Lompat ke isi

Fatimah az-Zahra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Fatimah Al Zahra)
Fatimah
az-Zahra
Nama Fatimah dalam kaligrafi Islam
Nama asalفَاطِمَة ٱلزَّهْرَاء
Lahir15 BH
(605 M) (tidak pasti)
Makkah, Hijaz, Jazirah Arab[1]
Meninggal3 Jumadilakhir
11 AH
(18 Agustus 632)
(tidak pasti)
Madinah, Kekhalifahan Rasyidin[1]
MakamMadinah, Hijaz[1]
Suami/istriAli bin Abi Thalib[1]
Anak
Orang tua

Fatimah binti Muhammad (bahasa Arab: فَاطِمَة ٱبْنَت مُحَمَّد, translit. Fāṭimah binti Muḥammad, IPA: [ˈfaːtˤima b.nat muˈħammad]; 606/614 - 632) merupakan putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Orang tua dan saudara[sunting | sunting sumber]

Sayyidah Fatimah az-Zahra lahir lima tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Ia merupakan anak perempuan termuda dari Nabi Muhammad. Berdasarkan nasabnya, namanya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Keluarga Fatimah az-Zahra merupakan keturunan dari bani Hasyim dan suku Quraisy.[2]

Sayyidah Fatimah az-Zahra merupakan anak perempuan keempat dari pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia memiliki tiga kakak perempuan yaitu Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Fatimah az-Zahra juga memiliki dua saudara laki-laki sekandung, tetapi keduanya meninggal ketika masih kecil. Nama kedua saudaranya yang wafat ini adalah Qasim dan Ibrahim. Selain itu, ia memiliki seorang saudara angkat yang diadopsi oleh ayahnya. Nama saudara angkat ini ialah Zaid bin Haritsah, yang kelak menjadi Hawariyyun daripada Baginda Nabi Muhammad.[3]

Kelahiran Sayyidatina Fatimah az-Zahra bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya, baginda mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.[4]

Kelahiran sayyidah Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari ayahnya).[butuh rujukan]

Ia putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya, sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih dengan kematian ibunya.[butuh rujukan]

Rasulullah sangat menyayangi sayyidah Fatimah. Setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata,”Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fatimah, jika ia datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fatimah bila Rasulullah datang mengunjunginya.”[butuh rujukan]

Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar: ”Sungguh Fatimah bagian dariku, siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, ”Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”.[5]

Sayyidah Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa baginda. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata, "Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia".[butuh rujukan]

Pernikahan[sunting | sunting sumber]

Fatimah az-Zahra menikah pada usia 18 tahun dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.[2] Pernikahan antara keduanya diadakan setahun setelah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad sebagai ayah dari Fatimah az-Zahra menyetujui pernikahan ini karena adanya hubungan kekerabatan dan hubungan sosial dengan keluarga dari Ali bin Abi Thalib RA. Ayah dari Sayyidina Ali adalah Abu Thalib yang merupakan paman dari Nabi Muhammad. Nabi Muhammad hidup dalam asuhan pamannya ini. Ketika pamannya telah wafat, Ali diasuh oleh Nabi Muhammad. Jadi Nabi Muhammad sudah menganggap Ali seperti anaknya sendiri.[6]

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim diketahui bahwa Fatimah az-Zahra pernah hampir mengalami poligami. Periwayatan hadis ini berasal dari al-Miswar bin Makhramah. Keterangan dalam hadis ini menyebutkan larangan Nabi Muhammad kepada Ali bin Abi Thalib untuk melakukan poligami dengan Juwairiyah binti Abu Jahal. Nabi Muhammad menyampaikan hal ini di atas mimbar. Ia memulai dengan menyebutkan latar belakang dari peristiwa ini. Di atas mimbar, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa usulan pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dengan Juwairiyah binti Abu Jahal merupakan usulan dan permintaan dari keluarga Hisyam bin al-Mughirah. Nabi Muhammad dengan tegas tidak mengizinkan hal ini dengan ucapan yang jelas yang diulanginya sebanyak tiga kali. Nabi Muhammad menyatakan bahwa Fatimah az-Zahra merupakan anak kandungnya, yang berarti menyusahkan dan menyakiti perasaannya sama dengan menyusahkan dan menyakiti perasaan Nabi Muhammad.[7]

