Pemandu lalu lintas udara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemandu Lalu Lintas Udara
Tower Makassar Air Traffic Services Center
Pekerjaan
NamaPemandu Lalu Lintas Udara
Jenis pekerjaan
Profesi
Sektor kegiatan
Penerbangan
Dirgantara
Navigasi Penerbangan
Keselamatan Penerbangan
Militer
Penggambaran
Kompetensi
Kualifikasi pendidikan
200 per tahun (Indonesia) [1]
Bidang pekerjaan
Bandar Udara
Pekerjaan terkait
Pilot

Pemandu Lalu Lintas Udara (Inggris: Air Traffic Controller, ATCer, Belanda: luchtverkeersleiding) atau Pemandu Lalu Lintas Penerbangan adalah merupakan profesi pekerjaan yang umumnya berfungsi memberikan layanan pemanduan lalu lintas di udara, terutama terhadap lalu lintas penerbangan pesawat udara, seperti pesawat terbang, helikopter dan lainnya. Pesawat udara harus melalui jalur-jalur penerbangan yang telah ditentukan dan sama sekali tidak diperkenankan menyimpang dari airways [2][3] kecuali dengan izin dari ATC[3], ada alat bantu navigasi di darat dan peralatan navigasi di pesawat yang dapat dijadikan panduan agar pesawat berada pada jalur yang benar [3], ATC mengawasinya antara lain dengan radio komunikasi antara pengawas penerbangan dengan pilot atau penerbang dan dibantu juga dengan menggunakan radar[3], agar proses navigasi pesawat dapat terbantu dari titik keberangkatan hingga tujuan, demikian pula keperluan pengamatan terhadap penerbangan. Peran Pemandu Lalu Lintas Udara merupakan komponen penting dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan, pencegahan agar pesawat udara tidak terlalu dekat satu dan lainnya, pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara, pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara dengan halangan dan rintangan yang ada di sekitarnya selama beroperasi. Pemandu lalu lintas udara juga memiliki peran penting dalam efisiensi serta kelancaran arus lalu lintas penerbangan. ATC adalah rekan kerja terdekat pilot selama di udara, peran ATC sangat besar dalam mencapai tujuan keselamatan penerbangan. ATC membantu pilot dalam mengendalikan keadaan-keadaan darurat, memberikan informasi yang dibutuhkan pilot selama penerbangan seperti informasi cuaca, informasi navigasi penerbangan, dan informasi lalu lintas udara.

Air Traffic Controller adalah salah satu profesi termuda di dunia[4]. Seperti profesi modern lainnya, Air Traffic Controller telah berkembang dari kesederhanaan menuju kompleksitas & teknologi tinggi nan canggih [4]. Profesi ini tidak ditemukan (discovered) atau diciptakan (invented), tapi berevolusi secara bertahap, didorong oleh kebutuhan[4]. Meskipun saat ini peran Air Traffic Controller sangat dibutuhkan, masih banyak orang yang tidak mengenal profesi Air Traffic Controller[4]. Air Traffic Controller adalah pekerjaan dengan keterampilan khusus yang memiliki risiko tinggi dan kecepatan pengambilan keputusan ditentukan detik perdetik (by seconds). Most controllers are proud to be an air traffic controller, dan mereka ingin meneriakkan hal itu kepada dunia jika bisa[4].

Semua aktivitas penerbangan di dalam ruang udara terkontrol diharuskan memiliki komunikasi dua arah dengan unit-unit pemanduan lalu lintas penerbangan yang terkait, untuk mendapat otoritasi dari Air Traffic Controller, yang kemudian Air Traffic Controller akan memberikan informasi, instruksi, kepada pilot atau penerbang sehingga tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan memenuhi standar yang berlaku pada masing-masing negara. Air Traffic Controller juga merupakan salah satu media strategis untuk menjaga kedaulatan suatu wilayah/suatu negara [5].

Sejarah di Dunia [4][sunting | sunting sumber]

Bila ditarik ke belakang, sejarah air traffic control mungkin dimulai dua dekade setelah Wright bersaudara menemukan pesawat pada tahun 1903. Tidak lama setelah Perang Dunia Pertama berakhir orang mulai menyadari bahwa pesawat terbang memiliki potensi keuntungan dan komersial.Pada saat inilah beberapa perusahaan penerbangan komersial terbentuk. Pada akhir tahun 1920, telah terdapat beberapa perusahaan penerbangan komersial di Eropa seperti KLM di Belanda, dua perusahaan penerbangan Prancis, satu di Belgia, dan delapan di Inggris.

Tahun 1922 setelah terjadi minor collision di Bandara Croydon, London, pihak DGCA Inggris mengeluarkan NOTAM 62/1922 yang isinya memberitahukan kepada Pilot yang akan berangkat untuk mendapat urutan keberangkatan dan sinyal sebagai izin take off dari controller. Sinyal ini adalah lambaian bendera merah. Segera setelah ditemukan bahwa bendera ini tidak dapat terlihat pada beberapa tempat di Croydon karena memiliki slope miring pada satu sisi, posisi bendera ini dipindahkan ke salah satu balkon pada gedung tertinggi. Pada bulan Juli 1922 di Croydon dibangun sebuah tempat observasi yang sekelilingnya bermaterial kaca. Bangunan ini sebenarnya dimaksudkan untuk menguji arah peralatan komunikasi nirkabel. Selanjutnya, tower ini menjadi pusat komunikasi bagi seluruh penerbangan di bandara Croydon. Sang operator menusukkan pin pada peta yang tersedia tidak lama setelah menerima laporan posisi pesawat, dan berdasarkan perhitungannya sendiri, menjalankan pin tersebut sesuai dengan rute pesawat yang bersangkutan.

