Tiga Dara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tiga Dara
Selebaran dari film Tiga Dara
SutradaraUsmar Ismail
Ditulis oleh
Pemeran
Penata musikSaiful Bahri
SinematograferMax Tera
PenyuntingSoemardjono
DistributorPerfini
Tanggal rilis
  • 26 Maret 1956 (1956-03-26) (Indonesia)
Durasi115 menit
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia

Tiga Dara adalah sebuah film komedi musikal Indonesia yang dirilis pada tahun 1956 dan disutradarai oleh Usmar Ismail serta dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak.

Diproduksi menggunakan dana pemerintah dan ditulis dalam upaya membangkitkan Perfini dari keterpurukan, Tiga Dara ditujukan untuk komersial meskipun Ismail tidak setuju dengan karya-karya semacam itu. Setelah dirilis pada bulan Maret 1956, film tersebut mencapai puncak ketenaran, meluncurkan karier-karier para bintangnya, masuk box office tertinggi dari film Perfini manapun, dan ditayangkan di bioskop-bioskop kelas satu. Namun, meskipun Tiga Dara ditampilkan di Festival Film Venesia 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia 1960, Ismail menganggap karya tersebut melenceng dari visi awal Perfini.

Sejak perilisannya, Tiga Dara dianggap menjadi karya klasik dari perfilman Indonesia, dengan tema-tema yang masih relevan dengan masyarakat Indonesia modern. Film tersebut diremake dengan judul Tiga Dara Mencari Cinta pada 1980 oleh Djun Saptohadi dan mempengaruhi Pacar Ketinggalan Kereta (1989) karya Teguh Karya. Sebuah remake kedua, Ini Kisah Tiga Dara, yang diproduksi oleh Nia Dinata dan dirilis pada September 2016. Pada 2015 Tiga Dara direstorasi dan dikonversi dalam bentuk digital 4K oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata dan tayang di bioskop pada bulan Agustus 2016.

Alur[sunting | sunting sumber]

Tiga bersaudari—Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny (Indriati Iskak)—dibesarkan oleh nenek mereka (Fifi Young) di Jakarta setelah ibu mereka meninggal dunia. Meskipun ayah mereka, Sukandar (Hassan Sanusi) tinggal bersama mereka, ia terlalu sibuk dalam pekerjaannya sendiri sehingga tidak memberikan perhatian kepada anak-anaknya.

Ketika Nunung merayakan ulang tahunnya yang ke-29, kedua adiknya mengajaknya pergi berjalan-jalan. Sementara tiga dara pergi dengan pacar Nana, Herman (Bambang Irawan), sang nenek mengungkapkan kekhawatirannya kepada Sukandar bahwa Ia mungkin tidak sempat melihat Nunung menikah. Masalahnya Nunung jarang bergaul, tak seperti adik-adiknya. Sukandar akhirnya setuju untuk mengundang koleganya ke rumah, dan saat itu, Nunung tampil mengesankan dengan permainan piano dan nyanyiannya. Sayangnya, pertemuan itu hanya dihadiri para pria berusia lanjut, nenek sangat marah dan ingin Sukandar mencarikan pria yang lebih muda. Nenny (yang sengaja menguping) menyarankan untuk mengadakan pesta dengan mengundang teman-teman bermainnya; yang juga gagal, Nunung tidak tertarik dengan keramaian.

Nana kemudian diminta pergi bertamasya dan ke pesta bersama Nunung. Namun sementara Nana berpesta, Nunung hanya duduk dan akhirnya pulang ke rumah bersama Herman. Saat ditanya sang nenek, Nunung berargumen bahwa dirinya terlalu tua, tidak cocok di antara para anak muda di pesta, dan balik bertanya mengenai alasan mengapa ia diminta pergi ke pesta. Nenny, yang lagi-lagi menguping, spontan menjawab nenek mereka sedang mencarikan suami untuk Nunung. Meskipun Nunung awalnya marah, ia mengerti niat baik neneknya.

