Waduk Wadaslintang
Waduk Wadaslintang adalah sebuah waduk yang terletak di Wadaslintang, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Waduk Wadaslintang terletak di bagian selatan Wadaslintang, berbatasan dengan Padureso, Kebumen. Waduk Wadaslintang berjarak 46 kilometer dari pusat kota Wonosobo.[1] Waduk ini menampung air dari Sungai Medono dan sejumlah anak sungainya, seperti Sungai Lancar, Sungai Waturangkang, Sungai Somagede, dan Sungai Tritis. Hingga tahun 2006, bendungan dari waduk ini adalah bendungan dengan inti basah tertinggi di dunia.[2]
Waduk Wadaslintang | |
---|---|
Lokasi | Perbatasan Padureso, Kebumen dengan Wadaslintang, Wonosobo, Jawa Tengah |
Koordinat | 7°35′43″S 109°47′03″E / 7.595389°S 109.784056°E |
Kegunaan | Serbaguna |
Status | Beroperasi |
Mulai dibangun | 1982 |
Mulai dioperasikan | 1987 |
Biaya konstruksi | Rp 205 juta + US$ 87 juta |
Pemilik | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat |
Kontraktor | HRCC dan Brantas Abipraya |
Perancang | ECI Group |
Bendungan dan saluran pelimpah | |
Tipe bendungan | Urugan |
Tinggi | 122 m |
Panjang | 650 m |
Lebar puncak | 10 m |
Volume bendungan | 7.100.000 m3 |
Ketinggian di puncak | 191 mdpl |
Membendung | Sungai Medono |
Jumlah pelimpah | 1 |
Tipe pelimpah | Ogee |
Kapasitas pelimpah | 1.570 m3 / detik |
Waduk | |
Kapasitas normal | 443.000.000 m3 |
Kapasitas aktif | 408.000.000 m3[3] |
Kapasitas nonaktif | 35.000.000 m3 |
Luas tangkapan | 196 km2 |
Luas genangan | 1.320 hektar[2] |
PLTA Wadaslintang | |
Pengelola | PLN Indonesia Power |
Jenis | Konvensional |
Jumlah turbin | 2 |
Kapasitas terpasang | 16 MW |
Produksi tahunan | 92.000 MWh |
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1976, mulai dilakukan studi kelayakan mengenai pembangunan waduk ini oleh ECI Group asal Amerika Serikat dengan menggunakan pinjaman dari ADB. ECI kemudian juga merancang bendungan dan sistem irigasi dari waduk ini mulai tahun 1978 hingga 1980. Waduk ini lalu mulai dibangun pada tahun 1982 oleh Hydro Resources Contractor Corporation (HRCC) asal Filipina dan Brantas Abipraya. Untuk mengalihkan aliran Sungai Medono selama pembangunan bendungan utama, terlebih dahulu dibangun terowongan pengelak sepanjang 729,7 meter. Pada saat sedang dibangun, sempat terjadi longsor di terowongan pengelak, sehingga menyebabkan ringseknya satu unit truk yang sedang berada di dalam terowongan pengelak.[2]
Setelah terowongan pengelak selesai dibangun, bendungan utama pun mulai dibangun. Bendungan utama dari waduk ini tergolong unik, karena inti dari bendungan merupakan urugan tanah liat yang dipadatkan dalam keadaan basah. Hal tersebut dikarenakan inti bendungan terpaksa dipadatkan pada saat musim hujan, sehingga kadar air di inti bendungan lebih tinggi daripada kadar air yang bisa menghasilkan kepadatan optimum. Untuk melakukan pemadatan dalam keadaan basah, HRCC dan Brantas Abipraya mengambil referensi dari Bendungan Monasavu di Fiji yang inti bendungannya juga dipadatkan dalam keadaan basah. Pemadatan inti bendungan dalam keadaan basah kemudian disetujui oleh Direktur Irigasi saat itu, Ir. Soewasono setelah mendapat rekomendasi dari sebuah panel yang beranggotakan sejumlah ahli bendungan asal luar Indonesia.[2]
Waduk ini akhirnya dapat mulai diisi pada tanggal 25 Maret 1987, dan mulai digunakan untuk mengairi lahan pertanian pada tanggal 13 Februari 1989 setelah air yang tergenang di waduk ini mencapai ketinggian 185 meter. Pada tahun 1999, dilaporkan bahwa puncak bendungan dari waduk ini telah turun sebanyak 2 meter, sehingga setahun kemudian, dilakukan penambahan tinggi terhadap bendungan, agar puncak bendungan dapat kembali ke ketinggian semula. [2]
Pemanfaatan
[sunting | sunting sumber]Waduk ini terutama dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian seluas sekitar 31.634 hektar dengan pola tanam padi-padi-palawija.[2] Pengairan tersebut dengan tetap memperhitungkan ketersediaan air pada sungai–sungai di hilir waduk, seperti Kali Luk Ulo, Kali Jaya, Kali Kedungbener, Kali Lesung, Kali Kedunggupit, Kali Meneng, Kali Rebug, Kali Jali, serta memperhitungkan pula aliran lateral daerah tangkapan air di pintu – pintu pengatur dari Bendung Pejengkolan, Bendung Bedegolan, Bendung Pesucen, Bendung Kuwarasan, Bendung Kaligending, Bendung Kedungsamak, Bendung Merden, Bendung Kedunggupit Wetan, Bendung Kedunggupit Kulon, Bendung Kali Meneng, Bendung Pekatingan, Bendung Rebug, Bendung Loning, dan Bendung Bandung.
Waduk ini juga digunakan untuk mengendalikan banjir seluas 3.000 hektar yang biasa terjadi di Wawar. Air dari waduk ini pun digunakan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 16 MW. Perikanan darat juga dilakukan di waduk ini dengan sistem keramba atau jaring apung. Waduk ini juga kerap dijadikan destinasi wisata dan lokasi memancing oleh masyarakat sekitar.[2]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Foto Waduk Wadaslintang
-
Foto Waduk dari Perahu
-
Memancing di Waduk Wadaslintang
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak
- Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
- BPDAS Serayu Opak Progo
- Daerah Aliran Sungai (DAS)
- Daftar daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia
- Irigasi Premium
- Wilayah sungai (WS) dan pembagiannya di Indonesia
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Samodra, Fitriyani Puspa (2023-01-19). "20 Tempat Wisata di Wonosobo dan Tiket Masuknya yang Murah Meriah, Wajib Dikunjungi". Liputan6.com. Diakses tanggal 2023-10-01.
- ^ a b c d e f g Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.
- ^ Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum (1995). Bendungan Besar Di Indonesia (PDF). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. hlm. 74.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Pesona Alam Waduk Wadaslintang
- Pesona Waduk Wadaslintang Diarsipkan 2012-01-08 di Wayback Machine.