Lompat ke isi

Basyeiban

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Basyaiban)

Basyaiban (bahasa Arab: باسيبان), juga ditulis Basyeiban, merupakan adalah salah satu klan keluarga dari keluarga besar Ba'alawi, yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Keluarga Basyaiban memiliki nenek moyang yang sama dengan keluarga-keluarga Jamalullail, Al-Qadri, Bin Sahil, As-Srie, Baharun, Al-Junaid, Al-Habsyi, As-Syatiri, yaitu Muhammad Asadullah bin Hasan al-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Salah seorang anaknya, yaitu Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah, adalah tokoh eponim yang pertama kali menggunakan gelar Basyaiban. Keluarga Basyaiban adalah salah satu klan pertama yang berhijrah keluar Hadramaut dan turut berperan dalam penyebaran agama Islam oleh orang-orang Hadhrami di berbagai wilayah dunia seperti anak benua India, Asia Tenggara, dan Afrika Timur, melalui tokoh-tokoh berpengaruh dan karya-karya keagamaan yang mereka hasilkan.

Abubakar Basyaiban[sunting | sunting sumber]

Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah merupakan salah satu tokoh di zamannya, hafal Al-Qur’an, mempelajari fikih kepada Syaikh Al-Jalil Muhammad bin Abubakar Ba’abbad. Gurunya ini memuji Al-Imam Abubakar Basyaiban akan kecerdasannya serta memberikan ijazah tertulis kepadanya, Al-Imam Abubakar Basyaiban belajar tasawuf kepada al-Arif billah al-Syaikh al-Imam Abdurrahman Assegaf hingga Al-Syaikh Al-Imam Abdurrahman Assegaf memakaikan khirqah kepadanya.

Ia wafat di kota Tarim pada awal tahun 807 hijriyah dan ada riwayat yang menyatakan Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar Basyaiban diperkirakan wafat tahun 803 H (1382 M) di Tarim, Hadramaut (wallahu’a’lam). Antara Waliyullah Al-Imam Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah dengan Al-Syaikh Al-Imam Abdurrahman Assegaf hidup dalam satu zaman, yakni mereka berdua adalah keturunan generasi ke 22 dari Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW.

Gelar Basyaiban diberikan karena Abubakar pada suatu waktu ketika mudanya pernah ‘menghilang’ dan kemudian muncul kembali setelah berpuluh-puluh tahun. Rambutnya telah semua putih, namun wajahnya tetap kelihatan muda. Maka ia mendapat sebutan Basyaiban (باشيبان) dari rambutnya yang putih (syaiban/شيبان).

Basyaiban adalah antara kabilah yang pertama-tama berhijrah keluar dari Hadramaut. Mula-mulanya ke Balqeum/Belgaum, Karnataka, India yang tidak jauh dari Surat dan kemudian dari sana ke Indonesia, tepatnya Jawa.

Keturunan Abubakar Basyaiban[sunting | sunting sumber]

Habib Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah memiliki dua orang anak laki-laki : Habib Muhammad dan Habib Ahmad. Habib Muhammad keturunannya terputus, sedangkan Ahmad memiliki beberapa anak diantaranya yang masih berkembang yaitu As-Sayyid al Habib Ali bin Ahmad BaSyaiban (rujukan Kitab Syariful Ansab) dan As-Sayyid Muhammad Asy-Syaibah bin Ahmad Basyaiban yang wafat di Qasam.

Muhammad aSy-Syaibah memiliki seorang anak bernama Habib Umar yang lahir di tahun 881 hijriyah di Qasam. Ia hafal Al-Qur’an pada usia yang relatif masih kecil. Kemudian ia pergi ke kota Tarim untuk menuntut ilmu. Di Tarim, Habib Umar bin Muhammad Basyaiban belajar kepada para tokoh ulama di antaranya al-Imam al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Bilfaqih, al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman Balahaj. Belajar tasawuf kepada Syaikh Abdurrahman bin Ali bin Abubakar Al-Sakran, Syaikh Ma’ruf bin Abdullah Bajamal dan ia berkenan memberikan khirqah kepadanya. Di antara karangannya adalah kitab yang berjudul ‘Tiryaq Al-Qulub al-Waf bi Zikri Hikayat al-Saadah al-Asyraf’ dan Tarikh Basyaiban. Tarikh Al Basyaiban dimana kitab ini adalah tulisan tangan ia sendiri dan saat ini ada di Museum London (atau di Perpustakaan di Leiden Belanda). Habib Umar bin Muhammad BaSyaiban wafat di kota Qasam pada tahun 944 hijriyah. Ia juga mempunyai salah seorang murid yang masyhur di zamannya yaitu Syeikh Abubakar bin Salim. Ia memiliki anak bernama Habib Abdullah dan Habib Abdurrahman.

