara itu ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan lain). Pada masa itulah Agustinus dari Hippo mengucapkan doanya yang terkenal, "Berikanlah daku kemurnian dan penguasaan diri, tapi jangan dulu" [da mihi castitatem et continentiam, sed noli modo].


===Mengajar retorika===
Pada musim panas tahun [[386]], setelah membaca kitab Roma yang sangat memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan memutuskan untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam retorika, melepaskan jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan gagasannya untuk menikah (hal ini menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani [[Allah]] dan praktik [[imamat]], termasuk [[selibat]].
Agustinus mengajar [[tata bahasa]] di Tagaste selama tahun 373-374. Tahun berikutnya ia pindah ke Kartago untuk membuka [[sekolah]] [[retorika]], dan berlangsung selama 9 tahun.<ref name=EA/> Karena merasa terganggu oleh murid-murid yang sulit diatur di Kartago, ia pindah ke [[Roma]] untuk mendirikan sekolah di sana, dimana ia meyakini bahwa Roma adalah tempatnya para ahli retorika cemerlang dan terbaik. Namun, Agustinus kecewa karena situasi di sana di luar harapannya. Merupakan suatu kebiasaan di Roma saat itu bahwa para murid membayar biaya sekolah di hari terakhir masa studi; sementara banyak murid mengikuti seluruh masa studi dengan tekun sampai akhir, namun tidak membayar biaya sekolah. Para teman Manikhean-nya kemudian memperkenalkan Agustinus dengan [[prefek]] Kota Roma, [[Quintus Aurelius Symmachus|Symmachus]], yang telah diminta oleh [[pengadilan]] [[kekaisaran]] di [[Milan]] untuk menyediakan seorang [[guru besar]] ilmu retorika. Agustinus kemudian mendapatkan pekerjaan tersebut dan berangkat ke utara untuk menerima jabatan itu pada akhir tahun [[384]]. Di usianya yang ke-30, Agustinus telah mendapatkan jabatan akademik yang paling menonjol di dunia Latin dimana saat itu jabatan seperti demikian memberikan akses ke karir politik.<ref name="celife">{{en}} Portalié, Eugène. [http://www.newadvent.org/cathen/02084a.htm "Life of St. Augustine of Hippo"] ''The Catholic Encyclopedia''. Vol. 2. New York: Robert Appleton Company (1907). Retrieved 30 September 2011</ref>

Walau Agustinus menunjukkan kegairahannya kepada [[Manikheisme]], tetapi ia hanyalah seorang "auditor" (tingkatan terendah dalam [[hirarki]] [[sekte]] tersebut). Saat masih di Kartago, Agustinus pernah mengalami suatu pertemuan yang mengecewakan dengan Uskup Manikhean, [[:en:Faustus of Mileve|Faustus of Mileve]], seorang eksponen utama dalam teologi Manikhean; sejak saat itu Agustinus mulai bersikap [[skeptis]] terhadap Manikheisme.<ref name="celife"/> Di Roma, ia dikabarkan berpaling dari Manikheisme dan menganut skeptisisme gerakan "Akademi Baru", yang merupakan [[Akademi Platonik]]. Karena pendidikannya, Agustinus memiliki kecakapan retorikal yang luar biasa dan berpengetahuan luas dalam [[filosofi]] berbagai aliran [[kepercayaan]].<ref>{{en}} {{cite book|last1=Kishlansky|first1=Mark|last2=Geary|first2=Patrick|last3=O'Brien|first3=Patricia|title=Civilization in the West|date=2010|publisher=Pearson Education Inc.|location=New Jersey|pages=142–143|edition=Volume 1: to 1715|ref=Augustine of Hippo}}</ref>

Saat Agustinus tinggal di Milan, kesalehan ibunya, studinya dalam [[Neoplatonisme]], dan temannya [[Simplician|Simplicianus]] (yang kemudian menjadi Uskup Milan, dan juga akhirnya digelari [[Santo]]), semuanya itu mendorong dia untuk beralih ke Kekristenan. Awalnya Agustinus tidak begitu terpengaruh oleh Kekristenan, tetapi seiring dengan hubungannya dengan [[Ambrosius]] (Uskup Milan saat itu, dan kemudian menjadi salah satu [[Doktor Gereja|Doktor]] Agung dalam [[Gereja Katolik]]), ia mulai mengevaluasi kembali dirinya. Sama seperti Agustinus, Ambrosius juga seorang ahli retorika (berarti juga ahli [[pidato]]), tapi lebih tua dan berpengalaman.<ref name = "BeDuhn2009">{{en}} {{cite book | first = Jason David | last = BeDuhn | title = Augustine's Manichaean dilemma: Conversion and apostasy, 373–388 C.E. | url =http://books.google.com/books?id=mEmZaq1Gg3wC&pg=PA163 | accessdate = 17 June 2011 | date =28 October 2009|publisher=University of Pennsylvania Press|isbn=978-0-8122-4210-2|page= 163}}</ref> Agustinus sangat terpengaruh oleh Ambrosius, terutama melalui [[khotbah]]-[[khotbah]] Ambrosius, bahkan lebih dari pengaruh ibunya sendiri dan orang-orang lain yang ia kagumi. Sejak ia tiba di Milan, ia segera berada di bawah pengaruh Ambrosius. Dalam ''Pengakuan-pengakuan'' X-XIII, Agustinus menulis, "Abdi Allah ini menerimaku dengan sikap kebapakan dan sebagai seorang [[uskup]] yang sejati dinyatakannya kesenangannya akan pemindahan saya." Hubungan mereka segera berkembang, sebagaimana Agustinus menuliskannya, "Begitulah aku mulai merasa sayang kepadanya, meskipun mula-mula bukan sebagai guru suatu kebenaran yang sama sekali sudah tidak kuharapkan dari [[Gereja]]-Mu, melainkan sebagai orang yang ramah terhadapku."<ref name="Augustine: Account of His Own Conversion">{{en}} {{cite web|last1=Outler|first1=Albert|title="Medieval Sourcebook." Internet History Sourcebooks Project|url=http://www.fordham.edu/halsall/source/aug-conv.asp|website=Fordham University, Medieval Sourcebook|publisher=Fordham University|accessdate=30 October 2014}}</ref> Agustinus rutin mengunjungi Ambrosius untuk melihat apakah Ambrosius merupakan salah seorang ahli retorika dan pembicara terbaik di dunia. Walau lebih tertarik kepada ketrampilan berbicaranya dibandingkan topiknya, Agustinus segera menyadari bahwa Ambrosius adalah seorang ahli pidato yang spektakuler. Pada akhirnya, Agustinus mengatakan bahwa melalui alam [[bawah sadar]]nya ia dibawa kepada [[iman]] [[Kristen]].<ref name="Augustine: Account of His Own Conversion"/>

Sang ibu, [[Monika]], telah menyusul Agustinus sampai ke Milan dan mengatur suatu pernikahan, dimana karena hal ini hubungan Agustinus dengan [[kekasih]]nya (di luar [[pernikahan]]) berakhir —yaitu pada tahun 385.<ref>{{en}} {{cite book|last=Brown|first=Peter|title=Augustine of Hippo: A Biography|year=1970|publisher=University of California Press|location=Berkeley|page=63}}</ref> Meskipun Agustinus menerima rencana pernikahan ini, Agustinus sangatlah terluka karena kehilangan kekasihnya. Saat itu ia menggambarkan keadaannya: "Wanita teman tetapku seranjang direnggut dari sisiku ... hatiku yang melekat padanya tercabik-cabik dan terluka dan mengalirkan darah."<ref>{{en}} Augustine of Hippo, ''Confessions'', VI:XV</ref> Agustinus mengakui bahwa ia bukan gandrung pada [[perkawinan]], melainkan budak nafsu [[birahi]], sehingga ia mencari kekasih lain untuk melayani nafsunya sepeninggal kekasih pertamanya karena ia harus menunggu 2 tahun lagi hingga [[tunangan]]nya beranjak dewasa. Namun ia menggambarkan bahwa setelah itu pun lukanya tidak sembuh juga, malah mulai bernanah.<ref>{{en}} Augustine of Hippo, ''Confessions'', VI:XV</ref>

Ada bukti yang menunjukkan bahwa Agustinus mungkin menganggap hubungan sebelumnya ini setara dengan pernikahan.<ref>{{en}} {{cite journal|last = Burrus | first=Virginia|year=2011|title="Fleeing the Uxorious Kingdom": Augustine's Queer Theology of Marriage | journal =Journal of Early Christian Studies|publisher=Johns Hopkins University Press|volume=19|issue=1|pages = 1–20|doi=10.1353/earl.2011.0002}}</ref> Dalam ''Pengakuan-pengakuan'', ia mengakui bahwa pengalaman tersebut kemudian membuat suatu penurunan kepekaan terhadap rasa sakit. Di kemudian hari, Agustinus akhirnya memutuskan pertunangannya dengan tunangannya yang berumur 11 tahun itu, dan ia kemudian tidak pernah menjalin hubungan lagi dengan salah satu pun kekasihnya. Seorang teman Agustinus, [[Alypius dari Tagaste|Alypius]] (yang kemudian menjadi Uskup Tagaste, dan juga akhirnya digelari Santo), yang mengarahkan Agustinus untuk menjauhi pernikahan, mengatakan bahwa mereka tidak dapat menjalani suatu kehidupan bersama dalam cinta akan hikmat jika menikah. Agustinus mengenangnya beberapa tahun kemudian saat tinggal di [[:en:Cassago Brianza|Cassiciacum]], sebuah [[villa]] di luar Milan, dimana ia berkumpul dengan para pengikutnya sebelum ia di[[baptis]], dan menggambarkannya sebagai waktu senggang kehidupan Kristiani (''Christianae vitae otium'').<ref name="Ferguson208">{{en}} Ferguson, Everett (1999) ''Christianity in relation to Jews, Greeks, and Romans'', Taylor & Francis, p. 208, ISBN 0-8153-3069-3.</ref>

===Memeluk Kristen dan kehidupan imamat===
[[Berkas:Saint Augustine and Saint Monica.jpg|left|thumb|"St. Agustinus dan St. Monika" (1846), oleh [[Ary Scheffer]].]]
Pada musim panas tahun [[386]], setelah membaca kitab Roma yang sangat memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan memutuskan untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam retorika, melepaskan jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan gagasannya untuk menikah (hal ini menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani [[Allah]] dan praktik [[sakramen imamat|imamat]], termasuk [[selibat]].


