Persitara Jakarta Utara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Persitara Jakarta Utara
Nama lengkapPersatuan Sepakbola Indonesia Jakarta Utara
JulukanLaskar Si Pitung
Macan Priok
Nama singkatPSTR
Kota/KabupatenJakarta Utara
Berdiri29 December 1979; 44 tahun lalu (29 December 1979)
StadionStadion Tugu
Jakarta Utara, Indonesia
(Kapasitas: 4,000)
PemilikPT. Persitara Sejahtera
PresidenIndonesia M. Nuh Nasution
ManajerIndonesia Suaib
PelatihIndonesia Joko Kuspito
Asisten PelatihIndonesia Zainul Arifin
LigaLiga 3
2021Perempat final (zona Jakarta)
Situs webSitus web resmi klub
Kelompok suporterNJ Mania
Kostum kandang
Kostum tandang
Musim ini

Persatuan Sepak bola Indonesia Jakarta Utara atau disingkat sebagai Persitara Jakarta Utara adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang bermarkas di Stadion Tugu, Jakarta Utara. Persitara didirikan pada 1979. Sekarang tim yang berjuluk Laskar Si Pitung ini menjadi salah satu kontestan Liga 3 Zona DKI Jakarta.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kesebelasan Persitara Jakarta Utara saat menghadapi Persebaya Surabaya pada 11 November 2009 di Stadion Soemantri Brodjonegoro.

Sejarah pendirian Persitara sendiri tak bisa dilepaskan dari peran Persija sebagai induk sepak bola Jakarta. Pada 1970-an, Persija yang masih gabung dengan Komisi Daerah (Komda) PSSI Jawa Barat menggagas pembentukan Komda tersendiri di Jakarta. Pasalnya, Macan Kemayoran kesulitan menampung klub-klub lokal yang menjamur.

Pembentukan Komda Jakarta beriringan dengan didirikannya “Persija-persija lain”, yaitu Persijatimut (Timur-Utara) dan Persijaselbar (Selatan-Barat). Persijatimut pecah lalu Persitara resmi berdiri sendiri dengan nama Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta Utara pada 1985.

Persitara Jakarta Utara adalah salah satu klub sepak bola di Jakarta. Persitara adalah singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta Utara. Awalnya klub berjuluk Laskar Si Pitung ini berdiri pada tahun 1979 (beberapa sumber mengatakan 1975) menggunakan nama Persija Timur Utara (Persijatimur) dan baru kemudian pada tahun 1985 klub ini resmi memakai nama Persitara Jakarta Utara yang dianggap benar-benar mewakili masyarakat Jakarta Utara. Tim berjuluk Laskar Si Pitung adalah salah satu kontestan Liga Super 2008/09, kompetisi paling elit di Indonesia pada saat itu.

Di era perserikatan, prestasi terbaik Persitara terjadi pada musim 1985/86, ketika sukses menembus Divisi Utama Perserikatan. Sama halnya dengan tim asal Jakarta lainnya, Persitara hidup dari sokongan dana APBD DKI Jakarta. Hanya saja, sejak berdirinya, Persitara tidak mendapatkan kucuran dana rakyat sama seperti yang diterima saudara tuanya yaitu Persija Jakarta.[1]

Puncaknya ketika tampuk kepemimpinan di DKI Jakarta dipegang Sutiyoso selama dua periode. Persitara sama sekali tidak diperhitungkan dan hanya dianggap sebagai tim pelengkap. Terlebih dengan munculnya wacana "Jakarta Satu". Yakni hanya satu tim sepak bola yang tampil mewakili Jakarta. Itu dilihat dari dana APBD yang diperoleh. Persija mendapat dana APBD sekitar Rp 22 miliar, sementara Persitara hanya kebagian Rp 3 miliar.[2] [3]

Tak kunjung mendapat perhatian dari Pemprov DKI, prestasi Persitara pun terjun bebas, hingga berada di kasta terendah Divisi Dua pada musim 2002. Dari situlah tim yang diterima menjadi anggota PSSI sejak 1980 ini mulai merajut prestasi, hingga akhirnya bisa menembus Superliga, yang kali ini merupakan musim keduanya digelar.