Indriati Iskak, Chitra Dewi, dan Mieke Wijaya dalam film Tiga Dara

Hari berikutnya, Nunung terserempet skuter milik Toto (Rendra Karno). Walaupun kakinya terluka, Nunung bersikeras pulang naik becak; dengan Toto mengikuti di belakang tanpa sepengetahuannya. Toto meminta maaf kembali, dan, meskipun Nunung memperlakukannya kasar, Toto cepat akrab dengan Nana dan neneknya. Nana meminta Toto untuk sering-sering datang, dan selama beberapa hari berikutnya Nana menjauhkan Herman. Nenny, sementara itu, malah mendekati Herman. Sebenarnya Nunung dan Toto saling jatuh cinta, namun Nana yang agresif lebih mudah memikat hati Toto. Saat Nana mengabarkan bahwa ia dan Toto berencana bertunangan, sang nenek marah; jika Nana menikah sebelum Nunung, Nunung tidak akan pernah menikah.

Setelah Nana dan Nunung bertengkar, ayah mereka memutuskan untuk memindahkan Nunung ke rumah pamannya Tamsil (Usmar Ismail) di Bandung dan beristirahat. Dalam suratnya kepada sang ayah selama di Bandung, Nunung menyampaikan bahwa Joni selalu memberikan kecupan selamat malam setiap hari. Berita ini menggelitik Nenny dan memancing kecemburuan Toto. Nana memaksa Toto untuk memilih antara dirinya dan Nunung. Toto menemui Nunung dan menyatakan cintanya, yang dibalas Nunung dengan sinis dan menambahkan dirinya tidur sekamar dengan Joni setiap malam.

Herman, atas desakan Nana, mengantar keluarganya ke Bandung. Saat Tamsil memperkenalkan anak-anaknya, diketahui bahwa Joni ternyata seorang anak kecil. Nunung dan Toto berpelukan, sementara Nana dan Herman berbaikan.

Pemeran[sunting | sunting sumber]

Produksi[sunting | sunting sumber]

Usmar Ismail, sutradara dan produser Tiga Dara

Tiga Dara disutradarai dan diproduksi oleh Usmar Ismail untuk Perusahaan Film Nasional (lebih dikenal sebagai Perfini).[1] Meskipun Ismail ingin "tidak akan mempertimbangkan segi komersial" pembuatan film ketika ia mendirikan Perfini pada 1950,[2] ia terpaksa mengakui kebutuhan untuk membuat sebuah film yang menguntungkan karena Perfini masih kekurangan uang. Setelah kegagalan Lagi-Lagi Krisis (1955) dan Tamu Agung (1955), situasi keuangan perusahaan tersebut bergejolak, dan Ismail memberhentikan sejumlah stafnya.[3] Dengan hanya sedikit bantuan keuangan dari pemerintah untuk produksi berikutnya,[a][4] Ismail berkolaborasi dengan M. Alwi Dahlan untuk menulis sebuah film yang akan menjadi populer di kalangan audien.[1] Cerita yang dihasilkan, yang terinspirasi oleh film komedi musikal 1936 Three Smart Girls (Tiga Gadis Cerdas),[5] adalah Tiga Dara.[1]

Produksi Tiga Dara dimulai pada Juli 1955. Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak berperan sebagai pemeran utama.[3] Chitra Dewi sebelumnya muncul dalam Tamu Agung,[6] dan Mieke Wijaya telah melakukan debutnya dalam film Gagal dari Perusahaan Film Palembang pada tahun sebelumnya.[7] Indriati Iskak, putri dari sutradara Raden Iskak yang pada waktu itu berusia 14 tahun, membuat debut film fiturnya pada film Tiga Dara.[8] Para pemeran pendukungnya diisi oleh Fifi Young, Rendra Karno, Hassan Sanusi, Bambang Irawan, dan Roosilawaty.[1] Untuk peran Joni, Ismail memerankan putra kehidupan nyatanya, Irwan Usmar Ismail.[5]

Karena film-film musikal populer di kalangan penonton Indonesia, Tiga Dara dibuat dalam genre ini. Film tersebut menampilkan tujuh lagu karya Sjaiful Bachri (yang juga bertugas sebagai penyuntingan suara) serta satu oleh Ismail Marzuki dan dua oleh Oetjin Noerhasjim.[9] Hanya Mieke Wijaya yang menyediakan vokalnya sendiri; aktor-aktor lainnya di-isi suara-nya oleh Sam Saimun, Elly Sri Kudus, Bing Slamet, Djuita, S. Effendy, dan Sitti Nurochma.[10] Kameramen jangka panjang Perfini Max Tera menangani sinematografi untuk film hitam-putih tersebut, menggunakan peralatan yang tersedia di perusahaan tersebut, dan Soemardjono bertugas dalam penyuntingannya.[11]

Jalur suara[sunting | sunting sumber]

Stiker label jalur suara Tiga Dara

Piringan hitam tunggal jalur suara Tiga Dara dirilis oleh perusahaan rekaman asal Jakarta, Dendang. Rekaman berbahan dasar shellac[12] tersebut berisi dua lagu tema yaitu "Tiga Dara" dan "Lagu Gembira".