Sebuah pengalaman penting yang memengaruhi pertobatannya ini adalah suara dari seorang gadis kecil yang didengarnya pada suatu hari menyampaikan pesan kepadanya melalui sebuah nyanyian kecil untuk "Mengambil dan membaca" Alkitab. Pada saat itu ia membuka Alkitab dengan sembarangan dan menemukan sebuah ayat dari [[Paulus dari Tarsus|Paulus]]. Ia menceritakan perjalanan rohaninya dalam bukunya yang terkenal ''[[Pengakuan-pengakuan Agustinus]]'' <ref name="Pengakuan"></ref> yang kemudian menjadi sebuah buku klasik dalam teologi Kristen maupun sastra dunia. Ambrosius membaptiskan Agustinus pada hari [[Paskah]] pada [[387]], dan tak lama sesudah itu pada [[388]] ia kembali ke Afrika. Dalam perjalanan ke Afrika ibunya meninggal, dan tak lama kemudian anak laki-lakinya, sehingga ia praktis sendirian di dunia tanpa keluarga.
Sebuah pengalaman penting yang memengaruhi pertobatannya ini adalah suara dari seorang gadis kecil yang didengarnya pada suatu hari menyampaikan pesan kepadanya melalui sebuah nyanyian kecil untuk "Mengambil dan membaca" Alkitab. Pada saat itu ia membuka Alkitab dengan sembarangan dan menemukan sebuah ayat dari [[Paulus dari Tarsus|Paulus]]. Ia menceritakan perjalanan rohaninya dalam bukunya yang terkenal ''[[Pengakuan-pengakuan Agustinus]]'' <ref name="Pengakuan"></ref> yang kemudian menjadi sebuah buku klasik dalam teologi Kristen maupun sastra dunia. Ambrosius membaptiskan Agustinus pada hari [[Paskah]] pada [[387]], dan tak lama sesudah itu pada [[388]] ia kembali ke Afrika. Dalam perjalanan ke Afrika ibunya meninggal, dan tak lama kemudian anak laki-lakinya, sehingga ia praktis sendirian di dunia tanpa keluarga.
Baris 52: Baris 63:
Setelah kembali ke Afrika utara, ia membangun sebuah [[biara]] di Tagaste untuk dirinya sendiri dan sekelompok temannya. Pada [[391]] ia [[penahbisan|ditahbiskan]] menjadi seorang [[imam]] di [[Hippo Regius]], (kini [[Annaba]], di [[Aljazair]]). Ia menjadi seorang [[pengkhotbah]] terkenal (lebih dari 350 khotbahnya yang terlestarikan diyakini otentik), dan dicatat karena melawan ajaran sesat Manikeanisme, yang pernah dianutnya.
Setelah kembali ke Afrika utara, ia membangun sebuah [[biara]] di Tagaste untuk dirinya sendiri dan sekelompok temannya. Pada [[391]] ia [[penahbisan|ditahbiskan]] menjadi seorang [[imam]] di [[Hippo Regius]], (kini [[Annaba]], di [[Aljazair]]). Ia menjadi seorang [[pengkhotbah]] terkenal (lebih dari 350 khotbahnya yang terlestarikan diyakini otentik), dan dicatat karena melawan ajaran sesat Manikeanisme, yang pernah dianutnya.


Pada [[396]] ia diangkat menjadi [[pendamping uskup]] di Hippo (pembantu dengan hak untuk menggantikan apabila uskup yang menjabat meninggal dunia), dan tetap sebagai [[uskup]] di Hippo hingga kematiannya pada [[430]]. Ia meninggalkan biaranya, namun tetap menjalani kehidupan biara di kediaman resminya sebagai uskup. Ia meninggalkan sebuah Buku Aturan ([[bahasa Latin]] ''Regula'') untuk biaranya yang membuat ia digelari sebagai "[[santo pelindung]] dari [[rohaniwan biasa]]," artinya, [[imam praja]] yang hidup dengan [[aturan-aturan biara]].
Pada [[396]] ia diangkat menjadi [[uskup koajutor]] di Hippo (seorang [[uskup]] dengan hak untuk menggantikan apabila [[uskup diosesan]] yang menjabat meninggal dunia), dan tidak lama kemudian menjadi [[uskup]] sepenuhnya di Hippo hingga kematiannya pada [[430]]. Ia meninggalkan biaranya, namun tetap menjalani kehidupan biara di kediaman resminya sebagai uskup. Ia meninggalkan sebuah Buku Aturan ([[bahasa Latin]] ''Regula'') untuk biaranya yang membuat ia digelari sebagai "[[santo pelindung]] dari [[rohaniwan biasa]]," artinya, [[imam praja]] yang hidup dengan [[aturan-aturan biara]].


Agustinus meninggal pada [[28 Agustus]] [[430]], ketika Hippo dikepung oleh bangsa [[Vandal]].
Agustinus meninggal pada [[28 Agustus]] [[430]], ketika Hippo dikepung oleh bangsa [[Vandal]].
Baris 63: Baris 74:
Walaupun Agustinus tidak mengembangkan suatu teologi khusus mengenai [[Mariologi]], namun pernyataannya mengenai [[Maria]] melampaui para penulis awal lainnya dalam hal kedalamannya dan banyaknya.<ref>{{en}} O Stegmüller, in Marienkunde, 455</ref> Sebelum [[Konsili Efesus]] pun ia telah membela [[Keperawanan Abadi Maria]] sebagai [[Theotokos|Bunda Allah]], yang mana karena keperawanannya, adalah penuh rahmat.<ref>Augustine of Hippo, ''De Sancta Virginitate'', 6,6, 191.</ref> Dan ia juga menegaskan bahwa Perawan Maria "mengandung sebagai perawan, melahirkan sebagai perawan, dan tetap perawan selamanya".<ref>Augustine of Hippo, ''De Sancta Virginitate'', 18</ref>
Walaupun Agustinus tidak mengembangkan suatu teologi khusus mengenai [[Mariologi]], namun pernyataannya mengenai [[Maria]] melampaui para penulis awal lainnya dalam hal kedalamannya dan banyaknya.<ref>{{en}} O Stegmüller, in Marienkunde, 455</ref> Sebelum [[Konsili Efesus]] pun ia telah membela [[Keperawanan Abadi Maria]] sebagai [[Theotokos|Bunda Allah]], yang mana karena keperawanannya, adalah penuh rahmat.<ref>Augustine of Hippo, ''De Sancta Virginitate'', 6,6, 191.</ref> Dan ia juga menegaskan bahwa Perawan Maria "mengandung sebagai perawan, melahirkan sebagai perawan, dan tetap perawan selamanya".<ref>Augustine of Hippo, ''De Sancta Virginitate'', 18</ref>


[[Berkas:Vergós Group - Saint Augustine Disputing with the Heretics - Google Art Project.jpg|thumb|St. Agustinus berdebat dengan [[bidat]], lukisan karya [[Vergós Group]]]]
=== Dosa asal ===
=== Dosa asal ===
Agustinus mengajarkan bahwa [[dosa asal]] dari [[Adam]] dan [[Hawa]] merupakan suatu tindakan [[kebodohan]] (''insipientia'') yang diikuti oleh [[kesombongan]] dan ketidaktaatan kepada Allah, atau mungkin juga sebenarnya berawal dari kesombongan.<ref>''Contra Julianum'', V, 4.18; PL 44, 795</ref> Pasangan pertama tersebut tidak mematuhi Allah, yang telah mengatakan kepada mereka untuk tidak makan dari [[Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat]] ([[Kejadian 2]]:17),<ref>Augustine of Hippo, ''On the Literal Meaning of Genesis'' (''De Genesi ad litteram''), VIII, 6:12, vol. 1, p. 192-3 and 12:28, vol. 2, p. 219-20, trans. John Hammond Taylor SJ;[[Bibliothèque Augustinniene|BA]] 49,28 and 50–52; [[Patrologia Latina|PL]] 34, 377; cf. idem, ''De Trinitate'', XII, 12.17; [[Corpus Christianorum|CCL]] 50, 371–372 [v. 26–31;1–36]; ''De natura boni'' 34–35; CSEL 25, 872; PL 42, 551–572</ref> dimana pohon tersebut merupakan sebuah simbol dari keteraturan penciptaan.<ref>Augustine of Hippo, ''On the Literal Meaning of Genesis'' (''De Genesi ad litteram''), VIII, 4.8; [[Bibliothèque Augustinniene|BA]] 49, 20</ref> Sikap yang berpusat pada diri sendiri membuat Adam dan Hawa memakan buah pohon itu, sehingga gagal untuk mengakui dan menghormati dunia yang telah diciptakan Allah, beserta tatanan ciptaan dan nilai-nilainya.<ref>{{en}} [http://www.newadvent.org/fathers/130105.htm On the Trinity]" (''De Trinitate''), 5:7; [[Corpus Christianorum|CCL]] 50, 320 [1–12]</ref> Mereka jatuh dalam [[kesombongan]] dan berkurangnya hikmat karena [[Iblis]] menabur "akar kejahatan" (''radix mali'') ke dalam [[panca indera]] mereka.<ref>Augustine of Hippo, ("Contra Julianum", I, 9.42; PL 44, 670)</ref> Kodrat mereka terluka oleh [[konkupisensi]] atau [[libido]], yang mana mempengaruhi kehendak dan kecerdasan mereka, juga [[afeksi]] dan hasrat (atau nafsu), termasuk hasrat seksual.<ref>In one of Augustine's late works, ''Retractationes'', he made a significant remark indicating the way he understood difference between spiritual, moral libido and the sexual desire: "Libido is not good and righteous use of the libido" ("libido non est bonus et rectus usus libidinis"). See the whole passage: ''Dixi etiam quodam loco: «Quod enim est cibus ad salutem hominis, hoc est concubitus ad salutem generis, et utrumque non est sine delectatione carnali, quae tamen modificata et temperantia refrenante in usum naturalem redacta, libido esse non potest». Quod ideo dictum est, quoniam "libido non est bonus et rectus usus libidinis". Sicut enim malum est male uti bonis, ita bonum bene uti malis. De qua re alias, maxime contra novos haereticos Pelagianos, diligentius disputavi''. Cf. ''De bono coniugali'', 16.18; PL 40, 385; ''De nuptiis et concupiscentia'', II, 21.36; PL 44, 443; ''Contra Iulianum'', III, 7.16; PL 44, 710; ibid., V, 16.60; PL 44, 817. See also {{cite book |title= Le mariage chrétien dans l'oeuvre de Saint Augustin. Une théologie baptismale de la vie conjugale |author= Idem |year= 1983 |publisher= Études Augustiniennes |location=Paris |page=97}}</ref> Dari segi [[metafisika]], konkupisensi bukanlah suatu ciptaan tetapi merupakan suatu kualitas buruk, kurangnya kebaikan, atau suatu luka.<ref>''Non substantialiter manere concupiscentiam, sicut corpus aliquod aut spiritum; sed esse affectionem quamdam malae qualitatis, sicut est languor''. (''De nuptiis et concupiscentia'', I, 25. 28; PL 44, 430; cf. ''Contra Julianum'', VI, 18.53; PL 44, 854; ibid. VI, 19.58; PL 44, 857; ibid., II, 10.33; PL 44, 697; ''Contra Secundinum Manichaeum'', 15; PL 42, 590.</ref>
Agustinus mengajarkan bahwa [[dosa asal]] dari [[Adam]] dan [[Hawa]] merupakan suatu tindakan [[kebodohan]] (''insipientia'') yang diikuti oleh [[kesombongan]] dan ketidaktaatan kepada Allah, atau mungkin juga sebenarnya berawal dari kesombongan.<ref>''Contra Julianum'', V, 4.18; PL 44, 795</ref> Pasangan pertama tersebut tidak mematuhi Allah, yang telah mengatakan kepada mereka untuk tidak makan dari [[Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat]] ([[Kejadian 2]]:17),<ref>Augustine of Hippo, ''On the Literal Meaning of Genesis'' (''De Genesi ad litteram''), VIII, 6:12, vol. 1, p. 192-3 and 12:28, vol. 2, p. 219-20, trans. John Hammond Taylor SJ;[[Bibliothèque Augustinniene|BA]] 49,28 and 50–52; [[Patrologia Latina|PL]] 34, 377; cf. idem, ''De Trinitate'', XII, 12.17; [[Corpus Christianorum|CCL]] 50, 371–372 [v. 26–31;1–36]; ''De natura boni'' 34–35; CSEL 25, 872; PL 42, 551–572</ref> dimana pohon tersebut merupakan sebuah simbol dari keteraturan penciptaan.<ref>Augustine of Hippo, ''On the Literal Meaning of Genesis'' (''De Genesi ad litteram''), VIII, 4.8; [[Bibliothèque Augustinniene|BA]] 49, 20</ref> Sikap yang berpusat pada diri sendiri membuat Adam dan Hawa memakan buah pohon itu, sehingga gagal untuk mengakui dan menghormati dunia yang telah diciptakan Allah, beserta tatanan ciptaan dan nilai-nilainya.<ref>{{en}} [http://www.newadvent.org/fathers/130105.htm On the Trinity]" (''De Trinitate''), 5:7; [[Corpus Christianorum|CCL]] 50, 320 [1–12]</ref> Mereka jatuh dalam [[kesombongan]] dan berkurangnya hikmat karena [[Iblis]] menabur "akar kejahatan" (''radix mali'') ke dalam [[panca indera]] mereka.<ref>Augustine of Hippo, ("Contra Julianum", I, 9.42; PL 44, 670)</ref> Kodrat mereka terluka oleh [[konkupisensi]] atau [[libido]], yang mana mempengaruhi kehendak dan kecerdasan mereka, juga [[afeksi]] dan hasrat (atau nafsu), termasuk hasrat seksual.<ref>In one of Augustine's late works, ''Retractationes'', he made a significant remark indicating the way he understood difference between spiritual, moral libido and the sexual desire: "Libido is not good and righteous use of the libido" ("libido non est bonus et rectus usus libidinis"). See the whole passage: ''Dixi etiam quodam loco: «Quod enim est cibus ad salutem hominis, hoc est concubitus ad salutem generis, et utrumque non est sine delectatione carnali, quae tamen modificata et temperantia refrenante in usum naturalem redacta, libido esse non potest». Quod ideo dictum est, quoniam "libido non est bonus et rectus usus libidinis". Sicut enim malum est male uti bonis, ita bonum bene uti malis. De qua re alias, maxime contra novos haereticos Pelagianos, diligentius disputavi''. Cf. ''De bono coniugali'', 16.18; PL 40, 385; ''De nuptiis et concupiscentia'', II, 21.36; PL 44, 443; ''Contra Iulianum'', III, 7.16; PL 44, 710; ibid., V, 16.60; PL 44, 817. See also {{cite book |title= Le mariage chrétien dans l'oeuvre de Saint Augustin. Une théologie baptismale de la vie conjugale |author= Idem |year= 1983 |publisher= Études Augustiniennes |location=Paris |page=97}}</ref> Dari segi [[metafisika]], konkupisensi bukanlah suatu ciptaan tetapi merupakan suatu kualitas buruk, kurangnya kebaikan, atau suatu luka.<ref>''Non substantialiter manere concupiscentiam, sicut corpus aliquod aut spiritum; sed esse affectionem quamdam malae qualitatis, sicut est languor''. (''De nuptiis et concupiscentia'', I, 25. 28; PL 44, 430; cf. ''Contra Julianum'', VI, 18.53; PL 44, 854; ibid. VI, 19.58; PL 44, 857; ibid., II, 10.33; PL 44, 697; ''Contra Secundinum Manichaeum'', 15; PL 42, 590.</ref>
Baris 96: Baris 108:


