Pemilihan umum di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan di tingkat nasional untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota).

Pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia adalah pemilu legislatif tahun 1955 untuk memilih anggota DPR. Sebelum adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD1945) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pemilihan umum dilaksanakan hanya untuk memilih anggota lembaga legislatif, yaitu DPR dan DPRD. Pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden sudah dilaksanakan di Indonesia dari tahun 2004. Pada tahun 2024, penetapan Daftar Pemilih Tetap oleh Komisi Pemilihan Umum terdapat 204,807,222 DPT di Tanah Air. Se-Indonesia sebanyak 203.056.748 dan 1.750.474 diaspora Indonesia di seluruh dunia.[1][2]

Dasar hukum[sunting | sunting sumber]

Garis besar pemilihan umum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Bab VIIB Pasal 22E.[3]

  1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
  2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
  4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
  6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Peraturan perundang-undangan lebih lanjut mengenai pemilihan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,[4] yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.[5][6]

Riwayat[sunting | sunting sumber]

Undang-undang sebelumnya yang pernah mengatur seputar pemilihan umum di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;[7] yang diubah dengan UU Darurat No. 18 Tahun 1955[8] dan UU No. 2 Tahun 1956.[9]
  • UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat;[10] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 1975;[11] UU No. 2 Tahun 1980,[12] dan UU No. 1 Tahun 1985.[13]
  • UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum;[14] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 2000.[15]
  • UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[16] yang diubah dengan Perppu No. 2 Tahun 2004[17] dan Perppu No. 1 Tahun 2006.[18]
  • UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[19]
  • UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[20]
  • UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[21] yang diubah dengan Perppu No. 1 Tahun 2009.[22]
  • UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[23]
  • UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[24]
  • UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[25]
  • UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;[4] yang diubah dengan Perppu No. 1 Tahun 2022.[5][6]

Asas[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan UUD 1945, setiap pemilihan umum di Indonesia harus berlandaskan asas-asas berikut ini.[14][26]

  • Langsung, yakni para pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa adanya perantara atau perwakilan.
  • Umum, yakni jaminan atas kesempatan menyeluruh untuk memilih dan dipilih bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu, tanpa adanya diskriminasi atau pengecualian yang berdasarkan acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
  • Bebas, yakni setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun, sehingga setiap warga negara dalam melaksanakan haknya tersebut dijamin keamanannya dalam memilih sesuai dengan kehendak hati dan kepentingannya.
  • Rahasia, yakni pemilih yang memberikan suaranya dijamin bahwa pilihannya itu tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya kepada siapa pun pada surat suara tanpa diketahui oleh orang lain. Asas tersebut tidak berlaku bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela mengungkapkan pilihannya kepada pihak mana pun.
  • Jujur, yakni para penyelenggara dan para pelaksana, para pengawas dan para pemantau, para peserta dan para pemilih, Pemerintah, serta semua pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelenggaraan pemilihan umum harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Adil, yakni setiap pemilih dan peserta mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak mana pun dalam penyelenggaraaan pemilihan umum.

Penyelenggara[sunting | sunting sumber]

Penyelenggara pemilihan umum di Indonesia adalah lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum sebagai satu kesatuan. Lembaga-lembaga tersebut ialah Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum.

Komisi Pemilihan Umum[sunting | sunting sumber]

Lambang Komisi Pemilihan Umum.

Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara nonstruktural yang berwewenang dalam mengadakan dan mengatur setiap pemilihan umum di Indonesia dalam lingkup nasional. Pada Era Orde Baru, badan ini bernama Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan dikontrol langsung oleh Pemerintah.[10] Pada pemilu 1999, LPU berganti nama menjadi Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti sekarang ini.[14] Lalu pada pemilu 2004, KPU menjadi lembaga mandiri yang terpisah dari Pemerintah.[19]

Berikut ini merupakan struktur hierarkis pelaksana pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.