Seluruh lagu ditulis oleh Sjaiful Bachri.

No.JudulPenyanyiDurasi
1."Tiga Dara"Djuita, Elly Sri Kudus, Sitti Nurochma3:02
2."Lagu Gembira"Sjaiful Bachri, Elly Sri Kudus1:51

Perilisan dan sambutan[sunting | sunting sumber]

Tiga Dara tayang perdana pada tanggal 26 Maret 1956 di Capitol Theatre, Jakarta.[13] Didistribusikan oleh Perfini, film tersebut meraih sambutan positif dan mencapai puncak ketenaran[14] dan ditayangkan selama delapan minggu berturut-turut di bioskop-bioskop di seluruh kepulauan tersebut.[15] Karya tersebut masuk beberapa bioskop kelas satu yang berafiliasi dengan American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI) dan sebagian besar menampilkan film-film impor.[b][16] Pada 20 September 1957, Presiden Sukarno menyelenggarakan penayangan pribadi film tersebut di Istana Presidensial di Bogor untuk hari ulang tahun istrinya, Hartini.[17] Kompetisi "Tiga Dara" antara kelompok tiga bersaudari diadakan di seluruh Jawa,[3] dan istilahnya menjadi banyak digunakan sebagai nama produk-produk batik, toko-toko, dan minuman-minuman.[18] Film ini memenangkan penghargaan di Festival Film Indonesia tahun 1960 untuk tata musik terbaik (Sjaiful Bachri).[1]

Negotiasi untuk mengirimkan Tiga Dara ke Malaya dimulai setelah perilisannya, dan film tersebut diekspor, kembali meraih kesuksesan, dalam pertukaran untuk impor film Malaya Mega Mendung.[c][19] Pada akhir 1950an, film tersebut ditayangkan di beberapa kota Italia, termasuk Roma, serta di Yugoslavia.[20] Setelah Floris Ammannati melihat penayangan Roma-nya, ia mengundang Ismail untuk menampilkan Tiga Dara di Festival Film Venesia 1959; Ismail menyepakatinya, meskipun ia menganggap penayangan Venesia-nya gagal.[d][21] Tiga Dara ditayangkan di Nugini Belanda pada Agustus 1960[22] dan di Suriname pada Agustus 1963.[23]

Dampak[sunting | sunting sumber]

Tiga Dara adalah film Perfini paling menguntungkan yang meraih keuntungan sebesar Rp 10 juta dalam penjualan tiket,[18] atau profit sebesar Rp 3,080,000, [24] Namun, kesuksesan tersebut berdampak kecil bagi situasi keuangan Perfini.[3] Lebih lanjut, Ismail menganggap Tiga Dara tidak sejalan dengan tujuannya ketika ia mendirikan Perfini.[14] Menurut sutradara Perfini sejawatnya D. Djajakusuma:

Usmar [Ismail] sangat malu dengan film itu. Niatnya menjual Tiga Dara ketika masih dalam tahap pembikinan memperlihatkan betapa beratnya bagi dia menerima kenyataan bahwa harus membuat film seperti itu. ... meskipun uang masuk, Perfini toh tidak lagi membikin film-film seperti yang dicita-citakan Usmar semula.

— D. Djajakusuma, dalam (Said 1982, hlm. 57)

Pada tahun-tahun berikutnya, Perfini merilis sejumlah film yang berorientasi komersial, seperti Delapan Pendjuru Angin (1957) dan Asrama Dara (1958).[25] Meskipun tidak yang mengalami kegagalan komersial,[26] tidak ada yang menandingi Asrama Dara yang melampaui kesuksesan keuangan Tiga Dara. Ismail berupaya untuk membangun dirinya sebagai sutradara film berkualitas non-profit melalui film Pedjuang (1960),[25] yang ditayangkan dalam kompetisi di Festival Film Internasional Moskwa ke-2 pada 1961.[27] Namun, tahun-tahun tersebut membuat ia menjadi semakin melenceng dari tujuan-tujuan awalnya dan membuat upaya untuk memasuki perbankan, industri klub malam, dan parlemen pada waktu menjelang kematiannya pada 1971.[25]