Abdullah bin Umar Basyaiban[sunting | sunting sumber]

Al Habib Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abubakar BaSyaiban keturunannya tersebar di Deccan, India. Salah satu anak perempuan dari Al-Habib Al-Imam Abdullah bin Umar bin Muhammad al-Syaibah Basyaiban ini adalah Syarifah Salmah yang menikah dengan al-Imam Al-Habib Abdurahman Al-Qadhi bin Ahmad Syihabuddin Al-Akbar bin Abdurahman bin al-Syekh Ali bin Abu Bakar Al-Sakran dan mendapatkan beberapa putra yakni :

  • Al-Imam Muhammad al-Hadi
  • Al-Imam Ahmad Syahabudin al-Asghor (yang melahirkan keluarga bin Shahab, Az Zhair, Al Masyhur, dan Al Hadi),
  • Al-Imam Abdullah
  • Al-Imam Abubakar (dari sini juga lahir keluarga bin Shahab yang di sebut al-Abubakar Syahabuddin).

Jadi, keluarga besar Syahabuddin ini lahir dari rahimnya keluarga BaSyaiban, dari Syarifah Salmah binti Abdullah bin Umar Basyaiban.

Abdurrahman bin Umar Basyaiban[sunting | sunting sumber]

Habib Abdurrahman bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abubakar Basyaiban : lahir di Tarim tahun 993 hijriyah, memiliki dua orang anak Abdullah dan Syihabuddin, wafat tahun 1013 hijriyah di Balqam, India. Ia pertama kali hijrah ke luar Tarim yaitu ke India dan Aceh.

Sayyid Abdullah bin Abdurrahman Basyaiban memiliki tiga orang putra dan seorang puteri yakni : Ahmad, Muhammad Husein, Umar dan seorang putri yang bernama Fathimah.

