Hubungan Indonesia dengan Tiongkok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hubungan Indonesia-Tiongkok
Peta memperlihatkan lokasiChina and Indonesia

Tiongkok

Indonesia

Hubungan Indonesia-Tiongkok mengacu pada hubungan luar negeri antara Tiongkok dan Indonesia. Hubungan antara kedua negara telah dimulai sejak berabad-abad lalu, dan secara resmi diakui pada tahun 1950. Namun hubungan diplomatik dihentikan pada tahun 1967, dan dilanjutkan pada tahun 1990. Tiongkok memiliki kedutaan besar di Jakarta dan konsulat di Surabaya dan Medan, sementara Indonesia memiliki kedutaan besar di Beijing dan konsulat di Guangzhou, Shanghai dan Hong Kong. Kedua negara negara besar di antara negara-negara di Asia dari segi wilayah dan penduduk, Tiongkok adalah negara yang paling padat penduduknya di bumi, sedangkan Indonesia memiliki populasi terbesar ke-4 di dunia. Kedua negara adalah anggota APEC dan ekonomi utama dari G-20.

Menurut BBC World Service Poll 2013, pendapat tentang Tiongkok di antara orang Indonesia masih sangat positif dan stabil, dengan 55% dari pandangan positif dibandingkan dengan 27% menyatakan pandangan negatif.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Hubungan antara kekaisaran Tiongkok dan Indonesia kuno telah dimulai sejak abad ke-7 dan mungkin sebelumnya. Indonesia adalah bagian dari jalur maritim dari Jalur Sutra yang menghubungkan Tiongkok dengan India dan dunia Arab. Banyak keramik Tiongkok, ditemukan di seluruh Indonesia yang diperkirakan terjadinya hubungan perdagangan kuno antara kedua negara. Museum Nasional Indonesia memiliki salah satu yang terbaik dan koleksi paling lengkap dari keramik Tiongkok yang ditemukan di luar Tiongkok, diperkiran dari dari Han, Tang, Sung, Yuan, Ming, dan Dinasti Qing berlangsung selama hampir dua ribu tahun.[2] Koleksi ini khusus memberikan wawasan yang baik dalam perdagangan maritim Indonesia selama berabad-abad. Penelitian menunjukkan bahwa orang Tiongkok berlayar ke India melalui Indonesia pada awal periode Han Barat (205 SM sampai 220 Masehi) sebagai bagian dari jalan sutra maritim dan bahwa hubungan perdagangan perusahaan yang kemudian dibangun.[3] Secara tradisional, kepulauan Indonesia, diidentifikasi oleh geografer Tiongkok kuno sebagai Nanyang, adalah sumber dari rempah-rempah seperti cengkih, kemukus, dan pala, bahan baku seperti sebagai cendana, emas dan timah, juga barang-barang langka eksotis seperti gading, cula badak, kulit harimau, dan tulang, burung-burung eksotis dan bulu warna-warni. Sementara sutra yang halus dan keramik dari Tiongkok dicari oleh kerajaan kuno Indonesia. Indonesia juga memainkan beberapa peran dalam pengembangan Buddhisme dari India ke Tiongkok. Seorang biarawan Tiongkok, I-Tsing, mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 selama 6 bulan selama misinya untuk mendapatkan teks-teks suci Buddha dari India.[4] Catatan Tiongkok lainnya dan sejarah juga menyebutkan beberapa negara kuno yang menjadi bagian dari Indonesia pada saat ini.

Hubungan Diplomatik[sunting | sunting sumber]

Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang membentuk hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok pada 13 April 1950. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, hubungan antara kedua negara dianggap baik dengan berkembangnya hubungan diplomatik dan membentuk axis Beijing-Pyongyang-Hanoi-Phnom Penh-Jakarta. Indonesia menarik diri dari PBB pada Januari 1965 yang oleh Soekarno dianggap dikuasai oleh elemen imperialis dan membentuk CONEFO dengan dukungan dari Tiongkok yang saat itu bukan merupakan anggota PBB.[5] Setelah terjadinya upaya kudeta pada 30 September 1965 di Indonesia, Presiden Soekarno digantikan dengan Soeharto yang kemudian memutus hubungan diplomatik dengan Tiongkok dengan tuduhan bahwa Tiongkok memiliki peran dalam upaya kudeta tersebut.[6]

Hubungan mulai membaik pada akhir 1980an. Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen bertemu dengan Presiden Soeharto dan Menteri Moerdiono pada tahun 1989 untuk membahas normalisasi hubungan diplomatik. Pada Desember 1989, kedua negara mengadakan pertemuan mengenai normalisasi hubungan kedua negara. Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengunjungi Tiongkok pada Juli 1990 dan salah satu kesepakatan dalam kunjungan tersebut adalah kesepakatan dibentuknya kembali hubungan diplomatik antara kedua negara.