Chitra Dewi dan Mieke Wijaya menjadi tenar setelah kesuksesan Tiga Dara. Dewi melanjutkan akting untuk empat dekade berikutnya, muncul dalam film fitur terakhirnya, Pedang Ulung, pada 1993, lima belas tahun sebelum kematiannya.[6] Peran film paling terkini Wijaya muncul dalam Ayat-Ayat Cinta (2008).[28] Selain itu, Indriati Iskak, yang dipuji karena memiliki gaya akting paling naturalistik ketimbang aktor-aktor sejawatnya, menjadi semakin tenar.[3] Ia membuat grup vokal wanita, Baby Dolls, bersama dengan Rima Melati, Gaby Mambo, dan Baby Huwae, dan berakting dalam delapan film berikutnya sebelum pensiun dari perfilman pada 1963.[29]

Warisan[sunting | sunting sumber]

Tiga Dara telah diakui sebagai karya klasik pada perfilman Indonesia dan sering disiarkan di televisi, terhitung sejak TVRI menayangkannya pertama kali pada tahun 1971.[30] Sebuah retrospektif 1989 tentang Perfini dalam majalah Tempo menyatakan bahwa film tersebut masih menampilkan pesona kejujuran dan kenyataan umum dalam karya Ismail sebelumnya,[31] dan dalam sebuah buku memorial 1991 untuk Ismail, Rosihan Anwar menyatakan bahwa tema-tema Tiga Dara masih sejalan bagi bangsa Indonesia.[32] Pendapat yang sama diutarakan oleh sutradara film Nia Dinata pada 2016.[33]

Nia Dinata membuat ulang Tiga Dara dengan judul Ini Kisah Tiga Dara pada 2016.

Pada 2015, negatif-negatif selulosa asetat untuk Tiga Dara, yang disimpan di Sinematek Indonesia,[e][34] mengalami rusak berat. Negatif-negatif tersebut ada yang dalam keadaan robek, dan dinodai oleh jamur atau hilang. Untuk memperbaiki penyajian film tersebut untuk generasi mendatang, Lisabona Rahman bersama SA Films memutuskan agar Tiga Dara direstorasi oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata yang berbasis di Bologna; film tersebut merupakan karya Usmar Ismail kedua yang direstorasi oleh Lisa, setelah Lewat Djam Malam (1954) pada 2012.[35] Pengerjaan restorasi, yang meliputi reinsersi adegan-adegan yang hilang menggunakan sisa-sisa salinan dari film tersebut dan penghilangan debu dan jamur, dimulai pada awal 2015 dan terselesaikan pada 8 Oktober 2015. Restorasi tersebut—yang dialihkan ke digital 4K—ditayangkan di Indonesia pada permulaan 11 Agustus 2016, dengan perilisan DVD dan Blu-ray pada tahun berikutnya.[36]

Beberapa film membuat ulang atau terinspirasi dari Tiga Dara. Sebuah remake, Tiga Dara Mencari Cinta, disutradarai oleh Djun Saptohadi dan dirilis pada 1980.[37] Film komedi tersebut dibintangi oleh Ingrid Fernandez, Nana Riwayatie, dan Winny Aditya Dewi sebagai tiga bersaudari[f] yang tinggal dengan ayah mereka dan dihadapkan dengan pertikaian dan godaan kencan.[38] Delapan tahun kemudian, ketika Teguh Karya menyutradarai Pacar Ketinggalan Kereta (1989), ia menyatakan bahwa para pemeran dan kru menonton Tiga Dara dalam upaya untuk melampai film tersebut.[39] Dalam majalah Tempo, penulis Putu Wijaya kemudian menyatakan bahwa Pacar Ketinggalan Kereta tampaknya berusaha untuk memperlihatkan kembali keluarga dan musikal yang dinamis dari cerita Ismail.[40] Pada 2004, film ini dikabarkan akan dibuat ulang oleh sutradara Rudi Soedjarwo dan diproduksi oleh rumah produksi Christine Hakim. Aktris yang sudah ditawari untuk main film terbaru dari Tiga Dara ini adalah Dian Sastrowardoyo, Siti Nurhaliza dan Krisdayanti. Namun hingga kini, rencana tersebut tak pernah terwujud.[41]

Pada tahun 2016, sutradara Nia Dinata berhasil me-remake film ini dengan judul Ini Kisah Tiga Dara, yang mengambil gambar antara 23 Februari dan 27 Maret 2016 di Maumere, Flores. Adapun yang berperan sebagai Tiga Dara adalah Shanty, Tara Basro dan Tatyana Akman. Film yang tayang bulan September 2016 ini tetap mengambil basis tema seperti film aslinya namun setting dan jalan ceritanya disesuaikan dengan konteks kehidupan masa kini.[42]

