Dekrit Presiden Republik Indonesia 1959: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Ejaan dikutip sesuai ejaan lama
Baris 6: Baris 6:
{{wikisource|Catatan Pinggir/5 Juli|5 Juli}}
{{wikisource|Catatan Pinggir/5 Juli|5 Juli}}


== Latar Belakang ==
== Latar belakang ==
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan [[Konstituante]] untuk menetapkan [[UUD]] baru sebagai pengganti [[UUDS 1950]]. Anggota konstituante mulai bersidang pada [[10 November]] [[1956]]. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada [[UUD '45]] semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden [[Soekarno]] lantas menyampaikan amanat di depan sidang [[Konstituante]] pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke [[UUD '45]]. Pada 30 Mei 1959 [[Konstituante]] melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak dan tetapi makanya pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang [[parlemen]]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan [[Konstituante]] untuk menetapkan [[UUD]] baru sebagai pengganti [[UUDS 1950]]. Anggota konstituante mulai bersidang pada [[10 November]] [[1956]]. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada [[UUD '45]] semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden [[Soekarno]] lantas menyampaikan amanat di depan sidang [[Konstituante]] pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke [[UUD '45]]. Pada 30 Mei 1959 [[Konstituante]] melaksanakan pemungutan suara.


Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak dan tetapi makanya pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang [[parlemen]]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
== Pengeluaran Dekrit Presiden 1959 ==
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden [[Soekarno]] mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di [[Istana Merdeka]].


Isi dari Dekret tersebut antara lain:
== Pengeluaran Dekret Presiden 1959 ==
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden [[Soekarno]] mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di [[Istana Merdeka]]. Berikut ini teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):


{{hii|1.7|1.7}}
===== Dekrit President 5 Juli 1959 =====
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG<br>
<center>'''DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG'''<BR/>
'''TENTANG'''<BR/>
<br>
'''KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945'''</center>
Dengan ini menyatakan dengan khidmat :<br>

<br>
<center>Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,</center>
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;<br>

<br>
<center>KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG</center>
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;<br>

<br>
Dengan ini menjatakan dengan chidmat:
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil makmur;<br>

<br>
Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;<br>

<br>
Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adlah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,<br>

<br>
Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat jang adil makmur;
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,<br>

<br>
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG<br>

<br>
Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
Menetapkan pembubaran Konstituante.<br>

<br>
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.<br>

<br>
<center>KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG</center>
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1959<br>

<br>
Menetapkan pembubaran Konstituante;
Atas nama Rakyat Indonesia<br>

<br>
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Juli 1959<br>
Atas nama Rakjat Indonesia<br>
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang<br>
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang<br>
<br>
<br>
SOEKARNO
'''SOEKARNO'''
{{div end}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 22 Januari 2015 12.09

Dekrit Presiden 1959

Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah dekret yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.

Latar belakang

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.

Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak dan tetapi makanya pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.

Pengeluaran Dekret Presiden 1959

Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Berikut ini teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):

Templat:Hii

DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

TENTANG

KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menjatakan dengan chidmat:

Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;

Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat jang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Juli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO

Pranala luar