Lompat ke isi

Kaukasus Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Transkaukasus)
Kaukasus Selatan 1994.

Kaukasus Selatan (bahasa Armenia: Հարավային Կովկաս, Haravayin Kovkas; bahasa Azerbaijan: Cənubi Qafqaz; bahasa Georgia: სამხრეთი კავკასია, Samkhret'i Kavkasia; bahasa Rusia: Южный Кавказ, Yuzhnyy Kavkaz; bahasa Turki: Güney Kafkasya; bahasa Persia: قفقاز جنوبی, Qafqāz-e Jonubi) adalah wilayah geopolitik yang terletak di perbatasan[1] Eropa Timur[2] dan Asia Barat Daya,[3][4][5][6] juga disebut Transkaukasia, atau The Transkaukasus. Lebih jelasnya, wilayah Kaukasus Selatan terbentang dari bagian selatan Pegunungan Kaukasus dan dataran rendah di sekelilingnya serta mencakup perbatasan antara benua Eropa dan Asia; dari bagian selatan pegunungan Kaukasus Besar di barat daya Rusia ke arah selatan menuju Anatolia Timur di Turki dan dataran tinggi Armenia, dan dari Laut Hitam di barat ke arah timur menuju pantai Laut Kaspia di Iran. Kaukasus Selatan mencakup bagian selatan Pegunungan Kaukasus Besar, keseluruhan Pegunungan Kaukasus Kecil, Dataran Rendah Kolkhis, Dataran Rendah Kur-Araz, Pegunungan Talysh, Dataran Rendah Lankaran, Javakheti, dan bagian timur Dataran Tinggi Armenia. Bersama dengan Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan membentuk wilayah geografis besar Kaukasus yang membelah benua Eurasia menjadi dua, dengan bagian barat Kaukasus Selatan saling tumpang tindih dengan pegunungan Kaukasus Kecil dan bersatu dengan dataran tinggi Anatolia Timur di timur laut jauh Turki.

Keseluruhan negara Armenia masuk kedalam wilayah Kaukasus Selatan. Sebagian besar negara Georgia dan Azerbaijan, beserta eksklavenya, Nakhichevan, juga masuk dalam wilayah ini. Ketiga negara ini merupakan negara bekas Uni Soviet. Wilayah ini merupakan produsen minyak bumi, mangan, teh, jeruk dan anggur. Sampai saat ini, Kaukasus Selatan masih menjadi wilayah yang sensitif secara politis dan mencakup tiga daerah yang sangat diperdebatkan: Abkhazia, Ossetia Selatan (keduanya diakui secara internasional sebagai bagian dari Georgia), dan Artsakh (diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan).

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Nama lain dari Kaukasus Selatan, "Transkaukasia" (Transcaucasia) adalah terjemahan dari kata bahasa Rusia zakavkazie (закавказье), yang berarti "daerah yang melampaui Pegunungan Kaukasus".[7] Kata ini berimplikasi pada sudut pandang Rusia, dan dapat disamakan dengan istilah-istilah serupa lain seperti Transnistria. Bentuk lain dari kata ini antara lain Trans-Kaukasus dan Transkaukasus.

Terletak di pinggiran Turki, Iran, dan Rusia, wilayah Kaukasus Selatan telah menjadi ajang persaingan dan perluasan wilayah politik, militer, keagamaan, dan budaya selama berabad-abad. Dalam sejarah, wilayah ini pernah dikendalikan oleh berbagai jenis kekaisaran, mulai dari Romawi, Bizantin, Mongolia, Persia, Utsmaniyah, hingga Rusia, semuanya memperkenalkan budaya dan iman mereka.[8]

Kerajaan-kerajaan kuno Kaukasus Selatan mencakup Armenia, Albania, dan Iberia. Kerajaan-kerajaan ini nantinya digabungkan dengan berbagai kekaisaran Iran, seperti Kekaisaran Akhemeniyah, Kekaisaran Parthia, dan Kekaisaran Sasaniyah, yang memperkenalkan Zoroastrianisme sebagai agama dominan di wilayah tersebut. Namun, setelah bangkitnya Agama Kristen dan pergantian agama kerajaan-kerajaan Kaukasus ke agama Kristen Timur, Zoroastrianisme kehilangan dominansinya dan hanya selamat berkat kekuatan dan pengaruh Persia dalam wilayah tersebut. Karenanya, Kaukasus Selatan menjadi ajang keagamaan beserta militer yang menyebabkan berbagai macam konflik kekaisaran-kekaisaran Persia selanjutnya (nantinya kesultanan-kesultanan yang dipimpin umat Muslim) di satu sisi dan Kekaisaran Romawi (nantinya Kekaisaran Bizantin yang menganut Kristen Ortodoks) di sisi lainnya.