Catatan penjelas[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pada 1956, Perfini meraih Rp 2,500,000 untuk memdanai produksi film (Ismail 1958, hlm. 9).
  2. ^ Hanya sedikit produksi domestik yang ditayangkan di bioskop kelas satu Indonesia. Film-film Indonesia lainnya yang ditayangkan di bioskop-bioskop yang berafiliasi dengan AMPAI pada 1950an meliputi Darah dan Doa (1950) dan Krisis (1953) karya Ismail, serta Djandjiku (1956) karya BK Raj (Imanda 2014, hlm. 178).
  3. ^ Peristiwa tersebut tak lazim; umumnya tiga film Malaya diimpor untuk setiap film Indonesia yang diekspor (Java-Bode 1957).
  4. ^ Dalam laporannya tentang festival tersebut, Ismail menyatakan bahwa Tiga Dara gagal memukau para penonton karena film tersebut tidak memberikan subjudul apapun. Sehingga, para penonton tidak dapat mengikuti jalan ceritanya, meskipun mereka tetap menikmati musiknya (Ismail 1983, hlm. 136).
  5. ^ Sinematek juga menyimpan salinan distribusi kualitas tinggi dari film tersebut (Masak 1986, hlm. 62).
  6. ^ Dinamai Maya, Emma, dan Nuri dalam versi ini (Gemini Satria Film 1980).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e Kristanto 2007, hlm. 46.
  2. ^ Said 1982, hlm. 49.
  3. ^ a b c d e Biran 2009, hlm. 152.
  4. ^ Ismail 1958, hlm. 9.
  5. ^ a b Anwar 1991, hlm. 3.
  6. ^ a b Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi.
  7. ^ Kristanto 2007, hlm. 39.
  8. ^ Biran 1979, hlm. 228.
  9. ^ Anwar 1991, hlm. 2; Ismail 1957, 00:01:07.
  10. ^ Ismail 1957, 00:01:09.
  11. ^ Kristanto 2007, hlm. 46; Anwar 1991, hlm. 2.
  12. ^ Taufiqurrahman 2016, hlm. 8.
  13. ^ Java-Bode 1957.
  14. ^ a b Said 1982, hlm. 57.
  15. ^ Bahar 2016.
  16. ^ Imanda 2014, hlm. 178.
  17. ^ Algemeen Indisch Dagblad 1957.
  18. ^ a b Ismail 1983, hlm. 135.
  19. ^ Ismail 1983, hlm. 135–136; Java-Bode 1957.
  20. ^ Ismail 1983, hlm. 135–136.
  21. ^ Utama, Antosiamo & Indrayati 1987, hlm. 163; Ismail 1983, hlm. 136.
  22. ^ Nieuw Guinea Koerier 1960.
  23. ^ Niuew Suriname 1963.
  24. ^ Perfini 1960, hlm. 26.
  25. ^ a b c Said 1982, hlm. 58.
  26. ^ Ismail 1983, hlm. 136.
  27. ^ MIFF.
  28. ^ Filmindonesia.or.id, Filmografi Mieke Wijaya.
  29. ^ Biran 1979, hlm. 228; Anwar 1991, hlm. 3.
  30. ^ Makhsara 2016b.
  31. ^ Utama, Antosiamo & Indrayati 1987, hlm. 163.
  32. ^ Anwar 1991, hlm. 5.
  33. ^ Galikano 2016.
  34. ^ Masak 1986, hlm. 62.
  35. ^ fdvs.io. "Jejak Penebusan Sinematik Lisabona Rahman". www.dewimagazine.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2023-04-09. 
  36. ^ Bahar 2016; Makhsara 2016b.
  37. ^ Kristanto 2007, hlm. 209.
  38. ^ Kristanto 2007, hlm. 209; Gemini Satria Film 1980.
  39. ^ Heider 1991, hlm. 14.
  40. ^ Wijaya 1989.
  41. ^ Pangerang 2015.
  42. ^ Kumampung 2016; Galikano 2016; Makhsara 2016a.

