Pulau Bunguran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bunguran
P. Bunguran di Sumatra
P. Bunguran
P. Bunguran
Lokasi Pulau Bunguran di sekitar wilayah Sumatra.
Geografi
LokasiLaut Natuna, Laut Tiongkok Selatan
Koordinat4°0′N 108°15′E / 4.000°N 108.250°E / 4.000; 108.250Koordinat: 4°0′N 108°15′E / 4.000°N 108.250°E / 4.000; 108.250
KepulauanKepulauan Natuna Besar, Kepulauan Natuna
Luas1.605 km2
Panjang56,3 km
Lebar40,2 km
Titik tertinggiGunung Ranai (1.035 m)[1]
Pemerintahan
NegaraIndonesia
ProvinsiKepulauan Riau
KabupatenNatuna
KecamatanBunguran Barat, Bunguran Batubi, Bunguran Selatan, Bunguran Tengah, Bunguran Timur, Bunguran Timur Laut, Bunguran Utara, Pulau Tiga, Pulau Tiga Barat
Kota terbesarRanai, Bunguran Timur (12.747[2] jiwa)
Info lainnya
Zona waktu
Peta

Pulau Bunguran atau Pulau Natuna Besar (terkadang juga hanya disebut sebagai Pulau Natuna saja) atau Pulau Bunguran Besar adalah sebuah pulau yang merupakan pulau terbesar dan pulau utama di Kepulauan Natuna, Indonesia. Pulau ini secara administratif terletak di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Pusat pemerintahan Kabupaten Natuna di Ranai terletak di bagian timur pulau ini.[3][1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Panduan pelayaran Tiongkok dari sektiar abad ke-15 atau 16 yaitu Shun Feng Hsiang Sung menyebutkan nama Pulau Bunguran sebagai 馬鞍山 (ma-an shan) yang berarti 'gunung (pulau) pelana kuda' sebagai titik acuan arah untuk kapal-kapal yang berlayar dari Tuban menuju Fujian.[4] Serangkaian ekskavasi yang dilakukan di Pulau Bunguran menemukan beberapa artefak berupa keramik dari abad ke-9 hingga abad ke-20 M. Keramik yang ditemukan paling banyak berasal dari Tiongkok abad ke-13 hingga 14 dalam bentuk mangkuk, piring, tempayan, dan buli-buli. Ditemukan pula wadah kubur kayu yang disebut benggong beserta salah satu keramik yang diperkirakan merupakan bekal kuburnya.[5] Pelaut Prancis, Cyrille Laplace, mengunjungi pulau ini dalam pelayarannya di Asia Tenggara tahun 1829-1832.[6] Pada zaman kolonial Belanda, Pulau Bunguran termasuk ke dalam daerah Karesidenan Riau.[7]

Geografi[sunting | sunting sumber]

Pulau Bunguran berada di atas Busur Natuna yang berbatasan dengan Cekungan Natuna Barat dan Cekungan Natuna Timur.

Pulau Bunguran adalah pulau terbesar di Kepulauan Natuna yang terletak di sebelah utara Laut Natuna dan sebelah barat daya Laut Tiongkok Selatan di perbatasan antara kedua laut tersebut. Pulau ini berada di atas Busur Natuna yang merupakan bagian dari Paparan Sunda dan terbentuk selama Kala Jura Pertengahan hingga Kala Kapur Akhir atau paling tidak hingga Kala Eosen akibat subduksi Lempeng Pasifik di Laut Tiongkok Selatan purba. Subduksi tersebut kemudian menyebabkan munculnya aktivitas vulkanisme di wilayah Natuna.[8] Laut Natuna di selatan Pulau Bunguran memiliki cadangan gas alam yang telah diekstraksi sejak tahun 1990-an.[9]

Terdapat beberapa formasi batuan yang dapat ditemukan di Pulau Bunguran. Formasi yang terluas adalah Formasi Raharjapura yang terdiri atas batu pasir, batu lanau, dan batu lumpur. Formasi lainnya adalah Formasi Pengadah, Formasi Bunguran, serta batuan granit Ranai. Batuan granit Ranai dapat ditemukan di bagian timur pulau terutama di wilayah Gunung Ranai (1.035 m), gunung tertinggi di Pulau Bunguran. Sebuah pengukuran penanggalan terhadap batu granit dari Natuna menghasilkan usia batuan sekitar 73 ± 2 juta tahun. Bagian pulau lainnya tertutup oleh endapan aluvium serta sebaran batuan mafik/ultramafik berupa peridotit, gabro, dan basalt.[10][11]

Gunung Ranai merupakan gunung tertinggi di Pulau Bunguran.