Pada pertengahan abad ke-8, dengan jatuhnya kota Derbent ke tangan Kekhalifahan Umayyah saat Perang Arab–Khazar, sebagian besar Kaukasus Selatan menjadi bagian kekhalifahan dan Islam menyebar ke sepenjuru wilayah.[9] Kemudian, Kerajaan Georgia yang menganut Gereja Ortodoks menguasai sebagian besar Kaukasus Selatan. Wilayah Kaukasus Selatan kemudian ditaklukkan oleh dinasti-dinasti Seljuk, Mongolia, Turki, Safawiyah, Utsmaniyah, Afshariyah, dan Qajar.

Setelah dua perang pada awal abad ke-19, Kekaisaran Rusia dapat merebut Kaukasus Selatan dari para Qajar yang menyebabkan putusnya ikatan bersejarah wilayah tersebut dengan Iran.[10] Pada tahun 1801, daerah yang sekarang menjadi negara Georgia secara resmi digabungkan dengan Rusia. Setelah Perang Rusia-Turki tahun 1877-1878, Rusia menguasai Kars, Ardahan, Ağrı, dan Batumi dari Utsmaniyah dan membentuk provinsi multietnis Oblast Kars sebagai wilayah paling barat daya dari Kekaisaran Rusia dalam Kaukasus Selatan dan timur jauh Anatolia Timur. Oblast ini mencakup komunitas Turki, Armenia, Yunani Kaukasus, Rusia, Georgia, dan lain-lain. Setelah Revolusi Rusia pada tahun 1918 yang menyebabkan jatuhnya Kekaisaran Rusia, Oblast Kars dihapus dan beberapa kota-kotanya diserahkan kembali kepada negara penerus Utsmaniyah, Turki, sementara wilayah Kaukasus Selatan dicoba untuk disatukan dua kali, pertama sebagai Republik Federatif Demokratik Transkaukasus dari 9 April 1918 hingga 26 Mei 1918 dan kedua sebagai Republik Sosialis Federasi Soviet Transkaukasia dari 12 Maret 1922 hingga 5 Desember 1936. Tidak bisanya para pemimpin tiga republik bagian federasi untuk mencapai persetujuan bersama menggagalkan rencana untuk menyatukan Kaukasus Selatan, sehingga kemudian, Kaukasus Selatan, sebagai bagian dari Uni Soviet, terpecah menjadi tiga republik Soviet: Republik Sosialis Soviet Armenia, Republik Sosialis Soviet Azerbaijan, dan Republik Sosialis Soviet Georgia.

Dengan pembubaran Uni Soviet pada awal dekade 1990-an, ketiga republik Soviet menjadi tiga negara berdaulat: Armenia, Azerbaijan, dan Georgia. Tidak lama kemudian, tiga wilayah dari Kaukasus Selatan memproklamasikan kemerdekaan yang saat ini tidak diakui oleh sebagian besar negara lain secara de jure: Abkhazia dan Ossetia Selatan dari Georgia, dan Republik Nagorno-Karabakh dari Azerbaijan. Pada bulan Agustus 2008, Perang Ossetia Selatan kembali mengganggu kestabilan politik di Kaukasus Selatan.

Kaukasus Selatan, terutama di daerah Armenia, Georgia, Iran, dan Turki, adalah salah satu daerah tumbuh alami Vitis vinifera yang dapat memproduksi anggur.[11] Beberapa ahli juga menduga bahwa Kaukasus Selatan adalah tempat lahirnya produksi anggur dunia.[12] Penggalian arkeologi dan penanggalan karbon dari biji anggur wilayah lokal bertanggal kembali ke abad ke-70[11] dan 50 SM.[13] Anggur yang ditemukan di Iran bertanggal circa abad ke-74 dan 50 SM, sementara yang ditemukan di Georgia abad ke-60 SM.[14][15][16] Kilang anggur tertua ditemukan di Armenia, bertanggal abad ke-40 SM.[11]

Demografi

[sunting | sunting sumber]

Kaukasus Selatan adalah wilayah geopolitik yang unik secara keagamaan karena dari tiga negara yang membentuk sebagian besar wilayahnya: Armenia, Azerbaijan, dan Georgia, tak satupun memiliki agama dan denominasi mayoritas yang sama. Hal ini disebabkan oleh status politik Kaukasus Selatan sebagai daerah rawan konflik negara-negara yang lebih besar yang mengelilinginya, yaitu Iran, Rusia, dan Turki.

