Suku-suku Austronesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 198: Baris 198:


Namun demikian, berdasarkan bukti linguistik, arkeologi, dan genetik, orang Austronesia diduga kuat terkait dengan kebudayaan pertanian di lembah [[Sungai Panjang]] yang mulai bercocok tanam padi sejak 13.500 hingga 8.200 BP. Mereka menampilkan ciri khas Austronesia, seperti [[ablasi gigi|pencabutan gigi]], penghitaman gigi, ukiran [[giok]], seni [[rajah]], [[rumah panggung]], teknologi pembuatan perahu yang mutakhir, [[Sawah|pertanian lahan basah]], dan domestikasi [[anjing]], [[babi]], dan [[ayam]]. Termasuk di antaranya ialah kebudayaan-kebudayaan Kuahuqiao, [[Kebudayaan Hemudu|Hemudu]], [[Kebudayaan Majiabang|Majiabang]], [[Kebudayaan Songze|Songze]], [[Kebudayaan Liangzhu|Liangzhu]], dan [[Kebudayaan Dapenkeng|Dapenkeng]] yang berkembang di daerah pesisir antara delta Sungai Panjang dan delta [[Sungai Min]].<ref name="Bellwood2014">{{cite book|last1=Bellwood|first1=Peter| name-list-style = vanc |title=The Global Prehistory of Human Migration|date=2014|page=213}}</ref><ref name="Blench2009EURASEAA"/><ref>{{cite book|last=Goodenough|first=Ward Hunt|title=Prehistoric Settlement of the Pacific, Volume 86, Part 5|date=1996|publisher=American Philosophical Society|pages=127–128}}</ref><ref name="Li"/>
Namun demikian, berdasarkan bukti linguistik, arkeologi, dan genetik, orang Austronesia diduga kuat terkait dengan kebudayaan pertanian di lembah [[Sungai Panjang]] yang mulai bercocok tanam padi sejak 13.500 hingga 8.200 BP. Mereka menampilkan ciri khas Austronesia, seperti [[ablasi gigi|pencabutan gigi]], penghitaman gigi, ukiran [[giok]], seni [[rajah]], [[rumah panggung]], teknologi pembuatan perahu yang mutakhir, [[Sawah|pertanian lahan basah]], dan domestikasi [[anjing]], [[babi]], dan [[ayam]]. Termasuk di antaranya ialah kebudayaan-kebudayaan Kuahuqiao, [[Kebudayaan Hemudu|Hemudu]], [[Kebudayaan Majiabang|Majiabang]], [[Kebudayaan Songze|Songze]], [[Kebudayaan Liangzhu|Liangzhu]], dan [[Kebudayaan Dapenkeng|Dapenkeng]] yang berkembang di daerah pesisir antara delta Sungai Panjang dan delta [[Sungai Min]].<ref name="Bellwood2014">{{cite book|last1=Bellwood|first1=Peter| name-list-style = vanc |title=The Global Prehistory of Human Migration|date=2014|page=213}}</ref><ref name="Blench2009EURASEAA"/><ref>{{cite book|last=Goodenough|first=Ward Hunt|title=Prehistoric Settlement of the Pacific, Volume 86, Part 5|date=1996|publisher=American Philosophical Society|pages=127–128}}</ref><ref name="Li"/>

=== Hubungan dengan kelompok lain ===
{{See also|Rumpun bahasa Austronesia #Kekerabatan dengan rumpun bahasa yang lain}}
Berdasarkan bukti bahasa, terdapat sejumlah usulan yang menghubungkan rumpun Austronesia dengan rumpun linguistik lainnya ke dalam keluarga makrolinguistik yang relevan dengan identitas populasi pra-Austronesia. Yang paling menonjol adalah hubungan orang Austronesia dengan orang-orang [[Rumpun bahasa Austroasia|Austroasia]], [[Rumpun bahasa Kra-Dai|Kra-Dai]], dan [[Rumpun bahasa Sinitik|Sinitik]] yang bertetangga (masing-masing sebagai [[Rumpun bahasa Austrik|Austrik]], [[Rumpun bahasa Austro-Tai|Austro-Tai]], dan [[Rumpun bahasa Sino-Austronesia|Sino-Austronesia]]). Tetapi usulan tersebut masih belum diterima secara luas karena bukti dari hubungan ini masih lemah dan metode yang digunakan dianggap kontroversial.<ref name="Ross2008"/>