Tahun Pimpinan Pelaksana dalam negeri Pelaksana luar negeri
Nasional Provinsi Kabupaten/kota Kecamatan Kelurahan/desa TPS KBRI TPSLN
1955 Panitia Pemilihan Indonesia Panitia Pemilihan Indonesia Panitia Pemilihan[a] Panitia Pemilihan Kabupaten Panitia Pemungutan Suara Panitia Pendaftaran Pemilih Panitia Pemilihan Luar Negeri
1971 Lembaga Pemilihan Umum Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II Panitia Pemungutan Suara
1977
1982
1987
1992
1997
1999 Komisi Pemilihan Umum Panitia Pemilihan Kecamatan Panitia Pemungutan Suara Kelompok Pelaksana Pemungutan Suara Panitia Pemilihan Luar Negeri
2004 Komisi Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum Provinsi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Kelompok Pelaksana Pemungutan Suara Luar Negeri
2009
2014
2019
2024
Catatan
  1. ^ Panitia Pemilihan pada pemilu tahun 1955 sebenarnya melaksanakan pemilu pada tingkat daerah pemilihan (dapil) yang sedikit berbeda dengan pembagian administratif tingkat provinsi pada saat itu.


Badan Pengawas Pemilihan Umum[sunting | sunting sumber]

Lambang Badan Pengawas Pemilihan Umum.

Badan Pengawas Pemilihan Umum adalah lembaga independen yang berwenang untuk mengawasi penyelenggaran pemilu di seluruh Indonesia. Badan pengawas pemilu mulai diadakan mulai pada pemilu 1982 sebagai bagian dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu).[12] Pada pemilu 1999, badan ini bernama Panitia Pengawas. Dalam pemilu 2004, badan ini menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) sebagai bagian dari KPU.[14] Lalu pada pemilu 2009, badan ini menjadi lembaga yang terpisah dari KPU dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).[20]

Berikut ini merupakan struktur hierarkis pengawas pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu per tahun 1982. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.

Tahun Pengawas dalam negeri Pengawas luar negeri
Nasional Provinsi Kabupaten/kota Kecamatan Kelurahan/desa TPS
1982 Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Pusat Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat I Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat II Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Kecamatan
1987
1992
1997
1999 Panitia Pengawas Tingkat Pusat Panitia Pengawas Tingkat I Panitia Pengawas Tingkat II Panitia Pengawas Tingkat Kecamatan
2004 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan
2009 Badan Pengawas Pemilihan Umum Pengawas Pemilihan Umum Lapangan Pengawas Pemilu Luar Negeri
2014 Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi
2019 Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa Pengawas Tempat Pemungutan Suara Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri
2024

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum[sunting | sunting sumber]

Lambang DKPP.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) merupakan lembaga independen khusus yang menjalankan mekanisme cek dan balans (check and balance) terhadap kinerja KPU dan Bawaslu beserta lembaga di bawahnya. DKPP bertugas menangani dan menindaklanjuti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyelenggara pemilu. DKPP mulai diadakan dalam pemilu 2014.[24] Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Dewan Kehormatan KPU yang diadakan pada pemilu tahun 2009.[20]

Pemilihan legislatif[sunting | sunting sumber]

Hingga tahun 2024, pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga legislatif di Indonesia telah diselenggarakan sebanyak 13 kali.

Jenis pemilihan legislatif dan sistem pemilihan[sunting | sunting sumber]

Pemilihan umum legislatif pada tahun 1955 hanya untuk memilih anggota DPR, kemudian pemilihan umum legislatif pada tahun 1971–1999 untuk memilih anggota DPR dan DPRD, sementara pemilihan umum legislatif pada tahun 2004 dan sesudahnya untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPRD.

Seluruh pemilihan umum legislatif Indonesia yang pernah ada menggunakan sistem perwakilan berimbang/proporsional, yaitu jumlah kursi legislatif yang didapatkan oleh partai politik sesuai dengan perbandingan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum. Pemilihan legislatif pada tahun 1955–1999 menggunakan sistem daftar tertutup, yaitu pemilih hanya mempengaruhi jumlah kursi partai dan calon anggota legislatif ditentukan sepenuhnya oleh internal partai politik. Pemilihan legislatif pada tahun 2004 dan setelahnya menggunakan sistem daftar terbuka, yaitu pemilih mengetahui dan dapat memilih langsung calon anggota legislatif dari suatu partai yang lebih dijagokan.

Tahun Pemilihan Sistem perwakilan Sistem daftar
1955 DPR Berimbang/
proporsional
Tertutup
1971 DPR dan DPRD
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004 DPR, DPD, dan DPRD Terbuka
2009
2014
2019

Daftar[sunting | sunting sumber]

1955[sunting | sunting sumber]

Peta hasil pemilihan legislatif 1955 menurut daerah pemilihan.

