Kesenjangan digital

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kesenjangan digital (bahasa Inggris: digital divide) adalah kesenjangan antara yang kaya teknologi dengan yang miskin teknologi.[1] Kesenjangan antara antarnegara (seperti kesenjangan digital di Amerika Serikat) dapat mengacu kepada kesenjangan antar individu, rumah tangga, bisnis, atau wilayah geografis, biasanya dengan tingkat sosial-ekonomi yang berbeda atau kategori demografi lain. Kesenjangan antarnegara atau kawasan dunia disebut kesenjangan digital global,[2] yaitu kesenjangan teknologi antara negara berkembang dan negara maju di tingkat internasional.[3]

Definisi[sunting | sunting sumber]

Kesenjangan digital merupakan sebuah permasalahan yang muncul di dalam masyarakat karena adanya perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) yang kurang merata. Permasalahan ini kerap dialami oleh masyarakat rural (masyarakat perdesaan) karena masyarakat urban (masyarakat perkotaan) lebih dahulu mendapatkan kesempatan untuk merasakan dampak pembangunan infrastruktur TIK jika dibandingan dengan masyarakat rural.[4]

Kesenjangan digital dibagi menjadi dua bentuk, yaitu kesenjangan digital tradisional dan kesenjangan terkait outcome. Kesenjangan digital tradisional terdiri atas kesenjangan akses terhadap internet dan teknologi digital serta kesenjangan kemampuan menggunakan teknologi digital secara optimal. Adapun kesenjangan terkait outcome merupakan hasil dari kemampuan tersebut ketika dikonversikan ke dalam berbagai jenis kapital lainnya (misalnya kapital ekonomi seperti pendapatan).[5]

Kesenjangan digital juga kesenjangan kemampuan digital antara orang-orang yang telah mempunyai akses teknologi yang pada akhirnya berdampak pada ketidaksetaraan hasil.[6] Kesenjangan digital mengacu kepada kesenjangan antara mereka dalam mengakses internet. Bagi yang tidak mendapakan akses internet yang baik, maka tidak mendapakan hasil yang baik.[7] Kesenjangan digital juga dapat diartikan sebagai kesenjangan ekonomi dan sosial terkait akses, penggunaan, atau dampak teknologi informasi dan komunikasi (TIK).[8] Kesenjangan digital juga mengacu kepada mereka yang mendapat mamfaat digital dengan yang tidak.[9][10]

Menurut Van Dijk, Kesenjangan digital adalah kesenjangan antara seseorang yang memiliki akses terhadap komputer dan internet, artinya sebuah disparitas atau perbedaan antara kelompok tertentu dengan kelompok lainnya dalam menggunakan, mengakses, dan memanfaatkan teknologi digital dan internet.[11]Van Dijk memberikan penjelasan bahwa kesenjangan digital dapat dikaji berdasarkan aspek material acces, skill access, motivational, dan usage.[12] Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), kesenjangan digital terjadi antara tingkat individu, rumah tangga, dan area geografis yang memiliki perbedaan tingkat sosial ekonomi berdasarkan kesempatan untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi.[13]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Istilah kesenjangan digital pertama kali diperkenalkan oleh The National Telecommunication and Information Administration (NTIA), sebuah badan pemerintah federal Amerika Serikat yang mengurusi bidang telekomunikasi dan informasi dalam laporannya.[14] Oleh pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1990-an pada masa pemerintahan Clinton, istilah kesenjangan yang mereka sebut dengan istilah digital divide diperkenalkan. Kemudian dengan cepat diserap oleh negara lain dan memberikan penyebutan berdasarkan bahasa masing-masing. Pada 1996, kesenjangan digital pun menjadi isu dunia. Kondisi ini tidak hanya dialami negara berkembang tapi juga negara maju.[15]

Upaya pencegahan[sunting | sunting sumber]

Bank Dunia menyebut jika kesenjangan digital akan akses internet di Indonesia masih begitu lebar. Hal ini terbukti dari sebanyak 49% penduduk dewasa di Indonesia masih belum memiliki akses internet.[16] Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, di lain pihak menyatakan bahwa upaya untuk mengatasi permasalahan ini di Indonesia adalah menerapkan strategi melalui penguatan infrastruktur digital, pengembangan talenta digital, dan pembentukan hukum yang tepat untuk melengkapi regulasi primer. Perluasan akses internet harus berjalan beriringan dengan pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pemerintah juga berupaya membekali masyarakat Indonesia dengan literasi digital.[17] Namun, pemerintah yang menggunakan teknologi digital untuk program kesejahteraan sosial juga harus memastikan adanya penyertaan dalam sistem dan lembaga ketika program ini melekat.[18]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Wadah pemikir bidang kesenjangan digital