Untuk mendukung hipotesis Austrik dan Austro-Tai, [[Robert Blust]] menghubungkan entitas Neolitik Austro-Tai dengan kebudayaan Austroasia yang bercocok tanam padi; dengan asumsi pusat budidaya padi ada di [[Asia Timur]], dan tanah air orang-orang Austrik terletak di daerah perbatasan [[Yunnan]]-Myanmar,<ref name=SagartEtAl2017>{{cite journal |first1=Laurent|last1=Sagart|first2=Tze-Fu |last2=Hsu|first3=Yuan-Ching |last3=Tsai |first4=Yue-Ie C. |last4=Hsing |title=Austronesian and Chinese words for the millets |journal=Language Dynamics and Change |volume=7|issue=2|pages=187–209|url=https://www.academia.edu/35149421 |year=2017|doi=10.1163/22105832-00702002}}</ref>{{rp|188}} bukannya lembah Sungai Panjang seperti yang diterima belakangan ini.<ref name="Normile">{{cite journal|last=Normile|first=Dennis|s2cid=140691699| name-list-style = vanc |year=1997|title=Yangtze seen as earliest rice site|journal=Science|volume=275|issue=5298|pages=309–310|doi=10.1126/science.275.5298.309}}</ref><ref name="Vaughanetal2008">{{cite journal|vauthors=Vaughan DA, Lu BR, Tomooka N|year=2008|url=https://www.researchgate.net/publication/222526251|title=The evolving story of rice evolution|journal=Plant Science|volume=174|issue=4|pages=394–408|doi=10.1016/j.plantsci.2008.01.016|access-date=28 April 2019|archive-date=24 September 2020|archive-url=https://web.archive.org/web/20200924093725/https://www.researchgate.net/publication/222526251_The_Evolving_Story_of_Rice_Evolution|url-status=live}}</ref><ref name=harris>{{cite book|author=Harris, David R.|title=The Origins and Spread of Agriculture and Pastoralism in Eurasia|publisher=Psychology Press|year=1996|isbn=978-1-85728-538-3|page=565}}</ref><ref name="Zhang2012">{{cite journal | vauthors = Zhang J, Lu H, Gu W, Wu N, Zhou K, Hu Y, Xin Y, Wang C | s2cid = 18231757 | display-authors = 6 | title = Early mixed farming of millet and rice 7800 years ago in the Middle Yellow River region, China | journal = PLOS ONE | volume = 7 | issue = 12 | pages = e52146 | date = 17 December 2012 | pmid = 23284907 | pmc = 3524165 | doi = 10.1371/journal.pone.0052146 | bibcode = 2012PLoSO...752146Z | doi-access = free }}</ref> Lebih lanjut, terjadi penataan genetik yang merupakan akibat dari interaksi populasi penanam padi di bagian selatan Asia Timur: Austroasia-Kra-Dai-Austronesia, dengan orang-orang Sino-Tibet dari utara.<ref name=SagartEtAl2017/>{{rp|188}} Para penulis lain juga mengusulkan hipotesis yang memasukkan rumpun bahasa lainnya seperti [[Rumpun bahasa Hmong-Mien|Hmong-Mien]] dan bahkan [[Rumpun bahasa Japonik|Jepang-Ryukyu]] ke dalam rumpun Austrik.<ref>{{cite journal | vauthors = Jäger G | title = Support for linguistic macrofamilies from weighted sequence alignment | journal = Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America | volume = 112 | issue = 41 | pages = 12752–7 | date = October 2015 | pmid = 26403857 | pmc = 4611657 | doi = 10.1073/pnas.1500331112 | bibcode = 2015PNAS..11212752J | doi-access = free }}</ref>
[[File:The proposed route of Austroasiatic and Austronesian migration into Indonesia and the geographic distribution of sites that have produced red-slipped and cord-marked pottery.png|thumb|Usulan rute migrasi orang-orang Austroasia dan Austronesia ke [[Indonesia]](Simanjuntak, 2017)<ref name="Simanjuntak2017"/>]]