Pemilihan umum sekaligus pemilihan legislatif pertama sejak Indonesia merdeka ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pemilu legislatif 1955, bersama dengan pemilu anggota Konstituante, dipersiapkan oleh Panitia Pemilihan Indonesia di bawah arahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yang kemudian dilanjutkan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap sejak sebulan sebelum pemungutan suara.[27] PPI berkedudukan di ibu kota dan secara hierarkis membawahi Panitia Pemilihan di tingkat daerah pemilihan (dapil), Panitia Pemilihan Kabupaten di tingkat kabupaten, Panitia Pemungutan Suara di tingkat kecamatan, dan Panitia Pendaftaran Pemilih di tingkat desa.[7]

Pemilu Era Demokrasi Liberal ini diikuti oleh 36 partai politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perorangan nonpartisan sebagai peserta yang memperebutkan 257 kursi DPR. Pemilu ini berhasil diselenggarakan di 15 daerah pemilihan, tetapi gagal dilaksanakan di dapil Irian Barat karena wilayah tersebut masih dikuasai oleh militer Belanda.[28]

Dari pemilu tersebut, sebanyak 27 partai dan satu anggota perseorangan berhasil mendapatkan kursi di DPR. Empat partai teratas yang berhasil mendapatkan puluhan kursi DPR, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 57 kursi, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan 57 kursi, Nahdlatul Ulama (NU) dengan 45 kursi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi.[29]

1971[sunting | sunting sumber]

Peta persebaran partai dengan perolehan suara terbanyak dalam pemilu 1971 di tiap kabupaten dan kotamadya.

Pemiihan legislatif berikutnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971 di awal Era Orde Baru untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya. Pemilu ini dipersiapkan oleh Lembaga Pemilihan Umum yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri (yang saat itu dijabat oleh Basuki Rahmat) serta secara hierarkis terdiri dari Panitia Pemilihan Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I di tingkat provinsi, Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I di tingkat kabupaten/kotamadya, Panitia Pemungutan Suara di tingkat kecamatan, atau Panitia Pendaftaran Pemilih di tingkat desa/daerah setingkat.[10]

Pemilu tersebut diikuti oleh sembilan partai politik, yakni Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), serta satu organisasi kemasyarakatan bernama Golongan Karya.[30] Kesepuluh peserta pemilu tersebut memperebutkan 360 kursi dari 460 kursi di DPR, serta juga memperebutkan empat perlima dari keseluruhan kursi di DPRD yang berjumlah antara 40 hingga 75 kursi tergantung kabupaten atau kotamadyanya.[31] Sisa 100 kursi DPR dan seperlima kursi DPRD diangkat langsung dari kalangan Golongan Karya, baik dari unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) maupun bukan, oleh Pemerintah.[29]

Dari pemilu 1971, Golongan Karya memperoleh 236 kursi DPR dan menguasai jumlah mayoritas kursi DPRD di berbagai kabupaten dan kotamadya. Empat partai peserta teratas setelah Golongan Karya berhasil memperoleh puluhan kursi DPR, yakni NU dengan 58 kursi, Parmusi dengan 24 kursi, PNI dengan 20 kursi, dan PSII dengan 10 kursi.[29]

1977[sunting | sunting sumber]

Peta persebaran partai dengan perolehan suara terbanyak dalam pemilu 1977 di tiap kabupaten dan kotamadya.

Pemilhan umum kedua di Era Orde Baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya. Pemilu ini sekali lagi dipersiapkan oleh Lembaga Pemilihan Umum.[10]

Setelah kejadian fusi partai politik pada tahun 1973,[32] peserta pemilu 1977 menjadi tinggal dua partai politik, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta satu organisasi Golongan Karya. Ketiga peserta tersebut masih memperebutkan 360 kursi dari 460 kursi di DPR serta empat perlima dari seluruh kursi DPRD yang berjumlah antara 40–75 kursi.[31]

Pemilu 1977 masih dimenangkan telak oleh Golongan Karya. Dalam pembagian kursi DPR, Golongan Karya mendapat 232 kursi, sementara PPP mendapatkan 99 kursi dan PDI mendapatkan 29 kursi.[29]

1982[sunting | sunting sumber]

1987[sunting | sunting sumber]

1992[sunting | sunting sumber]

1997[sunting | sunting sumber]

1999[sunting | sunting sumber]

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

2004[sunting | sunting sumber]

Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.