Apabila diperkirakan dua pesawat akan saling melewati, sang operator akan menginformasikan hal tersebut kepada pilot. Inilah lahirnya Advisory Service yang pertama. Selanjutnya pada NOTAM 109/1924 mengenai peraturan untuk take off berbunyi "When the aircraft is visible from the control tower, permission to depart will be given from the tower…". Inilah pertama kali terminologi control tower dipakai.

Pada tahun 1926 sistem pengendalian lalu lintas udara mendapat nama baru yaitu Wireless Traffic Control dan petugasnya disebut Control Officers. Mulai saat itu terminologi control secara resmi digunakan, tetapi hubungan Pilot/Controller masih berupa gentlements agreements. Hal ini berubah pada tahun 1927 saat disepakati bahwa controller tidak hanya memberi informasi pada pilot mengenai keberadaan traffic lain, tetapi berhak memberikan arah terbang (direction) untuk menghindari traffic lawan. Jadi siapakah air traffic controller pertama di dunia?

Orville dan Wilbur Wright pada tahun 1905. Orville dan Wilbur Wright pada tahun 1905.
Orville dan Wilbur Wright pada tahun 1905.

Jika melihat pada salah satu prinsip tugas air traffic control yaitu menjaga keselamatan pesawat terbang di bandara dan sekitarnya, sekiranya sah-sah saja jika menyebut Wilbur Wright sebagai air traffic controller pertama dunia. Dan Orville Wright menjadi yang kedua. Karena sementara Orville Wright melakukan 12 detik penerbangan pertama dalam sejarah manusia pada tanggal 17 Desember 1903 di Kitty Hawk, California, Wilbur Wright melakukan apa yang mungkin saat ini kita sebut sebagai operational watch. Untuk dapat take off pada kecepatan 20 mil/jam, Wilbur berlari mengikuti pesawat terbang pertama dunia itu sambil memegang wingtips-nya dan menyeimbangkan pesawat tersebut sampai airborne. Kemudian Wilbur memerhatikan dengan sangat saksama penerbangan tersebut sampai akhirnya Orville mendarat kurang lebih 120 kaki di depannya. Selanjutnya saat Wilbur bertindak sebagai pilot, dan terbang selama 59 detik, giliran Orville Wright yang memerhatikan penerbangan yang dilakukan saudaranya dengan saksama sampai akhirnya mendarat 852 kaki di depannya!

Tempat ATC Bekerja[sunting | sunting sumber]

Keadaan di dalam Menara Pemanduan lalu lintas udara
Sekjen IATCA Kristanto memberikan arahan kepada petugas Air Traffic Control (ATC) yang mengatur dan mengawasi lalu lintas penerbangan di Menara ATC Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. TEMPO/Aditia Noviansyah

Pada umumnya Air Traffic Controller melakukan aktivitas pekerjaannya di wilayah terbatas yang ada di suatu bandar udara.Mereka bekerja dibelakang layar radar, di ruang kendali lalu lintas udara dan diatas menara. Menara ATC biasanya merupakan bangunan tertinggi di lingkungan bandara[6]. Menara ATC bandara besar biasanya beroperasi selama 24 jam. Semakin luas dan besar bandaranya dan semakin panjang landasannya menara ATC yang ada ada pada umumnya akan lebih tinggi[6].

Pemandu lalu lintas udara melaksanakan pekerjaannya pada ruang-ruang operasi atau Menara pemanduan lalu lintas udara sesuai dengan rating yang dimiliki. Yang melaksanakan pekerjaannya diatas Menara ATC pada umumnya adalah unit Aerodrome Control Tower, agar dapat melihat dengan jelas keadaan Movement Area, Manoeuvring Area di bandar udara dan ruang udara disekitarnya.Aerodrome Control Tower adalah suatu unit Air Traffic Control yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada lalu lintas penerbangan di lapangan terbang[7]. Unit Aerodrome Control Tower berfungsi memberikan Aerodrome Control Sevice, yang tanggungjawabnya adalah ruang udara Aerodrome Traffic Zone. Pengaturan hanya sebatas jarak pandang Air Traffic Controller di Tower.

Selain di Tower, Air Traffic Controller juga ada yang melaksanakan pekerjaannya di ruang kendali lalu lintas udara. Pada umumnya ruangan itu juga masih berada di sekitar Tower. Setelah pesawat berhasil airborne dari suatu lapangan terbang dan akan/telah meninggalkan ruang udara Aerodrome Traffic Zone (ATZ), maka tanggungjawab pemberian pelayanan akan ditranser oleh unit Aerodrome Control Tower (TWR) kepada Approach Control Unit (APP) sampai dengan ketinggian tertentu sebelum ditransfer ke unit selanjutnya yang memberikan pelayanan pada ruang udara yang lebih tinggi lagi. Approach Control Unit (APP) adalah unit yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada penerbangan dikendalikan yang datang ke atau berangkat dari satu atau lebih lapangan terbang[8]. Pelayanan yang diberikan oleh Approach Control Unit adalah Approach Control Unit (APP). Dibeberapa lokasi, ada juga unit Aerodrome Control Tower (TWR) yang tergabung menjadi satu kesatuan dengan Approach Control Unit (APP) dan melaksanakan pemanduan dari atas Menara / Tower.Approach Control Unit (APP) bertanggungjawab memberikan pelayanan pada dua jenis ruang udara, yaitu Terminal Control Area (TMA) dan Control Zone (CTR).