== Pengaruhnya ==
== Pengaruhnya ==
[[Berkas:Tiffany Window of St Augustine - Lightner Museum.jpg|thumb|right|250px|Lukisan detail St. Agustinus di sebuah [[jendela kaca hias]] karya [[Louis Comfort Tiffany]] di [[Museum Lightner]], [[St. Agustine, Florida]], [[Amerika Serikat]].]]
[[Berkas:Tiffany Window of St Augustine - Lightner Museum.jpg|thumb|right|250px|Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela [[kaca patri]] karya [[Louis Comfort Tiffany]] di [[Museum Lightner]], [[St. Augustine, Florida]], [[Amerika Serikat]].]]
Agustinus tetap merupakan seorang figur pusat, baik dalam [[Kekristenan]] maupun dalam sejarah pemikiran Barat. Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh [[Stoikisme]], [[Platonisme]] dan [[Neoplatonisme]], terutama oleh karya [[Plotinus]] (penulis [[Enneads]]), kemungkinan melalui perantaraan [[Porfiri (filsuf)|Porfiri]] dan [[Victorinus]] (seperti dalam argumen [[Pierre Hadot]]). Meskipun ia kemudian meninggalkan Neoplatonisme, beberapa gagasan akan hal tersebut masih terlihat dalam tulisan-tulisan awalnya.<ref>{{en}} Bertrand Russell ''History of western Philosophy'' Book II Chapter IV</ref> Tulisan awalnya yang berpengaruh tentang [[kehendak (filsafat)|kehendak manusia]], suatu topik sentral dalam [[etika]], kelak menjadi fokus bagi para filsuf seperti [[Arthur Schopenhauer|Schopenhauer]], [[Søren Kierkegaard|Kierkegaard]], dan [[Friedrich Nietzsche|Nietzsche]]. Ia juga dipengaruhi oleh karya-karya [[Virgil]] (yang dikenal karena ajarannya mengenai [[bahasa]]) dan [[Cicero]] (yang dikenal karena ajarannya mengenai argumen).<ref>{{en}} [http://plato.stanford.edu/archives/win2012/entries/augustine/ Mendelson, Michael, "Saint Augustine", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Winter 2012 Edition), Edward N. Zalta (ed.)]</ref>
Agustinus tetap merupakan seorang figur pusat, baik dalam [[Kekristenan]] maupun dalam sejarah pemikiran Barat. Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh [[Stoikisme]], [[Platonisme]] dan [[Neoplatonisme]], terutama oleh karya [[Plotinus]] (penulis [[Enneads]]), kemungkinan melalui perantaraan [[Porfiri (filsuf)|Porfiri]] dan [[Victorinus]] (seperti dalam argumen [[Pierre Hadot]]). Meskipun ia kemudian meninggalkan Neoplatonisme, beberapa gagasan akan hal tersebut masih terlihat dalam tulisan-tulisan awalnya.<ref>{{en}} Bertrand Russell ''History of western Philosophy'' Book II Chapter IV</ref> Tulisan awalnya yang berpengaruh tentang [[kehendak (filsafat)|kehendak manusia]], suatu topik sentral dalam [[etika]], kelak menjadi fokus bagi para filsuf seperti [[Arthur Schopenhauer|Schopenhauer]], [[Søren Kierkegaard|Kierkegaard]], dan [[Friedrich Nietzsche|Nietzsche]]. Ia juga dipengaruhi oleh karya-karya [[Virgil]] (yang dikenal karena ajarannya mengenai [[bahasa]]) dan [[Cicero]] (yang dikenal karena ajarannya mengenai argumen).<ref>{{en}} [http://plato.stanford.edu/archives/win2012/entries/augustine/ Mendelson, Michael, "Saint Augustine", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Winter 2012 Edition), Edward N. Zalta (ed.)]</ref>


Baris 112: Baris 124:


== Tuduhan ==
== Tuduhan ==
Beberapa kalangan — misalnya dari [[Gereja Ortodoks]] — memandang beberapa ajaran Agustinus (terutama mengenai dosa dan anugerah) tidak tepat, salah dimengerti dan kontroversial (sehingga menimbulkan perpecahan dalam Kekristenan Barat), bahkan ada pula yang menjulukinya "[[bidah]] terbesar". Namun tidak sedikit juga yang membelanya, bahkan dari kalangan Gereja Ortodoks sendiri. [[Pastor]] Seraphim Rose dalam bukunya ''The Place of Blessed Augustine in the Orthodox Church'' mengatakan bahwa, "Walau ide-ide Agustinus mungkin telah digunakan dan terdistorsi di Barat untuk menghasilkan teori-teori lebih modern (seperti [[predestinasi]]nya [[Calvinisme]], ''sola gratia'', atau bahkan [[Deisme]]), sang Santo sendiri tidaklah bersalah atas beragam jenis teologi inovatif ... ."<ref name="orthodoxinfo"/> Sebuah artikel dalam ''Orthodox Tradition'' (Vol.XIV, No.4, p.33-35) menuliskan, " ... berbagai distorsi dan pernyataan berlebihan tertentu dalam ajaran-ajaran teologisnya oleh para pemikir [[Abad Pertengahan]] dan Reformasi telah dikaitkan dengan tidak adil kepada sang Santo sendiri."<ref name="orthodoxinfo"/> [[Uskup Agung]] [[:en:Mark (Arndt)|Mark]] dari [[Gereja Ortodoks Rusia di Luar Rusia]] mengatakan bahwa, "Kita dapat menemukan titik-titik lemah yang serupa dalam tulisan-tulisan hampir semua bapa Suci ... ."<ref name="orthodoxinfo">{{en}} {{cite web |title=Blessed Augustine of Hippo: His Place in the Orthodox Church - A Corrective Compilation |url=http://orthodoxinfo.com/inquirers/bless_aug.aspx |publisher=Orthodox Christian Information Center}}</ref>
Beberapa kalangan — misalnya dari [[Gereja Ortodoks]] — memandang beberapa ajaran Agustinus (terutama mengenai dosa dan anugerah) tidak tepat, salah dimengerti dan kontroversial (sehingga menimbulkan perpecahan dalam Kekristenan Barat), bahkan ada pula yang menjulukinya "[[bidah]] terbesar". Namun tidak sedikit juga yang membelanya, bahkan dari kalangan Gereja Ortodoks sendiri. [[Pastor]] Seraphim Rose dalam bukunya ''The Place of Blessed Augustine in the Orthodox Church'' mengatakan bahwa, "Walau ide-ide Agustinus mungkin telah digunakan dan terdistorsi di Barat untuk menghasilkan teori-teori lebih modern (seperti [[predestinasi]]nya [[Calvinisme]], ''sola gratia'', atau bahkan [[Deisme]]), sang Santo sendiri tidaklah bersalah atas beragam jenis teologi inovatif ... ."<ref name="orthodoxinfo"/> Sebuah artikel dalam ''Orthodox Tradition'' (Vol.XIV, No.4, p.33-35) menuliskan, " ... berbagai distorsi dan pernyataan berlebihan tertentu dalam ajaran-ajaran teologisnya oleh para pemikir [[Abad Pertengahan]] dan Reformasi telah dikaitkan dengan tidak adil kepada sang Santo sendiri."<ref name="orthodoxinfo"/> [[Uskup Agung]] [[:en:Mark (Arndt)|Mark]] dari [[Gereja Ortodoks Rusia di Luar Rusia]] mengatakan bahwa, "Kita dapat menemukan titik-titik lemah yang serupa dalam tulisan-tulisan hampir semua bapa Suci ([[Bapa Gereja]]) ... ."<ref name="orthodoxinfo">{{en}} {{cite web |title=Blessed Augustine of Hippo: His Place in the Orthodox Church - A Corrective Compilation |url=http://orthodoxinfo.com/inquirers/bless_aug.aspx |publisher=Orthodox Christian Information Center}}</ref>


== Buku-buku ==
== Buku-buku ==
Baris 126: Baris 138:


== Surat-surat ==
== Surat-surat ==
{{col|2}}
* Tentang Mengajarkan Iman kepada Mereka yang Tidak Berpendidikan
* Tentang Mengajarkan Iman kepada Mereka yang Tidak Berpendidikan
* Tentang Iman dan Kredo
* Tentang Iman dan Kredo
Baris 171: Baris 184:
* Narasi, atau Eksposisi tentang Mazmur
* Narasi, atau Eksposisi tentang Mazmur
* Tentang Keabadian Jiwa
* Tentang Keabadian Jiwa
{{EndDiv}}


== Catatan ==
== Catatan ==
* {{fnb|1}} Katolik di sini tidak sama dengan pengertian modern dalam arti Katolik versus Ortodoks. Pengertian yang terkandung di sini adalah makna yang lama, yaitu pengikut [[Pengakuan Iman Nicea]], dalam arti bahwa ia bukan seorang [[Donatis]] atau [[Arian]], yang pada waktu itu merupakan perbedaan yang penting.

