Kabupaten Bireuen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 108: Baris 108:
Dengan penuh semangat, Tgk Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng (memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.
Dengan penuh semangat, Tgk Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng (memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.


'''Asal usul Julukan Kota Juang'''
== Asal usul Julukan Kota Juang ==

Adapun mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi  ibukota RI yang ketiga selama seminggu,  setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad (80), atau yang lebih dikenal dengan  panggilan Letnan Yusuf  Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.
Adapun mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi  ibukota RI yang ketiga selama seminggu,  setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad (80), atau yang lebih dikenal dengan  panggilan Letnan Yusuf  Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.


Baris 219: Baris 218:


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
Web Kabupaten Bireuen{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 21 Maret 2019 08.42

Koordinat: 5°5′N 96°36′E / 5.083°N 96.600°E / 5.083; 96.600

Kabupaten Bireuen
كابوڤاتين بيريون
Daerah tingkat II
Motto: 
Gemilang Datang Padamu Bila Tekad Kukuh Berpadu
Peta
Peta
Kabupaten Bireuen كابوڤاتين بيريون di Sumatra
Kabupaten Bireuen كابوڤاتين بيريون
Kabupaten Bireuen
كابوڤاتين بيريون
Peta
Kabupaten Bireuen كابوڤاتين بيريون di Indonesia
Kabupaten Bireuen كابوڤاتين بيريون
Kabupaten Bireuen
كابوڤاتين بيريون
Kabupaten Bireuen
كابوڤاتين بيريون (Indonesia)
Koordinat: 5°05′N 96°36′E / 5.08°N 96.6°E / 5.08; 96.6
Negara Indonesia
ProvinsiAceh
Tanggal berdiri12 Oktober 1999
Dasar hukumUndang-undang No. 48 Tahun 1999
Ibu kotaKota Bireuen
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
Pemerintahan
 • BupatiH. Saifannur, S.Sos.
 • Wakil BupatiDr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si
 • Sekretaris DaerahIr. Zulkifli, Sp
Luas
 • Total1,901,20 km²[1] km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi)
Populasi
 ((2017)[1])
 • Total432,870 jiwa
Demografi
 • IPM70,21 (2016)[2]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
1110
Kode area telepon0644
Kode Kemendagri11.11
APBDRp.1.815.022.598.247,-[3]
PADRp. 200.170.920.320,-
DAURp. 802.618.535.000,-
Situs webhttp://www.bireuenkab.go.id


Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Kabupaten ini beribukotakan di Bireuen Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak 12 Oktober tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, namun sempat menjadi salah satu basis utama Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Semenjak diberlakukannya darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini berangsur-angsur mulai kembali normal, meski belum sepenuhnya.

Kabupaten Bireuen termasuk salah satu kabupaten yang bersejarah bagi bangsa ini. Kabupaten ini pernah ditetapkan sebagai ibukota Republik Indonesia kedua pada tanggal 18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang).

Kabupaten Bireuen juga terkenal di bidang kulinernya diantaranya Mie Kocok Geurugok (Gandapura), Rujak Manis dan Bakso Gatok (Kuta Blang), Sate Matang (Peusangan) Bu Sie Itek dan Nagasari (Kota Juang/Bireuen).

Secara geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04° 54' 00” - 05° 21' 00” LU dan 96° 20' 00” - 97° 21' 00” BT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan Undang-undang No. 48 Tahun 1999). Luas wilayah Kabupaten Bireun adalah 1.796,32 Km² (179.632 Ha), dengan ketinggian 0 - 2.637 mdpl (meter di atas permukaan laut). Terbagi dalam 17 kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 312,84 Km2atau sebesar 17,42 persen dari luas Kabupaten Bireuen. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang dengan luas hanya 16,91 Km2.