  • Syarifah Fathimah menikah dengan al-Imam Muhammad bin Ahmad al-Kaff bin Muhammad Kurai Kurah bin Ahmad bin Abubakar Al-Jufri. Jadi keluarga besar al-Kaff ini lahir dari rahimnya kluarga Basyaiban
  • Sayyid Abdullah bin Abdurrahman bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Basyaiban, yang anak keturunannya sampai ke Nusantara adalah Sayyid Muhammad Husein dan Sayyid Umar.
  • Sayyid Muhammad Husein bin Abdullah basyaiban yang Pertama datang ke nusantara dengan berdagang di wilayah Ndresmo Surabaya, sedangkan Sayyid Umar (Abu Hafs Umar) bin Abdullah basyaiban hanya anak keturunannya yang datang ke nusantara yaitu dari jalur Abdurrahman, Ahmad, Abdullah, dan Muhammad.
  1. Sayyid Muhammad Husein bin Abdullah bin Abdurrahman bin Umar Basyaiban selain berdakwah diwilayah Ndresmo Surabaya, ia juga sebagai sosok pedagang dan pejuang pada zamannya. Dari cara dakwahnya, ia selalu me-mastur-kan dirinya jika ia seorang sayyid, supaya lebih mudah untuk merangkul masyarakat setempat. Akhir hayatnya ia tetap tinggal di Ndresmo dan wafat di sana.
    • ia mempunyai 2 anak laki-laki yaitu Sayyid Hadi dan Sayyid Azhar, dari anak keturunan Sayyid Hadi bin Husein dan Sayyid Azhar bin Husein kebanyakan menggunakan nama-nama Jawa Nusantara.
    • Keturunan Sayyid Muhammad Husein inilah Basyaiban awal yang sampai ke nusantara dan menyebar di wilayah Jawa Timur dan sebagian wilayah selatan Jawa.
  2. Sayyid Umar (Abu Hafs Umar) bin Abdullah bin Abdurrahman bin Umar Basyaiban dikenal di wilayah Gujarat sebagai Sayyid Umar al-Aydarusi (yang merupakan guru dari Syekh Nuruddin al-Raniri ). Menurut al-Raniri, sayyid Umar Basyaiban yang menginisiasinya ke dalam tarekat Rifa’iyah di samping tarekat Aidarusiyah dan tarekat Qadiriyah. Di Tarim, Sayyid Umar Basyaiban belajar kepada Syaikh Abdullah bin Syech Alaydrus, Syekh Abdurrahman al-Qadhi bin Ahmad Syihabuddin, Muhammad al-Hadi dan Ahmad Syihabuddin.
    • Sayyid Umar Basyaiban setelah beberapa tahun di Tarim, ia meneruskan perjalanannya ke Mekkah dan Madinah selama empat tahun belajar dan mengambil khirqah dengan para ulama Haramain, di antaranya sayyid Umar bin Abdullah al-Basri, Ahmad bin Ibrahim bin Allan, dan Abdurrahman al-Khatib. Setelah itu Ia kembali ke Tarim dan menikah.
    • Di kemudian hari dia pergi ke Surat, India untuk belajar kepada syaikh Muhammad bin Abdullah al-Awsath bin Syech bin Abdullah bin Syech bin Abdullah Al Akbar Alaydrus yang menginisiasinya ke dalam tarekat Aidarusiyah. Sayyid Umar menganggap Syaikh Muhammad bin Abdullah Al Aydarus bapak spritualnya.
    • Di antara murid Sayyid Umar di Indonesia adalah Syekh Yusuf al-Makasari. Melalui murid-murid utamanya, seperti al-Raniri dan al-Makasari, Sayyid Umar bin Abdullah Basyaiban menyebarkan gagasan-gagasan keagamaan dari Tarim dan Haramain ke India dan wilayah Indonesia. Sayyid Umar Basyaiban tinggal di Bijapur, salah satu pusat pengetahuan Islam dan tasawuf terkemuka di India. Di sana, dia menikmati perlindungan dari Sultan Adil Syah dari kesultanan Brahmani. Kemudian dia pindah ke Burhanpuri dan menyelesaikan beberapa kitab yang dikarangnya. Pada akhir hayatnya ia ke Balqam dan wafat di sana pada tahun 1066H / 1656 M.
    • Sayyid Umar bin Abdullah Basyaiban meninggalkan tiga belas anak laki-laki, di antaranya yang ke nusantara bernama Abdurrahman, Ahmad, Abdulrahman Abdullah, Muhammad, dari ke-13 anak Habib Umar bin Abdullah Basyaiban yang bergelar Tajudin yaitu Sayyid Abdurrahman, lalu disebut Sayyid Abdurahman Tajuddin yang menurunkan keluarga Basyaiban didaerah utara pulau Jawa, Sayyid Ahmad yang menurunkan keluarga Basyaiban di daerah Sumatra, Sayyid Abdulrahman Abdullah yang menurunkan keluarga Basyaiban di daerah pesisir selatan pulau Jawa, Sayyid Muhammad menurunkan keluarga Basyaiban di daerah ujung timur pulau Jawa.

Sulaiman bin Abdurrahman Tajuddin Basyaiban[sunting | sunting sumber]

Awal Kedatangan Sayyid 'Abdurrahman Tajuddin bin Umar (Abu Hafs Umar) bin Abdullah bin Abdurrahman bin Umar bin Abubakar Basyaiban ke Cirebon Jawa Barat dan ia menikah dengan seorang Putri Sultan Cirebon bernama Syarifah Khadijah/Ratu Ayu Ibu seorang Janda. Ia Mendapat gelar Sultan Syarif Cirebon. Keduanya mengelola Pondok Pesantren Krapyak di Pekalongan di Jawa Tengah. Keduanya dikaruniai beberapa anak diantaranya Sayyid Abdurrahim yang keturunannya terputus alias inqirodh dan Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Tajuddin Basyaiban, dari sini Keturunan Sayyid Sulaiman Sunan Mojoagung berkembang.

Sayyid Sulaiman wafat di Mojo Agung dari istri pertama berputra 4 anak, yakni Hasan (Pangeran Agung), Abdul Wahhab (Sunan Mojoagung) wafat di Wirasoba (Mojoagung ikut abahnya ) , Muhammad Baqir (makam di Geluran Sepanjang Sidoarjo), dan Ali Akbar. Semua pejuang pembebasan dari kompeni Belanda.

