Pāṭimokkha: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 30: Baris 30:


== Aniyata ==
== Aniyata ==
Aniyata merupakan dua buah aturan tidak pasti di mana seorang bhikkhu dituduh melakukan pelanggaran dan tindak asusila dengan seorang wanita di tempat tertutup oleh seorang umat awam. Aturan ini disebut tidak pasti karena hasil akhir dari aturan ini bergantung pada pengakuan bhikkhu yang bersangkutan apakah dia melanggar atau tidak. Bukti yang kuat sangat diperlukan untuk menjatuhkan tuduhan tersebut.<ref name="ketiga">https://dhammacitta.org/buku/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu.html</ref>
Aniyata merupakan dua buah aturan tidak pasti di mana seorang bhikkhu dituduh melakukan pelanggaran dan tindak asusila dengan seorang wanita di tempat tertutup oleh seorang umat awam. Aturan ini disebut tidak pasti karena hasil akhir dari aturan ini bergantung pada pengakuan bhikkhu yang bersangkutan apakah dia melanggar atau tidak. Bukti yang kuat sangat diperlukan untuk menjatuhkan tuduhan tersebut.<ref name="ketiga">{{cite web | url = https://dhammacitta.org/buku/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu.html | title = Peraturan Kedisiplinan Bhikkhu | accessdate = 31 Agustus 2020 | publisher = Dhammacitta.org | language = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]] }}</ref>
# Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat tertutup sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang ucapannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Parajika atau Sanghadisesa atau Pacittiya, maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.
# Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat tertutup sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang ucapannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Parajika atau Sanghadisesa atau Pacittiya, maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.
# Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat yang tidak terdengar pembicaraannya oleh orang lain sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang perkataannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Sanghadisesa atau Pacittiya maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.
# Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat yang tidak terdengar pembicaraannya oleh orang lain sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang perkataannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Sanghadisesa atau Pacittiya maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.

Revisi per 30 Agustus 2021 07.24

Pāṭimokkha merupakan aturan dasar kebiaraan dalam ajaran agama Buddha, yang berisi 227 aturan bagi para bhikkhu dan 311 aturan bagi para bhikkhuni. Isi aturan ini berada di Suttavibhanga yang merupakan bagian dari Vinaya Pitaka.

Parajika

Parajika adalah aturan-aturan yang apabila dilanggar dapat mengakibatkan pengusiran seumur hidup dari Sangha. Jika seorang bhikkhu melanggar secara sengaja aturan-aturan ini, maka ia secara otomatis akan terusir dari kehidupan biara dan tidak akan dapat menjadi seorang bhikkhu lagi di masa yang akan datang. Berikut adalah empat aturan parajika, yaitu:[1]

  1. Tidak melakukan hubungan seksual dan tidak terlibat dalam bentuk hubungan seksual apapun
  2. Tidak mencuri dan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada suatu aksi pencurian
  3. Tidak membunuh dan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada suatu aksi pembunuhan
  4. Tidak berbohong mengenai pencapaian sebagai seorang arhat

Aturan-aturan parajika tersebut merupakan penjabaran khusus dari empat sila pertama Pancasila dan seorang bhikkhu dapat benar-benar dinyatakan melanggar keempat aturan tersebut ketika ada dan ditemukan unsur kesengajaan dalam pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut.

Sanghadisesa

Sanghadisesa merupakan 13 belas aturan terhadap para bhikkhu yang apabila dilanggar akan mengakibatkannya harus menjalani suatu masa percobaan atau masa pendisiplinan selama beberapa waktu. Sama seperti Parajika, pelanggaran terhadap aturan Sanghadisesa harus memiliki unsur kesengajaan. Berikut adalah aturan-aturan Sanghadisesa, yaitu:[2]

  1. Tidak mengeluarkan air mani atau meminta seseorang mengeluarkan air mani secara sengaja, kecuali keluar air mani melalui mimpi
  2. Tidak bersentuhan secara fisik dengan wanita dengan birahi atau nafsu
  3. Tidak mengatakan ucapan-ucapan cabul atau tidak senonoh terhadap wanita mengenai alat kelamin dan hubungan seksual
  4. Tidak mengajak seorang wanita melakukan hubungan seksual
  5. Tidak mengurusi hubungan asmara antara seorang pria dan wanita
  6. Tidak membangun sebuah pondok (kuti) tanpa izin dari Sangha atau membangun pondok (kuti) yang berukuran lebih dari 3 x 1,75 meter
  7. Tidak memerintahkan atau meminta orang lain untuk mendirikan pondok (kuti)
  8. Tidak menuduh sesama bhikkhu tanpa alasan yang jelas dengan bertujuan menggugurkan kebhikkhuan bhikkhu yang dituduh
  9. Tidak membuat tuduhan terhadap sesama bhikkhu dengan mencari-cari alasan pelanggaran yang belum jelas dengan bertujuan menggugurkan kebhikkhuan bhikkhu yang dituduh
  10. Tidak memicu perpecahan dalam Sangha
  11. Tidak mendukung pemicu perpecahan dalam Sangha
  12. Tidak keras kepala dalam menerima nasihat dari sesama bhikkhu
  13. Tidak menerima suap dan berkelakuan buruk