Struktur tata ruang yang akan dituju didasarkan pada arahan zonasi pemanfaatan ruang yang ditetapkan untuk wilayah Kabupaten Bireuen, yaitu :

Zona I, Zona ini merupakan kawasan permukiman nelayan yang terletak pada areal pertambakan dan sekitar hutan bakau. Pada zona ini, pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya perlu dihindari dan diarahkan sebagai zona lindung.  Adapun untuk permukiman yang telah ada pada zona ini tidak boleh diperluas, tetapi boleh ditingkatkan kualitasnya. Peruntukan zona ini antara lain permukiman terbatas nelayan, permukiman perdesaan terbatas pada kawasan budidaya pertanian serta bangunanbangunan yang mendukung kegiatan pariwisata pantai, pelabuhan, industri dan perikanan.  Zona ini diarahkan memiliki tingkat kepadatan bangunan sangat rendah. Dari aspek jarak, zona ini berada pada jarak antara 50 – 100 m dari tepi pantai.

Zona II, Zona ini merupakan kawasan permukiman di sekitar pertambakan dan rawa-rawa serta sebagian permukiman di kawasan pusat kota. Peruntukan zona ini antara lain permukiman terbatas nelayan dan petani.  Tidak disarankan utuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya.   Permukiman yang telah ada pada zona ini tidak boleh diperluas, tetapi boleh ditingkatkan kualitasnya. Pada zona ini, dapat dikembangkan permukiman terbatas (kepadatan rendah) dengan penerapan building code yang sesuai.  Dari aspek jarak, zona ini berada pada jarak antara 100 – 200 m dari tepi pantai.

Zona III, Zona ini merupakan kawasan permukiman dan sebagian pusat kegiatan perkotaan (pasar dan terminal).  Peruntukan zona ini antara lain permukiman, bangunan komersial, fasilitas pendidikan, sosial, kesehatan, perdagangan, peribadatan, pemerintahan, dengan skala pelayanan kelurahan dan kecamatan.  Permukiman yang semula telah ada ditingkatkan kualitasnya, tidak boleh diperluas /dikembangkan /ditambah baru hingga menjadi kepadatan tinggi.  Adapun bangunan komersial dapat diperluas/dikembangkan dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat dengan mempertahankan nilai-nilai cagar budaya. Kepadatan kawasan terbangun pada zona II diarahkan memiliki tingkat kepadatan sedang. Pada zona ini sebagian dari fungsi pusat kegiatan perkotaan dikembangkan ke arah yang lebih aman serta kawasan permukiman baru yang aman dari tsunami dengan memperhatikan daya dukung kota, mengurangi pemanfaatan lahan-lahan subur/irigasi teknis.  Dari aspek jarak, zona ini berada pada jarak antara 200 – 300 m dari tepi pantai.

Zona IV, Peruntukan zona ini antara lain permukiman, bangunan komersial, fasilitas umum dan pemerintahan dengan skala pelayanan kota.  Permukiman dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat sesuai dengan rencana tata ruang yang ada.  Tingkat kepadatan bangunan pada zona ini diarahkan memiliki kepadatan tinggi.  Dari aspek jarak, zona ini berada pada jarak > 300 m dari tepi pantai.


Sedangkan yang menjadi pusat kota Adalah Kecamatan Kota Juang. Adapun Jumlah Gampong (Desa) Di Kota Bireuen adalah 167 Gampong (Desa) dan berdasarkan hasil kajian dalam RTRW Kabupaten Bireuen dan Kawasan Permukiman Utama  telah ditetapkan bahwa ada sekitar 102 Desa yang termasuk Kawasan Perkotaan Bireuen, dengan pertimbangan-pertimbangan :

a. Bentuk fisik perkotaan yang menyatu (compact development);

b. Mengendalikan dan mencegah terbentuknya kawasan perkotaan yang berpola memita (ribbon development) yang dalam banyak hal cenderung tidak efisien

c. Delineasi kota yang tetap mempertimbangkan keberadaan kawasan pertanian eksisting, keberadaan kawasan pertanian diusahakan tetap dipertahankan terutama di bagian timur (sebelah utara dan sebelah selatan jalan nasional arah ke Kec. Peusangan);

d. Delineasi kota yang mempertimbangkan kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan yang mengakomodasi kecenderungan perkembangan perkotaan arah ke selatan/akses ke Takengon ; dan

e. Delineasi kota yang terintegrasi dengan rencana pengembangan dan pembangunan jalan lingkar.