Sayyid Ali Akbar meninggalkan enam putra, yakni Ghazali (makam di Tawunan, Pasuruan), Ibrahim (makam di Kota Pasuruan), Badruddin (makam di sebelah Tugu Pahlawan, Surabaya), Iskandar (makam di Bungkul Surabaya) dan Abdullah (makam di Bangkalan Madura) dan Ali Asghar (makam di Sidoresmo).

Sayyid Abdullah, generasi penerusnya memangku pesantren Sidogiri dan Demangan Bangkalan.

Sayyid Ali Asghar penerusnya merupakan pemangku Sidoresmo dan Sidosermo juga ulama pemangku ponpes Tambak Yosowilangun.

Sayyid Sulaiman Basyaiban Dari istri kedua (putri Mbah Sholeh Semendi) berputra di antaranya Kyai Ahmad Lebak Pasuruan.

Dari istri ketiga di Malang Sayyid Sulaiman Basyaiban berputra Sayyid Hazam, tapi riwayat lain menyebutkan Sayyid Hazam merupakan putra dari istri kedua. Sayyid Sulaiman Basyaiban mempunyai anak perempuan bernama Indah/Endah menikah dengan Kyai Aminullah sebagai penerus Ponpes Sidogiri setelah Sayyid Sulaiman, kemudian, yang menjadi pemangku Ponpes Sidogiri adalah keturunan Sayyid Abdullah bin Ali Akbar bin Sulaiman. dan hingga sekarang masih ada keturunannya serta tercatat rapi.

Catatan Sementara

Sayyid 'Abdurrahim atau Sayyid 'Arifuddin yang wafat di Segoropuro Rejoso Pasuran Jawa Timur

Sayyid Ahmad bin Abdullah bin 'Abdurrahman BaSyaiban

Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Abdurrahman BaSyaiban mempunyai gelar Tuan Tanjung Darussalam berdakwah di Aceh Darussalam kemudian ia hijrah ke Palembang karena adanya konflik di Aceh. Ia wafat di Komering Palembang Indonesia. Keturunannya masih ada hingga sekarang

Sayyid Muhammad bin 'Abdurrahman Basyaiban bergelar Tuan Dipulau. Berdakwah di Pasai dan Banten hingga wafat di Komering Palembang, Indonesia. Keturunannya masih ada.

Sayyid 'Abdullah bin 'Abdurrahman Basyaiban

Sayyid 'Abdullah lahir di Qosam dan wafat 972 H di Aceh Darussalam, namun ada yg berpendapat, ia Sayyid 'Abdullah bin 'Abdurrahman Basyaiban dikubur di Swadesi Bangil Pasuruan Jawa Timur. Ia berdakwah di Belgaum India dan Aceh Darussalam.

Masa Penjajahan Peran BaSyaiban

Hal yang paling umum dan menjadi salah satu keunggulan atau ciri khas keluarga Basyaiban di Nusantara ini adalah secara persebaran nasabnya mudah dilacak, karena bila kita yang orang awam bertanya tentang seseorang bermarga Basyaiban hal yang akan ditanyakan oleh mereka adalah Basyaiban dari jalur mana? Secara wilayah, ada empat wilayah, yaitu Sumatera (Aceh, Medan, & Palembang), utara Jawa (Pekalongan, Sidosermo Surabaya, Jombang, dan Pasuruan), selatan Jawa (Magelang, Kebumen, Pacitan, dan Trenggalek) dan ujung timur Jawa (Banyuwangi, Jember, dan Situbondo) dan yang Masyhur ada 4 Jalur datuk Basyaiban Yaitu Ali Akbar, Abdul Wahab, Hasan dan Muhammad Bagir (keempatnya adalah putra dari Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban) maka ketika jalur yg sudah ditanyakan sudah jelas, maka akan mudah bagi kita untuk mendapatkan jawaban kebenaran atau kesohihan nasab seseorang bermarga BaSyaiban yang kita tanyakan. Karena hampir sebagian besar dari keluarga BaSyaiban yang Masyhur ini saling mengenal satu sama lain di seluruh Nusantara, kecuali yang mastur dari keturunan Ahmad, Abdulrahman Abdullah, dan Muhammad, sebab keluarga Basyaiban yang mastur ini bertujuan untuk niat dakwah tanpa sekat.

