Unsur (Buddhisme)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam Buddhisme, unsur (Pali: bhūta atau dhātu) mencakup empat unsur besar atau pokok (cattāro mahābhūtāni), seperti tanah, air, api, dan udara; dan unsur turunannya (upādāya). Istilah mahābhūta umumnya sinonim dengan catudhātu, yang merupakan istilah Pāli dari "Empat Unsur". Empat Unsur merupakan dasar pemahaman yang menuntun seseorang melalui pelepasan rūpa atau materialitas menuju keadaan tertinggi, yaitu Kepadaman atau Nibbāna yang murni.

Penjelasan[sunting | sunting sumber]

Dalam Tipitaka Pali, unsur-unsur pokok yang paling dasar biasanya diidentifikasi berjumlah empat. Akan tetapi, unsur-unsur lainnya, seperti unsur kelima dan unsur keenam juga sering diuraikan.

Empat unsur pokok[sunting | sunting sumber]

Dalam teks kanonis, empat unsur pokok mengacu pada unsur-unsur yang bersifat "eksternal" (di luar tubuh, seperti sungai) dan "internal" (bagian dari tubuh, seperti darah). Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:[1]

  • Unsur tanah (pathavī-dhātu) Unsur tanah mewakili kualitas soliditas atau gaya tarik menarik. Benda apa pun yang menonjolkan gaya tarik menarik (benda padat) disebut unsur tanah. Unsur tanah internal meliputi rambut kepala, rambut badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, organ, bahan usus, dan lain-lain.
  • Unsur air (āpa-dhātu) Unsur air mewakili kualitas likuiditas atau gerak relatif. Benda apa pun yang menonjolkan gerak relatif partikelnya disebut unsur air. Unsur air internal meliputi empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, lendir hidung, urin, air mani, dll.
  • Unsur api (teja-dhātu) Unsur api mewakili kualitas panas atau energi. Segala sesuatu yang energinya menonjol disebut unsur api. Elemen api internal mencakup mekanisme tubuh yang menghasilkan kehangatan fisik, penuaan, pencernaan, dll.
  • Unsur udara (atau angin) (vāyu-dhātu) Unsur udara melambangkan kualitas pemuaian atau gaya tolak menolak. Benda apa pun yang menonjol gaya tolak menolaknya disebut unsur udara. Unsur udara internal meliputi udara yang berhubungan dengan sistem paru (misalnya untuk bernafas), sistem usus (“angin di perut dan usus”), dll.

Setiap entitas yang membawa satu atau lebih kualitas-kualitas ini (gaya tarik menarik, gaya tolak menolak, energi dan gerak relatif) disebut materi (rūpa). Dunia material dianggap tidak lain hanyalah kombinasi dari kualitas-kualitas yang diatur dalam ruang (ākāsa). Hasil dari kualitas-kualitas tersebut adalah masukan pada pancaindra kita, warna (vaṇṇa) pada mata, bau (gandha) pada hidung, rasa (rasa) pada lidah, suara (sadda) pada telinga, dan sentuhan (phoṭṭabba) pada tubuh. Hal yang kita rasakan dalam pikiran kita hanyalah interpretasi mental dari kualitas-kualitas ini.

Unsur kelima dan keenam[sunting | sunting sumber]

Selain empat unsur materi pokok di atas, dua unsur lainnya juga dapat ditemukan dalam Tripitaka Pali:

  • Unsur ruang (ākāsa-dhātu) Unsur ruang internal meliputi lubang tubuh seperti telinga, lubang hidung, mulut, anus, dll.
  • Unsur kesadaran (viññāṇa-dhātu) Digambarkan sebagai "murni dan cerah" (parisuddhaṃ pariyodātaṃ), digunakan untuk mengenali tiga jenis perasaan (vedanā) yaitu menyenangkan, tidak menyenangkan, dan bukan-menyenangkan-juga-bukan-tidak-menyenangkan (netral); dan timbul dan lenyapnya kontak indra (phassa) yang menjadi dasar perasaan-perasaan ini bergantung.

Menurut Abhidhamma Piṭaka, “unsur ruang” diidentifikasikan sebagai unsur “sekunder” atau “turunan” (upādāya).

Unsur turunan[sunting | sunting sumber]

Literatur Abhidhamma menguraikan 24 unsur turunan, yaitu:[1]

  1. Transparansi mata (cakkhupasāda)
  2. Transparansi telinga (sotapasāda)
  3. Transparansi hidung (ghānapasāda)
  4. Transparansi lidah (jivhāpasāda)
  5. Transparansi tubuh (kāyapasāda)
  6. Bentuk atau warna (rūpa / vaṇṇa)
  7. Suara (sadda)
  8. Ganda (gandha)
  9. Rasa (rasa)
  10. Feminitas (itthibhāva / itthatta)
  11. Maskulinitas (pumbhāva / purisatta)
  12. Landasan jantung (hadayavatthu)
  13. Indra nyawa (jīvitindriya)
  14. Makanan/sari makanan (āhāra / ojā)
  15. Elemen atau unsur angkasa (ākāsadhātu)
  16. Isyarat tubuh (kāyaviññatti)
  17. Isyarat lisan (vacīviññatti)
  18. Keringanan materi (rūpassa lahutā)
  19. Kelenturan materi (rūpassa mudutā)
  20. Kecekatan materi (rūpassa kammaññatā)
  21. Produksi materi (rūpassa upacaya)
  22. Kesinambungan materi (rūpassa santati)
  23. Kelapukan materi (rūpassa jaratā)
  24. Ketidakkekalan materi (rūpassa aniccatā)

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Kheminda, Ashin (2019-05-01). Manual Abhidhamma: Bab 6 Materi. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-95936-1-2.