Sebelum pesawat yang dipandu akan meninggalkan ruang udara yang dilayani oleh Approach Control Unit (APP), transfer pemanduan akan disampaikan kepada unit selanjutnya yakni Area Control Center (ACC). Unit Area Control Center (ACC) pada umumnya beroperasi di dalam ruangan operasi yang telah dilengkapi oleh berbagai peralatan pelayanan lalu lintas penerbangan yang canggih. Air Traffic Controller yang bekerja pada unit Area Control Center (ACC) pada umumnya adalah yang telah memiliki kompetensi keilmuan dan pengalaman yang tinggi dalam bidang lalu lintas udara. Unit Area Control Center (ACC) bertangggungjawab dalam pemberian Area Control Service dan ruang udara yang menjadi wilayah tanggungjawabnya adalah Control Area (CTA) .

Beban Kerja ATC[sunting | sunting sumber]

Pekerjaan ATC membutuhkan aktivitas mental (dimensi Mental Demand) yang tinggi seperti berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat, dan melihat atau memantau dalam melakukan pekerjaannya[9]. ATC dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang memiliki tuntutan kerja tinggi dan merupakan salah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi dikarenakan beban tanggung jawab pekerjaan ATC sangat berat yang mempertaruhkan nyawa penumpang pesawat udara dan seluruh awak pesawat[10]. Stress merupakan efek dari beban kerja yang tinggi [10]. Stress akan meningkat jika terjadi sesuatu hal seperti cuaca yang buruk untuk penerbangan dan peralatan navigasi dan komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik, sistem rotasi shift yang tidak sesuai atau tidak berjalan sebagaimana mestinya [10].

Disiplin dan tanggung jawab yang tinggi, jam kerja ATC diatur secara bergiliran berdasarkan "possition log" atau “shift[11]. Pada Aerodrome Control Tower, bidang pekerjaannya yang dibagi dalam beberapa unit, di antaranya Clearance Delivery, unit yang memberi informasi semua Rute Pelayanan Lalu Lintas Udara/ ATS Route, ketinggian pesawat yang diminta atau diizinkan untuk terbang ke tujuan. Ground Control, mengatur semua pergerakan mulai pesawat itu push back, sampai pesawat ke taxiway, menanti di ujung landas pacu untuk lepas landas. Assistant Tower Controller, tugasnya membantu aktivitas tower controller. Tower Controller sendiri mengatur lepas landa dan mendaratnya pesawat.

Sekalipun jam kerja sudah diatur, setiap rutinitas pasti ada kejenuhannya. Namun karena pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa penumpang pesawat, dengan fokus dan tanggung jawab profesi, ATC diharuskan untuk tidak merasakan kejenuhan ketika bekerja. Pada hal ini Penyedia layanan pemanduan lalu lintas udara wajib menerapkan pola manajemen stress pada beban kerja ATC dan manajemen keselamatan. Menurut Dokumen 9426 Air Trafic Planning Manual, pemimpin unit pemandu lalu lintas udara (unit chief controllers) dan para petugas evaluasi perlu selalu waspada atas tanda–tanda stres pada anggota stafnya dan mestinya tidak ragu–ragu untuk membantu meringankannya[12]. Pada langkah ini, suatu diskusi informal supervisor dengan pegawai pelaksana sering dapat menghindari hilangnya kecakapan secara progresif. Ini dapat juga meningkatkan keselamatan operasi unit yang terkait.[12]. Solusi untuk mengurangi tingkat beban kerja mental yang tinggi dengan mempercanggih sistem peralatan radar, pengaturan shift kerja, dan perbaikan kebiasaan individual operator ATC ketika bekerja[9].

Waktu Kerja[sunting | sunting sumber]

Sebanding dengan beban kerja yang tinggi, waktu bekerja ATC dibatasi secara internasional. Dalam sehari, pada umumnya ATC bekerja selama 6 (enam) hingga 7 (tujuh) jam, dengan perhitungan bekerja setiap 2 (dua) jam lalu kemudian diselingi istirahat[13]. Selain batasan harian, waktu bekerja untuk juga dibatasi sekitar 30 (tiga puluh) jam seminggu dan diberikan waktu istirahat 45 menit setelah 2 jam melaksankan controlling dan juga diberikan istirahat selama 45 (empat puluh lima) menit setelah melaksanakan assistant controlling[14].

Pemandu Lalu Lintas udara di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Menjadi ATC di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pemandu lalu lintas udara di Indonesia, dalam peraturan yang berlaku Indonesia disebut sebagai Pemandu Lalu Lintas Penerbangan. Pemandu lalu lintas penerbangan adalah merupakan bagian dari Personil Navigasi Penerbangan[15] [16], adapun Personil Navigasi Penerbangan terdiri dari:

  1. Personil Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, yang terdiri atas:
    1. Pemandu Lalu Lintas Penerbangan;
    2. Pemandu Komunikasi Penerbangan;
  2. Personil Teknik Telekomunikasi Penerbangan;
    1. Teknisi Komunikasi Penerbangan;
    2. Teknisi Radio Navigasi Penerbangan;
    3. Teknisi Pengamatan Penerbangan;dan
    4. Teknisi Kalibrasi Penerbangan.
  3. Personil Pelayanan Informasi Aeronautika;
  4. Personil Perancang Prosedur Penerbangan.