Sementara hipotesis Austrik tetap diperdebatkan, terdapat bukti genetika jika di kepulauan di barat Asia Tenggara telah terjadi migrasi darat Neolitikum (sebelum 4.000 BP) oleh orang-orang berbahasa Austroasia ke tempat yang sekarang disebut [[Kepulauan Sunda Besar]] ketika permukaan laut lebih rendah pada awal Holosen. Orang-orang ini melebur baik secara bahasa dan budaya dengan orang-orang Austronesia yang datang belakangan di tempat yang kini bernama Indonesia dan Malaysia.<ref name="Simanjuntak2017">{{cite book|first1 =Truman|last1 =Simanjuntak|name-list-style =vanc|editor1-first =Philip J.|editor1-last =Piper|editor2-first =Hirofumi|editor2-last =Matsumura|editor3-first =David|editor3-last =Bulbeck|title =New Perspectives in Southeast Asian and Pacific Prehistory|chapter =The Western Route Migration: A Second Probable Neolithic Diffusion to Indonesia|publisher =ANU Press|series =terra australis|volume =45|year =2017|pages =201–212|isbn =9781760460952|chapter-url =http://press-files.anu.edu.au/downloads/press/n2320/pdf/ch11.pdf|doi=10.22459/TA45.03.2017.11|doi-access=free|jstor=j.ctt1pwtd26.18}}</ref>

[[File:Genesis of Daic languages and their relation with Austronesians.png|thumb|left|
Proposal asal mula [[rumpun bahasa Kra-Dai]] dan kaitannya dengan Austronesia (Blench, 2018)<ref name="Blench2018"/>]]
Beberapa penulis juga telah mengusulkan bahwa penutur bahasa Kra-Dai sebenarnya mungkin merupakan subkelompok Austronesia yang bermigrasi kembali ke delta [[Sungai Mutiara]] dari Taiwan dan/atau Luzon tak lama setelah ekspansi Austronesia. Lebih lanjut, mereka lalu pindah lebih jauh ke barat ke Hainan, [[Asia Tenggara Daratan]], dan [[India Timur Laut]]. Mereka mengusulkan bahwa ciri khas bahasa Kra-Dai ([[Nada (linguistik)|bernada]] dengan [[Monosilabisme|suku kata tunggal]]) adalah hasil restrukturisasi linguistik akibat kontak dengan bahasa-bahasa Hmong-Mien dan Sinitik. Selain bukti linguistik, Roger Blench juga mencatat kesamaan budaya antara kedua kelompok, seperti tato wajah, pencabutan atau gigi, penghitaman gigi, pemujaan ular (atau naga), dan alat musik [[genggong]] yang sama-sama dapat dijumpai di Austronesia dan Kra-Dai. Namun, bukti arkeologis terkait hal ini masih langka.<ref name="Ross2008">{{cite book|first1=Malcolm D.|last1=Ross | name-list-style = vanc |editor1-first=Alicia|editor1-last=Sanchez-Mazas|editor2-first=Roger|editor2-last=Blench|editor3-first=Malcolm D.|editor3-last=Ross|editor4-first=Ilia |editor4-last=Peiros|editor5-first= Marie |editor5-last=Lin|title =Past Human Migrations in East Asia: Matching Archaeology, Linguistics and Genetics|chapter =The integrity of the Austronesian language family: From Taiwan to Oceania|publisher =Routledge|series =Routledge Studies in the Early History of Asia|year =2008|pages=161–181|isbn =9781134149629|chapter-url =https://www.researchgate.net/publication/242767316}}</ref><ref name="Blench2009EURASEAA">{{cite book|first1 =Roger|last1 =Blench|title =The Prehistory of the Daic (Tai-Kadai) Speaking Peoples and the Austronesian Connection|publisher =European Association of Southeast Asian Archaeologists|series =Presented at the 12th EURASEAA meeting Leiden, 1–5 September 2008|year =2009|url =http://rb.rowbory.co.uk/Language/Daic/Daic%20prehistory%20paper%20EURASEAA%202008.pdf|access-date =23 March 2019|archive-date =29 April 2019|archive-url =https://web.archive.org/web/20190429082046/http://rb.rowbory.co.uk/Language/Daic/Daic%20prehistory%20paper%20EURASEAA%202008.pdf|url-status =live}}</ref><ref name="Blench2018">{{cite book|first1=Roger|last1=Blench|title =Tai-Kadai and Austronesian are Related at Multiple Levels and their Archaeological Interpretation (draft)|year =2018|url =https://www.academia.edu/37593287}}</ref><ref name="Blench2017Spirits"/> Fenomena ini mirip dengan apa yang terjadi pada suku Cham, yang awalnya berdiam di kepulauan (kemungkinan dari Kalimantan) lalu hijrah ke selatan Vietnam sekitar 2.100 hingga 1.900 SM, dan memiliki bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu. Bahasa mereka mengalami beberapa peristiwa restrukturisasi [[sintaksis]] dan [[fonologi]] karena kontak dengan [[bahasa bernada]] yang dijumpai di Asia Tenggara Daratan dan Hainan.<ref name="Blench2017Spirits">{{cite book|first1 =Roger|last1 =Blench|editor1-first =Andrea|editor1-last =Acri|editor2-first =Roger|editor2-last =Blench|editor3-first =Alexandra|editor3-last =Landman|name-list-style =vanc|title =Spirits and Ships: Cultural Transfers in Early Monsoon Asia|chapter =Ethnographic and archaeological correlates for a mainland Southeast Asia linguistic area|publisher =ISEAS – Yusof Ishak Institute|year =2017|pages =207–238|isbn =9789814762755|chapter-url =http://www.rogerblench.info/Archaeology/SE%20Asia/Blench%20Spirits%20&%20Ships%20offprint.pdf|archive-date =27 Januari 2019|archive-url =https://web.archive.org/web/20190127094618/http://www.rogerblench.info/Archaeology/SE%20Asia/Blench%20Spirits%20%26%20Ships%20offprint.pdf|url-status =live}}</ref><ref name="Zumbroich2007">{{cite journal |last1=Zumbroich |first1=Thomas J. |title=The origin and diffusion of betel chewing: a synthesis of evidence from South Asia, Southeast Asia and beyond |journal=eJournal of Indian Medicine |date=2007–2008 |volume=1 |pages=87–140 |url=https://ugp.rug.nl/eJIM/article/download/24712/22162|archive-date=23 Maret 2019 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190323014003/https://ugp.rug.nl/eJIM/article/download/24712/22162 |url-status=dead }}</ref>

Menurut Juha Janhunen dan Ann Kumar, orang-orang Austronesia mungkin juga telah mendiami bagian selatan Jepang, terutama di [[Kyushu]] dan [[Shikoku]], dan memengaruhi atau menciptakan "masyarakat hierarki Jepang". Diduga bahwa suku-suku di Jepang kuno seperti [[suku Hayato|Hayato]], [[Kumaso]], dan [[suku Azumi|Azumi]] berasal dari Austronesia. Hingga saat ini, tradisi dan festival lokal masih menunjukkan kemiripan dengan budaya Melayu-Polinesia.<ref>ユハ・ヤンフネン 「A Framework for the Study of Japanese Language Origins」『日本語系統論の現在』(pdf) 国際日本文化センター、京都、2003年、477–490頁。</ref><ref>Kumar, Ann (2009). ''Globalizing the Prehistory of Japan: Language, Genes and Civilization''. Oxford: Routledge.</ref><ref>{{Cite web|url=http://voices.yahoo.com/the-azumi-basin-japan-its-ancient-people-8034946.html?cat=37|title=The Azumi Basin in Japan and Its Ancient People - Yahoo Voices - voices.yahoo.com|date=31 Desember 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131231151129/http://voices.yahoo.com/the-azumi-basin-japan-its-ancient-people-8034946.html?cat=37|archive-date=31 Desember 2013}}</ref><ref>角林, 文雄「隼人 : オーストロネシア系の古代日本部族」、『京都産業大学日本文化研究所紀要』第3号、京都産業大学、1998年3月、 {{ISSN|1341-7207}}</ref><ref>Kakubayashi, Fumio. 隼人 : オーストロネシア系の古代日本部族' Hayato : An Austronesian speaking tribe in southern Japan.'. The bulletin of the Institute for Japanese Culture, Kyoto Sangyo University, 3, pp.15–31 {{ISSN|1341-7207}}</ref>