Keturunan[sunting | sunting sumber]

Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra dikaruniai 4 orang anak, 2 putra dan 2 putri. 2 putra yaitu Hasan dan Husain. Sedangkan kedua putrinya yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Sebenarnya ada satu lagi anak Fatimah Az Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia karena wafat ketika masih kecil.[8]

Klaim keturunan diberikan oleh Dinasti Fatimiyah kepada Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah bin Mahdi yang merupakan cucu dari Imam Syiah yang ketujuh, Ismail bin Ja'far al-Sadiq.

Dari keturunannyalah, Ahlul bait Nabi Muhammad berlanjut. Umar bin Khatab juga disebutkan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Semua anak dari perempuan bernasab kepada ayah mereka, kecuali yang dilahirkan Fathimah. Akulah ayah mereka”. [9]

Perjuangan[sunting | sunting sumber]

Pertempuran Uhud[sunting | sunting sumber]

Pada saat Pertempuran Uhud, Fatimah az-Zahra turut ikut serta dengan para perempuan lainnya. Mereka ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan prajurit selama pertempuran. Tugas ini antara lain membantu mengangkat air, memberi minum dan merawat prajurit yang terluka.[10]

Wafat[sunting | sunting sumber]

Fatimah az-Zahra wafat pada usia 27 tahun. Ia meninggal dunia dengan jarak waktu enam bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad.[11]

Terdapat satu hadits shahih berkenaan dengan wafatnya Fatimah Az-Zahra.

Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah menceritakan kepada mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad berkata, telah menceritakan kepada kami Ayahku dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah berkata, "Ketika Rasulullah ﷺ sakit, beliau memanggil putrinya, Fatimah lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya dan ia pun menangis. Kemudian beliau membisikkan sesuatu lalu ia tertawa. Aku pun bertanya akan hal itu; ia menjawab, "Aku menangis karena beliau memberitahuku bahwasanya beliau akan meninggal. Kemudian beliau memberitahuku bahwasanya aku adalah keluarganya yang pertama kali menyusul beliau, aku pun tertawa."[12]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g (Fitzpatrick & Walker 2014, hlm. 182-186)
  2. ^ a b Mursi 2020, hlm. 450.
  3. ^ Nasution, Syamruddin (2013). Sejarah Peradaban Islam (PDF). Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. hlm. 32. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-08-07. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  4. ^ "Mengenal Fatimah Az Zahra Putri Tersayang Rasulullah". Republika Online. 2017-04-20. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-27. Diakses tanggal 2023-02-27. 
  5. ^ Edidarmo, Toto (Mei 2015). Pendidikan Agama Islam Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XI. Semarang: PT. Karya Toha Putra. hlm. 82. ISBN 978-602-7718-94-4. 
  6. ^ Katimin 2017, hlm. 101.
  7. ^ Adawiyah, Robi’atul (2019). Reformasi Hukum Keluarga Islam dan Implikasinya Terhadap Hak-hak Perempuan dalam Hukum Perkawinan Indonesia dan Malaysia (PDF). Cirebon: Penerbit Nusa Litera Inspirasi. hlm. 70. ISBN 978-602-5668-88-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-01-21. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  8. ^ Maharani, Berliana Intan. "Kisah Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Putri Rasulullah". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-01-27. 
  9. ^ Katimin 2017, hlm. 140.
  10. ^ Zubaidah, Siti. Pemikiran Fatima Mernissi tentang Kedudukan Wanita dalam Islam (PDF). Medan: CV. Widya Puspita. hlm. 60. ISBN 978-602-51022-8-8. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-03. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  11. ^ Mursi 2020, hlm. 452.
  12. ^ Musnad Ahmad nomor 25210

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]