Warga Negara Indonesia, untuk menjadi pemandu lalu lintas penerbangan yang dapat melaksanakan kewenangannya di Wilayah Indonesia adalah wajib memliki lisensi yang sah dan rating yang masih berlaku sebagaimana diundangkan dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 dan peraturan-peraturan yang berlaku. Lisensi yang dimaksud, akan diterbitkan oleh Menteri apabila telah memenuhi syarat-syaratnya[17].

Warga Negara Asing, untuk menjadi pemandu lalu lintas penerbangan yang dapat melaksanakan kewenangannya di Wilayah Indonesia adalah harus memiliki lisensi yang disahkan dan divalidasi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara[18] [19], begitupula dengan lisensi personel navigasi penerbangan yang diterbitkan oleh negara lain, akan dinyatakan sah apabila telah divalidasi atau proses pengesahan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara [20].

Sementara, persyaratan pemohon lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang harus dipenuhi adalah seperti:

  1. Administratif;
  2. Sehat jasmani dan rohani;
  3. Memiliki sertifikat kompetensi dibidang pemanduan lalu lintas penerbangan;
  4. Memiliki usia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun, sampai dengan 65 (enam puluh) tahun [21];
  5. Lulus ujian penerbitan lisensi.

Lisensi pemandu lalu lintas penerbangan di Indonesia hanya diterbitkan 1 (satu) kali, pemegang lisensi harus mempertahankan kompetensi, rating, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara [22]. Dalam memenuhi persyaratan-persyaratan penerbitan lisensi bagi pemohon lisensi pemandu lalu lintas penerbangan, khususnya untuk mendapatkan sertifikat kompetensi dibidang pemanduan lalu lintas penerbangan, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pemohon lisensi, seperti mengikuti pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh organisasi pelatihan yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan mengikuti pelatihan bekerja (on the job training) sebagai personel pemandu lalu lintas penerbangan dibawah supervisi personel pemandu lalu lintas penerbangan yang memiliki rating selama paling singkat 3 (tiga) bulan [23].

Beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan ataupun lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kompetensi bagi calon Air Traffic Controller adalah sebagai berikut:

  1. Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug;
  2. Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar;
  3. Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan;
  4. Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Surabaya;
  5. Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Jayapura Diarsipkan 2017-08-16 di Wayback Machine.;
  6. Indonesia Aviation School.

Selain pemenuhan atas persyaratan kompetensi, pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan di Indonesia untuk melakukan tugas dan kewenangannya harus memiliki sertifikat kesehatan yang berlaku[24] dan wajib memiliki kemampuan berbahasa inggris yang menunjukkan kemampuan untuk berbicara dan memahami bahasa inggris yang sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan dalam persyaratan kompetensi bahasa dalam Appendix 1 dan Attachment A pada ICAO Annex 1 Personnel Licensing[25]. Kemampuan berbahasa inggris itu dibuktikan dengan adanya sertifikat ICAO Language Proficiency yang dimiliki paling rendah level 4 (empat) yang masih berlaku [25].

Apabila persyaratan-persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan, selanjutnya adalah tahapan pengambilan rating, rating yang telah disahkan oleh ATC Cheker harus dimiliki oleh pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan untuk dapat melaksanakan kewenangannya di wilayah udara Indonesia [26]. Yang dimaksud dengan rating adalah merupakan batasan kewenangan bagi pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan pada suatu unit pelayanan lalu lintas penerbangan [27]. Masa berlaku rating pemandu lalu lintas penerbangan di Indonesia adalah selama 6 (enam) bulan [22]. Jenis-jenis rating yang dapat dimiliki pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan di Indonesia adalah seperti:

  1. Aerodrome Control Rating (TWR); Pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang telah memiliki rating ini, berwenang untuk memberikan dan/atau mengawasi pelayanan aerodrome control untuk aerodrome yang sesuai dengan rating yang dimiliki [27];
  2. Approach Control Procedural Rating (APP); Pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang telah memiliki rating ini, berwenang untuk memberikan dan/atau mengawasi pelayanan approach control untuk suatu aerodrome atau beberapa aerodrome dalam ruang udara atau wilayah kewenangan unit penyedia approach control sesuai dengan rating yang dimiliki [27];
  3. Approach Control Survellance Rating (APS); Pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang telah memiliki rating ini, berwenang untuk memberikan dan/atau mengawasi pelayanan approach control untuk suatu aerodrome atau beberapa aerodrome dengan menggunakan ATS Survellance system dalam ruang udara atau wilayah kewenangan unit penyedia approach control sesuai dengan rating yang dimiliki [27];
  4. Area Control Procedural Rating (ACP); Pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang telah memiliki rating ini, berwenang untuk memberikan dan/atau mengawasi pelayanan area control di dalam control area sesuai dengan rating yang dimiliki [27];
  5. Area Control Survellance Rating (ACS); Pemegang lisensi pemandu lalu lintas penerbangan yang telah memiliki rating ini, berwenang untuk memberikan dan/atau mengawasi pelayanan area control di dalam control area dengan menggunakan ATS Survellance system di control area dalam ruang udara atau wilayah kewenangan unit penyedia control area tersebut sesuai dengan rating yang dimiliki [27];