[[File:Mainland pre-Austronesian cultures.png|thumb|right|Gelombang awal migrasi ke Taiwan sebagaimana yang diusulkan Roger Blench (2014)]]
Hipotesis Sino-Austronesia, di sisi lain, adalah hipotesis yang relatif baru oleh Laurent Sagart, yang pertama kali diajukan pada tahun 1990. Hipotesis ini mendukung hubungan genetika linguistik utara-selatan antara Tiongkok dan Austronesia. Hal ini didasarkan pada kemiripan suara dalam kosakata dasar dan paralel morfologis.<ref name=SagartEtAl2017/>{{rp|188}} Sagart menempatkan makna khusus dalam kosakata bersama untuk tanaman [[serealia]], mengutip mereka sebagai bukti kesamaan asal-usul linguistik. Namun, hipotesis ini sebagian besar telah ditolak oleh linguis yang lain. Kemiripan suara antara bahasa Tionghoa dan Proto-Austronesia juga dapat dijelaskan sebagai hasil dari interaksi Longshan, ketika orang-orang pra-Austronesia dari wilayah Yangtze melakukan kontak reguler dengan penutur Proto-Sinitik di [[Semenanjung Shandong]] sekitar tanggal 4 hingga 3 ribu tahun SM. Ini sesuai dengan pengenalan budidaya padi secara luas ke penutur Proto-Sinitik dan sebaliknya, budidaya jelai ke Pra-Austronesia.<ref name="vanDriem">{{cite book|first1=George|last1=van Driem|editor1-first=Yogendra Prasada|editor1-last=Yadava|editor2-first=Govinda|editor2-last=Bhattarai|editor3-first=Ram Raj|editor3-last=Lohani|editor4-first=Balaram|editor4-last=Prasain|editor5-first=Krishna|editor5-last=Parajuli|name-list-style=vanc|title=Contemporary Issues in Nepalese Linguistics|chapter=Sino-Austronesian vs. Sino-Caucasian, Sino-Bodic vs. Sino-Tibetan, and Tibeto-Burman as default theory|publisher=Linguistic Society of Nepal|year=2005|pages=285–338|chapter-url=https://www.researchgate.net/publication/316659566|archive-date=24 September 2020|archive-url=https://web.archive.org/web/20200924093741/https://www.researchgate.net/publication/316659566_Sino-Austronesian_vs_Sino-Caucasian_Sino-Bodic_vs_Sino-Tibetan_and_Tibeto-Burman_as_default_theory|url-status=live}}</ref> [[Stratum (lingustik)|Substrat]] Austronesia di bekas wilayah Austronesia yang telah mengalami [[sinifikasi]] setelah [[Perluasan wilayah Dinasti Han ke Kawasan Selatan|ekspansi Han]] di [[Zaman Besi]] juga merupakan penjelasan lain untuk kemiripan yang tidak memerlukan hubungan genetik.<ref name="Vovin 1997">{{cite journal |last1=Vovin |first1=Alexander |title=The comparative method and ventures beyond Sino-Tibetan |journal=Journal of Chinese Linguistics |date=1997 |volume=25 |issue=2 |pages=308–336 |url=https://www.academia.edu/1804188 |archive-date=24 September 2020 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200924093742/https://www.academia.edu/1804188/Comparative_method_and_ventures_beyond_Sino_Tibetan |url-status=live }}</ref><ref name="van Driem1998">{{cite book|first1 =George|last1 =van Driem|editor1-first =Roger|editor1-last =Blench|editor2-first =Matthew|editor2-last =Spriggs|name-list-style =vanc|title =Archaeology and Language II: Archaeological Data and Linguistic Hypotheses|chapter =Neolithic correlates of ancient Tibeto-Burman migrations|volume =29|publisher =Routledge|series =One World Archaeology|year =1998|pages =67–102|isbn =9780415117616|chapter-url =https://books.google.com/books?id=DWMHhfXxLaIC&pg=PA67|access-date =4 June 2020|archive-date =26 July 2020|archive-url =https://web.archive.org/web/20200726152355/https://books.google.com/books?id=DWMHhfXxLaIC&lpg=PP1&pg=PA67#v=onepage|url-status =live}}</ref>