Ditinjau dari perkembangan kawasan terbangunnya, terdapat dua pola perkembangan fisik Kawasan Perkotaan Bireuen. Pada tahap awal, perkembangan Kawasan Perkotaan mengikuti pola konsentrik yaitu perkembangan yang terjadi pada pusat utama Kawasan Perkotaan Bireuen.  Namun pada perkembangan selanjutnya, kecenderungan perkembangan terjadi mengikuti pola radial yaitu mengikuti pola jaringan jalan utama Kawasan Perkotaan yang juga merupakan jaringan jalan Propinsi yang menghubungkan Banda Aceh - Bireuen – Medan. Kedua pola perkembangan fisik tersebut masing-masing memiliki kelebihan maupun kekurangan.


Sejarah

Kabupaten Bireuen dalam catatan sejarah dikenal sebagai daerah Jeumpa. Dahulu Jeumpa merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh. Menurut Ibrahim Abduh dalam Ikhtisar Radja Jeumpa, Kerajaan Jeumpa terletak di Desa Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen.

Kerajaan-kerjaan kecil di Aceh tempo dulu termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda. Secara de facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian barat Kabupaten Bireuen.

Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan).

Kewedanan dikepalai oleh seorang Countroleur (wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (Kini Kota Lhokseumawe) dan Onder Afdeeling Lhoksukon (Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara).

Selain Onder Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik.

Bireuen—Julukan Kota Juang yang ditabalkan untuk Kabupaten Bireuen menarik untuk ditelusuri asal usulnya. Terlebih masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Bahkan mereka yang mengaku orang Bireuen sekali pun.

Tgk Sarong Sulaiman, seorang pelaku sejarah dan pejuang yang sekarang berusia 110 tahun, yang berdomisili di Desa Keude Pucok Aleu Rheng, Peudada Bireuen, saat ditemui Narit di rumahnya, kelihatan masih sehat dan ingatannya pun masih kuat.

Menurut Kepala Badan Statistik (BPS) Aceh, Syeh Suhaimi kepada Narit, Tgk Sarong merupakan salah seorang pelaku sejarah yang masih hidup. “Beliau merupakan seorang pejuang kemerdekaan negara ini, bahkan terlibat langsung dalam masa pergerakan melawan penjajahan Belanda dulu,” kata Syeh Suheimi saat melakukan sensus penduduk di Bireuen beberapa bulan lalu.

Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh

Ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu, Kakek Sarong yang terlihat masih bugar dengan lancar menceritakan sejarah Aceh pada umumnya dan Bireuen khususnya. Tgk Sarong pernah menjadi komandan pertempuran Medan Area tahun 1946, yang saat itu diberi gelar Kowera (Komandan Perang Medan Area).

Ayah tiga anak dan sejumlah cucu ini,  pernah ditawarkan menjadi guru ngaji di Arab Saudi, ketika dirinya bersama istri menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci pada tahun 60-an. Namun, tawaran itu ditolaknya karena sayang pada sang istri yang harus pulang ke Aceh tanpa pendamping. “Itu romansa masa lalu. Tapi, di sini (Aceh-red) saya juga menjadi guru ngaji he he he…,” katanya sambil terkekeh

Menurut pelaku sejarah yang lancar berbahasa Arab dan Inggis ini, “Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh. Kala itu, orang Arab yang berada di Aceh mengadakan kenduri di Meuligoe Bupati sekarang. Saat itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu mereka mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebajikan saat menjamu pasukan Belanda. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun. Sejak saat itulah nama Bireuen mulai dikenal,” kata pria berkulit sawo matang yang mengaku pernah jadi guru Bahasa Arab di sebuah sekolah di Aceh tempoe doeloe.

Dengan penuh semangat, Tgk Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng (memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.