Perdana Menteri Tiongkok Li Peng berkunjung ke Indonesia pada 6 Agustus 1990 dan bertemu dengan Presiden Soeharto. Pada 8 Agustus, menteri luar negeri kedua negara menandatangani kesepakatan untuk membuka kembali hubungan diplomatik kedua negara. Kunjungan Perdana Menteri selanjutnya terjadi pada November 2001 yakni pada masa pemerintahan PM Zhu Rongji.[7]

Pada tahun 2017, dua panda yang bernama Cai Tao dan Hu Chun sampai ke Jakarta dari Sichuan dan ditempatkan di Taman Safari di Cisarua, Bogor. Datangnya kedua panda tersebut merupakan bagian dari peringatan 60 tahun dibentuknya hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok.[8]

Pada tahun 2018, isu kamp konsentrasi di Xinjiang, Tiongkok dibahas di parlemen Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla merespon bahwa Indonesia tidak akan ikut campur pada urusan dalam negeri negara lain.[9]

Investasi dan Dagang[sunting | sunting sumber]

Negara yang menandatangani kesepakatan mengenai Belt and Road Initiative

Perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok terus meningkat terutama setelah berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Tiongkok sejak awal 2010. Pada tahun 1990, tahun saat dibukanya hubungan bilateral antara Indonesia dengan RRT, nilai perdagangan Indonesia dan RRT mencapai AS$1,8 miliar. Pada tahun 2003, nilai perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok mencapai AS$3,8 miliar dan di tahun 2010 meningkat secara signifikan menjadi AS$36,1 miliar.[10] Hong Liu yang mengutip berita dari Jakarta Post tanggal 31 Maret 2010 dan China Daily tanggal 3 Mei 2011 menyebutkan bahwa nilai perdagangan antara Indonesia dengan RRT mencapai AS$43 miliar.[11] Perubahan Tiongkok secara signifikan yang menjadikannya negara yang berkembang tercepat pada abad ke-21 menyebabkan meningkatnya investasi di kawasan Asia Tenggara.[12][13] Dibentuknya perdagangan bebas antara ASEAN dengan Tiongkok disambut dengan kekhawatiran masyarakat karena masuknya produk murah dari Tiongkok dapat berpengaruh buruk pada perkembangan industri di Indonesia.

Tiongkok telah menjadi rekan perdagangan terbesar Indonesia dan menjadi tujuan ekspor terbesar produk Indonesia melampaui Jepang dan Amerika Serikat.[14][15][16] Impor dari Tiongkok juga berkembang dengan pesat yang mencapai AS$30,8 miliar atau 22,7% dari impor Indonesia pada tahun 2016.[17]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ 2013 World Service Poll Diarsipkan 2015-10-10 di Wayback Machine. BBC
  2. ^ "Museum in Jakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-29. Diakses tanggal 2014-08-28. 
  3. ^ Rosi, Adele (1998). Museum Nasional Guide Book. Jakarta: PT Indo Multi Media,Museum Nasional and Indonesian Heritage Society. hlm. 54. 
  4. ^ Munoz. Early Kingdoms. hlm. 122. 
  5. ^ "GANEFO & CONEFO Lembaran Sejarah yang Terlupakan". JakartaGreater. 25 October 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 April 2017. Diakses tanggal 18 May 2017. 
  6. ^ "Ambivalent Alliance: Chinese Policy towards Indonesia, 1960-1965". Wilson Center. August 14, 2013. 
  7. ^ Liu 2015, hlm. 2.
  8. ^ "Indonesian zoo is latest beneficiary of China's 'panda diplomacy'". South China Morning Post (dalam bahasa Inggris). 2017-09-28. Diakses tanggal 2020-10-12. 
  9. ^ "Why Muslim nations remain silent as China sends ethnic minorities to re-education prisons (brainwashing)". ABC News. 23 December 2018. 
  10. ^ Chandra, Alexander C.; Lontoh, Lucky A. (2011). "Indonesia – China Trade Relations: The deepening of economic integration amid uncertainty?" (PDF). International Institute for Sustainable Development. Diakses tanggal 5 Maret 2013. 
  11. ^ Liu 2015, hlm. 3.
  12. ^ Quinlan, Joe (November 13, 2007). "Insight: China's capital targets Asia's bamboo network". Financial Times. 
  13. ^ Murray L Weidenbaum (1 January 1996). The Bamboo Network: How Expatriate Chinese Entrepreneurs are Creating a New Economic Superpower in AsiaPerlu mendaftar (gratis). Martin Kessler Books, Free Press. hlm. 4–8. ISBN 978-0-684-82289-1. 
  14. ^ "China keen to work with Indonesia on BRI". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). 10 February 2018. 
  15. ^ Investments, Indonesia. "Trade Balance Indonesia: $678 Million Deficit in January 2018 | Indonesia Investments". www.indonesia-investments.com (dalam bahasa Inggris). 
  16. ^ "OEC - Indonesia (IDN) Exports, Imports, and Trade Partners". atlas.media.mit.edu (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-13. Diakses tanggal 2018-02-25. 
  17. ^ "Top Indonesia Imports". www.worldsrichestcountries.com. 

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]