2009[sunting | sunting sumber]

2014[sunting | sunting sumber]

2019[sunting | sunting sumber]

2024[sunting | sunting sumber]

Skema pemilihan anggota DPR[sunting | sunting sumber]

Tahun Partai peserta Kursi tersedia Pemenang Tempat kedua Tempat ketiga
Partai Kursi Partai Kursi Partai politik Kursi
1955 36 257 PNI 57 (22.17%) Masyumi 57 (22.17%) NU 45 (17.51%)
1971 10 360 Golkar 360 (65.55%) NU 56 (21.79%) Parmusi 24 (9.33%)
1977 3 232 (64.44%) PPP 99 (38.52%) PDI 29 (8.05%)
1982 242 (67.22%) 94 (26.11%) 24 (6.66%)
1987 400 299 (74.75%) 61 (15.25%) 40 (10%)
1992 282 (70.5%) 62 (15.5%) 56 (14%)
1997 425 325 (76.47%) 89 (22.25%) 11 (2.75%)
1999 48 462 PDIP 153 (33.12%) Golkar 120 (25.97%) PPP 58 (12.55%)
2004 24 550 Golkar 128 (23.27%) PDIP 109 (19.82%) 58 (10.55%)
2009 38 (+ 6 lokal Aceh) 560 Demokrat 150 (26.79%) Golkar 107 (19.11%) PDIP 95 (16.96%)
2014 12 (+ 3 lokal Aceh) PDIP 109 (19.5%) 91 (16.3%) Gerindra 73 (13%)
2019 16 (+ 4 lokal Aceh) 575 128 (22.26%) 85 (14.78%) 78 (13.57%)
2024 18 (+ 6 lokal Aceh)[33] 580[34]

Jadwal[sunting | sunting sumber]

Sistem gelombang pemilihan umum kepala daerah [35][sunting | sunting sumber]

Masa jabatan berakhir Pemilu Keterangan
2015 dan 2016 (A) 9 Desember 2015 A
2016 (B) dan 2017 15 Februari 2017 B
2018 dan 2019 27 Juni 2018 C
A 9 Desember 2020 D
B, C & D 27 November 2024
(bersama dengan pileg daerah)
Posisi 2019 2020 2021 2022 2023 2024
Tipe Presiden, DPD & DPR (17 April) Kepala Daerah (9 Desember) N/A Presiden, DPD dan DPR (14 Februari)
Kepala Daerah & DPRD (27 November)
Presiden dan wakil presiden Ya Tidak Ya
DPD
DPR
Gubernur dan wakil gubernur Tidak Lampung, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalsel, Kaltara, Sulut, Sulteng, Kalteng Tidak Variasi
Bupati dan wakil bupati / wali kota dan wakil wali kota Variasi

Keterangan:

  • Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.

Penetapan hasil pemilu[sunting | sunting sumber]

Pemilihan Putaran pertama Putaran kedua Keterangan
Presiden dan wakil presiden Minimal 50% Minimal 50% syarat calon yang diajukan ialah partai politik yang memilki batas ambang 20% kursi parlemen atau 25% suara sah
Kepala daerah dan wakil kepala daerah Minimal 30%
DPR Suara terbanyak
(batas ambang 4%)
N/A
DPRD Suara terbanyak
DPD

Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat[sunting | sunting sumber]

Pemilihan Total Keterangan
Presiden dan wakilnya 2
Gubernur dan wakilnya 68
Wali kota/Bupati dan wakilnya 1022
DPR 575
DPD 4 per provinsi
DPRD Provinsi 35 - 120 per provinsi Diatur dengan UU Nomor 7 Tahun 2017
DPRD Kabupaten/Kota 20 - 55 per kabupaten/kota

Jumlah anggota DPRD Provinsi pada Provinsi DKI Jakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat, adalah 1¼ kali lebih banyak dari DPRD provinsi menurut undang-undang.

Pemilihan Total
DPR Aceh 81
DPRD DKI Jakarta 106
DPR Papua 55 + 14 Jalur Otsus
DPR Papua Barat 45 + 11 Jalur Otsus

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden[sunting | sunting sumber]

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.

Pemilu 2004[sunting | sunting sumber]

Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Pemilu 2009[sunting | sunting sumber]

Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Pemilu 2014[sunting | sunting sumber]

Pilpres 2014 diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan suara sebesar 53,15%, mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Pemilu 2019[sunting | sunting sumber]

Pilpres 2019 diselenggarakan pada 17 April 2019, diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Jokowi-Amin dengan nomor urut 01 dan Prabowo-Sandi dengan nomor urut 02. Pemilihan umum pada tahun ini diselenggarakan bersamaan dengan pemilu legislatif. Dan Pemilihan Umum ini dimenangkan oleh pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan perolehan suara 55,50%, diikuti oleh pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,50%.