Asal usul Julukan Kota Juang

Adapun mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi  ibukota RI yang ketiga selama seminggu,  setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad (80), atau yang lebih dikenal dengan  panggilan Letnan Yusuf  Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.

Bahkan katanya, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen  khususnya, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. “Perjalanan sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi  1945, kemiliteran Aceh pernah dipusatkan di Bireuen,” paparnya bersemangat.

Saat itu, katanya, dibawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Meuligoe Bupati yang sekarang, pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef.  “Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai Kota Juang,” katanya.

Presiden Soekarno, lanjut Yusuf Tank, juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo Bupati Bireuen yang sekarang. “Bireuen pernah  menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta Ibukota RI yang kedua, kembali dikuasai Belanda. Kebetulan Presiden Soekarno juga berada di sana saat itu,menjadi kalang kabut. Akhirnya  Soekarno memutuskan mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948, dengan pesawat udara khusus Dakota.yang dipiloti Teuku Iskandar. Pesawat itu turun di lapangan Cot Gapu,” kisahnya sambil menerawang.

Saat itu Soekarno disambut para tokoh Aceh diantaranya, Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh,  Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat bahkan ratusan pelajar Sekolah Rakyat (SR) dan malam harinya diselenggarakan leising (rapat umum) akbar.

Dalam rapat itu Soekarno yang dikenal singa podium Asia dalam pidatonya membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen apalagi pada saat itu mengatakan bahwa Belanda telah menguasai kembali Sumatera Timur (Sumatera Utara).

Setelah itu Kemiliteran Aceh, dari Banda Aceh dipindahkan ke Juli Keude Dua di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef dengan membawahi Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo. “Dipilihnya Bireuen sebagai pusat kemiliteran Aceh, lantaran Bireuen letaknya sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda  di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur (sekarang Sumut-red),” kisah Yusuf Tank.

Lalu Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatera silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank di bawah pimpinan dirinya, yang memiliki puluhan unit mobil tank hasil rampasan dari tentara Jepang. Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area dan juga di zaman Revolusi 1945,  Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht),  pernah dipusatkan di Juli Keude Dua sekarang ini. “Aceh yang tak pernah mampu dikuasai Belanda dan Aceh juga adalah daerah modal Indonesia,” katanya penuh emosi.

Setelah seminggu berada di Bireuen, kemudian Soekarno bersama Gubernur Militer Aceh Abu Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja (Banda Aceh) untuk mengadakan pertemuan dengan para saudagar Aceh di Hotel Atjeh, di sebelah selatan masjid Raya Baiturrahman.

Dalam pertemuan itu Soekarno ‘merengek’ kepada masyarakat Aceh untuk menyumbang dua pesawat terbang untuk negara. Siang itu Presiden Soekarno sempat tidak mau makan sebelum menadapat jawaban dari Tgk Daud Beureu’eh. Setelah berembug lagi para saudagar Aceh lalu diputuskan bersedia menyumbang dua pesawat terbang sebagaimana diminta Soekarno, lalu masyarakat Aceh dengan cepat mengumpulkan uang yang akhirnya mampu dibeli dua peswat yaitu Seulawah I dan Seulawah II.

Dua peswat itu juga merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Garuda Indonesia Airways dan Radio Rimba Raya di Kawasan Kabupaten Bener Meriah. Radio Rimba Raya yang mengudara ke seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan beberapa bahasa asing juga merupakan cikal bakal RRI sekarang ini. “Dan itu juga bagian dari radio perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” pungkas mantan pejuang Letnan Yusuf Tank.