Sehubungan dengan model Sino-Austronesia dan lingkup interaksi Longshan, Roger Blench (2014) menyarankan bahwa model migrasi tunggal untuk penyebaran populasi Neolitik ke Taiwan bermasalah, menunjukkan inkonsistensi genetik dan linguistik antara kelompok-kelompok Austronesia di Taiwan yang saling berbeda.<ref name="Blench2014"/>{{rp|1–17}} Populasi Austronesia yang bertahan di Taiwan sebaiknya dianggap sebagai hasil dari berbagai gelombang migrasi Neolitik dari daratan utama serta migrasi kembali dari Filipina.<ref name="Blench2014"/>{{rp|1–17}} Migran yang datang ini hampir pasti berbicara bahasa yang berhubungan dengan Austronesia atau pra-Austronesia, meskipun fonologi dan tata bahasanya berbeda.<ref name="Blench2014">Blench, Roger. 2014. ''[https://www.academia.edu/9261653/Suppose_we_are_wrong_about_the_Austronesian_settlement_of_Taiwan Suppose we are wrong about the Austronesian settlement of Taiwan?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20181209114231/http://www.academia.edu/9261653/Suppose_we_are_wrong_about_the_Austronesian_settlement_of_Taiwan |date=9 Desember 2018 }}'' m.s.</ref>

Blench menganggap orang Austronesia di Taiwan sebagai [[kuali peleburan|titik kumpul]] para imigran dari berbagai bagian pantai timur Cina yang bermigrasi ke Taiwan pada 4000 BP. Para imigran ini termasuk orang-orang dari [[kebudayaan Longshan]] yang menanam [[jawawut]], kebudayaan Dapenkeng yang berbasis perikanan di pesisir Fujian, dan [[kebudayaan Yuanshan]] di ujung utara Taiwan yang menurut Blench mungkin berasal dari pesisir [[Guangdong]]. Berdasarkan geografi dan kosakata budaya, Blench percaya bahwa orang Yuanshan mungkin telah menuturkan [[Rumpun bahasa Formosa Timur|bahasa Formosa Timur Laut]]. Dengan demikian, Blench percaya bahwa sebenarnya tidak ada nenek moyang dari bahasa Austronesia dalam arti bahwa tidak ada bahasa Proto-Austronesia tunggal yang menjadi cikal bakal bahasa Austronesia sekarang. Sebaliknya, migrasi ganda dari berbagai bangsa dan bahasa pra-Austronesia dari daratan Tiongkok yang saling terkait tetapi berbeda datang bersama-sama untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai Austronesia Taiwan. Oleh karena itu, Blench menganggap model migrasi tunggal ke Taiwan oleh pra-Austronesia tidak konsisten dengan bukti arkeologis dan linguistik (leksikal).<ref name="Blench2014"/>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 24 Juni 2022 09.00

Orang Austronesia
Jumlah populasi
± 400.000.000
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesiac. 260.6 juta (2016)[1]
 Filipinac. 100.9 juta (2015)[2]
 Madagascarc. 24 juta (2016)[3]
 Malaysiac. 19.2 juta (2017)[4]
 Thailandc. 3.1 juta (2010)[5]
 Papua Nuginic. 1.3 juta[butuh rujukan]
 Timor Lestec. 1.2 juta (2015)[6]
 Selandia Baruc. 855,000 (2006)[7][8][9]
 Singapurac. 700,000 (2009)[10]
 Taiwanc. 540,000 (2016)[11]
 Kepulauan Solomonc. 478,000 (2005)[butuh rujukan]