Gaji ATC di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Dibeberapa negara maju, profesi ATC banyak diberitakan sebagai profesi dengan penghasilan kategori tertinggi. Penghasilan itu sebanding dengan beban kerja yang dimiliki. Kesejahteraan petugas air traffic control (ATC) di Indonesia, sejak kelahiran Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau yang biasa disebut Airnav Indonesia meningkat signifikan[28]. Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau disebut Airnav Indonesia adalah badan usaha yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia, berbentuk Badan Usaha Milik negara. Sebelum Airnav Indonesia berdiri, gaji petugas ATC di Indonesia sangat rendah, apalagi dibandingkan dengan negara-negara lain[28]. Gaji ATC untuk fresh graduate sekitar Rp 6 juta per bulan, sedangkan untuk senior, mencapai Rp 22 juta per bulan [28].

Asosiasi Profesi Pemandu Lalu Lintas Udara Indonesia[sunting | sunting sumber]


Indonesia Air Traffic Controllers Association (IATCA) established through a gradual process of formation since the Air Traffic Controllers existence in Indonesia. At beginning, the establishment of ATC professional organizations in Indonesia began locally in some airports where the ATC’er form groups with different naming groups such as Paguyuban ATC, Ikatan ATC, Forum ATC and other forums communication. These groups are independent, stand on their own and never been organized nationally.

Indonesia Air Traffic Controllers Association (IATCA) berdiri melalui proses pembentukan secara bertahap sejak adanya Air Traffic Controllers di Indonesia. Pada awalnya, pembentukan organisasi profesi ATC di Indonesia dimulai secara lokal di beberapa bandar udara dimana para ATC membentuk kelompok kelompok dengan berbagai penamaan seperti Paguyuban ATC, Ikatan ATC Indonesia (IATCI), Forum ATC dan lain lain. Kelompok-kelompok tersebut berdiri sendiri dan belum terorganisir secara Nasional.

In 1989 at the Ngurah Rai International Airport – Bali, formed “Himpunan ATC Indonesia (HATCI)” with the aim of its creation is as a medium for the ATC profession in order to improve the quality of Professionalism and can be a medium for the struggle in achieving the ideals of the organization and profession, but in fact this organization was never operate optimally because of political pressure at that time.

Pada tahun 1989 di Bandara Internasional Ngurah Rai – Bali, terbentuk “Himpunan ATC Indonesia (HATCI)” dengan tujuan pembentukannya adalah sebagai media bagi profesi ATC agar dapat meningkatkan kualitas Professionalisme serta dapat menjadi media bagi perjuangan dalam mencapai cita-cita organisasi dan profesi, namun pada kenyataannya organisasi ini tidak pernah berjalan optimal karena tekanan politik saat itu.

On 8 – 9 March 1999, the ATC – Pilot meetings was held at the Headquarters office PT.(Persero) Angkasa Pura I, Kemayoran. One result of this meeting was the establishment of a subcommittee whose task was to create a national organization that can accommodate the ATC profession in Indonesia.

Pada tahun 1999 dalam pertemuan Forum Komunikasi ATC – Penerbang tanggal 8 – 9 Maret 1999 di Kantor Pusat PT. (Persero) Angkasa Pura I dibentuk Panitia yang bertugas untuk mewujudkan suatu organisasi nasional yang akan mewadahi profesi ATC Indonesia sesuai dengan tujuan awal pembentukannya.

On July 29, 1999 this subcommittee completes one of the most important meeting in Jakarta, who eventually declared the founding of Air Traffic Control professional organizations with the name of “Indonesia Air Traffic Controllers Association (IATCA)”. Appointed as the first chairman of IATCA is A.Z Ibnu Susanto who is a controller at Sukarno-Hatta Airport and as Secretary General is A. Munir, a controller who works at the Headquarter Office Angkasa Pura I in Kemayoran.

Tepat pada tanggal 29 Juli 1999 di Jakarta dideklarasikan Organisasi Profesi Air Traffic Controller dengan nama “Indonesia Air Traffic Controller Association (IATCA)”. Ketua Umum pertama IATCA adalah rekan A.Z Ibnu Susanto yang merupakan controller Bandara Sukarno-Hatta dan sebagai Sekretaris Jenderal pertama adalah rekan A. Munir, seorang controller yang bekerja di Kantor Pusat Angkasa Pura I di Kemayoran.

The organization was inaugurated on July 30, 1999 in Hotel Patrajasa -Jakarta, as professional organizations of Indonesian ATC by the Director General of Civil Aviation Mr. Soenaryo Yosopratomo through Decree of the Director General of Civil Aviation Number: KP.142 tahun 2000. The event was also attended by officials of the DGCA, President Director of PT. (Persero) Angkasa Pura I and II.

Pada tanggal 30 Juli 1999 di Hotel Patrajasa – Jakarta, IATCA dikukuhkan sebagai Organisasi Profesi ATC Indonesia oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Bpk. Soenaryo Y) dan dihadiri oleh Pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Direktur Utama PT. (Persero) Angkasa Pura I dan II beserta jajarannya, dan selanjutnya IATCA ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP KP. 142 Tahun 2000.