* Band [[rock Kristen]], [[Petra (band)|Petra]] mempersembahkan sebuah lagu kepada St. Agustinus yang berjudul ''"St. Agustine Pears"''. Lagu ini didasarkan pada salah satu tulisan Agustinus dalam bukunya "Pengakuan-pengakuan" <ref name="Pengakuan"></ref>. Di situ ia menceritakan bahwa ia mencuri buah pir tetangganya meskipun tidak lapar, dan bahwa pencurian kecil ini terus menghantuinya sepanjang hidupnya.[http://ccat.sas.upenn.edu/rels/002/lectures/lecture18.html]
* Band [[rock Kristen]], [[Petra (band)|Petra]] mempersembahkan sebuah lagu kepada St. Agustinus yang berjudul ''"St. Agustine Pears"''. Lagu ini didasarkan pada salah satu tulisan Agustinus dalam bukunya "Pengakuan-pengakuan" <ref name="Pengakuan"></ref>. Di situ ia menceritakan bahwa ia mencuri buah pir tetangganya meskipun tidak lapar, dan bahwa pencurian kecil ini terus menghantuinya sepanjang hidupnya.[http://ccat.sas.upenn.edu/rels/002/lectures/lecture18.html]


Baris 180: Baris 192:


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
{{col|2}}
* [[Agustinian]]
* [[Agustinian]]
* [[Dosa asal]]
* [[Dosa asal]]
Baris 190: Baris 203:
* [[Floria Aemilia]]
* [[Floria Aemilia]]
* [[Pemikiran Etis Agustinus]]
* [[Pemikiran Etis Agustinus]]
* [[Pelagianisme]]
* [[Semipelagianisme]]
{{EndDiv}}


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 218: Baris 234:
** [http://personal2.stthomas.edu/gwschlabach/docs/jhy-aug.htm Augustine and 'other catholics']
** [http://personal2.stthomas.edu/gwschlabach/docs/jhy-aug.htm Augustine and 'other catholics']
** [http://plato.stanford.edu/entries/augustine/ Stanford Encyclopedia of Philosophy entry]
** [http://plato.stanford.edu/entries/augustine/ Stanford Encyclopedia of Philosophy entry]

{{Authority control|VIAF=66806872|LCCN=n80126290|ISNI=0000 0001 2137 6443|GND= 118505114|SELIBR=174788|BNF=cb14319984z|ULAN=500104317}}
{{Persondata
| NAME = Santo Agustinus dari Hippo
| ALTERNATIVE NAMES = Agustinus, Santo, Uskup Hippo; Augustin; Augustinus, Aurelius
| SHORT DESCRIPTION = Teolog Kristen, Uskup, Filsuf, dan Santo
| DATE OF BIRTH = 13 November 354
| PLACE OF BIRTH = [[Tagaste]], [[Numidia]] (sekarang [[Souk Ahras]], [[Aljazair]])
| DATE OF DEATH = 28 Agustus 430
| PLACE OF DEATH = [[Hippo Regius]], [[Numidia]] (saat ini bernama [[Annaba]], [[Aljazair]])
}}


[[Kategori:Penulis Kristen]]
[[Kategori:Penulis Kristen]]

Revisi per 10 Mei 2015 08.13

St. Agustinus dari Hippo
Agustinus dilukis oleh Sandro Botticelli, tahun. 1480
Uskup, Filsuf, Teolog
Lahir(354-11-13)13 November 354
Tagaste, Numidia (sekarang Souk Ahras, Aljazair)
Meninggal28 Agustus 430(430-08-28) (umur 75)
Hippo Regius, Numidia (saat ini bernama Annaba, Aljazair)
Dihormati disemua Kekristenan
Pesta28 Agustus (Kekristenan Barat)
15 Juni (Kekristenan Timur)
4 November (Gereja Asiria Timur)
Atributanak kecil; merpati; pena; cangkang kerang, hati yang tertusuk, memegang buku dengan sebuah gereja kecil, tongkat gembala uskup, mitra
Pelindungbrewery; penerbit dan percetakan; teolog; Bridgeport; Cagayan de Oro; San Agustin[1]
Santo Agustinus Hippo digambar dalam masa Renaisans.

Agustinus dari Hippo (dalam bahasa Latin: Aurelius Augustinus Hipponensis, 13 November 354 – 28 Agustus 430), atau biasa dikenal dengan Santo Agustinus, adalah seorang filsuf[2] dan teolog Kekristenan awal yang mana tulisannya mempengaruhi perkembangan Kekristenan Barat dan filosofi Barat. Ia adalah Uskup Hippo Regius (sekarang Annaba, Aljazair), yang terletak di Numidia (Provinsi (Romawi) Afrika). Ia dipandang sebagai salah seorang Bapa Gereja terpenting dalam Kekristenan Barat karena tulisan-tulisannya di Era Patristik; beberapa karyanya yang terkenal adalah Kota Tuhan dan Pengakuan-pengakuan[3].

Menurut St Hieronimus, yang mana sejaman dengan Agustinus, ia telah memperbaharui "Iman kuno" (conditor antiquae rursum fidei).[4][5]:343 Di awal hidupnya, Agustinus banyak dipengaruhi oleh Manikheisme dan sesudahnya oleh Neoplatonisme. Setelah dibaptis dan menjadi Kristen pada tahun 387, Agustinus mengembangkan pendekatannya sendiri dalam filosofi dan teologi dengan mengakomodir berbagai metode dan sudut pandang.[5]:347-349 Ketika Kekaisaran Romawi Barat mulai pecah, Agustinus mengembangkan konsep Gereja Katolik sebagai suatu Kota rohani Allah (Yerusalem Baru), berbeda dengan Kota Duniawi yang materiil.[6] Pemikirannya sangat mempengaruhi pandangan dunia pada abad pertengahan. Gereja yang berpegang pada konsep Trinitas, sebagaimana didefinisikan dalam Konsili Nicea I dan Konsili Konstantinopel I,[7] dikenal erat sebagai Kota Allah-nya Agustinus.

Dalam Gereja Katolik dan Komuni Anglikan, ia dipandang sebagai seorang santo, seorang Doktor Gereja yang unggul,[8] dan pelindung para biarawan Agustinian. Banyak kalangan Protestan, terutama Calvinis, menganggapnya sebagai salah seorang bapa teologis dari Reformasi Protestan karena ajarannya tentang anugerah ilahi dan keselamatan. Sementara dalam Gereja Timur, banyak ajarannya yang tidak diterima; kontrovesi doktrinal yang terpenting sehubungan dengannya adalah filioque.[9] Doktrin lain yang mungkin tidak diterima mencakup pandangannya mengenai dosa asal, doktrin menenai anugerah, dan predestinasi.[9] Meski dianggap keliru dalam beberapa hal, Agustinus tetap dipandang sebagai seorang suci.[10] Namun di kalangan Gereja Ortodoks ia diberi gelar "Yang Terberkati" (Beato), bukan Santo, karena ajarannya yang dipandang kontroversial dalam hal doktrin.[11]


Kehidupan

Masa kecil dan pendidikan

Agustinus dilahirkan pada tahun 354 di municipium (kota atau kotamadya) di Tagaste, Numidia (sekarang Souk Ahras, Aljazair) di Provinsi (Romawi) Afrika.[12][13] Ibunya, Monika, adalah seorang Kristen yang saleh; sementara ayahnya Patrisius adalah seorang Pagan yang kemudian memohon dibaptis menjelang kematiannya.[14] Pada usia 11 tahun ia disekolahkan di Madaurus (sekarang M'Daourouch), sebuah kota kecil di Numidia berjarak sekitar 19 mil ke arah selatan Tagaste. Di sana ia menjadi akrab dengan sastra Latin, juga keyakinan dan praktek paganisme[15] Pemahaman awalnya atas dosa adalah saat ia dan sejumlah temannya mencuri buah pir, yang mana sebenarnya tidak mereka inginkan, dari sebuah kebun di lingkungannya. Ia menceritakan kisah ini dalam otobiografinya, Pengakuan-pengakuan (Confessions). Ia mengingatnya bahwa dulu ia tidak mencuri buah pir tersebut karena rasa lapar, tetapi karena "hal itu tidak diperbolehkan". Katanya, "Buruk kenakalan itu, tetapi aku menyukainya waktu itu; aku menyukai kehancuranku, aku menyukai kesalahanku. Bukan apa yang kukejar dalam kesalahanku itu, melainkan kesalahan itu sendiri yang kusukai."[16]

Karena kemurahan hati sesama warga kotanya, Romanianus,[17] pada umur 17 tahun ia melanjutkan pendidikan dalam bidang retorika di Kartago. Saat Agustinus belajar di sanalah ia membaca karya Cicero, Hortensius, yang ia gambarkan sebagai meninggalkan suatu kesan mendalam dan memicu minatnya dalam filsafat.[18] Sejak awal Agustinus menunjukkan dirinya sebagai seorang murid yang brilian, dengan rasa keingintahuan intelektual yang besar, namun ia tidak pernah menguasai bahasa Yunani.[19]

Meskipun dididik sebagai seorang Kristiani, oleh ibunya, Agustinus lebih tertarik mengikuti agama Manikheisme, sehingga sering membuat ibunya putus asa.[20] Sebagai seorang pemuda, Agustinus menjalani kehidupan yang hedonis dalam suatu kurun waktu, dan bergaul dengan orang muda lainnya yang membanggakan eksploitasi seksual mereka. Kebutuhan akan penerimaan dari sesamanya telah memaksa mereka untuk mencari ataupun mengarang cerita mengenai pengalaman-pengalaman seksual mereka. Saat itu adalah masa dimana ia mengucapkan doanya yang terkenal: "Berikan aku kesucian dan kekuatan untuk menahan nafsu, tetapi jangan sekarang." (da mihi castitatem et continentiam, sed noli modo)[21]

Pada usia sekitar 19 tahun, Agustinus mulai menjalin hubungan di luar perkawinan dengan seorang wanita muda di Kartago. Meskipun sang ibu mengharapkannya agar menikahi seorang yang sederajat dengannya,[22] wanita tersebut menjadi kekasih tetapnya selama lebih dari 13 tahun dan melahirkan anak baginya, Adeodatus,[23] yang dipandang sangat cerdas oleh orang-orang pada masanya.

