Iduladha
| |
|---|---|
Fragmen kaligrafi yang berisi doa-doa ketika Iduladha. | |
| Dirayakan oleh | Muslim dan Druze[1] |
| Jenis | Hari raya dalam Islam |
| Makna | |
| Perayaan | |
| Mulai | 10 Zulhijah |
| Berakhir | 13 Zulhijah |
| Tanggal | (dapat berubah-ubah) |
| Tahun 2024 | 17 Juni |
| Tahun 2025 | 6 Juni |
| Terkait dengan | |
| Bagian dari seri |
| Islam |
|---|
| Nabi Ibrahim |
|---|


Iduladha (Arab: عيد الأضحى, romanisasi: ʿĪd al-ʾAḍḥā, lit. 'Hari Raya Kurban'), adalah hari raya kedua dari dua hari raya utama dalam Islam, bersama dengan Idul Fitri. Hari raya ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, bulan kedua belas dan terakhir dalam kalender Islam.[2] Perayaan dan ketaatan umumnya dimajukan ke tiga hari berikutnya, yang dikenal sebagai hari-hari Tasyrik, merupakan hari yang diharamkan untuk berpuasa bagi umat Islam. Pada hari Iduladha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain. Terkadang Iduladha disebut pula sebagai Idulkurban atau Hari Raya Haji.
Idul Adha, tergantung pada negara dan bahasanya, juga disebut Idul Adha Besar (Arab: العيد الكبير, romanisasi: al-ʿĪd al-Kabīr).[3] Seperti halnya Idul Fitri, salat Idul Adha dilakukan pada pagi hari Idul Adha, setelah itu dilakukan kurban atau penyembelihan hewan ternak. Dalam tradisi Islam, salat Idul Adha menghormati kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya sebagai tanda ketaatan kepada perintah Allah. Tergantung pada narasinya, Ismail atau Ishak disebut dengan gelar kehormatan "Pengorbanan Allah".[4] Sebelum Ibrahim mengorbankan putranya, Allah menggantikan Ismail dengan domba. Untuk memperingati kejadian ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun. Jemaah haji biasanya melakukan tawaf dan sa'i haji pada Idul Adha, bersamaan dengan ritual Lempar jamrah pada hari Idul Adha dan hari-hari berikutnya.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Salah satu ujian utama dalam hidup Ibrahim adalah menerima perintah Allah untuk mengorbankan putra kesayangannya. Perintah ini diterima Ibrahim melalui mimpi yang terus berulang. Ibrahim tahu bahwa ini adalah perintah dari Allah dan dia memberi tahu putranya, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an.
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ishak atau Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.
Selama masa persiapan, setan menggoda Ibrahim dan keluarganya dengan mencoba menghalangi mereka untuk melaksanakan perintah Allah. Ibrahim kemudian mengusir setan dengan melemparkan kerikil ke arahnya. Untuk memperingati penolakan mereka terhadap setan, batu-batu dilemparkan dalam lontar jumrah dalam ibadah haji.[6]
Ketika melaksanakan penyembelihan, pisau Ibrahim tidak dapat melukai Ismail. Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan.[7]
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Penetapan hari
[sunting | sunting sumber]Iduladha dilaksanakan ketika ibadah haji sedang berlangsung. Pilar dan inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sedangkan hari pelaksanaan wukuf dikenal sebagai Hari Arafah, yang dimulai pada tanggal 9 Zulhijah hingga terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah.[8]
Dalam hadis yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali, amir Makkah pernah menyampaikan khotbah, kemudian berkata:
Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan Hisab dan rukyat (hilal Zulhijah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka.
— HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar, “Hadis ini isnadnya bersambung dan sahih.”
Hadis ini menjelaskan bahwa, pertama, pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan pada hasil rukyat hilal 1 Zulhijah sehingga kapan wukuf dan Iduladhanya bisa ditetapkan. Kedua, pesan nabi kepada amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan untuk melakukan rukyat; jika tidak berhasil, maka rukyat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada amir Makkah.[butuh rujukan]
Iduladha dalam kalender Masehi
[sunting | sunting sumber]Dalam kalender Hijriah, penetapan hari Iduladha selalu sama setiap tahunnya, hal ini berbeda dalam kalender Masehi yang selalu berubah dari tahun ke tahun. Dalam kalender Hijriah penetapan hari ialah berdasarkan fase bulan (kalender candra), sedangkan kalender Masehi berdasar fase bumi mengelilingi matahari (kalender surya). Perbedaan inilah yang menyebabkan penetapan Iduladha selalu berubah di dalam kalender Masehi, yakni terjadi perubahan 11 hari lebih awal setiap tahunnya.
Berikut ini adalah hari Iduladha dalam kalender Masehi sepanjang tahun 1971 hingga 2045:
Karena tahun Hijriah berbeda sekitar 11 hari dari tahun Masehi, Iduladha dapat terjadi dua kali dalam setahun—seperti pada tahun 1974 dan 2006, dan akan terjadi lagi pada tahun 2039, 2072, 2104, 2137, 2169, 2202, 2235, 2267, 2300, dan 2332 (akan terus terjadi setiap 32 atau 33 tahun).
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ↑ Kadi, Samar (25 September 2015). "Eid al-Adha celebrated differently by Druze, Alawites". The Arab Weekly. London. Diakses tanggal 1 Agustus 2016.
- ↑ "Eid al-Adha | Meaning, Observances, & Traditions". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). 11 March 2025.
- ↑ Haigh, Phil (31 July 2020). "What is the story of Eid al-Adha and why is it referred to as Big Eid?". Metro (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari asli tanggal 2020-09-23. Diakses tanggal 25 April 2021.
Simply, Eid al-Adha is considered the holier of the two religious holidays and so it is referred to as 'Big Eid' while Eid al Fitr can be known as 'Lesser Eid'. Eid al-Kabir means 'Greater Eid' and is used in Yemen, Syria, and North Africa, while other translations of 'Large Eid' are used in Pashto, Kashmiri, Urdu and Hindi. This distinction is also known in the Arab world, but by calling 'Bari Eid' bari, this Eid is already disadvantaged. It is the 'other Eid'. 'Bari Eid', or Eid-ul-Azha, has the advantage of having two major rituals, as both have the prayer, but it alone has a sacrifice. 'Bari Eid' brings all Muslims together in celebrating Hajj, which is a reminder of the Abrahamic sacrifice, while 'Choti Eid' commemorates solely the end of the fasting of Ramazan.
- ↑ Firestone, Reuven (January 1990). Journeys in Holy Lands: The Evolution of the Abraham-Ishmael Legends in Islamic Exegesis. SUNY Press. ISBN 978-0-7914-0331-0.
- 1 2 "As-Saffat". Lite Quran. Diakses tanggal 19 Juli 2021.
- ↑ "Sejarah melempar jumroh, perlawanan keluarga Ibrahim terhadap setan". Brilio. 24 September 2015. Diakses tanggal 19 Juli 2021.
- ↑ "Sejarah Kurban: Teladan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismai". NU. 2 Juli 2021. Diakses tanggal 19 Juli 2021.
- ↑ Syaiful, Anri (18 Juli 2021). Syaiful, Anri (ed.). "Sejarah Penamaan Hari Tarwiyah dan Arafah Serta Maknanya Jelang Idul Adha 1442 H". Liputan6.com. Diakses tanggal 19 Juli 2021.