As evidence of the seriousness of its formation and efforts to establish international relations, On March 23, 2001 at the annual convention IFATCA 40th held at the UN Building Geneva – Switzerland, IATCA confirmed as a member organization of the International Federation Air Traffic Controllers’ Association (IFATCA) together with other ATC organizations from countries Botswana, Jordan and Romania.

Sebagai bukti keseriusan pembentukannya dan upaya menjalin hubungan Internasional maka pada tanggal 23 Maret 2001 di Gedung PBB Geneva – Switzerland, IATCA (Indonesia) dikukuhkan sebagai organisasi anggota International Federation Air Traffic Controllers’ Association (IFATCA) bersama negara Bostwana, Jordania dan Rumania.

 

Sekilas Tentang Pelayanan Lalu Lintas Udara[sunting | sunting sumber]

Pelayanan Lalu Lintas Udara (Inggris: en:Air Traffic Service, ATS) adalah istilah umum yang memiliki berbagai macam arti seperti pelayanan informasi penerbangan (Inggris: en:Flight Information Service, FIS), pelayanan berjaga-jaga (Inggris: en:Alerting Service, ALR), pelayanan saran lalu lintas penerbangan (Inggris: en:Air Traffic Advisory Service, ATS), pelayanan ATC pada ruang udara jelajah (Inggris: en:Area Control Service, ATS), pelayanan ATC pada zona pendekatan (Inggris: en:Approach Control Service), dan pelayanan ATC pada Bandar Udara terkontrol (Inggris: en:Aerodrome Control Service)[30]

Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Udara[sunting | sunting sumber]

Semua peraturan tentang layanan lalu lintas udara mengacu pada 5 tujuan utama[31]. Dalam perjanannya, kelima konsep tersebut akhirnya dijadikan sebagai tugas utama bagi ATC. Berikut ini adalah tujuan pelayanan lalu lintas udara :

  1. Mencegah tabrakan antarpesawat.[32]
  2. Mencegah tabrakan antarpesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut.[32]
  3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara.[32]
  4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.[32]
  5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan.[32]

atau disebut dengan istilah 5 objective of ATS dalam dokumen ICAO ANNEX 11 tentang Air Traffic Service :

  1. Prevent collisions between aircraft;[33]
  2. Prevent collisions between aircraft on the manoeuvring area and obstructions on that area;[33]
  3. Expedite and maintain an orderly flow of air traffic;[33]
  4. Provide advice and information useful for the safe and efficient conduct of flights;[33]
  5. Notify appropriate organizations regarding aircraft in need of search and rescue aid, and assist such organizations as required.[33]

Jenis Pelayanan Lalu Lintas Udara[sunting | sunting sumber]

Sesuai dengan tujuan pemberian Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Pelayanan Lalu Lintas Udara terdiri dari 3 (tiga) layanan , yaitu:

  • Pelayanan Pengendalian Lalu Lintas Udara (Air traffic control service), pada ruang udara terkontrol/Controlled Airspace terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
    • Aerodrome Control Service
    Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang beroperasi atau berada di bandar udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take off, landing, taxiing, dan yang berada di kawasan manoeuvring area, yang dilakukan di menara pengawas (control tower). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control Tower (ADC).
    • Approach Control Service
    Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).
    • Area Control Service
    Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada penerbang yang sedang menjelajah (en-route flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).
  • Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)
Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan berita dan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk keselamatan, keamanan, dan efisiensi bagi penerbangan.
  • Pelayanan keadaan darurat (alerting service)
Pelayanan keadaan darurat adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait yang tepat, mengenai pesawat udara yang membutuhkan pertolongan search and rescue unit dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

Pembagian Tugas Pemberian Pelayanan Lalu Lintas Udara[sunting | sunting sumber]

No 5 Objective of ATS Jenis Pelayanan Pemberi Pelayanan
1 Mencegah tabrakan antarpesawat ATC Service ATC
2 Mencegah tabrakan antarpesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut ATC Service ATC
3 Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara ATC Service ATC
4 Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara Flight Infromation Service ATC & FSO
5 Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan Alerting Service ATC & FSO

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Inggris adalah kemampuan yang mutlak dibutuhkan oleh sumber daya manusia penerbangan, termasuk pemandu lalu lintas udara (ATC). Sesuai yang disyaratkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO), operasi pemanduan lalu lintas udara menggunakan English language atau bahasa yang digunakan oleh Ground Station. [34] Bahasa ibu suatu wilayah sering juga digunakan dalam pelaksanaannya, namun English language diatur dalam standar bahasa yang dikenal sebagai Phraseologies harus digunakan jika diminta untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi[34]. Setiap petugas pelayanan dan pemanduan lalu lintas udara wajib mengenal dan mahir menggunakan standar Phraseologies (Inggris: en:Phraseology)

Air Traffic Control Indonesia di mata dunia[sunting | sunting sumber]