Yang paling tragis tentunya adalah Persijatim Jakarta Timur, yang merupakan pecahan dari Persitara. Karena merasa kurang mendapat perhatian di ibu kota akhirnya tim ini dijual ke Pemprov Sumatera Selatan, yang kemudian berubah nama menjadi Sriwijaya FC (SFC).

Dualisme yang terjadi di kompetisi Indonesia pada 2011-2013, antara Indonesia Primer League (IPL) yang dikelola PT Liga Prima Indonesia Sportindo milik PSSI dan PT Liga Indonesia operator Indonesia Super League (ISL) semakin meruncing.

Era-2010an adalah masa-masa sulit bagi Persitara, Setelah terdegradasi dari kasta tertinggi, Dualisme kompetisi kala itu, ISL dan IPL pada 2011-2013 kian memanas, kemunculan Batavia Union di kompetisi IPL membuat klub ini terbelah, Batavia Union sendiri merupakan klub pecahan dari Persitara Jakarta Utara yang berdiri pada tahun 2010[4]. Selain itu, krisis finansial akut yang menggerogoti Laskar Si Pitung mulai menampakkan efeknya. Di Divisi Utama 2014, Persitara menunggak gaji pemain. Mereka bahkan sempat tak mampu menyewa Stadion Tugu sehingga gagal menggelar laga kandang. Persitara kemudian didegradasi ke Divisi Ketiga.

Situasi semakin kacau bagi Persitara. Ketiadaan manajemen yang kompeten membuat mereka terkatung-katung di Liga 3

Rivalitas[sunting | sunting sumber]

Derby Jakarta[sunting | sunting sumber]

Derbi Jakarta pertama terjadi pada era Perserikatan. Awalnya, hanya Persija (pusat) yang jadi klub paling mapan sejak era awal Perserikatan.

Namun, sejak musim Perserikatan 1987-1988, Persija Utara (Persitara), klub asal Jakarta Utara, berhasil promosi ke Divisi Utama.

Hal itu membuat Jakarta memiliki dua tim andalan dalam ajang Perserikatan level nasional. Kebetulan, ketika itu keduanya berada di grup yang sama.

Derbi ibu kota pertama antara Persija kontra Persitara ini akhirnya terjadi pada Rabu, 9 Desember 1987. Stadion Utama Senayan jadi saksi derbi tersebut.

Kala itu, pertandingan berkesudahan dengan skor 1-1.[5]

Sejak saat itu, kedua tim sama-sama memperebutkan gengsi status ibu kota.[6] [7] [8] [9]

Akhir dekade 2000an adalah periode bergairah bagi sepak bola ibukota. Bukan karena Persija kerap meraih kejuaraan, melainkan karena dua tim Jakarta, Persitara dan Persija rutin bersua di divisi teratas Liga Indonesia. Rivalitas dua tim itu mewarnai gelaran Divisi Utama hingga musim pertama Liga Super.

Derbi Jakarta edisi terakhir digelar pada 2010 silam. Setelah itu, Laskar Si Pitung terdegradasi dan mengalami krisis finansial yang membuat mereka terkatung-katung di Liga 3. Keberhasilan menembus Divisi Utama adalah prestasi membanggakan bagi Persitara. Pasalnya, Laskar Si Pitung bukanlah klub besar. Juga, mereka selalu dianaktirikan oleh Pemprov Jakarta, misalnya saat mereka tak mendapat dukungan memadai sebagaimana tim berjuluk Macan Kemayoran (Persija Jakarta).

Hal paling kentara saat klub-klub Indonesia masih disokong dana APBD. Persija dilaporkan mendapat kucuran dana sekitar 22 miliar dari Pemprov. Sedangkan Persitara hanya diberi kira-kira 3 miliar atau tujuh kali lebih kecil. Semasa Gubernur Sutiyoso menjabat, pemerintah pun seakan menyepelekan kehadiran Persitara. Pada 2009, pemerintah daerah mewacanakan slogan Jakarta Satu yang berarti hanya akan ada satu klub yang mewakili ibu kota. Persitara hendak dimerger ke dalam Persija. Wacana ini tentu ditolak kalangan suporter hingga akhirnya rencana merger dibatalkan.