Mengajar retorika

Agustinus mengajar tata bahasa di Tagaste selama tahun 373-374. Tahun berikutnya ia pindah ke Kartago untuk membuka sekolah retorika, dan berlangsung selama 9 tahun.[17] Karena merasa terganggu oleh murid-murid yang sulit diatur di Kartago, ia pindah ke Roma untuk mendirikan sekolah di sana, dimana ia meyakini bahwa Roma adalah tempatnya para ahli retorika cemerlang dan terbaik. Namun, Agustinus kecewa karena situasi di sana di luar harapannya. Merupakan suatu kebiasaan di Roma saat itu bahwa para murid membayar biaya sekolah di hari terakhir masa studi; sementara banyak murid mengikuti seluruh masa studi dengan tekun sampai akhir, namun tidak membayar biaya sekolah. Para teman Manikhean-nya kemudian memperkenalkan Agustinus dengan prefek Kota Roma, Symmachus, yang telah diminta oleh pengadilan kekaisaran di Milan untuk menyediakan seorang guru besar ilmu retorika. Agustinus kemudian mendapatkan pekerjaan tersebut dan berangkat ke utara untuk menerima jabatan itu pada akhir tahun 384. Di usianya yang ke-30, Agustinus telah mendapatkan jabatan akademik yang paling menonjol di dunia Latin dimana saat itu jabatan seperti demikian memberikan akses ke karir politik.[24]

Walau Agustinus menunjukkan kegairahannya kepada Manikheisme, tetapi ia hanyalah seorang "auditor" (tingkatan terendah dalam hirarki sekte tersebut). Saat masih di Kartago, Agustinus pernah mengalami suatu pertemuan yang mengecewakan dengan Uskup Manikhean, Faustus of Mileve, seorang eksponen utama dalam teologi Manikhean; sejak saat itu Agustinus mulai bersikap skeptis terhadap Manikheisme.[24] Di Roma, ia dikabarkan berpaling dari Manikheisme dan menganut skeptisisme gerakan "Akademi Baru", yang merupakan Akademi Platonik. Karena pendidikannya, Agustinus memiliki kecakapan retorikal yang luar biasa dan berpengetahuan luas dalam filosofi berbagai aliran kepercayaan.[25]

Saat Agustinus tinggal di Milan, kesalehan ibunya, studinya dalam Neoplatonisme, dan temannya Simplicianus (yang kemudian menjadi Uskup Milan, dan juga akhirnya digelari Santo), semuanya itu mendorong dia untuk beralih ke Kekristenan. Awalnya Agustinus tidak begitu terpengaruh oleh Kekristenan, tetapi seiring dengan hubungannya dengan Ambrosius (Uskup Milan saat itu, dan kemudian menjadi salah satu Doktor Agung dalam Gereja Katolik), ia mulai mengevaluasi kembali dirinya. Sama seperti Agustinus, Ambrosius juga seorang ahli retorika (berarti juga ahli pidato), tapi lebih tua dan berpengalaman.[26] Agustinus sangat terpengaruh oleh Ambrosius, terutama melalui khotbah-khotbah Ambrosius, bahkan lebih dari pengaruh ibunya sendiri dan orang-orang lain yang ia kagumi. Sejak ia tiba di Milan, ia segera berada di bawah pengaruh Ambrosius. Dalam Pengakuan-pengakuan X-XIII, Agustinus menulis, "Abdi Allah ini menerimaku dengan sikap kebapakan dan sebagai seorang uskup yang sejati dinyatakannya kesenangannya akan pemindahan saya." Hubungan mereka segera berkembang, sebagaimana Agustinus menuliskannya, "Begitulah aku mulai merasa sayang kepadanya, meskipun mula-mula bukan sebagai guru suatu kebenaran yang sama sekali sudah tidak kuharapkan dari Gereja-Mu, melainkan sebagai orang yang ramah terhadapku."[27] Agustinus rutin mengunjungi Ambrosius untuk melihat apakah Ambrosius merupakan salah seorang ahli retorika dan pembicara terbaik di dunia. Walau lebih tertarik kepada ketrampilan berbicaranya dibandingkan topiknya, Agustinus segera menyadari bahwa Ambrosius adalah seorang ahli pidato yang spektakuler. Pada akhirnya, Agustinus mengatakan bahwa melalui alam bawah sadarnya ia dibawa kepada iman Kristen.[27]

Sang ibu, Monika, telah menyusul Agustinus sampai ke Milan dan mengatur suatu pernikahan, dimana karena hal ini hubungan Agustinus dengan kekasihnya (di luar pernikahan) berakhir —yaitu pada tahun 385.[28] Meskipun Agustinus menerima rencana pernikahan ini, Agustinus sangatlah terluka karena kehilangan kekasihnya. Saat itu ia menggambarkan keadaannya: "Wanita teman tetapku seranjang direnggut dari sisiku ... hatiku yang melekat padanya tercabik-cabik dan terluka dan mengalirkan darah."[29] Agustinus mengakui bahwa ia bukan gandrung pada perkawinan, melainkan budak nafsu birahi, sehingga ia mencari kekasih lain untuk melayani nafsunya sepeninggal kekasih pertamanya karena ia harus menunggu 2 tahun lagi hingga tunangannya beranjak dewasa. Namun ia menggambarkan bahwa setelah itu pun lukanya tidak sembuh juga, malah mulai bernanah.[30]

Ada bukti yang menunjukkan bahwa Agustinus mungkin menganggap hubungan sebelumnya ini setara dengan pernikahan.[31] Dalam Pengakuan-pengakuan, ia mengakui bahwa pengalaman tersebut kemudian membuat suatu penurunan kepekaan terhadap rasa sakit. Di kemudian hari, Agustinus akhirnya memutuskan pertunangannya dengan tunangannya yang berumur 11 tahun itu, dan ia kemudian tidak pernah menjalin hubungan lagi dengan salah satu pun kekasihnya. Seorang teman Agustinus, Alypius (yang kemudian menjadi Uskup Tagaste, dan juga akhirnya digelari Santo), yang mengarahkan Agustinus untuk menjauhi pernikahan, mengatakan bahwa mereka tidak dapat menjalani suatu kehidupan bersama dalam cinta akan hikmat jika menikah. Agustinus mengenangnya beberapa tahun kemudian saat tinggal di Cassiciacum, sebuah villa di luar Milan, dimana ia berkumpul dengan para pengikutnya sebelum ia dibaptis, dan menggambarkannya sebagai waktu senggang kehidupan Kristiani (Christianae vitae otium).[32]

Memeluk Kristen dan kehidupan imamat

"St. Agustinus dan St. Monika" (1846), oleh Ary Scheffer.

Pada musim panas tahun 386, setelah membaca kitab Roma yang sangat memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan memutuskan untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam retorika, melepaskan jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan gagasannya untuk menikah (hal ini menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Allah dan praktik imamat, termasuk selibat.

Sebuah pengalaman penting yang memengaruhi pertobatannya ini adalah suara dari seorang gadis kecil yang didengarnya pada suatu hari menyampaikan pesan kepadanya melalui sebuah nyanyian kecil untuk "Mengambil dan membaca" Alkitab. Pada saat itu ia membuka Alkitab dengan sembarangan dan menemukan sebuah ayat dari Paulus. Ia menceritakan perjalanan rohaninya dalam bukunya yang terkenal Pengakuan-pengakuan Agustinus [3] yang kemudian menjadi sebuah buku klasik dalam teologi Kristen maupun sastra dunia. Ambrosius membaptiskan Agustinus pada hari Paskah pada 387, dan tak lama sesudah itu pada 388 ia kembali ke Afrika. Dalam perjalanan ke Afrika ibunya meninggal, dan tak lama kemudian anak laki-lakinya, sehingga ia praktis sendirian di dunia tanpa keluarga.

Setelah kembali ke Afrika utara, ia membangun sebuah biara di Tagaste untuk dirinya sendiri dan sekelompok temannya. Pada 391 ia ditahbiskan menjadi seorang imam di Hippo Regius, (kini Annaba, di Aljazair). Ia menjadi seorang pengkhotbah terkenal (lebih dari 350 khotbahnya yang terlestarikan diyakini otentik), dan dicatat karena melawan ajaran sesat Manikeanisme, yang pernah dianutnya.

Pada 396 ia diangkat menjadi uskup koajutor di Hippo (seorang uskup dengan hak untuk menggantikan apabila uskup diosesan yang menjabat meninggal dunia), dan tidak lama kemudian menjadi uskup sepenuhnya di Hippo hingga kematiannya pada 430. Ia meninggalkan biaranya, namun tetap menjalani kehidupan biara di kediaman resminya sebagai uskup. Ia meninggalkan sebuah Buku Aturan (bahasa Latin Regula) untuk biaranya yang membuat ia digelari sebagai "santo pelindung dari rohaniwan biasa," artinya, imam praja yang hidup dengan aturan-aturan biara.

Agustinus meninggal pada 28 Agustus 430, ketika Hippo dikepung oleh bangsa Vandal.

Pemikirannya

Perang yang adil

Agustinus menegaskan bahwa orang Kristen harus pasifis sebagai seorang pribadi, filosofi yang harus menjadi pendiriannya.[33] Namun kedamaian dalam menghadapi suatu kesalahan berat dan serius, yang hanya dapat dihentikan melalui kekerasan, akan menjadi suatu dosa. Pertahanan atas diri sendiri atau orang lain dapat menjadi suatu keharusan, terutama bila diizinkan oleh suatu otoritas yang resmi dan sah. Meskipun tidak merinci kondisi-kondisi yang diperlukan agar perang dapat dibenarkan, yang biasa disebut dengan istilah just war (perang yang adil / sah), Agustinus menciptakan istilah ini dalam karyanya Kota Allah.[34] Perang seperti ini tidak diperkenankan bersifat pre-emptif (melumpuhkan sebagai tindakan antisipasi), tetapi defensif (untuk bertahan), demi memulihkan perdamaian.[35] Beberapa abad kemudian St. Thomas Aquinas menggunakan argumentasi Agustinus dalam upayanya untuk menentukan kondisi-kondisi dimana suatu perang dapat dibenarkan.[36][37]

Mariologi

Walaupun Agustinus tidak mengembangkan suatu teologi khusus mengenai Mariologi, namun pernyataannya mengenai Maria melampaui para penulis awal lainnya dalam hal kedalamannya dan banyaknya.[38] Sebelum Konsili Efesus pun ia telah membela Keperawanan Abadi Maria sebagai Bunda Allah, yang mana karena keperawanannya, adalah penuh rahmat.[39] Dan ia juga menegaskan bahwa Perawan Maria "mengandung sebagai perawan, melahirkan sebagai perawan, dan tetap perawan selamanya".[40]

St. Agustinus berdebat dengan bidat, lukisan karya Vergós Group

Dosa asal

Agustinus mengajarkan bahwa dosa asal dari Adam dan Hawa merupakan suatu tindakan kebodohan (insipientia) yang diikuti oleh kesombongan dan ketidaktaatan kepada Allah, atau mungkin juga sebenarnya berawal dari kesombongan.[41] Pasangan pertama tersebut tidak mematuhi Allah, yang telah mengatakan kepada mereka untuk tidak makan dari Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 2:17),[42] dimana pohon tersebut merupakan sebuah simbol dari keteraturan penciptaan.[43] Sikap yang berpusat pada diri sendiri membuat Adam dan Hawa memakan buah pohon itu, sehingga gagal untuk mengakui dan menghormati dunia yang telah diciptakan Allah, beserta tatanan ciptaan dan nilai-nilainya.[44] Mereka jatuh dalam kesombongan dan berkurangnya hikmat karena Iblis menabur "akar kejahatan" (radix mali) ke dalam panca indera mereka.[45] Kodrat mereka terluka oleh konkupisensi atau libido, yang mana mempengaruhi kehendak dan kecerdasan mereka, juga afeksi dan hasrat (atau nafsu), termasuk hasrat seksual.[46] Dari segi metafisika, konkupisensi bukanlah suatu ciptaan tetapi merupakan suatu kualitas buruk, kurangnya kebaikan, atau suatu luka.[47]

Pandangan bahwa tidak hanya jiwa manusia, tetapi juga panca indera, yang terkena dampak oleh jatuhnya Adam dan Hawa adalah sesuatu yang lazim di zaman Agustinus —dan para Bapa Gereja.[48] Jelas bahwa alasan Agustinus untuk menjauhi urusan kedagingan berbeda dengan Plotinus, seorang Neoplatonis,[49] yang mengajarkan bahwa seorang manusia dapat mencapai tingkatan tertinggi hanya melalui kebencian terhadap keinginan daging.[50] Agustinus mengajarkan bahwa pembebasan tubuh, yaitu transformasi dan penyucian, adalah pada saat kebangkitan (kebangkitan badan).[51]

Beberapa penulis menganggap ajaran Agustinus ditujukan terhadap seksualitas manusia, dan menghubungkan desakannya pada berpantang nafsu (continence) dan pengabdian kepada Allah, berasal dari kebutuhan Agustinus untuk menolak hasrat sensualnya yang besar sebagaimana diceritakannya dalam Pengakuan-pengakuan. Tetapi jika melihat semua tulisannya, nampaknya ada kesalahpahaman.[52] Agustinus mengajarkan bahwa seksualitas manusia telah terluka, bersamaan dengan seluruh kodratnya, dan membutuhkan penebusan oleh Kristus. Penyembuhannya merupakan suatu proses yang diwujudkan dalam relasi perkawinan (conjugal acts). Kebajikan atau keutamaan berpantang nafsu diperoleh berkat rahmat dari Sakramen Perkawinan, yang karenanya menjadi sebuah obat atas konkupisensi (remedium concupiscentiae).[53][54] Pembebasan dari seksualitas manusia akan tercapai sepenuhnya hanya dalam kebangkitan tubuh.[55]