Bordeaux
  1. Pada Tahun 2008 Indonesia terpilih sebagai salah satu pemenang Air Traffic Control (ATC) Global Awards. Hadiah tersebut diterima oleh DR. Budi Muliawan Suyitno Direktur Jenderal Perhubungan Udara , Departemen Perhubungan pada tanggal 11 Maret 2008 di Amsterdam. lndonesia ditetapkan sebagai pemenang atas upaya lndonesia dalam merealisasikan penggunaan penemuan teknologi baru, yaitu pembangunan stasiun Automatic Dependent Surveillance (ADS) guna memantau dan melacak posisi pesawat terbang yang melintasi wilayah lndonesia secara akurat dan terintegrasi. Dengan metode tersebut keterbatasan jangkauan radar dapat teratasi, karena pesawat secara otomatis dapat melaporkan posisinya meialui pengenalan kombinasi sistem antara teknologi GPS dan data untuk melacak posisi pesawat. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara bersama dengan perusahaan IT bandara “SITA” terpilih sebagai pemenang pada kategori Enabling Technology Award - kontribusi dalam peningkatan kapasitas dan keselamatan penerbangan. Saingan lndonesia dalam mendapatkan penghargaan pada kategori tersebut yaitu Thales ADS-B dan Adacel lnc.[35]
  2. Organisasi Profesi Air Traffic Control Indonesia, Indonesia Air Traffic Controllers Association - (IATCA) dikukuhkan sebagai anggota organisasi International Federation of Air Traffic Controllers' Associations ( IFATCA ) pada tanggal 23 Maret 2001 di Gedung PBB Geneva - Switzerland.[36][37]

Catatan Kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ery 2016.
  2. ^ Martono 2011, hlm. 162.
  3. ^ a b c d Hakim 2010, hlm. 252.
  4. ^ a b c d e f Anggoro 2006.
  5. ^ Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.
  6. ^ a b Adrian 2017.
  7. ^ Sukajaya 2010, hlm. 9.
  8. ^ Sukajaya 2010, hlm. 41.
  9. ^ a b Budiman, Pujangkoro & Kes 2013, hlm. 20.
  10. ^ a b c Budiman, Pujangkoro & Kes 2013, hlm. 16.
  11. ^ Tabloid Aviasi 2010.
  12. ^ a b ANGKASA SENA 2008.
  13. ^ Purnamasari 2016.
  14. ^ sanu 2015.
  15. ^ Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 292.
  16. ^ PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.05.
  17. ^ Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Pasal 292.
  18. ^ PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.030.
  19. ^ PM 17 Tahun 2016, Pasal 1 Ayat 1.
  20. ^ PM 17 Tahun 2016, Pasal 1 Ayat 4.
  21. ^ KP 287 Tahun 2015, Pasal 5.
  22. ^ a b PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.025.
  23. ^ PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.095.
  24. ^ PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.050.
  25. ^ a b PM 1 Tahun 2014, Bagian 69.070.
  26. ^ KP 287 Tahun 2015, Pasal 22.
  27. ^ a b c d e f PM 17 Tahun 2016, Pasal 1 Ayat 9.
  28. ^ a b c beritasatu.com 2014.
  29. ^ IATCA 2017.
  30. ^ Pradana 2014, hlm. 22.
  31. ^ Fahmi 2008, hlm. 24.
  32. ^ a b c d e KM 14 Tahun 2009, Lampiran KM 14 Tahun 2009, Bagian 170.002.
  33. ^ a b c d e ICAO - ANNEX 11.
  34. ^ a b ICAO FAQ.
  35. ^ hubud.dephub.go.id 2008.
  36. ^ www.iatca.or.id 2011.
  37. ^ www.iatca.or.id 2017.

Daftar Pustaka[sunting | sunting sumber]