Wilayah Pulau Bunguran memiliki iklim muson tropis (Am) dengan suhu rata-rata bulanan berkisar antara 27,0-28,3 °C dengan suhu terendah yaitu 20,4 °C pada bulan Desember dan suhu tertinggi yaitu 35,2 °C pada bulan Agustus. Curah hujan tahunan di pulau ini adalah sekitar 1.480 mm.[3][12] Terdapat beberapa sungai di Pulau Bunguran, di antaranya adalah Sungai Binjai dan Sungai Penarik yang bermuara di perairan Kuala Binjai yang hampir membelah pulau ini di bagian selatan.[1] Terdapat sebuah bendungan yaitu Bendungan Tapau yang terletak di Bunguran Tengah.[13][14]

Ekosistem[sunting | sunting sumber]

Pulau Bunguran merupakan bagian dari Paparan Sunda dan satwa yang ditemukan di pulau ini adalah spesies yang berkerabat dengan satwa baik di Semenanjung Malaya maupun Kalimantan. Beberapa spesies mamalia dapat ditemukan di Pulau Bunguran seperti trenggiling jawa, teledu sigung, kubung, babi hutan, tikus buluh, jelarang paha putih, bajing tanah moncong runcing, serta tiga spesies primata yaitu kukang, monyet, dan kekah natuna. Kekah natuna (Presbytis natunae) merupakan satwa endemik di Pulau Bunguran. Sebuah penelitian dari tahun 2003 memperkirakan bahwa populasi kekah natuna hanya tersisa kurang dari 10.000 ekor dan dapat terus terancam dengan berkurangnya habitat hutan primer di Pulau Bunguran akibat pengubahan menjadi hutan produksi dan pembukaan lahan sejak tahun 1980. Konservasi kekah natuna tergolong dalam status terancam (vulnerable) berdasarkan kriteria daftar merah IUCN.[15][16] Dua subspesies pelanduk juga merupakan satwa endemik di Pulau Bunguran yaitu pelanduk napu (Tragulus napu bunguranensis) dan pelanduk kancil (Tragulus kanchil everetti).[17]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Sailing Directions for Sunda Strait and Northwest Coast of Borneo and Off-lying Dangers (edisi ke-3). United States Hydrographic Office. 1934. hlm. 301. 
  2. ^ Kecamatan Bunguran Timur Dalam Angka 2019 (Laporan). Ranai: Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2019. 
  3. ^ a b Kabupaten Natuna Dalam Angka 2020 (Laporan). Ranai: Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2020. 
  4. ^ Mills, J. V. (1979). "Chinese Navigators in Insulinde about A.D. 1500". Archipel. 18 (1): 69–93. doi:10.3406/arch.1979.1502. 
  5. ^ Wibisono, S. C. (2014). "Arkeologi Natuna: Koridor Maritim di Perairan Laut Cina Selatan". Kalpataru: Majalah Arkeologi. 23 (2): 137–149. 
  6. ^ Dorléans, B. (2006). Orang Indonesia dan Orang Prancis, dari Abad XVI sampai dengan Abad XX. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah UI; Simbolon, P. T. Jakarta: KPG. 
  7. ^ Bezemer, T.J. (1921). Beknopte encyclopædie van Nederlandsch-Indië. Den Haag, Leiden: Martinus Nijhoff, Brill. hlm. 425. 
  8. ^ Darman, H.; Sidi, F. H., ed. (2000). An Outline of the Geology of Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Lereng Nusantara. hlm. 28–35. ISBN 979-8126-04-1. 
  9. ^ "Biggest Deal Ever, Pertamina and Exxon Sign $34 billion Agreement". News & Views Indonesia. Vol. 8 no. 69. Republic of Indonesia Department of Foreign Affairs, Directorate of Information. 1995. 
  10. ^ Kausarian, H.; Lei, S.; Lai, G. T.; Cui, Y.; Suryadi, A. (2019). "A New Geological Map of Formation Distribution on Southern Part of South China Sea:; Natuna Island, Indonesia". IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 532: 012020. doi:10.1088/1757-899X/532/1/012020. 
  11. ^ Wu, J. (1996). Geological characteristics and formative mechanism of the Wan'an (Nam Con Son) Basin southwestern in the South China Sea. Proceedings of the 30th International Geological Congress: Basin Analysis, Global Sedimentary Geology and Sedimentology. 
  12. ^ Ng, P. K. L.; Ilahude, A. G.; Sivatoshi, N.; Yeo, D. C. J. (2004). "Expedition Anambas: an overview of the scientific marine exploration of the Anambas and Natuna Archipelago, 11–22 March 2002". The Raffles Bulletin of Zoology. Supplement No. 11: 1–17. 
  13. ^ "Bendungan Tapau di Kabupaten Natuna Seharusnya Dapat Mengairi Sawah Seluas 1500 HA". Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015-02-20. Diakses tanggal 2020-05-17. [pranala nonaktif permanen]
  14. ^ "Amankan Kedaulatan Negara, Kementerian PUPR Bangun Irigasi, Pengaman Pantai, dan Jalan Lingkar di Pulau Natuna". Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. 2020-01-16. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  15. ^ Phillipps, Q. (2016). Phillipps' Field Guide to the Mammals of Borneo and Their Ecology: Sabah, Sarawak, Brunei, and Kalimantan. Princeton: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-16941-5. OCLC 936143506. 
  16. ^ Lammertink, M.; Nijman, V.; Setiorini, U. (2003). "Population size, Red List status and conservation of the Natuna leaf monkey Presbytis natunae endemic to the island of Bunguran, Indonesia". Oryx. 37 (4): 472–479. doi:10.1017/S003060530300084X. 
  17. ^ Groves, C.; Grubb, P. (2011). Ungulate Taxonomy. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. hlm. 56, 58. ISBN 978-1-4214-0093-8. OCLC 708357723. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]