Dosa Adam diwariskan kepada semua manusia. Sejak tulisan-tulisan awal Agustinus dalam melawan Pelagianisme, ia telah mengajarkan bahwa dosa asal ditularkan kepada semua keturunannya oleh konkupisensi,[56] yang dianggapnya sebagai hasrat dari jiwa dan raga,[57] yang membuat manusia dikuasai dosa (massa damnata) dan banyak melemahkan — walau tidak menghancurkan — kehendak bebas.[58]:1203

Rumusan Agustinus tentang doktrin dosa asal diteguhkan dalam berbagai konsili, misalnya Kartago (418), Efesus (431), Orange (529), Trente (1546). St Anselmus menyatakan dalam Cur Deus Homo suatu definisi yang kemudian diikuti oleh para terpelajar terkemuka di abad ke-13, bahwa dosa asal adalah "keterbatasan dari kebenaran yang mana seharusnya terdapat dalam diri setiap orang", sehingga membedakannya dengan konkupisensi, dimana beberapa pengikut Agustinus sering menyamakannya —sebagaimana juga Luther dan Calvin.[59][60][58]:1203 Pada tahun 1567, Paus Pius V mengutuk pandangan yang menyamakan dosa asal dengan konkupisensi.[58]:1203

Kehendak bebas

Pernyataan bahwa Allah menciptakan manusia dan malaikat sebagai makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas dapat ditemukan dalam teodisi Agustinus. Kehendak bebas tidak dimaksudkan untuk berbuat dosa, juga tidak berarti bahwa kehendak bebas memiliki kecenderungan yang sama pada kebaikan dan kejahatan. Suatu kehendak yang telah dikotori oleh dosa tidak lagi dianggap sebagai "bebas" seperti sebelumnya karena kehendak tersebut telah terikat dengan hal-hal duniawi, yang mana dapat saja hilang atau sulit untuk lepas darinya (karena dosa), sehingga menghasilkan ketidakbahagiaan. Dosa merusak kehendak bebas (namun tidak sampai hancur), sementara anugerah atau rahmat memulihkannya. Hanya suatu kehendak yang dulunya bebas yang dapat terkorupsi oleh dosa.[61] Dengan kata lain kehendak bebas memungkinkan manusia dapat berbuat dosa sehingga kehendak bebasnya rusak jika melakukannya, namun rahmat memulihkan kembali kehendak bebasnya.

Gereja Katolik menganggap ajaran Agustinus mengenai kehendak bebas adalah konsisten. Agustinus sering mengatakan bahwa siapa pun dapat diselamatkan jika mereka menginginkannya. Sementara Allah mengetahui siapa yang ingin dan tidak ingin diselamatkan, dengan tidak adanya kemungkinan bagi yang tidak ingin diselamatkan untuk dapat diselamatkan dalam hidup mereka, hal ini menggambarkan pengetahuan sempurna Allah mengenai bagaimana setiap manusia akan memilih sendiri nasib mereka dengan bebas.[62]

Sakramen

Dalam perlawanannya terhadap Donatisme, Agustinus mengembangkan suatu perbedaan antara "kelayakan" dan "keabsahan" sakramen-sakramen. Menurutnya suatu sakramen dikatakan layak apabila diterimakan oleh klerus dari Gereja Katolik, sementara sakramen yang diterimakan oleh skismatik dipandang tidak layak (irregular). Namun demikian, keabsahan (validitas) sakramen tidak bergantung pada kesucian dari imam yang menerimakannya (ex opere operato); oleh karena itu, sakramen yang tidak layak masih dapat dipandang valid apabila dilakukan dalam nama Kristus dan sesuai prosedur yang telah ditentukan oleh Gereja. Dalam hal ini Agustinus berbeda dengan ajaran sebelumnya dari St. Siprianus, yang mengajarkan bahwa orang yang kembali dari gerakan skismatik harus dibaptis ulang.[63]

Agustinus mengukuhkan pemahaman Kekristenan awal tentang kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi (transubstansiasi) dengan mengatakan bahwa pernyataan Kristus, "Inilah tubuh-Ku" merujuk ke roti yang dipegang-Nya,[64][65] dan orang-orang Kristiani harus mengimani bahwa roti dan anggur tersebut pada kenyataannya adalah tubuh dan darah Kristus, terlepas dari apa yang mereka lihat dengan mata (jasmani) mereka.[66]

Menentang Pelagianisme, Agustinus sangat menekankan pentingnya baptisan bayi. Mengenai pernyataan apakah baptisan adalah syarat mutlak bagi keselamatan, bagaimana pun, Agustinus sepertinya telah disempurnakan keyakinannya seiring perjalanan hidupnya, menyebabkan beberapa kebingungan di antara para teolog setelahnya mengenai posisinya dalam hal ini. Ia mengatakan dalam salah satu khotbahnya bahwa hanya orang yang telah dibaptis yang diselamatkan.[67] Keyakinan ini dianut oleh banyak orang Kristen awal. Namun satu bagian dari Kota Allah, mengenai Apokalips, mungkin menunjukkan bahwa Agustinus meyakininya dalam pengecualian bagi anak-anak yang lahir dari orang tua Kristiani.[68]

Pernyataannya atas orang Yahudi

Untuk menentang gerakan Kekristenan tertentu, yang beberapa di antaranya menolak penggunaan Alkitab Ibrani, Agustinus menjawab bahwa Allah telah memilih kaum Yahudi sebagai suatu bangsa pilihan,[69] dan ia menganggap tindakan Kekaisaran Romawi menceraiberaikan orang-orang Yahudi sebagai suatu penggenapan nubuat.[70] Ia menolak pembunuhan dengan mengutip nubuat yang sama yang mengatakan, "Jangan bunuh mereka, agar mereka tidak melupakan hukum-Mu" (Mazmur 59:11). Agustinus, yang percaya bahwa orang-orang Yahudi akan memeluk Kristen di "akhir zaman", berpendapat bahwa Tuhan telah mengizinkan mereka bertahan hidup dalam penyebaran mereka sebagai suatu peringatan kepada orang-orang Kristen; karena itu, ia berpendapat bahwa mereka seharusnya diizinkan untuk tinggal di tanah orang-orang Kristen.[71] Sentimen yang terkadang dikaitkan dengan Agustinus bahwa orang-orang Kristen seharusnya membiarkan orang-orang Yahudi "untuk bertahan hidup tetapi tidak untuk berkembang" (contohnya, hal ini diulang oleh penulis James Carroll dalam bukunya Constantine's Sword)[72] adalah apokrif dan tidak ditemukan dalam satu pun tulisannya.[73]

Pengaruhnya

Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca patri karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Augustine, Florida, Amerika Serikat.

Agustinus tetap merupakan seorang figur pusat, baik dalam Kekristenan maupun dalam sejarah pemikiran Barat. Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh Stoikisme, Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinus (penulis Enneads), kemungkinan melalui perantaraan Porfiri dan Victorinus (seperti dalam argumen Pierre Hadot). Meskipun ia kemudian meninggalkan Neoplatonisme, beberapa gagasan akan hal tersebut masih terlihat dalam tulisan-tulisan awalnya.[74] Tulisan awalnya yang berpengaruh tentang kehendak manusia, suatu topik sentral dalam etika, kelak menjadi fokus bagi para filsuf seperti Schopenhauer, Kierkegaard, dan Nietzsche. Ia juga dipengaruhi oleh karya-karya Virgil (yang dikenal karena ajarannya mengenai bahasa) dan Cicero (yang dikenal karena ajarannya mengenai argumen).[75]

Dalam filsafat

Filsuf Bertrand Russell terkesan dengan meditasi Agustinus mengenai hakikat "waktu" dalam bukunya Pengakuan-pengakuan, dan memandangnya dengan positif dibandingkan pandangan Immanuel Kant yang menganggap waktu adalah subyektif.[76] Sementara meditasi Agustinus tentang hakikat waktu terkait erat dengan pertimbangannya tentang daya ingat manusia. Para teolog Katolik umumnya mengikuti keyakinan Agustinus bahwa Allah hadir di luar waktu dalam "masa kini yang kekal"; bahwa waktu hanya ada di dalam alam ciptaan karena hanya dalam ruang-lah waktu dapat dirasakan —yaitu melalui gerak dan perubahan.[77] Frances Yates dalam penelitiannya pada 1966, The Art of Memory (Seni Daya Ingat), berpendapat bahwa paragraf singkat dari Pengakuan-pengakuan X-VIII.12 di mana Agustinus menulis tentang orang yang menaiki tangga dan memasuki suatu bidang ingatan yang sangat luas,[78] jelas menunjukkan bahwa orang-orang Romawi kuno memahami bagaimana menggunakan kiasan ruang dan arsitektural sebagai suatu teknik mnemonik untuk mengelola sejumlah besar informasi.

Filosofi Agustinus, terutama ditunjukkannya dalam Pengakuan-pengakuan, menunjukkan pengaruh yang berkelanjutan dalam filsafat Kontinental sepanjang abad ke-20. Pendekatan deskriptifnya terhadap niat atau kehendak, daya ingat, dan bahasa sebagai suatu fenomena dialaminya dalam alam kesadaran, dan telah menginspirasi cara pandang hermeneutika dan fenomenologi modern.[79] Edmund Husserl menuliskan: "Analisis kesadaran akan waktu adalah suatu inti purba dari psikologi deskriptif dan teori pengetahuan. Pemikir pertama yang memiliki kepekaan mendalam terhadap kesulitan luar biasa tersebut yang dapat ditemukan di sini adalah Agustinus, yang telah bekerja dengan hampir putus asa dalam mengatasi masalah ini."[80] Martin Heidegger merujuk kepada filsafat deskriptif Agustinus di beberapa bagian dalam karyanya yang berpengaruh, Being and Time.[81] Hannah Arendt memulai tulisannya mengenai filsafat dengan suatu disertasi mengenai konsep cinta menurut Agustinus, Der Liebesbegriff bei Augustin (1929): "Arendt muda berusaha menunjukkan bahwa dasar filosofis untuk vita socialis (kehidupan sosial) pada Agustinus dapat dipahami sebagai tinggal dalam cinta yang lemah lembut, berdasar pada pemahamannya mengenai asal mula kemanusiaan."[82]

Dalam teologi

Thomas Aquinas banyak dipengaruhi oleh Agustinus. Namun dalam tulisannya mengenai dosa asal, Aquinas mengajukan suatu pandangan yang lebih optimis mengenai manusia dibanding dengan Agustinus, dimana menurutnya manusia masih memiliki akal budi, kehendak, dan nafsu bahkan sejak jatuhnya manusia pertama dalam dosa.[58] Para teolog Reformasi Protestan, seperti Martin Luther dan Yohanes Calvin, akan menengok kembali kepada Agustinus sebagai inspirasi mereka.[butuh rujukan] Dalam tulisan-tulisan awalnya untuk melawan Pelagianisme, Agustinus mengajarkan bahwa rasa bersalah Adam diteruskan ke semua keturunannya dengan melemahkan, namun tidak merusak, kehendak bebas mereka; sementara para reformator Protestan seperti Martin Luther dan Yohanes Calvin menyatakan bahwa dosa asal merusak kebebasan secara total.[58]