Dokumen
  1. (Inggris) "ICAO Document Annex 11 - Air Traffic Services" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-12. Diakses tanggal 2011-12-03. 
Peraturan Perundang-Undangan
  1. (Indonesia) Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 tentang Penerbangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956 (PDF) 
  2. (Indonesia) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 1 Tahun 2014 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 170 (Civil Aviation Safety Regulation Part 170) tentang Peraturan Lalu Lintas Udara (Air Traffic Rules) (PDF) 
  3. (Indonesia) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 1 Tahun 2014 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 69 (Civil Aviation Safety Regulation Part 69) tentang Lisensi, Rating , Pelatihan dan Kecakapan Personel Navigasi Penerbangan (PDF) 
  4. (Indonesia) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 1 Tahun 2014 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 69 (Civil Aviation Safety Regulation Part 69) tentang Lisensi, Rating , Pelatihan dan Kecakapan Personel Navigasi Penerbangan (PDF) 
  5. (Indonesia) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara : KP 287 Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Operasional Bagian 69-01 (Advisory Circular Part 69-01) tentang Lisensi, Rating , Pelatihan dan Kecakapan Personel Pemandu Lalu Lintas Penerbangan (PDF) 
  6. (Indonesia) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara : KP 650 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 69-01 (Staff Instruction CASR Part 69-01) tentang Penguji Lisensi dan Rating Personel Pemandu Lalu Lintas Penerbangan (PDF) 
Buku Cetak
  1. (Indonesia) Fahmi, Riza (2008). Crash! : menyingkap misteri penyebab kecelakaan pesawat. Jakarta: Jasakom. ISBN 978-979-1090-10-0. 
  2. (Indonesia) Hakim, Chappy (2010). Berdaulat di udara : membangun citra penerbangan nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-478-2. 
  3. (Indonesia) Martono, K (2011). Pembajakan, angkutan, dan keselamatan penerbangan. Depok: Gramata Pub. ISBN 978-602-8986-08-3. 
  4. (Indonesia) Martono, K (2012). Hukum udara nasional dan internasional publik = Public international and national air law. Jakarta: RajaGrafindo Persada. ISBN 978-979-769-428-9. 
  5. (Indonesia) Pradana, Aminarno Budi (2004). Sistem Pengawasan Lalu Lintas Penerbangan Sipil (edisi ke-1). Jakarta: Rajawali Pers. ISBN 978-979-769-805-8. 
  6. (Indonesia) Sukajaya, Cholid (2010). Pengertian dan istilah penerbangan sipil. Jakarta: Raja Grafindo Persada. ISBN 978-979-769-284-1. 
Google Book
  1. (Indonesia) Singgih Handoyo (2011). Aviapedia: ensiklopedia umum penerbangan. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-547-5. 
Jurnal
  1. (Indonesia) Budiman, Jerry; Pujangkoro, Sugiharto; Kes, Anizar M. (2013-10-16). "ANALISIS BEBAN KERJA OPERATOR AIR TRAFFIC CONTROL BANDARA XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE NASA-TLX". Jurnal Teknik Industri USU. 3 (3). ISSN 2443-0579. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-16. Diakses tanggal 2017-08-11. 
Situs Resmi Organisasi
  1. (Indonesia) "PENGHARGAAN ATC GLOBAL AWARDS". Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (dalam bahasa Indonesia). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2018-03-19. Diakses tanggal 2017-08-11. 
  2. (Indonesia) "Gambaran Umum Perusahaan". Kementerian Badan Usaha Milik Negara Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia. 2017-08-02. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-11. Diakses tanggal 2017-08-02. 
  3. (Indonesia) "About". Indonesia Air Traffic Controllers Association (dalam bahasa Indonesia). Indonesia Air Traffic Controllers Association. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-11. Diakses tanggal 2017-08-02. 
  4. (Indonesia) Anggoro, Setio. "IATCA Manual, Our Past, Present and Future". Indonesia Air Traffic Controllers Association (dalam bahasa Indonesia). Indonesia Air Traffic Controllers Association. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-01. Diakses tanggal 2012-07-05. 
  5. (Inggris) "FLIGHT SAFETY (FLS) SECTION, PERSONNEL LICENSING, THE FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQs) COVER THE FOLLOWING TOPICS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-20. Diakses tanggal 2011-09-02. 
Artikel Berita
  1. (Indonesia) Adrian, Beny (2017-02-02). "Yuk, Kenali Menara Pengatur Penerbangan Alias ATC". Majalah Angkasa Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-14. Diakses tanggal 2017-08-15. 
  2. (Indonesia) Ery (2016-12-16). "Dir Ops Airnav: Mereka Akan Masuk ke Airnav Indonesia". Majalah Angkasa Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-14. Diakses tanggal 2017-08-15. 
  3. (Indonesia) Purnamasari, Niken (2016-08-26). "Kisah Soal Fokus Penuh Petugas ATC Jaga Lalu Lintas di Langit Bandara". detiknews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-29. Diakses tanggal 2017-08-15. 
  4. (Indonesia) detikNews, - (2015-01-02). "Begini Cara Kerja Petugas ATC Bandara dengan Gaji Rp 15-20 Juta Per Bulan". detiknews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-07. Diakses tanggal 2017-08-15. 
  5. (Indonesia) Setiawan, Budy (2008-03-07). "Air Traffic Controller, Pengatur Lalulintas Udara". Penerbangan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-11. Diakses tanggal 2017-08-15. 
  6. (Indonesia) "Kehidupan di Tower. Tabloid Aviasi". Tabloid Aviasi (dalam bahasa Indonesia). Tabloid Aviasi. 2010-07-06. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-25. Diakses tanggal 2011-02-17. 
  7. (Indonesia) "Kesejahteraan Petugas "Air Traffic Control" Naik Signifikan, Layanan Diharapkan Lebih Baik". Berita Satu (dalam bahasa Indonesia). Berita Satu. 2014-11-22. Diakses tanggal 2017-08-02. 
  8. (Indonesia) Wijaya, Galih; Widharta, Elyandra (2017-07-16). "Mau Jadi Pengatur Lalu Lintas Udara? Baca Dulu Ulasan Berikut Ini". Harian Bernas (dalam bahasa Indonesia). Harian Bernas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-16. Diakses tanggal 2017-08-02. 
  9. (Indonesia) "ATC Adalah Profesi Bergengsi Tapi Berat Tanggung Jawabnya". Berita Trans (dalam bahasa Indonesia). Berita Trans. 2016-08-31. Diakses tanggal 2017-08-02. 
  10. (Indonesia) sanu (2015-09-02). "MENGETAHUI JAM KERJA dan WAKTU ISTIRAHAT PILOT, PRAMUGARI dan AIR TRAFFIC CONTROLLER • Global Preparation Pilot School". Global Preparation Pilot School. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-16. Diakses tanggal 2017-08-15. 
Blog
  1. (Indonesia) "STRESS DAN AIR TRAFFIC CONTROLLER". ANGKASA SENA. 2008-04-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-10. Diakses tanggal 2017-08-11. 
  2. (Indonesia) Anggoro, Setio (2006-10-10). "Sejarah ATC dan Controller Pertama di Dunia". Acil's Column (dalam bahasa Indonesia). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-18. Diakses tanggal 2017-08-11. 
  3. (Indonesia) Anggoro, Setio (2006-10-05). "Mempopulerkan Profesi Air Traffic Control". Acil's Column. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-11. Diakses tanggal 2017-08-11. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

 

Kotak Navigasi[sunting | sunting sumber]