Bahu (mitologi)
बाहु | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Bahu |
Ejaan Dewanagari | बाहु |
Ejaan IAST | Bāhu |
Nama lain |
|
Gelar | Raja Kosala |
Kitab referensi | Purana |
Asal | Ayodhya, Kerajaan Kosala |
Kediaman | Ayodhya |
Kasta | kesatria |
Profesi | raja |
Dinasti | Surya |
Anak | Sagara |
Bahu (Dewanagari: बाहु; IAST: Bāhu ) atau Bahuka (Dewanagari: बाहुक; IAST: Bāhuka ), dalam mitologi Hindu, adalah seorang raja dari Dinasti Surya, keturunan Manu, yang memerintah Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahan di Ayodhya. Ia merupakan putra Wreka, dan merupakan suami bagi Yadawi. Menurut kitab Purana, Raja Bahu memiliki sifat yang amat baik, berlaku adil dan bijaksana. Resi Wasista adalah gurunya.[1]
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Raja Bahu mengikuti segala aturan dharma sehingga kerajaannya aman dan tenteram. Semua raja di bumi tunduk kepadanya. Ia juga menyelenggarakan upacara Ashwamedha di setiap dwipa yang ada di bumi. Rakyatnya senang kepadanya, hasil panen mereka melimpah, dan para resi melakukan meditasi tanpa merasa terganggu. Menurut kitab Naradapurana, tidak ada yang berani berbuat dosa saat Raja Bahu berkuasa. Dalam kitab Naradapurana dikatakan bahwa Raja Bahu memerintah selama 90.000 tahun.
Setelah mengalami masa kejayaannya yang panjang, timbul rasa sombong, takabur dan iri hati dalam hati Raja Bahu. Akhirnya, sikap Raja Bahu berubah setelah bercampurnya empat hal dalam dirinya, yaitu: masa muda, kekayaan, kekuasaan, dan tindakan tanpa pertimbangan. Empat hal ini menuntun Raja Bahu menuju kehancuran. Kemudian, Raja Bahu tidak lagi memikirkan nasib kerajaannya. Ia sibuk memikirkan kesenangan duniawi dan telah menyimpang dari jalan kebenaran. Karena Raja Bahu telah meninggalkan kebenaran, maka lenyaplah segala keberuntungan dan kemakmuran di negerinya.
Serangan dan pengungsian
[sunting | sunting sumber]Tak lama kemudian, berkobarlah peperangan antara Raja Bahu dan musuh bebuyutannya, yaitu Raja Hehaya dan Raja Talajangha.[2] Dalam peperangan, Raja Hehaya dan Talajangha dibantu oleh Kerajaan Saka, Yawana, Parada, Kamboja, dan Pahlawa. Oleh karena keberuntungan telah menjauh dari dirinya, maka Raja Bahu dapat dikalahkan setelah perang berkobar selama kurang lebih satu bulan. Setelah kalah, rakyatnya tidak menunjukkan simpati, bahkan mereka menghinanya dengan bebas. Raja Bahu terdesak lalu melarikan diri ke hutan. Bersama dengan Yadawi, Raja Bahu memutuskan untuk berlindung di asrama Resi Urwa.[3]
Dalam perjalanan menuju asrama Resi Urwa, Raja Bahu menyesali kesalahan yang telah dilakukannya. Seiring dengan penyesalannya, kondisi kesehatan sang raja semakin memburuk. Akhirnya, sang raja wafat setelah tiba di asrama Resi Urwa. Pada waktu itu Yadawi yang sedang hamil tua memutuskan untuk melakukan sati (membakar diri dengan api kremasi suami), tetapi Resi Urwa mencegahnya dan meramalkan bahwa bayi yang sedang dikandung Yadawi akan membebaskan kerajaan ayahnya dari penjajahan.[1] Yadawi pun melahirkan keturunan Raja Bahu yang diberi nama Sagara. Di kemudian hari, Sagara berhasil merebut kerajaan ayahnya dari musuh-musuhnya.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Shastri, J. L.; Tagare, Dr G. V. (2004-01-01). The Narada-Purana Part 1: Ancient Indian Tradition and Mythology Volume 15 (dalam bahasa Inggris). Motilal Banarsidass. hlm. 149. ISBN 978-81-208-3882-6.
- ^ Dowson, John (2013-11-05). A Classical Dictionary of Hindu Mythology and Religion, Geography, History and Literature (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 40. ISBN 978-1-136-39029-6.
- ^ Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, ISBN 81-7276-413-8, pp. 231-2.
Didahului oleh: Wreka |
Dinasti Surya Raja Ayodhya |
Diteruskan oleh: Sagara |