Gunung Semeru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gunung Semeru
Mount Semeru
Semeru pada tahun 1985.
Titik tertinggi
Puncak3.676 m (12.060 ft)
Masuk dalam daftarRibu, Gunung api Tipe A
Koordinat8°6′28.8″S 112°55′12.0″E / 8.108000°S 112.920000°E / -8.108000; 112.920000
Penamaan
Nama lokalꦒꦸꦤꦸꦁꦱꦼꦩꦺꦫꦸ
Geografi
Geologi
Jenis gunungStratovolcano
Busur/sabuk vulkanikBusur Sunda / Sabuk alpida
Letusan terakhirSedang berlangsung
Pendakian
Rute termudahTumpang, Kabupaten Malang

Gunung Semeru atau Gunung Meru adalah sebuah gunung berapi kerucut di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung ini terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia kebawah Lempeng Eurasia. Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.[1] Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.

Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi geografis Semeru terletak antara 8°06' LS dan 112°55' BT.

Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 m hingga akhir November 1973. Di sebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.

Iklim

Secara umum iklim di wilayah Gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November - April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celsius.

Suhu rata-rata berkisar antara 3 °C - 8 °C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15 °C - 21 °C. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin di sepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam, namun juga didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin dingin.

Taman nasional

Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gunung Tengger antara lain: Gunung Bromo (2.392 m); Gunung Batok (2.470 m); Gunung Kursi (2.581 m); Gunung Watangan (2.662 m); dan Gunung Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.

Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominasi oleh kirinyuh, alang-alang, tembelekan, harendong dan edelwiss putih. Edelwis juga banyak ditemukan di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Terdapat pula spesies bunga anggrek endemik yang hidup di sekitar Gunung Semeru bagian selatan yakni Anggrek selop.

Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain: macan kumbang, budeng, luwak, kijang, kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.

Sejarah

Pendaki pertama

Orang Eropa pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet dan Winny Brigita (1838), seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda. Mereka menempuh jalur dari sebelah barat daya melalui Widodaren. Selanjutnya Junghuhn (1945), seorang ahli botani berkebangsaan Belanda, mendaki dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Pada tahun 1911, Van Gogh dan Heim melalui lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranu Pani dan Ranu Kumbolo hingga saat ini.[butuh rujukan]

Legenda Gunung Semeru

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.[butuh rujukan]

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.[butuh rujukan]

Dewa-dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.[butuh rujukan]

Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan makhluk halus.[2]

Menurut orang Bali, Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.[butuh rujukan]

Gas beracun

Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Gas beracun ini dikenal dengan sebutan Wedhus Gembel (Bahasa Jawa yang berarti "kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti rambut gimbal) oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajat Celsius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai.

Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif. Pada November 1997, Gunung Semeru meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.

Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter. Material yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil, bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa korban jiwa, walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik.

Erupsi pada awal Januari 2021 mengakibatkan penduduk 5 kecamatan di lereng Semeru; Kecamatan Candipuro, Kecamatan Pasrujambe, Kecamatan Senduro, Kecamatan Gucialit, dan Kecamatan Pasirian. Pihak PVMBG mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah puncak G. Semeru dan jarak 4 Km arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru. Radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.

Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.

Aktivitas letusan

1800-an

Catatan letusan pertama yang terekam diperkirakan pada 8 November 1818.[3] Pada rentang 1829-1878 juga terjadi beberapa kali letusan hingga tahun 1913 tetapi tidak banyak informasi yang terdokumentasikan.[4] Letusan pada abad ke-19 Masehi itu terjadi pada tahun 1829, 1830, 1832, 1836, 1838, 1842, 1844, 1845, 1848, 1851, 1856, 1857, 1860, 1864, 1867, 1872, 1877, dan 1878. Bahkan gunung ini kembali meletus tahun 1884 hingga 1899.[5]

