Jalur kereta api Rembang–Bojonegoro

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jalur kereta api Rembang–Bojonegoro
Ikhtisar
JenisJalur lintas utama
SistemJalur kereta api rel ringan
StatusTidak beroperasi
TerminusRembang
Bojonegoro
Stasiun27
Operasi
Dibangun oleh
Dibuka1900-1919
Ditutup1992 dan 1999
PemilikPT Kereta Api Indonesia
(pemilik aset jalur dan stasiun)
OperatorWilayah Aset IV Semarang dan VIII Surabaya
Depo
  • Rembang (RB)
  • Bojonegoro (BJ)
Data teknis
Panjang rel94 km
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
Kecepatan operasi40 s.d. 60 km/jam

Jalur kereta api Rembang–Bojonegoro merupakan salah satu jalur kereta nonaktif dengan panjang 94 km yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jalur kereta api ini, untuk bagian yang masuk Provinsi Jawa Tengah, termasuk dalam Wilayah Aset IV Semarang, sedangkan untuk bagian yang masuk Provinsi Jawa Timur, termasuk dalam Wilayah Aset VIII Surabaya.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Peta yang menunjukkan rencana penyambungan Jalur kereta api Babat-Merakurak dengan Jalur kereta api Bojonegoro-Jatirogo.

Rembang–Lasem[sunting | sunting sumber]

Lasem merupakan salah satu kota terpenting di Kabupaten Rembang. Lasem memiliki banyak perkampungan Tionghoa serta mempunyai potensi batik. Karena akses transportasi antara Lasem menuju Rembang belum dimanfaatkan secara maksimal, maka Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) mulai membangun jalur kereta api baru menuju Lasem. Jalurnya dibuka pada tanggal 1 Mei 1900.[1]

Berdasarkan Perpres No. 79 Tahun 2019, jalur kereta api ini rencananya akan diaktifkan kembali guna mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di sekitar Kawasan Banglor (Rembang dan Blora).[2] Selain itu, rencana reaktivasi jalur ini juga tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2018.[3]

Lasem–Bojonegoro[sunting | sunting sumber]

Pegunungan Kendeng merupakan salah satu pegunungan yang paling potensial untuk diincar mineral-mineralnya. Di dalam pegunungan ini terkandung banyak mineral seperti batu gamping, kuarsa, dan tanah liat.[4] Kebutuhan akan mineral-mineral tersebut sangatlah mempengaruhi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuarsa diincar karena banyak dimanfaatkan dalam pengembangan ilmu fisika, kimia, dan elektronika.[5] Batu gamping dimanfaatkan untuk produksi semen, sementara tanah liat dimanfaatkan dalam industri kerajinan.

Untuk mendukung distribusi dan ekspor hasil tambang, dibangunlah suatu jalur kereta api. Perpanjangan jalur memungkinkan kereta api dapat mengangkut hasil tambang. Pada tanggal 1 Juni 1914, jalur Lasem–Pamotan selesai dibangun, dilanjut jalur Pamotan–Jatirogo pada tanggal 20 Februari 1919.[1]

Perpanjangan menuju Bojonegoro dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sebagai bagian dari proyek pengangkutan pasir kuarsa dengan kereta api. Pada tanggal 1 Mei 1919, jalur tersebut telah selesai.[6]

Berdasarkan Perpres No. 79 Tahun 2019, jalur kereta api ini rencananya akan diaktifkan kembali guna mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di sekitar Kawasan Banglor (Rembang dan Blora).[2] Selain itu, rencana reaktivasi jalur ini juga tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2018.[3]

Pasca-kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Insiden sejarah di Jembatan Kaliketek [7][sunting | sunting sumber]

Masa antara tahun 1945-1949 adalah puncak perjuangan rakyat Indonesia dari tonggak-tonggak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, sampai Proklamasi 1945. Identitas bangsa yang ditegakkan pada masa itu benar-benar memiliki ciri tersendiri sebagai modal bagi pengikisan segala bentuk penjajahan.

Bagi TNI tanggal 19 Desember 1948 merupakan peristiwa amat penting sejak kelahirannya tertanggal 5 Oktober 1945. Karena diatas bahunya terdapat beban untuk menyelamatkan negara. Berbagai macam peristiwa yang mengancam keamanan nasional harus dihadapi mulai dari Agresi Militer Belanda I tahun 1947, Pemberontakan PKI, dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948.