Pemilu 2024[sunting | sunting sumber]

Pilpres 2024 adalah sebuah proses demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029. Pemilihan ini akan menjadi pemilihan presiden langsung kelima di Indonesia. Menurut KPU Pilpres 2024 akan digelar secara serentak pada 14 Februari 2024 mendatang.

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah[sunting | sunting sumber]

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005. Tentang persyaratan calon presiden, calon anggota DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI DPRD Provinsi dan Kabupaten disamakan dengan Pemilihan kepala daerah di Indonesia. Dana kampanye pemilihan umum dan kepala daerah di kelola oleh tim kampanye atau komunikator politik.[36]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66531834
  2. ^ https://www.kpu.go.id/berita/baca/11702/dpt-pemilu-2024-nasional-2048-juta-pemilih
  3. ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  4. ^ a b "Pemilihan Umum". Undang-Undang No. 7 Tahun 2017. 
  5. ^ a b "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum". Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2022. 
  6. ^ a b "Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 7 Tahun 2023. 
  7. ^ a b "Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat". Undang-Undang No. 7 Tahun 1953. 
  8. ^ "Perubahan Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Indonesia, Panitia Pemilihan Dan Panitia Pemilihan Kabupaten". Undang-Undang Darurat No. 18 Tahun 1955. 
  9. ^ "Pengubahan Undang-Undang Pemilihan Umum (Undang-Undang No. 7 Tahun 1953, Lembaran-Negara No. 29 Tahun 1953)". Undang-Undang No. 2 Tahun 1956. 
  10. ^ a b c d "Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat". Undang-Undang No. 15 Tahun 1969. 
  11. ^ "Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Angota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat". Undang-Undang No. 4 Tahun 1975. 
  12. ^ a b "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975". Undang-Undang No. 2 Tahun 1980. 
  13. ^ "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980". Undang-Undang No. 1 Tahun 1985. 
  14. ^ a b c d "Pemilihan Umum". Undang-Undang No. 3 Tahun 1999. 
  15. ^ "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum". Undang-Undang No. 4 Tahun 2000. 
  16. ^ "Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 12 Tahun 2003. 
  17. ^ "Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 20 Tahun 2004. 
  18. ^ "Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 10 Tahun 2006. 
  19. ^ a b "Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden". Undang-Undang No. 23 Tahun 2003. 
  20. ^ a b c "Penyelenggara Pemilihan Umum". Undang-Undang No. 22 Tahun 2007. 
  21. ^ "Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 10 Tahun 2008. 
  22. ^ "Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 17 Tahun 2009. 
  23. ^ "Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden". Undang-Undang No. 42 Tahun 2008. 
  24. ^ a b "Penyelenggara Pemilihan Umum". Undang-Undang No. 15 Tahun 2011. 
  25. ^ "Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 8 Tahun 2012. 
  26. ^ "Penjelasan 6 Asas Pemilu di Indonesia dan Arti Singkatan "Luber Jurdil"". Narasi Tv. Diakses tanggal 2024-02-20. 
  27. ^ Feith, Herbert (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd,. ISBN 979-3780-45-2. 
  28. ^ "Merunut Jejak Penyelenggaraan Pemilu 1955 – 2019". Kompaspedia. 2024-01-18. Diakses tanggal 2024-02-24. 
  29. ^ a b c d Sekretariat Jenderal KPU (2010). Pemuilu untuk Pemula: Modul 1 (PDF). Komisi Pemilihan Umum. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-12-10. Diakses tanggal 2020-10-10. 
  30. ^ Miaz, Yalvema (2012). Tim Editor UNP Press, ed. Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde Baru dan Reformasi (PDF). Padang: UNP Press. hlm. 4–5. ISBN 978-602-8819-65-7. 
  31. ^ a b "Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 16 Tahun 1969. 
  32. ^ "Partai Politik dan Golongan Karya". Undang-Undang No. 3 Tahun 1975. 
  33. ^ "KPU Tetapkan 17 Parpol Peserta Pemilu 2024" (Siaran pers). Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. 2022-12-15. Diakses tanggal 2022-12-16. 
  34. ^ Fadhil, Haris. "Perppu Pemilu: Jumlah Anggota DPR Bertambah Jadi 580 Orang". Detik. Jakarta: Trans Media. Diakses tanggal 2022-12-16. 
  35. ^ [1] Pilkada serentak
  36. ^ https://perludem.org/wp-content/uploads/2017/Policy-Brief-03-Pemilihan-Kepala-Daerah-Langsung-adalah-Pemilu.pdf

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]