Pesan Sayyid Abdulrahman Abdullah bin Umar Basyaiban saat menasehati putra-putranya agar menanggalkan jubah dan panggilan habibnya dengan panggilan sesuai masyarakat Jawa umumnya, agar masyarakat tidak merasa canggung dan sungkan saat menuntut ilmu dan bersosialisasi. Banyak keturunan dari Sayyid Abdulrahman Abdullah tidak menggunakan nama-nama habaib umumnya, malah dengan nama-nama Jawa dan Indonesia. Hanya keluarganya saja yang tahu, biasanya akan diberi tahu setelah umur 40 tahun atau melalui mimpi bertemu dengan datuknya.

Keluarga Basyaiban juga merupakan Keluarga Alawiyin yang awal datang di Nusantara, dan yang menyebarkan keturunannya salah satunya adalah Sayyid Abdurrahman Tajudin bin Umar Basyaiban yang menikah dengan salah satu anak keturunan dari Sunan gunung jati

Mereka menyebarkan syiar Islam secara Damai dan mudah membaur dengan Pribumi. Keluarga ini juga merupakan pejuang-pejuang tanah air yang jarang disinggung dalam sejarah Indonesia. Karakter Alawiyin mereka sangat menonjol, yaitu dimana mereka tinggal selalu membawa perubahan yang lebih baik dalam tatanan Masyarakat Indonesia dan rata-rata mereka adalah berjiwa pemimpin, sehingga di zaman kolonialisme Belanda Keluarga yang berjiwa patriot ini menjadi buruan atau buronan pemerintah karena dianggap berbahaya. Maka untuk menyelamatkan generasi, mereka banyak yang membaur dengan pribumi dan menikahi perempuan-perempuan setempat sehingga anak keturunan mereka tak tampak seperti orang-orang Hadramaut atau arab secara fisik. Namun, soal pemberian nama, mereka tetap ber-tabarruk kepada para leluhurnya sehingga bila kita melihat silsilah Nasab mereka akan sama dengan nasab para Alawiyyin yang lainnya, namun pada waktu perang berkecamuk keluarga baSyaiban ini menggunakan dua nama sebagai Identitas, demi melindungi segenap keluarganya agar terbebas dari kejaran penjajah waktu itu. Disamping itu sebagai keluarga Alawiyyin yang mengikuti Perkawinan secara kafa’ah, mereka menjaganya dengan menikahkan sesama saudara Basyaiban yang tentu saja bukan Muhrim mengingat pada masa itu Alawiyyin yang lain belum berdatangan ke Nusantara. Bahkan Keluarga ini juga bisa dikatakan tertutup sehingga kalau anak-anak mereka bermain harus dengan sesama saudaranya demi menjaga kemurnian akhlaknya agar jangan tercemar dengan lingkungan yang buruk. Namun demikian banyak juga keluarga Basyaiban ini yg berjuang dari dalam melalui pernikahan dengan putri keraton atau kesultanan sehingga bergelar Raden, dan ini bukan hanya bagian dari strategi untuk menghalau penjajah tapi juga dalam rangka syiar Islam. Maka dengan demikian bisa dikatakan Keluarga Basyaiban ini merupakan salah satu pembabat alas di Nusantara sehingga Alawiyyin lain yang banyak seperti sekarang bisa diterima di Nusantara.

Alwi bin Ahmad Basyaiban (Danuningrat I)[sunting | sunting sumber]

Simak sejarah yg tak pernah diungkap tentang gerakan Sayyid Alwi bin Ahmad Basyaiban yg lebih dikenal dengan gelarnya Ngabei Danoeningrat I yang pada tahun 1801 Letnan Gubernur Jendral Sir Stamford Raffles mengangkatnya sebagai Bupati pertama Magelang, atas petunjuk dari gurunya ia memilih daerah antara desa Mantiasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahannya. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun – alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid Agung Magelang. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.Hal yang lupa dicatat adalah bupati Pertama ini juga seorang alim Ulama yang segolongan dengan Pangeran Diponegoro. Dan anak keturunan ia sekarang masih ada dan menyebar di daerah Tuguran,Meteseh dan Tumbu.