Dengan melanggar kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Renville dan membatalkan secara sepihak semua persetujuan yang telah ditandatangani, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda mulai melancarkan agresi militer kedua masuk ke wilayah Republik Indonesia. Sebenarnya bagi rakyat Tuban agresi itu telah dilancarkan tanggal 18 Desember 1948 sekitar pukul 19.00 dengan mendaratnya sebuah sekoci yang mengangkut pasukan khusus di timur Pantai Glondong diikuti dengan mendaratnya 3 buah kapal besar dan 7 kapal kecil. Kesibukan pendaratan ini berlangsung semalam suntuk tanpa henti.

Mendapatkan berita itu, pada pagi hari tanggal 22 Desember 1948 mereka yang tergabung dalam Tentara Genie Pelajar (TGP) ditugaskan untuk menghancurkan semua jembatan di sekitar Bojonegoro untuk menghambat gerak laju musuh. Tak terkecuali jembatan kereta api Kaliketek yang berada di sungai Bengawan Solo yang menjadi penghubung utama dari daerah Tuban bagian selatan ke Bojonegoro maupun sebaliknya. Waktu yang diberikan kepada pasukan itu paling lambat pukul 21.00 harus sudah dihancurkan. Sepasukan TGP itu kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang sebagian bertugas di selatan sungai Bengawan Solo dan sebagian lagi di utara sungai Bengawan Solo.

Waktu terus berlanjut, hingga melewati pukul 21.00 namun anggota-anggota TGP ini belum juga berhasil meledakkan jembatan. Hingga sekitar pukul 23.00 seorang atasan melakukan pengecekan ke jembatan Kaliketek. Namun prajurit-prajurit TGP belum juga menyelesaikan tugasnya. Pada dini hari tanggal 23 Desember 1948 sekira pukul 02.00 jembatan Kaliketek berhasil dihancurkan bersama dengan beberapa lokomotif yang diterjunkan ke dasar sungai.

Untuk mengenang peristiwa ini, didirikanlah tugu peringatan TGP di tengah pertigaan seberang pos polisi lalu lintas Halte yang dulunya adalah bekas area emplasemen Halte Bojonegoro Kota.

Usai perang, Jembatan Kaliketek ini segera diperbaiki dan dibangun kembali. Selain untuk kereta api, jembatan ini juga sangat berguna untuk masyarakat umum karena belum ada jembatan khusus untuk jalan raya di masa itu. Bukti autentik yang paling mencolok dari peristiwa peledakan jembatan ini adalah adanya rangka baru di bagian tengah jembatan yang tampak lebih tinggi dari rangka yang lama.

Penutupan[sunting | sunting sumber]

Pasca-kemerdekaan, jalur ini tetap dioperasikan sebagai angkutan pasir kuarsa dan semen dari Jatirogo hingga akhir tahun 1980-an. Jalur ini dinonaktifkan pada tahun 1992 untuk lintas Rembang–Jatirogo. Sedangkan lintas Jatirogo–Bojonegoro aktif sampai tahun 1999 dan ditutup sepenuhnya pada tahun 2001. Keduanya dinonaktifkan karena dianggap kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum.Tidak ada reaktivasi untuk jalur ini.

Jalur terhubung[sunting | sunting sumber]

Lintas aktif[sunting | sunting sumber]

Lintas nonaktif[sunting | sunting sumber]

Layanan kereta api[sunting | sunting sumber]

Tidak ada layanan kereta api yang dijalankan di jalur ini.

Daftar stasiun[sunting | sunting sumber]