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Alwi Hilir, S. Kom., M.Pd. (2021-06-15). TEKNOLOGI PENDIDIKAN DI ABAD DIGITAL. Penerbit Lakeisha. hlm. 37. ISBN 978-623-6322-07-9. 
  2. ^ Norris, P. (2001). Digital Divide: Civic Engagement, Information Poverty and the Internet Worldwide. Cambridge University Press.
  3. ^ Chinn, Menzie D. and Robert W. Fairlie. (2004). The Determinants of the Global Digital Divide: A Cross-Country Analysis of Computer and Internet Penetration. Economic Growth Center. Retrieved from http://www.econ.yale.edu/growth_pdf/cdp881.pdf.
  4. ^ Oktavianoor, Renaldy (2020). "Kesenjangan Digital Akibat Kondisi Demografis di Kalangan Masyarakat Rural". Palimpsest. 11 (1): 9. 
  5. ^ Herwantoko, One (27 Jul 2021). "Pandemi dan Kesenjangan Digital". Detik. Diakses tanggal 6 Desember 2020. 
  6. ^ Garuda, Mata (2018-08-24). Indonesia 2045 (dalam bahasa Arab). Bentang Pustaka. hlm. 256. ISBN 978-602-291-494-5. 
  7. ^ Basoeky, Unggul; Panggabean, Suvriadi; Manu, Gerlan Apriandy; Wardhana, Aditya; Hoeronis, Irani; Adnan, Yudi; Maisarah; Sudirman, Acai (2021-09-30). Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Berbagai Aspek Kehidupan Masyarakat. Media Sains Indonesia. hlm. 38. ISBN 978-623-362-110-6. 
  8. ^ U.S. Department of Commerce, National Telecommunications and Information Administration (NTIA). (1995). Falling through the net: A survey of the have nots in rural and urban America.. Retrieved from http://www.ntia.doc.gov/ntiahome/fallingthru.html.
  9. ^ Hilbert, Martin (2011). "The end justifies the definition: The manifold outlooks on the digital divide and their practical usefulness for policy-making". Telecommunications Policy. 35 (8): 715–736. doi:10.1016/j.telpol.2011.06.012. 
  10. ^ Smith, Craig Warren (2002). Digital corporate citizenship : the business response to the digital divide. Indianapolis: The Center on Philanthropy at Indiana University. ISBN 1884354203. 
  11. ^ Amboro, Duma Azaki. "Pengaruh Kesenjangan Digital Terhadap Individu Non-User Mobile Banking Di Kabupaten Sumbawa Barat" (PDF). Telkom University Open Library. Diakses tanggal 2024-02-26. 
  12. ^ J.A Van Dijk; K. Hacker (2003). The Digital Divide : As a Complex and Dynamic Phenomenon. The Information Society. 
  13. ^ Afif Aulia Azizah (2018). "KESENJANGAN DIGTAL DI KALANGAN PENGELOLA USAHA MIKRO,KECIL,MENENGAH (UMKM) SURABAYA" (PDF). Jurnal Unair. 
  14. ^ Ahmad Zakki Abdullah; Fitria Ayuningtyas; Uljanatunnisa (2018). "LITERASI MEDIA DIGITAL DI KOMUNITAS VIDEOGRAPHER "LINKPICTUREID"". Jurnal Abdimas. 4 (2): 2. 
  15. ^ Yayat D. Hadiyat (Agustus 2014). "Kesenjangan Digital di Indonesia" (PDF). Jurnal Pekommas. 17 (2): 82. 
  16. ^ Ulya, Fika Nurul (29 Juli 2021). "Bank Dunia: Kesenjangan Digital Indonesia Lebar, 49 Persen Penduduk Belum Akses Internet". Kompas. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  17. ^ Setu, Ferdinandus (6 Agustus 2021). "Atasi Kesenjangan Digital, Menkominfo Dorong Transformasi Digital Inklusif". Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  18. ^ Rivai, Aswin (23 Juni 2021). "Mengatasi Kesenjangan Digital Rakyat". Media Indonesia. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Templat:Studi sains dan teknologi Templat:Generasi

Templat:Pengelompokan ekonomi global