Geografi

Batas Wilayah

Kabupaten Bireuen Memiliki Batas Wilayah Sebagai Berikut :

Utara Selat Malaka
Timur Kabupaten Aceh Utara
Selatan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bener Meriah
Barat Kabupaten Pidie Jaya

Pemerintahan

Bupati

No Foto Nama Awal Menjabat Akhir Menjabat Wakil Bupati Keterangan Ref.
1 Drs. H. Ramdhani Raden 1999 2002 Pejabat Bupati
2 Drs. H. Mustafa A. Glanggang 2002 2007 Drs. Amiruddin Idris, SE, M.Si
3 Drs. H. Nurdin Abdurrahman, M.Si 2007 2012 Drs. H. Busmadar Ismail
4 H. Ruslan M. Daud 2012 2017 Ir. H. Mukhtar, M.Si
5 H. Saifannur, S.Sos. 22 Mei 2017 19 Januari 2020 Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si
Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si 19 Januari 2020 18 Juni 2020 Pelaksana Tugas Bupati [4][5]
6 Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si 18 Juni 2020
7 Aulia Sofyan 15 Agustus 2022 Penjabat Bupati

Sekretaris Daerah

No Foto Nama Awal Menjabat Akhir Menjabat Keterangan Ref.
1 Drs. Hasan Basri Djalil, M.Si 1999 2007
2 Dr. Ir. Nasrullah Muhammad, M.Si, MT 2007 2011
3 Ir. Razuardi, MT 2011 2012
4 Dr. Muzakkar A.Gani, SH, M.Si 2012 2012 Plt.
5 Ir. Zulkifli, Sp 2012 sekarang

Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Bireuen dalam dua periode terakhir.[6][7]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019 2019-2024
PKB 0 Kenaikan 1
Gerindra 1 Steady 1
Golkar 4 Kenaikan 7
NasDem 3 Penurunan 2
PKS 4 Steady 4
PPP 4 Steady 4
PAN 3 Penurunan 2
Demokrat 2 Kenaikan 4
Partai Aceh 13 Penurunan 9
PDA 1 Kenaikan 2
PNA 5 Penurunan 4
Jumlah Anggota 40 Steady 40
Jumlah Partai 10 Kenaikan 11


Kecamatan

Menjelang tahun 2005 terjadi pemekaran kecamatan dari 10 Kecamatan menjadi 17 kecamatan dan pembentukan 17 Kecamatan ini diperbaharui dengan UU No.5 Tahun 2008.

  1. Kecamatan Gandapura
  2. Kecamatan Jangka
  3. Kecamatan Jeunieb
  4. Kecamatan Jeumpa
  5. Kecamatan Juli
  6. Kecamatan Kota Juang dengan dasar UU No.40 tahun 2004.
  7. Kecamatan Kuala dengan dasar UU No.41 tahun 2004.
  8. Kecamatan Kuta Blang dengan dasar Pembentukan UU no.44 tahun 2004.
  1. ^ a b c d "Permendagri no.137 tahun 2017". 27 Desember 2017. Diakses tanggal 12 Juni 2018. 
  2. ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2016". Diakses tanggal 2018-07-06. 
  3. ^ "APBD 2018 ringkasan update 04 Mei 2018". 2018-05-04. Diakses tanggal 2018-07-06. 
  4. ^ "Pemerintah Kabupaten Bireuen :: bupati". www.bireuenkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-23. Diakses tanggal 2018-11-09. 
  5. ^ "Pemerintah Kabupaten Bireuen :: wabup". www.bireuenkab.go.id. Diakses tanggal 2018-11-09. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ Perolehan Kursi DPRK Bireuen 2014-2019
  7. ^ Perolehan Kursi DPRK Bireuen 2019-2024
  1. Kecamatan Pandrah
  2. Kecamatan Peudada
  3. Kecamatan Peulimbang dengan dasar UU No.43 tahun 2004 yang dimekarkan dari Kecamatan Jeunieb.
  4. Kecamatan Peusangan
  5. Kecamatan Peusangan Selatan dengan dasar UU No. 42 tahun 2004.
  6. Kecamatan Peusangan Siblah Krueng dengan dasar Pembentukan UU No. 46 tahun 2004.
  7. Kecamatan Makmur
  8. Kecamatan Samalanga
  9. Kecamatan Simpang Mamplam dengan dasar UU No.45 tahun 2004 yang dimekarkan dari kecamatan Samalanga.

Referensi

Web Kabupaten Bireuen

Pranala luar