Dharmacakra
Bagian dari seri tentang |
Agama Buddha |
---|
![]() |
Sejarah |
Garis waktu • Konsili-konsili Buddhis |
Konsep |
Tiga Mestika (Buddha, Dhamma, Sangha) • Empat Kebenaran Mulia • Jalan Utama Berunsur Delapan • Pancasila • Tuhan • Nirwana • Jalan Tengah |
Ajaran inti |
Tiga Corak Umum • Samsara • Tumimbal lahir • Sunyata • Hukum Sebab Musabab • Karma |
Tokoh penting |
Siddharta Gautama • Sepuluh siswa utama • Keluarga Buddha Gautama |
Tingkatan pencerahan |
Buddha • Bodhisatwa • Arhat • Empat Tingkat Pencerahan • Meditasi |
Wilayah |
Asia Tenggara • Asia Timur • Tibet • India dan Asia Tengah • Indonesia • Barat |
Sekte |
Theravada • Mahayana • Wajrayana • Sarwastiwada • Mulasarwastiwada |
Kitab Suci |
Sutta • Vinaya • Abhidhamma |
|
Dharmacakra (Pali:dhammacakka; arti: "Roda Dharma") adalah salah satu dari Astamangala[1] dari agama-agama India seperti Hinduisme, Jainisme, dan Buddhisme. Dharmacakra melambangkan ajaran kebenaran (dharma) dari Buddha Gautama, jalan yang menuntun kepada Nirvana, sejak zaman Buddhisme awal.[2]
Dharmacakra mengajarkan bahwa kebenaran itu seperti lingkaran atau roda dari sebab dan akibat.[3] Artinya, sebab yang satu timbul dari sebab yang lainnya.[3] Dharmacakra disebut juga Catur Arya dan Bhawa Cakra.[3] Ini merupakan ajaran pokok Buddha.[3] Memutarkan roda dharmacaraka berarti memutarkan roda sebab-akibat.[3] Ajaran ini termasuk dalam ajaran pertama Buddha ketika menyebarkan dharmanya. Catur Arya mengandung empat ajaran luhur: Hidup adalah penderitaan, penderitaan berasal dari suatu sebab, sebab penderitaan dapat dimusnahkan, ada jalan untuk melenyapkan sebab-sebab penderitaan.[3] Hukum roda kebenaran ini disebut hukum Pratica Samuppada.[3] Hidup saat ini adalah akibat dari masa lalu.[3] Sementara hidup sekarang ini akan menjadi sebab bagi kehidupan yang akan datang.[3] Munculnya ajaran ini dihubungkan dengan peristiwa pemutaran Roda Dharma yang dilakukan oleh Buddha.[4] Paling tidak 3 kali Buddha memutar Roda Dharma, yaitu ketika ajaran Buddha dijadikan dasar untuk aliran Hinayana, saat ajaran Mahayana mulai dikembangkan, dan sewaktu ajaran Tantrayana mulai disebarluaskan.[4]