Aniyata

Aniyata merupakan dua buah aturan tidak pasti di mana seorang bhikkhu dituduh melakukan pelanggaran dan tindak asusila dengan seorang wanita di tempat tertutup oleh seorang umat awam. Aturan ini disebut tidak pasti karena hasil akhir dari aturan ini bergantung pada pengakuan bhikkhu yang bersangkutan apakah dia melanggar atau tidak. Bukti yang kuat sangat diperlukan untuk menjatuhkan tuduhan tersebut.[3]

  1. Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat tertutup sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang ucapannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Parajika atau Sanghadisesa atau Pacittiya, maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.
  2. Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita berdua saja di tempat yang tidak terdengar pembicaraannya oleh orang lain sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang perkataannya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Sanghadisesa atau Pacittiya maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh upasika itu. Jika tuduhan tersebut terbukti, bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan aniyata.

Nissaggiya Pacittiya

Nissagiya Pacittiya merupakan tiga puluh peraturan yang sebagian besarnya mengatur perihal kepemilikan para bhikkhu atas barang-barang yang tidak diperbolehkan atau barang-barang yang didapatkan dengan cara yang tidak diperbolehkan.[3]

  1. Tidak menyimpan jubah tambahan selama lebih dari sepuluh hari
  2. Tidak tidur di tempat yang terpisah dari ti civara
  3. Tidak menyimpan lebih dari sebulan bahan jubah yang tidak mencukupi ketika sedang menantikan bahan jubah atau jubah baru
  4. Tidak meminta seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarganya untuk mencuci jubahnya
  5. Tidak menerima hadiah jubah dari seorang bhikkhuni
  6. Tidak menerima bahan jubah atau jubah kepada umat awam, kecuali di saat yang tepat
  7. Tidak menerima terlalu banyak jubah dari umat awam, kecuali di saat yang tepat
  8. Tidak menerima jubah dari umat awam setelah mengatakan keinginannya untuk mendapatkan jubah bermutu baik
  9. Tidak menerima jubah dari umat awam setelah meminta mereka untuk mendanai pembelian jubah baru yang lebih baik
  10. Tidak menerima jubah setelah meminta kepada dayaka lebih dari enam kali
  11. Tidak menerima atau memiliki permadani yang terbuat dari bahan wol atau sutra atau gabungan dari keduanya
  12. Tidak menerima atau memiliki permadani berbahan dasar wol hitam murni
  13. Tidak menerima atau memiliki permadani berbahan dasar wol hitam sebanyak 50%
  14. Tidak menerima atau memiliki permadani baru kecuali sudah enam tahun menggunakan permadani yang lama
  15. Tidak menerima atau memiliki permadani duduk yang tidak digabungkan dengan permadani lama sebanyak 25 cm persegi
  16. Tidak membawa wol lebih dari 45 km saat sedang bepergian
  17. Tidak meminta seorang bhikkhuni untuk mencuci dan mewarnai wol
  18. Tidak menerima uang dan tidak merasa senang dengan uang yang disimpan
  19. Tidak melakukan jual beli dan tidak terlibat dalam proses jual beli
  20. Tidak melakukan dan tidak terlibat dalam proses tukar-menukar barang
  21. Tidak menyimpan mangkuk tambahan selama lebih dari sepuluh hari
  22. Tidak mengganti mangkuk dengan mangkuk yang baru sebelum mangkuk tersebut rusak
  23. Tidak menyimpan dang menggunakan obat selama lebih dari tujuh hari
  24. Tidak menggunakan dan menerima pakaian untuk musim hujan sebelum waktu yang tepat
  25. Tidak mengambil jubah yang dipinjamkan dalam keadaan marah
  26. Tidak meminta untuk dibuatkan jubah
  27. Tidak menerima jubah yang sebelumnya terdapat permintaan untuk memperbagus jubah tersebut
  28. Tidak menyimpan jubah yang diberikan di 10 hari menjelang masa Kathina lebih dari masa Vassa
  29. Tidak tinggal terpisah dengan jubahnya selama lebih dari enam malam selama masa Vassa
  30. Tidak dengan sadar menyebabkan suatu hadiah diberikan kepadanya yang seharusnya diberikan kepada Sangha

Referensi

  1. ^ "Bhikkhu Pāṭimokkha: The Bhikkhus' Code of Discipline". Access To Insight. Diakses tanggal September 17, 2016. 
  2. ^ "227 Sila Patimokkha" (dalam bahasa Indonesia). Samaggi Phala. Diakses tanggal 31 Agustus 2020. 
  3. ^ a b "Peraturan Kedisiplinan Bhikkhu" (dalam bahasa Indonesia). Dhammacitta.org. Diakses tanggal 31 Agustus 2020.