Hilangnya Persijatim dari kancah persepak bolaan ibukota pun dijawab oleh Persitara. Laskar Si Pitung seperti tak ingin Jakarta hanya diwakili satu klub. Persitara meraih promosi pada 2005 dan menemani Persija di Divisi Utama. Pada 30 Januari 2006, pertandingan bersejarah digelar di Stadion Tugu. Untuk pertama kalinya sejak 1988, Persitara menghadapi Persija dalam kompetisi resmi. Waktu itu, Laskar Si Pitung harus mengakui keunggulan saudara tuanya. Dua gol dari Francis Wewengkang dan Roger Batoum hanya mampu dibalas sekali oleh Persitara melalui gol dari Jean Paul Boumsong.

Semusim kemudian, tepatnya pada 17 Februari 2007, sesuatu yang dinanti-nanti Persitara terjadi. Bermain di Stadion Tugu, Laskar Si Pitung membungkam Persija dengan skor 2-1. Dua striker yang pernah memperkuat Timnas Indonesia, Gendut Doni dan Kurniawan Dwi Yulianto mencetak gol Persitara dalam pertandingan tersebut. Kemenangan fenomenal diraih Persitara di musim pertama Liga Super Indonesia. Bertandang ke markas darurat Persija di Stadion Gajayana, Malang pada 6 Juni 2009, Laskar Si Pitung tampil meyakinkan dan menang 2-4.

Kemenangan tersebut menegaskan daya saing Persitara atas sang saudara tua. Pada masa itu, Laskar Si Pitung memang diperkuat pemain-pemain bintang yang membuat mereka mampu bersaing di papan atas. Pemain sekaliber Kurniawan, John Trakpor, hingga Alfredo Figueroa sempat membela Persitara.

Hingga sejak 2010, Persitara terus mengalami penurunan. Pada 2014, mereka teregradasi dari Divisi Utama 2014 karena masalah keuangan. Hingga sekarang, Persitara masih berkutat di Liga 3 Zona DKI Jakarta.[10]

Stadion[sunting | sunting sumber]

Stadion Tugu[sunting | sunting sumber]

Persitara Jakarta Utara memiliki beberapa stadion kandang, salah satunya Stadion Tugu.

Lokasi stadion ini di Jalan Pegangsaan Dua, nomor 9, RT/RW: 9/4, Tugu Selatan, Kecamatan Koja. Stadion Tugu dibangun pada 1987.

Arena sepak bola tanpa lintasan atletik ini berkapasitas 4.000 penonton. Persitara Jakarta Utara yang kini berkompetisi di Liga 3 DKI Jakarta identik dengan stadion ini.

Mereka saat main di kasta kedua Liga Indonesia era Divisi Utama memakai Stadion Tugu sebagai markas. Saat Persitara promosi ke Indonesia Super League, stadion ini juga sempat jadi markas mereka.

Bahkan, Persija Jakarta kalah 1-2 dari Persitara di Stadion Tugu pada Indonesia Super League 2007. Kala itu, duet striker Persitara adalah Kurniawan Dwi Yulianto dan Gendut Doni Christiawan

Hingga saat ini Persitara masih menggunakan Stadion Tugu sebagai markas mereka.

Stadion Kamal Muara[sunting | sunting sumber]

Selain Stadion Tugu, tim berjuluk Laskar si Pitung menggunakan Stadion Kamal Muara yang juga berada di wilayah Jakarta Utara sebagai kandang. Stadion ini merupakan stadion alternatif Persitara Jakarta Utara saat berkompetisi di Indonesia Super League dan Divisi Utama.

Stadion Kamal Muara terletak di Jalan Kamal Muara nomor 7, RT/RW: 7/1, Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan.

Persitara sempat menjamu timnas Indonesia di Stadion Kamal Muara. Itu adalah laga uji coba skuad Garuda asuhan Peter Withe sebelum ke Piala AFF 2007.