1900-an

Pada 1941-1942, terekam aktivitas vulkanik dengan durasi panjang. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan leleran lava terjadi pada periode 21 September 1941 hingga Februari 1942. Saat itu, letusan sampai di lereng sebelah timur dengan ketinggian 1.400 hingga 1.775 meter. Material vulkanik hingga menimbun pos pengairan Bantengan.[6]

Beberapa aktivitas vulkanik juga tercatat beruntun pada 1945, 1946, 1947, 1950. Kembali meletus lagi secara berurutan dari tahun 1951 hingga 1961 dan tahun 1963. Letusan beruntun kembali terjadi dari dari tahun 1967 hingga tahun 1969 dan tahun 1972 hingga 1990. Letusan berikutnya disusul pada tahun 1992 dan 1994. Letusan pada tahun 1994 terbilang mengerikan karena memakan korban jiwa sebanyak 7 orang serta orang hanyut terbawa oleh lahar.[5]

Pada 1 Desember 1977, guguran lava menghasilkan awan panas guguran dengan jarak hingga 10 km di Besuk Kembar. Volume endapan material vulkanik yang teramati mencapai 6,4 juta meter kubik. Awan panas juga mengarah ke wilayah Besuk Kobokan. Saat itu, sawah, jembatan dan rumah warga rusak. Aktivitas vulkanik berlanjut dan tercatat pada 1978–1989.[6]

Pada 2 Februari 1994, tercatat ada 9 kali letusan Gunung Semeru. Letusan ini mengakibatkan munculnya asap putih tebal dengan ketinggian mencapai 500 meter. Selain asap putih, terjadi 34 kali guguran lava ke arah Besuk Kembar sejauh 1 km. Erupsi Gunung Semeru menelan korban jiwa sebanyak 7 orang yang hanyut terbawa lahar.[3]

2000-an

PVMBG juga mencatat aktivitas vulkanik gunung ini pada 1990, 1992, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007 dan 2008. Pada 2008, tercatat beberapa kali erupsi, yaitu pada rentang 15-22 Mei 2008. Teramati pada 22 Mei 2008, empat kali guguran awan panas yang mengarah ke wilayah Besuk Kobokan dengan jarak luncur 2.500 meter.[6]

Pada 12 Juni 2006, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Tanjung Perak Surabaya, mencatat gempa vulkanik dengan kekuatan 1,8 Skala Richter (SR) akibat aktivitas Gunung Semeru (3.676 mdpl).[7]

Pada 1 Desember 2020, Gunung Semeru mengalami letusan yang diikuti guguran awan panas dari puncak. Adapun jarak luncur guguran awan panas ini mencapai 2-11 kilometer.[3]

Hingga 4 Desember 2021 pukul 15.10 WIB, Gunung Semeru meletus dan mengeluarkan guguran awan panas mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo menjadikan letusan terakhir dan terbaru di sejumlah BNPB.[8] Guguran lava melaju dengan jarak luncur 500-800 meter, dengan pusat guguran 500 meter di bawah kawah. Sedangkan, gempa vulkanik yang berkaitan dengan letusan, guguran dan hembusan asap kawah telah terjadi sebanyak 54 kali gempa letusan atau erupsi, 4 kali gempa guguran, dan 18 kali gempa hembusan.[9]

Pada 16 Desember 2021 tercatat pukul 23.00 WIB, Gunung Semeru dinaikkan statusnya oleh PVMBG dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III).[10]

Pada 4 Desember 2022 tercatat pukul 12.00 WIB, Gunung Semeru dinaikkan statusnya oleh PVMBG dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV).