Sayyid Alwi bin Ahmad Basyaiban sebenarnya adalah pejuang yang bergerilya dari dalam pemerintahan, ia juga sangat mendukung gerakan Pangeran Diponegoro. maka tak heran meskipun singkat namun perang Diponegoro merupakan perang yang paling banyak menguras segenap tenaga,pikiran dan materi di pihak belanda bahkan bisa dikatakan perang terbesar bagi Belanda selama menjajah Nusantara. Bisa dikatakan Sayyid Alwi Basyaiban ini adalah Intelijen yang handal di masa itu, ia berjuang dengan strategi yang sangat cerdas sehingga penjajah un tidak ada yang tahu.

Bantuan dari dalam oleh Sayyid Alwi bin Ahmad Basyaiban ini tak pernah disebut dalam sejarah, namun sejarah yang disimpan rapat oleh anak keturunannya akhirnya bisa kita dengar seperti sekarang. Termasuk pemahaman sebab adanya perang Diponegoro yang telah dipolitisir oleh penguasa jaman dulu. Perang Diponegoro adalah bentuk ketakutan Belanda pada kekuatan Islam yang menyebar di Nusantara dan salah satunya di Magelang yang dipimpin Pangeran Diponegoro dan ulama-ulama lainnya. Bukan masalah sepele seperti yang sering kita baca di buku sejarah, yaitu masalah patok tanah, yang sangat janggal hanya untuk urusan seperti itu menyulut perang besar-besaran dari pihak Pangeran Diponegoro. Mungkin secara tersirat “patok” yang dimaksud adalah tonggak Agama Islam.

Untuk menelusuri keluarga keluarga basyaiban bisa langsung ke kantor MDRA (Maktab Daimi Rabithah Alawiyah). Mengetahui mereka bagian keluarga basyaiban di buktikan dengan adanya buku nasab yang dikeluarkan lembaga nasab MDRA. Mohon berhati2 sekarang banyak oknum mengatas namakan keturunan basyaiban, mengeceknya yang paling mudah yaitu kepemilikan buku nasab dari MDRA.

Jalur Nasab Abubakar BaSyaiban[sunting | sunting sumber]

  1. Rosululloh MUHAMMAD SAW
  2. Sayyidatuna Fatimatuzzahro
  3. Sayyidina Husein
  4. Sayyidina Ali Zaenal Abidin
  5. Sayyid Muhammad AL-Baqir
  6. Sayyid Ja'far Shodiq
  7. Sayyid Ali AL-Uroidi
  8. Sayyid Muhammad Annaqib
  9. Sayyid Isa Arumi
  10. Sayyid Ahmad AL-Muhajir
  11. Sayyid Ubaidillah
  12. Sayyid Alwi
  13. Sayyid Muhammad Alwi
  14. Sayyid Alwi
  15. Sayyid Ali Kholi' Qosam
  16. Sayyid Muhammad Shahib Mirbath ( Alwi & Ali putranya)
  17. Sayyid Ali
  18. Sayyid Muhammad Al Faqih Muqoddam
  19. Sayyid Ali Al-Muqaddam
  20. Sayyid Hasan at-Turobi
  21. Sayyid Muhammad Assadillah
  22. Asy-Syaikh Al-Imam Abubakar BaSyaiban[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. Tarikh Alu Basyeban karya al-Habib 'Umar bin Ahmad Basyeiban;
  2. Syamsu Zhohirah Ta'liqat Muhammad Dhiya’ Shahab juz 2;
  3. Hadramaut dan koloni 'Arab di Nusantara (Hadhramout et les colonies arabes dans l'Archipel indien)Penulis Berg, L. W. C. van den (Lodewijk Willem Christiaan), 1845-1927 Seri INIS ; Jil. 3 (Van Den Berg, LWC, Hadramaut & Koloni 'Arab di Nusantara, INIS, Jakarta, 1989.);
  4. Usul Ansab Al 'Alawiyyin karangan al-Habib Mohammad bin 'Alwi bin Hud Al Attas;
  5. Usul Ansab Al 'Alawiyyin karangan Al-Habib Naqib As-Sadah Syed Ali Zainal 'Abidin bin 'Abdullah Al Awsat Al 'Idrus(1041 H)

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

  1. ^ https://freepages.rootsweb.com/~naqobatulasyrof/family/main/des/d22.htm#i87