Sayang, Stadion Kamal Muara kini tak ada kabar terbaru yang menyenangkan. Arena dengan kapasitas awal 10 ribu penonton ini tak terurus.[11]

Stadion Lebak Bulus[sunting | sunting sumber]

Stadion Lebak Bulus sempat menjadi stadion kandang bagi Persitara kala berkompetisi di Liga Super Indonesia, Persitara adalah salah satu peserta Liga Super yang tidak memiliki markas tetap.

Setelah dua stadion di Jakarta Utara ditolak Liga karena tidak memenuhi syarat, Persitara harus menggelar pertandingan di luar Jakarta. Ditambah dengan larangan menggelar pertandingan di Jakarta dari kepolisian karena alasan keamanan, sepanjang putaran kedua musim 2008/2009, Persitara pun hengkang dari Jakarta.

Di Liga Super Indonesia 2008, Persitara harus terusir dari kandangnya karena dua stadion yang jadi markasnya, Stadion Tugu dan Stadion Kamal Muara, tidak lolos verifikasi BLI (Badan Liga Indonesia). Di pertandingan terakhir, Persitara diberi ijin untuk menggunakan Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Stadion Soemantri Brodjonegoro[sunting | sunting sumber]

Stadion Soemantri Brodjonegoro juga sempat menjadi stadion kandang Persitara Jakarta Utara, kala itu Persitara harus memindahkan lapangan untuk pertandingan kandang mereka dari Stadion Lebak Bulus ke Stadion Soemantri Brodjonegoro, Jakarta guna menjalani lanjutan kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2009/2010.

Pemindahan lapangan pertandingan itu karena ada kendala beberapa hal di antaranya adalah tidak mendapatkan ijin dari pihak kepolisian dan Stadion Lebak bulus dalam perbaikan.

Musim 2009/2010 merupakan musim terakhir Persitara tampil di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Terdampar di posisi ke-18 dan harus terdegradasi ke divisi utama. Selain Stadion Kamal Muara pertandingan kandang Persitara biasa dimainkan di Stadion Soemantri Brodjonegoro kala itu, stadion ini menjadi saksi bisu Persitara Jakarta Utara terdegradasi dari kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

[sunting | sunting sumber]

Persija Timur Utara (1979-1985)

[sunting | sunting sumber]

Rekor musim & prestasi[sunting | sunting sumber]

Pendukung[sunting | sunting sumber]

NJ Mania di Stadion Kamal Muara, Jakarta pada tahun 2009

NJ Mania merupakan kelompok suporter pendukung fanatik kesebelasan Persitara Jakarta Utara, didirikan pada tanggal 25 Februari 2005. Mereka telah mencatatkan prestasi luar biasa dengan memecahkan dua Rekor MURI yang mengesankan. Pertama, pada September 2007 di Jakarta, 540 anggota NJ Mania melakukan perjalanan menggunakan 11 perahu dari Muara Angke menuju Kamal Muara untuk mendukung tim favorit mereka dalam pertandingan sepak bola, yang memperoleh pengakuan dari MURI sebagai Perjalanan Supporter sepak bola menggunakan perahu terbesar.[13] Rekor MURI kedua mereka adalah saat mereka berhasil bermain futsal selama 3x24 jam tanpa henti di GOR, Jakarta Utara pada bulan Maret 2008.[butuh rujukan] Prestasi ini menunjukkan komitmen dan dedikasi luar biasa mereka dalam mendukung tim favorit mereka.

Pemain[sunting | sunting sumber]

Mantan pemain Persitara[sunting | sunting sumber]

Staf Pengurus[sunting | sunting sumber]

Posisi Nama
Presiden Indonesia M. Nuh Nasution
Manajer tim Indonesia Suaib
CEO Indonesia Octavian Syah
Sekretaris Indonesia Gilang Ramadhan
Direktur klub Indonesia Parid

Staf Pelatih[sunting | sunting sumber]

Posisi Nama
Pelatih Kepala Indonesia Joko Kuspito
Asisten Pelatih Indonesia Zainul Arifin
Pelatih Kiper Indonesia Udin Susanto

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]