Karya yang dikutip[sunting | sunting sumber]

  • "1961 year". moscowfilmfestival.ru. Moscow International Film Festival. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-19. Diakses tanggal 19 Juni 2016. 
  • Anwar, Rosihan (1991). Peringatan 20 Tahun Wafatnya H. Usmar Ismail Bapak Perfilman Indonesia (1971–1991) (dalam bahasa Indonesian). Committee for the Indonesian Film Festival. 
  • Bahar, Alvin (22 Juni 2016). "Selesai Direstorasi, Film Tempo Dulu "Tiga Dara" Akan Diputar Lagi mulai 11 Agustus 2016". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 24 Juni 2016. 
  • Biran, Misbach Yusa, ed. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926–1978. Jakarta: Sinematek Indonesia. OCLC 6655859. 
  • Biran, Misbach Yusa (2009). Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Ministry of Youth and Sports. OCLC 607257806. 
  • "Cinema Luxor". Niuew Suriname (dalam bahasa Dutch). 1 Agustus 1963. hlm. 4. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • "Filmografi Mieke Wijaya". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesian). Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-16. Diakses tanggal 4 Mei 2013. 
  • "Filmografi Chitra Dewi". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-19. Diakses tanggal 19 Juni 2016. 
  • Galikano, Silvia (30 Maret 2016). "Nia Dinata Hadirkan Kembali Tiga Dara". CNN Indonesia (dalam bahasa Indonesian). CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Heider, Karl G. (1991). Indonesian Cinema: National Culture on Screen. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3. 
  • Imanda, Tito (2014). "The State Market and the Indonesian Film Industry". Dalam Lenuta Giukin; Janina Falkowska; David Desser. Small Cinemas in Global Markets: Genres, Identities, Narratives. Lanham, Maryland: Lexington Books. hlm. 171–189. 
  • "Indonesische Speelfilm in Cinemascoop". Java-Bode (dalam bahasa Dutch). 6 September 1957. hlm. 3. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Ismail, Usmar (1957). Tiga Dara [Three Maidens] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. 
  • Ismail, Usmar (1958). "Perfini Sewindu". Memperingati Sewindu Perfini dengan 8PA (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. hlm. 1, 7–9, 23, 25. 
  • Ismail, Usmar (1983). "Laporan dari Festival Film Venezia". Usmar Ismail Mengupas Film (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Sinar Harapan. hlm. 131–145. OCLC 10435722. 
  • Kristanto, JB, ed. (2007). Katalog Film Indonesia 1926 – 2007. Jakarta: Nalar. ISBN 978-979-26-9006-4. 
  • Kumampung, Dian Reinis (29 Maret 2016). "Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" Berbeda dari "Tiga Dara"". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Makhsara, Ivan (26 Mei 2016a). "Saksikan Teaser Resmi Pertama Film Terbaru Nia Dinata, "Ini Kisah Tiga Dara"". Rolling Stone Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Makhsara, Ivan (22 Juni 2016b). "Pasca Restorasi, Film Klasik 'Tiga Dara' Akan Dirilis Ulang". Rolling Stone Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Masak, Tanete Pong (1986). "Les Films de Fiction Indonésiens Conservés à la Cinémathèque de Jakarta". Archipel (dalam bahasa French). 32: 51–63. doi:10.3406/arch.1986.2310. ISSN 0044-8613. 
  • Perfini, ed. (1960). 10 Tahun Perfini (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. 
  • Pangerang, Andi Muttya Keteng (18 Desember 2015). "Film Musikal Klasik 'Tiga Dara' Segera Dibuat Ulang". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 24 Juni 2016. 
  • "Rex Theater". Nieuw Guinea Koerier (dalam bahasa Dutch). 11 Agustus 1960. hlm. 4. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Said, Salim (1982). Profil Dunia Film Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Grafiti Pers. OCLC 9507803. 
  • Taufiqurrahman (19 November 2016). "Will shellac make its return?". J+. The Jakarta Post. 
  • Tiga Dara Mencari Cinta (flyer) (dalam bahasa Indonesian), Gemini Satria Film, 1980 
  • "Tiga Dara op Paleis Bogor Vertoond". Algemeen Indisch Dagblad de Preangerbode (dalam bahasa Dutch). 23 September 1957. hlm. 2. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Utama, Syatria; Antosiamo; Indrayati, Sri (4 April 1987). "Perfini: Sosok Rawan Idealisme". Tempo (dalam bahasa Indonesian). hlm. 163. 
  • Wijaya, Putu (14 Oktober 1989). "Menyambung Napas Tiga Dara" (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-22. Diakses tanggal 22 Mei 2012. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]