Armenia dan Georgia sama-sama menganut Kekristenan sebagai agama mayoritas mereka, namun keduanya berunjuk pada denominasi berbeda. Armenia, sebagai negara pertama dalam sejarah yang menetapkan Kekristenan sebagai agama resmi, memiliki denominasi unik agama Kristen, yaitu Gereja Apostolik Armenia, yang dianut oleh hampir 95% warga negaranya. Denominasi ini adalah salah satu komunitas Kristen yang paling kuno, salah satu bagian dari Gereja Ortodoks Oriental yang secara bergilir adalah bagian dari Kekristenan Timur. Gereja Apostolik Armenia mengklaim Suksesi Apostolik melalui Bartolomeus dan Yudas bin Yakobus. 83.5% warga negara Georgia, layaknya sebagian besar negara-negara Eropa Timur, termasuk Rusia, menganut agama Kristen Ortodoks, lebih tepatnya Gereja Ortodoks Georgia, juga bagian dari Kekristenan Timur. Gereja Ortodoks ini berakar pada pergantian agama Kerajaan Iberia menjadi agama Kristen.

Sementara itu, kurang lebih 93.4% warga negara Azerbaijan menganut agama Islam, terutama Syi'ah karena pengaruh Dinasti Safawiyah yang menguasai Azerbaijan dari abad ke 16 hingga 18, menjadikan Azerbaijan salah satu dari empat negara di dunia dengan mayoritas Islam Syi'ah, selain Bahrain, Iran dan Irak.

Agama-agama lain yang dianut oleh warga Kaukasus Selatan antara lain denominasi-denominasi lain Kekristenan seperti Kristen Katolik dan Kristen Protestan yang dianut oleh kelompok minoritas di ketiga negara; Islam Sunni yang merupakan agama mayoritas Turki; Yazidi, kelompok etnoreligius yang mempraktikkan sinkretisme Syi'ah dan Sufi dengan tradisi adat dan menjadi minoritas di Armenia; serta Zoroastrianisme, agama Persia kuno yang dahulu pernah menjadi agama dominan di Kaukasus Selatan sebelum kebangkitan Kekristenan.

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ CIA World Factbook (May 2006). "Caucasus". Library of Congress. Diakses tanggal 7 July 2009. 
  2. ^ Mulvey, Stephen (16 June 2000). "The Caucasus: Troubled borderland". News. BBC. Diakses tanggal 1 July 2009. "The Caucasus Mountains form the boundary between West and East, between Europe and Asia..." 
  3. ^ Georgia, from Foreign and Commonwealth Office
  4. ^ Georgia Diarsipkan 2009-10-28 di Wayback Machine., from Encarta
  5. ^ Georgia, from Intute
  6. ^ Georgia, from National Geographic
  7. ^ Solomon Ilich Bruk. "Transcaucasia". Encyclopaedia Britannica. Diakses tanggal 3 December 2014. 
  8. ^ German, Tracey (2012). Regional Cooperation in the South Caucasus: Good Neighbours Or Distant Relatives?. Ashgate Publishing Ltd. hlm. 44. ISBN 1409407217. 
  9. ^ King, Charles (2008). The Ghost of Freedom: A History of the Caucasus. Oxford University Press. hlm. 65. ISBN 0199884323. 
  10. ^ "Caucasus and Iran" in Encyclopaedia Iranica, Multiple Authors
  11. ^ a b c But was it plonk?, Boston Globe
  12. ^ Hugh Johnson Vintage: The Story of Wine pg 15 Simon & Schuster 1989
  13. ^ Ellsworth, Amy (18 July 2012). "7,000 Year-old Wine Jar". Penn Museum. 
  14. ^ Keys, David (28 December 2003). "Now that's what you call a real vintage: professor unearths 8,000-year-old wine". The Independent. Diakses tanggal 20 March 2011. 
  15. ^ Berkowitz, Mark (1996). "World's Earliest Wine". Archaeology. Archaeological Institute of America. 49 (5). Diakses tanggal 25 June 2008. 
  16. ^ Spilling, Michael; Wong, Winnie (2008). Cultures of The World: Georgia. hlm. 128. ISBN 978-0-7614-3033-9. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]