Druwa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wisnu muncul di hadapan Druwa. Lukisan karya Raja Ravi Varma.

Druwa (Sanskerta ध्रुव; Dhruva) adalah putra Raja Utanapada dan Suniti dalam mitologi Hindu. Ia merupakan cucu Swayambu Manu. Menurut berbagai kitab Purana, ia merupakan seorang pemuja Dewa Wisnu yang taat. Konon ia melakukan tapa yang hebat saat berumur lima tahun. Ia memiliki kediaman di puncak alam semesta yang disebut Dhruwaloka, sebagai anugrah atas rasa baktinya terhadap Wisnu. Dalam bahasa Sanskerta, kata Dhruva dapat berarti bintang kutub, dan menurut legenda, Druwa berubah menjadi bintang kutub.

Kehidupan sebelumnya[sunting | sunting sumber]

Menurut kitab Wisnupurana, pada kehidupan sebelumnya, Druwa merupakan seorang brahmana yang berteman dengan seorang pangeran yang tampan dan kaya raya. Brahmana tersebut memuja Wisnu dengan setia. Setelah memperoleh anugrah Wisnu, brahmana tersebut memohon agar ia dilahirkan kembali sebagai seorang pangeran. Maka, brahmana tersebut bereinkarnasi sebagai Druwa, putra Raja Utanapada.

Druwa dan keluarganya[sunting | sunting sumber]

Ayah Druwa memiliki istri lain yang bernama Suruci, dan putranya yang lain bernama Utama. Suruci dan Utama lebih disayangi oleh ayahnya daripada dia dan ibunya. Saat Druwa melihat Utama duduk di pangkuan ayahnya, maka sebagai seorang anak timbulah hasratnya untuk menerima kasih sayang seperti yang diterima oleh Utama. Namun Suruci melarangnya karena Utama yang akan dinobatkan sebagai raja, dan Druwa kurang disayangi sehingga tak pantas menerima kasih sayang sebagaimana yang diterima oleh Utama. Maka Druwa pun sedih lalu mengadukan hal tersebut pada ibunya, Suniti. Suniti mengatakan bahwa Suruci dan Utama telah melakukan perbuatan baik pada kehidupannya dahulu, sehingga ia berhak mendapatkan pahala yang baik. Apa yang diterima oleh Druwa dan Suniti mungkin karena mereka telah melakukan perbuatan yang tidak baik pada kehidupannya yang lampau. Setelah mendengar nasihat ibunya, Druwa merelakan Utama sebagai pewaris tahta, sedangkan ia sendiri bertekad untuk memperoleh apa yang belum pernah diperoleh ayahnya, yaitu pergi ke suatu tempat yang tak seorang pun pernah mencapainya. Maka dari itu, ia mengembara ke tengah hutan untuk bermeditasi.

Meditasi di tengah hutan[sunting | sunting sumber]

Di tengah hutan yang tak jauh dari istananya, ia bertemu dengan tujuh resi agung yang dikenal sebagai Saptaresi. Druwa memohon petunjuk kepada para resi agar ia dapat mewujudkan cita-citanya. Akhirnya para resi menyarankan agar Druwa memuja Wisnu. Para resi juga mengajarkannya mantra-mantra yang digunakan untuk memuja Wisnu. Setelah menerima petunjuk para resi, Druwa pergi menuju sungai Yamuna. Ia bermeditasi di sebuah hutan yang disebut Maduwana, yang konon dihuni oleh raksasa bernama Madu. Para detya dan raksasa mencoba menggagalkan tapanya, tetapi tidak berhasil. tapa yang dilakukannya sangat hebat sehingga para dewa khawatir bila kelak Druwa dapat menggantikan posisi Indra, Kubera, atau Surya. Maka dari itu, mereka memohon agar Wisnu menghentikan tapa yang dilakukan oleh Druwa.

Akhirnya, Wisnu muncul di hadapan Druwa. Ia menanyakan anugrah apa yang diinginkan oleh Druwa. Sebenarnya, Druwa merasa sangat puas karena dapat menyaksikan Wisnu berdiri di hadapannya dan ia tidak menginginkan anugrah apa-apa. Karena Wisnu sudah telanjur datang dan menanyakan keinginannya, maka Druwa memohon agar ia menjadi pemuja Wisnu selamanya. Wisnu sangat berkenan dan memaksa Druwa meminta anugrah lainnya. Akhirnya Druwa meminta agar ia ditempatkan di puncak alam semesta. Wisnu pun mengabulkan permohonan tersebut. Druwa ditempatkan di atas langit, disebuah wilayah yang dikenal sebagai Dhruwaloka, yaitu bintang kutub. Namun itu diberikan setelah Druwa meninggal. Wisnu menyuruhnya kembali kepada ayahnya, karena ia ditakdirkan untuk memerintah kerajaan ayahnya selama 36.000 tahun, sedangkan saudaranya, Utama diramalkan akan hilang dalam sebuah ekspedisi perburuan.

Druwa sebagai raja[sunting | sunting sumber]

Druwa kembali ke kerajaannya dengan selamat dan kedatangannya disambut dengan suka cita oleh Raja Utanapada dan Utama. Atas kebijaksanaannya, Utanapada menunjuk Druwa sebagai penerusnya. Druwa menikah dengan Brahmi dan Ila, sedangkan Utama menikah dengan Bahula. Dalam suatu ekspedisi perburuan, Utama masuk ke sebuah hutan lalu tewas dibunuh oleh seorang yaksa. Suruci mencari Utama dan dia juga turut menghilang. Setelah diketahui bahwa Utama tewas dibunuh seorang yaksa, Druwa menjadi marah. Ia segera mengerahkan angkatan perangnya untuk membalas dendam.

Yaksa itu tinggal di sebelah utara lembah pegunungan Himalaya. Druwa berhasil mencapainya lalu mengumumkan peperangan. Dengan menggunakan kekuatan ilusi, Yaksa tersebut menciptakan jutaan pasukan yaksa yang kemudian bergerak menyerang Druwa. Namun Druwa berhasil menahan serangan tersebut dengan berbagai senjata sakti yang dimilikinya. Sebelum perang tersebut berlangsung terlalu lama, para resi muncul dan menengahinya. Mereka berkata bahwa balas dendam tidak diperbolehkan. Utama tewas karena takdirnya sendiri. Yaksa yang membunuhnya hanyalah alat yang digunakan oleh Yang Maha Kuasa. Setelah mendengar nasihat para resi, Druwa sadar bahwa ia melakukan keputusan yang salah. Ia meletakkan senjatanya lalu menghentikan perang. Kemudian Kubera, pemimpin para yaksa datang menemui Druwa dan memberinya kesempatan untuk memohon suatu anugrah. Druwa meminta agar ia menjadi pemuja Wisnu selamanya. Akhirnya ia kembali ke kerajaannya.

Druwa memerintah kerajaannya selama 36.000 tahun dengan baik sehingga rakyatnya merasa aman dan tenteram. Ia melangsungkan upacara agung beberapa kali. Setelah bosan dengan kehidupan duniawi, Druwa memutuskan untuk menyerahkan tahtanya kepada putranya, sedangkan dia sendiri pergi ke sebuah asrama yang disebut Wadrikasrama untuk melakukan yoga. Setelah beberapa tahun, sebuah kendaraan suci yang disebut Wilmana datang menghampirinya. Dua pelayan Wisnu yang bernama Nanda dan Sunanda datang menjemputnya menuju tempat yang diperuntukkan baginya.

Silsilah[sunting | sunting sumber]


Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]