Menurut Leo Ruickbie, argumen-argumen Agustinus dalam melawan magi, yang membedakannya dengan mujizat, sangat penting dalam perjuangan Gereja perdana melawan kekafiran dan menjadi tesis sentral dalam penolakan terhadap para penyihir dan praktek sihir. Menurut Profesor Deepak Lal, visi Agustinus mengenai kota surgawi telah mempengaruhi proyek-proyek sekuler dan tradisi pada Abad Pencerahan, Marxisme, Freudianisme, dan Eco-fundamentalisme.[83]

Ludwig Wittgenstein banyak mengutip Agustinus dalam Philosophical Investigations atas pendekatannya dalam bahasa, dan dalam kekagumannya menjadikan Agustinus seorang 'rekan kerja' dalam mengembangkan gagasan-gasannya sendiri, termasuk juga bagian pembukan Pengakuan-pengakuan yang ekstensif. Secara filosofis, pemikiran Wittgenstein menunjukkan keselarasan mendasar dengan wacana keagamaan.[84] Para ahli bahasa kontemporer juga berpendapat bahwa Agustinus telah secara signifikan mempengaruhi pemikiran Ferdinand de Saussure, yang mana tidak 'menciptakan' disiplin modern terhadap semiotika, tetapi cenderung membangunnya di atas dasar pengetahuan Aristotelian dan neoplatonis dari Abad Pertengahan, melalui perantaraan Agustinus: "Adapun untuk konstitusi dari teori semiotika Saussurian, pentingnya kontribusi pemikiran Agustinus (sehubungan dengan Stoic) juga telah diakui. Saussure tidak melakukan apa-apa tetapi mereformasi suatu teori kuno Di Eropa, berdasar pada mendesaknya konseptual yang modern."[85]

Tuduhan

Beberapa kalangan — misalnya dari Gereja Ortodoks — memandang beberapa ajaran Agustinus (terutama mengenai dosa dan anugerah) tidak tepat, salah dimengerti dan kontroversial (sehingga menimbulkan perpecahan dalam Kekristenan Barat), bahkan ada pula yang menjulukinya "bidah terbesar". Namun tidak sedikit juga yang membelanya, bahkan dari kalangan Gereja Ortodoks sendiri. Pastor Seraphim Rose dalam bukunya The Place of Blessed Augustine in the Orthodox Church mengatakan bahwa, "Walau ide-ide Agustinus mungkin telah digunakan dan terdistorsi di Barat untuk menghasilkan teori-teori lebih modern (seperti predestinasinya Calvinisme, sola gratia, atau bahkan Deisme), sang Santo sendiri tidaklah bersalah atas beragam jenis teologi inovatif ... ."[86] Sebuah artikel dalam Orthodox Tradition (Vol.XIV, No.4, p.33-35) menuliskan, " ... berbagai distorsi dan pernyataan berlebihan tertentu dalam ajaran-ajaran teologisnya oleh para pemikir Abad Pertengahan dan Reformasi telah dikaitkan dengan tidak adil kepada sang Santo sendiri."[86] Uskup Agung Mark dari Gereja Ortodoks Rusia di Luar Rusia mengatakan bahwa, "Kita dapat menemukan titik-titik lemah yang serupa dalam tulisan-tulisan hampir semua bapa Suci (Bapa Gereja) ... ."[86]

Buku-buku

Surat-surat

  • Tentang Mengajarkan Iman kepada Mereka yang Tidak Berpendidikan
  • Tentang Iman dan Kredo
  • Mengenai Iman tentang Hal-hal yang Tidak Kelihatan
  • Tentang Manfaat Percaya
  • Tentang Kredo: Khotbah kepada para Calon Baptisan
  • Tentang Penahanan Diri
  • Tentang Pernikahan yang Baik
  • Tentang Keperawanan yang Kudus
  • Tentang Kebaikan Kehidupan sebagai Janda
  • Tentang Berbohong
  • Kepada Consentius: Menentang Dusta
  • Tentang Karya para Biarawan
  • Tentang Kesabaran
  • Tentang Pemeliharaan yang Harus Diberikan kepada Orang yang Meninggal
  • Tentang Moral Gereja Katolik
  • Tentang Moral Kaum Manikhean
  • Tentang Dua Jiwa, Menentang Kaum Manikhean
  • Tindakan atau Bantahan terhadap Fortunatus sang Manikhean
  • Melawan Surat Manikheus yang disebut Dasariah
  • Jawaban kepada Faustus sang Manikhean
  • Mengenai Hakikat yang Baik, Melawan Kaum Manikhean
  • Tentang Baptisan, Menentang Kaum Donatis
  • Jawaban kepada Surat-surat dari Petilianus, Uskup Cirta
  • Koreksi Kaum Donatus
  • Jasa dan Penghapusan Dosa, dan Baptisan Anak
  • Tentang Roh dan Tulisan
  • Tentang Alam dan Anugerah
  • Tentang Kesempurnaan Manusia di dalam Kebenaran
  • Tentang Proses Peradilan Pelagius
  • Tentang Anugerah Kristus, dan Dosa Asal
  • Tentang Pernikahan dan Concupiscence
  • Tentang Jiwa dan Asal-usulnya
  • Menentang Dua Surat dari kaum Pelagian
  • Tentang Anugerah dan Kehendak Bebas
  • Tentang Kecaman dan Anugerah
  • Predestinasi orang-orang Kudus / Karunia untuk Bertahan
  • Khotbah Tuhan Kita di Bukit
  • Harmoni Kitab-kitab Injil
  • Khotbah-khotbah berdasaran Bacaan Terpilih dari Perjanjian Baru
  • Traktat-traktat tentang Injil Yohanes
  • Traktat-traktat tentang Injil Yohanes
  • Khotbah-khotbah berdasaran Surat Yohanes yang Pertama
  • Solilokui
  • Narasi, atau Eksposisi tentang Mazmur
  • Tentang Keabadian Jiwa

Catatan

  • Band rock Kristen, Petra mempersembahkan sebuah lagu kepada St. Agustinus yang berjudul "St. Agustine Pears". Lagu ini didasarkan pada salah satu tulisan Agustinus dalam bukunya "Pengakuan-pengakuan" [3]. Di situ ia menceritakan bahwa ia mencuri buah pir tetangganya meskipun tidak lapar, dan bahwa pencurian kecil ini terus menghantuinya sepanjang hidupnya.[1]
  • Jon Foreman, penyanyi utama dan penulis lagu dari band rock Kristen, Switchfoot, menulis sebuah lagu berjudul "Something More (Pengakuan Agustinus)," berdasarkan kehidupan dan buku Agustinus, "Pengakuan-pengakuan" [3].