Nomor Nama stasiun Singkatan Alamat Letak Ketinggian Status Foto
Lintas 17 Semarang–Lasem
Segmen Rembang–Lasem
Diresmikan pada tanggal 1 Mei 1900
oleh Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij
Termasuk dalam Daerah Operasi IV Semarang
3807 Rembang RB Leteh, Rembang, Rembang km 110+436 lintas JurnatanDemakKudusJuwanaRembangJatirogo
km 0+000 lintas RembangBloraCepu
km 0+000 lintas cabang menuju Pelabuhan Rembang
Tidak beroperasi
3901 Kabongan KAO km 112+600 Tidak beroperasi
3902 Bangi BGI km 116+094 Tidak beroperasi
3903 Lasem LS Dorokandang, Lasem, Rembang km 121+706 Tidak beroperasi
Lintas 19 Bojonegoro–Lasem
Segmen Lasem–Pamotan
Diresmikan pada tanggal 1 Juni 1914
- Jebruk JBK km 124+600 Tidak beroperasi
3905 Pandan PNA km 126+400 Tidak beroperasi
- Sambonggaleng SML km 129+217 Tidak beroperasi
3907 Pamotan PMT Pamotan, Pamotan, Rembang km 131+844 +33 m Tidak beroperasi
Segmen Pamotan–Jatirogo
Diresmikan pada tanggal 20 Februari 1919
3908 Bedog BEG km 134+900 Tidak beroperasi
3909 Ngandang ND km 141+459 Tidak beroperasi
3911 Tuder TUD km 145+500 Tidak beroperasi
3912 Terongan TRO km 147+000 Tidak beroperasi
3913 Sale (Rembang) SAE km 149+537 Tidak beroperasi
Termasuk dalam Daerah Operasi VIII Surabaya
3914 Kebonharjo KBH km 152+300 Tidak beroperasi
3915 Jatirogo JTG Jalan Stasiun Jatirogo, Wotsogo, Jatirogo, Tuban km 155+688 lintas JurnatanDemakKudusJuwanaRembangJatirogo
km 48+918 lintas BojonegoroJatirogo
+66 m Tidak beroperasi
Segmen Bojonegoro–Jatirogo
Diresmikan pada tanggal 1 Mei 1919
oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
3916 Soko SOO km 44+659 Tidak beroperasi
3917 Mojo (Tuban) MOO km 40+305 Tidak beroperasi
3918 Bangilan BIA km 35+788 Tidak beroperasi
3919 Laju LJ km 32+222 Tidak beroperasi
3921 Tanjungrejo TJO km 28+227 Tidak beroperasi
3922 Ngawun NWN km 24+986 Tidak beroperasi
3923 Sembung (Tuban) SEG Sembung, Parengan, Tuban km 22+393 Tidak beroperasi
3924 Rembun (Tuban) RBU km 17+305 Tidak beroperasi
3925 Brangkal Kluncing BKK km 14+105 Tidak beroperasi
3926 Ponco PNC km 10+234 Tidak beroperasi
Kaliketek KLK km 4+313 Tidak beroperasi
Jembatan Kaliketek (Bengawan Solo)
2731 Bojonegoro Kota BJK km 3+530 Tidak beroperasi
2730 Bojonegoro BJ Nasional 1 Jalan Gajah Mada 65, Sukorejo, Bojonegoro, Bojonegoro km 124+771 lintas GundihGambringanBojonegoroSurabaya Pasarturi
km 0+000 lintas BojonegoroJatirogo
+15 m Beroperasi

Keterangan:

  • Stasiun yang ditulis tebal merupakan stasiun kelas besar dan kelas I.
  • Stasiun yang ditulis biasa merupakan stasiun kelas II/menengah, III/kecil, dan halte.
  • Stasiun yang ditulis tebal miring merupakan stasiun kelas besar atau kelas I yang nonaktif.
  • Stasiun yang ditulis miring merupakan halte atau stasiun kecil yang nonaktif.

Referensi: [8][9][10][11][12]


Galeri[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Samarang–Joana Stoomtram. Verslag der Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij. SJS. 
  2. ^ a b Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal – Semarang – Salatiga – Demak – Grobogan, Kawasan Purworejo – Wonosobo – Magelang – Temanggung, Dan Kawasan Brebes – Tegal – Pemalang
  3. ^ a b Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2018 (PDF). Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. 2018. 
  4. ^ Pendapatan Regional Kabupaten Rembang. Kerja sama Bappeda TK. II dan Kantor Statistik Kabupaten Rembang. 1992. 
  5. ^ Teknologi., Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan (1993). Menuju abad 21 : Iptek pemacu pembangunan bangsa. [Jakarta]: BPP Teknologi. ISBN 9798263030. OCLC 33013587. 
  6. ^ Reitsma, S.A. (1920). Indische Spoorweg-Politiek. Landsdrukkerij. 
  7. ^ Sejarah Brigade Ronggolawe., Panitia Penyusunan; IKAPI, Anggota (1985). Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe (edisi ke-Cet. 1). Aries Lima. hlm. 240-244 dan 256. 
  8. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  9. ^ Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 
  10. ^ Arsip milik alm. Totok Purwo mengenai Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun Kereta Api Indonesia
  11. ^ Perusahaan Jawatan Kereta Api. Stasiun KA, Singkatan dan Jarak. 
  12. ^ Wieringa, A. (1916). Beknopt Aadrijkskundig Woordenboek van Nederlandsch-Indie. 's Gravenhage.