Vegetasi

Tanaman invasif non-asli

25 tanaman non-asli telah ditemukan di Taman Nasional Gunung Semeru. tanaman non-asli, yang mengancam secara endemik tanaman lokal ini, diimpor oleh ahli botani Belanda Van Steenis, di era kolonial. Mereka termasuk Foeniculum vulgare, Verbena brasiliensis, Chromolaena odorata, dan Salvinia molesta.[11]

Perkebunan sayuran

Lumpur erosi dari perkebunan sayuran di sekitarnya menambah lumpur ke Danau Ranu Pani, menyebabkan danau menyusut secara bertahap. Penelitian telah memperkirakan bahwa danau akan hilang sekitar tahun 2025, kecuali perkebunan sayuran di lereng bukit diganti dengan tanaman keras yang lebih berkelanjutan secara ekologis.[12]

Hidrologi

Kawasan Gunung Semeru merupakan bagian dari 4 Daerah Aliran Sungai yaitu DAS Mujur, DAS Rejali, DAS Glidik serta DAS Brantas dimana ke-empat DAS tersebut saling berbatasan satu sama lain di zona kerucut Gunung Semeru.[13][14]

DAS Mujur berada di lereng sebelah utara yang berbatasan dengan DAS Brantas dan sebagian lereng sebelah timur yang berbatasan dengan DAS Rejali. DAS Rejali adalah DAS kurus yang memanjang dari puncak hingga lembah, berada di lereng sebelah tenggara yang diapit oleh DAS Mujur dan DAS Glidik. DAS Glidik mulai dari sebagian lereng tenggara, sisi lereng selatan hingga sebagian lereng sisi barat yang berbatasan dengan DAS Brantas. DAS Brantas mengambil sebagian kecil lereng puncak di sebelah barat laut hingga perbatasan DAS Mujur.[13][14]

DAS Brantas yang merupakan kelompok DAS Utara dimana aliran utamanya mengalir dan bermuara di pesisir utara pulau Jawa. Sedangkan DAS Mujur, DAS Rejali dan DAS Glidik, ketiganya merupakan kelompok DAS Selatan dimana aliran utama masing-masing DAS mengalir dan bermuara ke pesisir selatan pulau Jawa di wilayah perairan samudera Hindia.[13][14]

Karya seni

Film

Novel

Galeri

Rujukan

  1. ^ "9 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2015-06-07. 
  2. ^ Holt, Claire (2000). Melacak Perkembangan Seni Di Indonesia. Bandung: Arti.line. hlm. 34. ISBN 979-95773-7-3. 
  3. ^ a b c Saptoyo, Rosy Dewi Arianti (2021-12-04). Kurniawan, Rendika Ferri, ed. "Rentetan Letusan Gunung Semeru, Sejak 1818 hingga 2021". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  4. ^ Khadafi, Muhammad (2021-12-04). Tolok, Aprianus Doni, ed. "Gunung Semeru Erupsi, Ini Sejarah Letusan Puncak Tertinggi di Jawa". Bisnis.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  5. ^ a b Aditya, Rifan (2021-02-03). "Sejarah Letusan Gunung Semeru dari Tahun ke Tahun". Suara.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  6. ^ a b c SINDOnews. "Sejarah Panjang Letusan Gunung Semeru, di Akhir Penjajahan Belanda Terjadi Sangat Lama". Sindonews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-10. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-14. Diakses tanggal 2009-08-03. 
  8. ^ Medistiara, Yulida. "Gunung Semeru Meletus, BNPB: Sejumlah Lokasi Gelap". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  9. ^ Pranita, Ellyvon (2021-12-04). Sumartiningtyas, Holy Kartika Nurwigati, ed. "Gunung Semeru Meletus Hari Ini, Berikut Daftar Gunung Api Berstatus Waspada dan Siaga". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  10. ^ Media (2021-12-17). "Gunung Semeru Naik Status Jadi Siaga". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  11. ^ Eko Widianto (October 25, 2014). "Foreign Plantations Invade Mt Semeru". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  12. ^ David Priyasidharta (December 15, 2014). "Ranu Pane Lake Estimated to Disappear in 10 Years". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  13. ^ a b c "Peta Interaktif". WebGIS MenLHK. 
  14. ^ a b c PERATURAN.GO.ID. "Permen PUPR No. 04/PRT/M/2015". 

Pranala luar

Lihat pula