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris) Know Your Patron Saint. catholicapologetics.info
  2. ^ (Inggris) Mendelson, Michael. "Saint Augustine". The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diakses tanggal 21 December 2012. 
  3. ^ a b c d e (Indonesia) Augustinus: Cetakan ke 8 - 2009. "Pengakuan-Pengakuan". Terjemahan Indonesia, Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia. ISBN 979-497-709-8
  4. ^ (Latin) Epistola 195
  5. ^ a b (Inggris) TeSelle, Eugene (1970). Augustine the Theologian. London. ISBN 0-223-97728-4.  March 2002 edition: ISBN 1-57910-918-7.
  6. ^ (Inggris) Durant, Will (1992). Caesar and Christ: a History of Roman Civilization and of Christianity from Their Beginnings to A.D. 325. New York: MJF Books. ISBN 1-56731-014-1. 
  7. ^ (Inggris) Wilken, Robert L. (2003). The Spirit of Early Christian Thought. New Haven: Yale University Press. hlm. 291. ISBN 0-300-10598-3. 
  8. ^ (Inggris) Thomas Oestereich (1907). "The Catholic Encyclopedia. Vol. 2". New York: Robert Appleton Company (retrieved from New Advent).  Parameter |chapter= akan diabaikan (bantuan)
  9. ^ a b (Inggris) Rev. Dr. George C. Papademetriou. "Saint Augustine in the Greek Orthodox Tradition". 
  10. ^ (Inggris) Archimandrite [now Archbishop] Chrysostomos. "Book Review: The Place of Blessed Augustine in the Orthodox Church". Orthodox Tradition. II (3&4): 40–43. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 July 2007. Diakses tanggal 28 June 2007. 
  11. ^ (Inggris) "Saint Augustine in the Greek Orthodox Tradition". 
  12. ^ (Inggris) MacKendrick, Paul (1980) The North African Stones Speak, Chapel Hill: University of North Carolina Press, p. 326, ISBN 0709903944.
  13. ^ (Inggris) Ferguson, Everett (1998) Encyclopedia of Early Christianity, Taylor & Francis, p. 776, ISBN 0815333196.
  14. ^ (Inggris) Vesey, Mark, trans. (2007) "Confessions Saint Augustine", introduction, ISBN 978-1-59308-259-8.
  15. ^ (Inggris) Andrew Knowles and Pachomios Penkett, Augustine and his World Ch. 2.
  16. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, "Confessions", II:IV
  17. ^ a b (Inggris) Encyclopedia Americana, v. 2, p. 685. Danbury, CT: Grolier, 1997. ISBN 0-7172-0129-5.
  18. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Confessions, 3:4
  19. ^ (Inggris) O'Donnell, James J. "Augustine the African", Georgetown Uinversity
  20. ^ Pope, Hugh. "Saint Monica". Catholic Encyclopedia. Diakses tanggal 20 April 2012. 
  21. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Confessions, VIII:VII
  22. ^ (Inggris) Ranke-Heineman, Uta (1988). Eunuchs for the Kingdom of Heaven: Women, Sexuality and the Catholic Church. US: Penguin Books. ISBN 9780385265270. 
  23. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Confessions, 4:2
  24. ^ a b (Inggris) Portalié, Eugène. "Life of St. Augustine of Hippo" The Catholic Encyclopedia. Vol. 2. New York: Robert Appleton Company (1907). Retrieved 30 September 2011
  25. ^ (Inggris) Kishlansky, Mark; Geary, Patrick; O'Brien, Patricia (2010). Civilization in the West (edisi ke-Volume 1: to 1715). New Jersey: Pearson Education Inc. hlm. 142–143. 
  26. ^ (Inggris) BeDuhn, Jason David (28 October 2009). Augustine's Manichaean dilemma: Conversion and apostasy, 373–388 C.E. University of Pennsylvania Press. hlm. 163. ISBN 978-0-8122-4210-2. Diakses tanggal 17 June 2011. 
  27. ^ a b (Inggris) Outler, Albert. ""Medieval Sourcebook." Internet History Sourcebooks Project". Fordham University, Medieval Sourcebook. Fordham University. Diakses tanggal 30 October 2014. 
  28. ^ (Inggris) Brown, Peter (1970). Augustine of Hippo: A Biography. Berkeley: University of California Press. hlm. 63. 
  29. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Confessions, VI:XV
  30. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Confessions, VI:XV
  31. ^ (Inggris) Burrus, Virginia (2011). ""Fleeing the Uxorious Kingdom": Augustine's Queer Theology of Marriage". Journal of Early Christian Studies. Johns Hopkins University Press. 19 (1): 1–20. doi:10.1353/earl.2011.0002. 
  32. ^ (Inggris) Ferguson, Everett (1999) Christianity in relation to Jews, Greeks, and Romans, Taylor & Francis, p. 208, ISBN 0-8153-3069-3.
  33. ^ A Time For War? Christianity Today (2001-01-09). Retrieved on 2013-04-28.
  34. ^ (Inggris) Augustine of Hippo. Crusades-encyclopedia.com. Retrieved on 2013-04-28.
  35. ^ (Inggris) Saint Augustine and the Theory of Just War. Jknirp.com (2007-01-23). Retrieved on 2013-04-28.
  36. ^ (Inggris) The Just War. Catholiceducation.org. Retrieved on 2013-04-28.
  37. ^ (Inggris) Gonzalez, Justo L. (1984). The Story of Christianity. San Francisco: Harper. ISBN 006185588X. 
  38. ^ (Inggris) O Stegmüller, in Marienkunde, 455
  39. ^ Augustine of Hippo, De Sancta Virginitate, 6,6, 191.
  40. ^ Augustine of Hippo, De Sancta Virginitate, 18
  41. ^ Contra Julianum, V, 4.18; PL 44, 795
  42. ^ Augustine of Hippo, On the Literal Meaning of Genesis (De Genesi ad litteram), VIII, 6:12, vol. 1, p. 192-3 and 12:28, vol. 2, p. 219-20, trans. John Hammond Taylor SJ;BA 49,28 and 50–52; PL 34, 377; cf. idem, De Trinitate, XII, 12.17; CCL 50, 371–372 [v. 26–31;1–36]; De natura boni 34–35; CSEL 25, 872; PL 42, 551–572
  43. ^ Augustine of Hippo, On the Literal Meaning of Genesis (De Genesi ad litteram), VIII, 4.8; BA 49, 20
  44. ^ (Inggris) On the Trinity" (De Trinitate), 5:7; CCL 50, 320 [1–12]
  45. ^ Augustine of Hippo, ("Contra Julianum", I, 9.42; PL 44, 670)
  46. ^ In one of Augustine's late works, Retractationes, he made a significant remark indicating the way he understood difference between spiritual, moral libido and the sexual desire: "Libido is not good and righteous use of the libido" ("libido non est bonus et rectus usus libidinis"). See the whole passage: Dixi etiam quodam loco: «Quod enim est cibus ad salutem hominis, hoc est concubitus ad salutem generis, et utrumque non est sine delectatione carnali, quae tamen modificata et temperantia refrenante in usum naturalem redacta, libido esse non potest». Quod ideo dictum est, quoniam "libido non est bonus et rectus usus libidinis". Sicut enim malum est male uti bonis, ita bonum bene uti malis. De qua re alias, maxime contra novos haereticos Pelagianos, diligentius disputavi. Cf. De bono coniugali, 16.18; PL 40, 385; De nuptiis et concupiscentia, II, 21.36; PL 44, 443; Contra Iulianum, III, 7.16; PL 44, 710; ibid., V, 16.60; PL 44, 817. See also Idem (1983). Le mariage chrétien dans l'oeuvre de Saint Augustin. Une théologie baptismale de la vie conjugale. Paris: Études Augustiniennes. hlm. 97. 
  47. ^ Non substantialiter manere concupiscentiam, sicut corpus aliquod aut spiritum; sed esse affectionem quamdam malae qualitatis, sicut est languor. (De nuptiis et concupiscentia, I, 25. 28; PL 44, 430; cf. Contra Julianum, VI, 18.53; PL 44, 854; ibid. VI, 19.58; PL 44, 857; ibid., II, 10.33; PL 44, 697; Contra Secundinum Manichaeum, 15; PL 42, 590.
  48. ^ See. Sfameni Gasparro, G. (2001). Enkrateia e Antropologia. Le motivazioni protologiche della continenza e della verginità nel christianesimo del primi secoli e nello gnosticismo. Studia Ephemeridis «Augustinianum» 20. Rome. hlm. 250–251. ; Somers, H. "Image de Dieu. Les sources de l'exégèse augustinienne". Revue des Études Augustiniennes. 7 (1961): 115. ISSN 0035-2012. hdl:2042/712.  templatestyles stripmarker di |id= pada posisi 1 (bantuan). Cf. John Chrysostome, Περι παρθενίας (De Sancta Virginitate), XIV, 6; SCh 125, 142–145; Gregory of Nyssa, On the Making of Man, 17; SCh 6, 164–165 and On Virginity, 12.2; SCh 119, 402 [17–20]. Cf. Augustine of Hippo, On the Good of Marriage, 2.2; PL 40, 374.
  49. ^ Although Augustine praises him in the Confessions, 8.2., it is widely acknowledged that Augustine's attitude towards that pagan philosophy was very much of a Christian apostle, as T.E. Clarke SJ writes: Towards Neoplatonism there was throughout his life a decidedly ambivalent attitude; one must expect both agreement and sharp dissent, derivation but also repudiation. In the matter which concerns us here, the agreement with Neoplatonism (and with the Platonic tradition in general) centers on two related notions: immutability as primary characteristic of divinity, and likeness to divinity as the primary vocation of the soul. The disagreement chiefly concerned, as we have said, two related and central Christian dogmas: the Incarnation of the Son of God and the resurrection of the flesh. Clarke, SJ, T. E. "St. Augustine and Cosmic Redemption". Theological Studies. 19 (1958): 151.  Cf. É. Schmitt's chapter 2: L'idéologie hellénique et la conception augustinienne de réalités charnelles in: Idem (1983). Le mariage chrétien dans l'oeuvre de Saint Augustin. Une théologie baptismale de la vie conjugale. Paris: Études Augustiniennes. hlm. 108–123.  O'Meara, J.J. (1954). The Young Augustine: The Growth of St. Augustine's Mind up to His Conversion. London. hlm. 143–151 and 195f.  Madec, G. Le "platonisme" des Pères. hlm. 42.  in Idem (1994). Petites Études Augustiniennes. «Antiquité» 142. Paris: Collection d'Études Augustiniennes. hlm. 27–50.  Thomas Aq. STh I q84 a5; Augustine of Hippo, City of God (De Civitate Dei), VIII, 5; CCL 47, 221 [3–4].
  50. ^ Gerson, Lloyd P. Plotinus. New York, NY: Routledge, 1994. 203
  51. ^ Augustine of Hippo, "Enarrations on the Psalms" (Enarrationes in psalmos), 143:6; CCL 40, 2077 [46] – 2078 [74]; On the Literal Meaning of Genesis (De Genesi ad Litteram), 9:6:11, trans. John Hammond Taylor SJ, vol. 2, p. 76-77; PL 34, 397.
  52. ^ {en}} Bonner, G. (1986). St. Augustine of Hippo. Life and Controversies. Norwich: The Canterbury Press. hlm. 312. ISBN 0-86078-203-4. 
  53. ^ Augustine of Hippo, De continentia, 12.27; PL 40, 368; Ibid., 13.28; PL 40, 369; Contra Julianum, III, 15.29, PL 44, 717; Ibid., III, 21.42, PL 44, 724.
  54. ^ (Inggris) "A Postscript to the Remedium Concupiscentiae". The Thomist. 70: 481–536. 2006. 
  55. ^ Merits and Remission of Sin, and Infant Baptism (De peccatorum meritis et remissione et de baptismo parvulorum), I, 6.6; PL 44, 112–113; cf. On the Literal Meaning of Genesis (De Genesi ad litteram) 9:6:11, trans. John Hammond Taylor SJ, vol. 2, pp. 76–77; PL 34, 397.
  56. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Imperfectum Opus contra Iulianum, II, 218
  57. ^ (Inggris) On the Sermon on the Mount", De sermone Domini in monte, 1:16:46; CCL 35, 52
  58. ^ a b c d e (Inggris) Cross, Frank L.; Livingstone, Elizabeth, ed. (2005). "Original Sin". The Oxford Dictionary of the Christian Church. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-280290-9. 
  59. ^ Southern, R.W. (1953). The Making of the Middle Ages. London. hlm. 234–7. 
  60. ^ Bonner, G. (1986). St. Augustine of Hippo. Life and Controversies. Norwich: The Canterbury Press. hlm. 371. ISBN 0-86078-203-4. 
  61. ^ Chad Meister, ed. (2012). Routledge companion to philosophy of religion (edisi ke-2). London: Routledge. ISBN 9780415782944. 
  62. ^ (Inggris) Portalié, Eugène. "Teaching of St. Augustine of Hippo" The Catholic Encyclopedia. Vol. 2. New York: Robert Appleton Company (1907). Retrieved 30 September 2011
  63. ^ (Inggris) Gonzalez, Justo L. (1970–1975). A History of Christian Thought: Volume 2 (From Augustine to the eve of the Reformation). Abingdon Press. ISBN 0687171830. 
  64. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Explanations of the Psalms 33:1:10 [405]
  65. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Sermons 227 [411]
  66. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, Sermons 272
  67. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, A Sermon to Catechumens on the Creed, Paragraph 16
  68. ^ (Inggris)Augustine of Hippo, City of God, Book 20, Chapter 8
  69. ^ (Inggris) Diarmaid MacCulloch. The Reformation: A History (Penguin Group, 2005) p 8.
  70. ^ (Inggris) Augustine of Hippo, City of God, book 18, chapter 46.
  71. ^ (Inggris) Edwards, J. (1999) The Spanish Inquisition, Stroud, pp. 33–35, ISBN 0752417703.
  72. ^ (Inggris) James Carroll, Constantine's Sword (Houghton Mifflin Harcourt, 2002), p. 219.
  73. ^ Paula Fredriksen, interviewed by David Van Biema "Was Was Saint Augustine Good for the Jews?" in Time magazine, December 7, 2008.
  74. ^ (Inggris) Bertrand Russell History of western Philosophy Book II Chapter IV
  75. ^ (Inggris) Mendelson, Michael, "Saint Augustine", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Winter 2012 Edition), Edward N. Zalta (ed.)
  76. ^ (Inggris) Bertrand Russell A History of Western Philosophy, 1946, reprinted Unwin Paperbacks 1979, pp. 352–353.
  77. ^ Pengakuan-pengakuan. Kitab XI-XIII : Renungan Kitab Kejadian dan Nilai Rohani Penciptaan
  78. ^ (Latin)(Inggris) Confessiones Liber X: commentary on 10.8.12
  79. ^ (Inggris) de Paulo, Craig J. N. (2006). The Influence of Augustine on Heidegger: The Emergence of an Augustinian Phenomenology. The Edwin Mellen Press. ISBN 0773456899. 
  80. ^ (Inggris) Husserl, Edmund (1964) Phenomenology of Internal Time-Consciousness. Tr. James S. Churchill. Bloomington: Indiana UP, p. 21.
  81. ^ (Inggris) Martin Heidegger. Being and Time, Trs. Macquarrie & Robinson. New York: Harpers, 1964, p. 171.
  82. ^ (Inggris) Chiba, Shin (1995). "Hannah Arendt on Love and the Political: Love, Friendship, and Citizenship". The Review of Politics. 57 (3): 505–535 (507). doi:10.1017/S0034670500019720. JSTOR 1408599. 
  83. ^ (Inggris) Lal, D. (March 2002) Morality and Capitalism: Learning from the Past. Working Paper Number 812, Department of Economics, University of California, Los Angeles.
  84. ^ (Inggris) Bruce R. Ashford, "Wittgenstein's Theologians: A Survey of Ludwig Wittgenstein's Impact on Theology"
  85. ^ (Inggris) Munteanu, E. 'On the Object-Language / Metalanaguage Distinction in Saint Augustine's Works. De Dialectica and de Magistro.', p. 65. In Cram, D., Linn, A. R., & Nowak, E. (Eds.). History of Linguistics 1996: Volume 2: From Classical to Contemporary Linguistics. John Benjamins Publishing Company. Retrieved April 16th 2015 from https://books.google.fr/books?id=IWtCAAAAQBAJ&pg.
  86. ^ a b c (Inggris) "Blessed Augustine of Hippo: His Place in the Orthodox Church - A Corrective Compilation". Orthodox Christian Information Center. 
  87. ^ (Indonesia) Augustinus: Cetakan ke 5 - 2009. "Bagai Terang di Hati - Kumpulan Khotbah Natal sampai dengan Pentakosta". Terjemahan Indonesia, Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia. ISBN 979-21-0987-0

Bibliografi

Pranala luar