 Fijic. 456,000 (2005)[12]
 Brunei Darussalamc. 355,000 (2010)[13]
 Vanuatuc. 272,000 [14][15]
 Kambojac. 250,000 (2010)[16]
 Polinesia Prancisc. 230,000 (2017)[17][18]
 Samoac. 195,000 (2016)[19]
 Vietnamc. 162,000 (2009)[20]
 Guamc. 150,000 (2010)[21]
 Hawaiic. 140,652–401,162[22] (bergantung pada definisi)
 Kiribatic. 110,000 (2015)[23]
 Kaledonia Baruc. 106,000 (2019)[24][25]
 Federasi Mikronesiac. 102,000[14][15][26]
 Tongac. 100,000 (2016)[27]
 Surinamec. 93,000 (2017)[28]
 Kepulauan Marshallc. 72,000 (2015)[29]
 Samoa Amerikac. 55,000 (2010)[30]
 Sri Lankac. 40,189 (2012)[31]
 Australia
(Kepulauan Toress Straits)
c. 38,700 (2016)[32]
 Myanmarc. 31,600 (2019)[33][34]
 Kepulauan Mariana Utarac. 19,000[35]
 Palauc. 16,500 (2011)[14][15][36]
 Wallis dan Futunac. 11,600 (2018)[37]
 Nauruc. 11,200 (2011)[38]
 Tuvaluc. 11,000 (2012)[39][40]
 Kepulauan Cookc. 9,300 (2010)[41]
 Chile
(Pulau Rapa Nui)
c. 2,290 (2002)[42]
 Niuec. 1.620[14][15]
Bahasa
Rumpun Bahasa Austronesia
Agama
Islam, Kristen, Kepercayaan Tradisional/Agama Asli, Buddha, Hindu, Lainnya

Bangsa Austronesia[43][44] atau suku-suku penutur bahasa Austronesia[45] adalah sebuah etnolinguistik atau gabungan berbagai etnis besar di benua Asia (khususnya Asia Tenggara), sebagian Oceania dan sebagian Afrika yang memakai rumpun bahasa-bahasa dari keluarga Austronesia. Mereka meliputi penduduk asli Taiwan: kebanyakan kelompok etnisnya berada di Filipina, Malaysia, Timor Leste, Indonesia, Brunei, Kepulauan Cocos (Keeling), Madagaskar, Mikronesia, dan Polinesia, serta suku Melayu di Singapura, suku bangsa Polinesia dari Selandia Baru dan Hawaii, dan orang non-Papua di Melanesia. Mereka juga ditemukan di kawasan Pattani di Thailand, kawasan Cham di Vietnam dan Kamboja, dan kawasan Hainan di Tiongkok, sebagian Sri Lanka, selatan Myanmar, ujung selatan Afrika Selatan, Suriname, dan sebagian kecil Kepulauan Andaman dan Pulau Natal serta Australia. Kawasan yang diduduki oleh suku bangsa pemakai bahasa Austronesia secara kolektif dikenal sebagai Austronesia. Kebanyakan orang Austronesia memiliki penampilan serupa seperti kulit berwarna muda sampai coklat dengan rambut lurus, keriting atau bergelombang.

Berdasarkan konsensus ilmiah saat ini, mereka menyebar melalui migrasi laut prasejarah yang dimulai dari Taiwan pra-Han, sekitar 3000 hingga 1500 SM. Suku bangsa Austronesia mencapai ujung utara Filipina, khususnya Kepulauan Batanes, sekitar 2200 SM. Bangsa Austronesia mengembangkan perahu berlayar beberapa waktu sebelum tahun 2000 SM.[46]:144 Mereka memanfaatkan berbagai teknologi maritim yang mumpuni (terutama katamaran, perahu cadik, teknik pembuatan perahu papan ikat dan kupingan pengikat, serta layar capit kepiting) untuk menjelajahi pulau-pulau di Indo-Pasifik. Sejak 2000 SM, mereka berasimilasi (atau terasimilasi) dengan populasi Paleolitik Negrito dan Australo-Melanesia yang lebih tua. Mereka mencapai Pulau Paskah di ujung timur, Madagaskar di ujung barat,[47] dan Selandia Baru di ujung selatan. Pada tingkat terjauh, mereka juga diperkirakan telah mencapai Benua Amerika.[48][49]

Selain bahasa, masyarakat Austronesia secara luas berbagi kesamaan budaya, termasuk tradisi dan teknologi rajah, rumah panggung, ukiran giok, pertanian di lahan basah, dan berbagai motif seni batu. Mereka juga turut membawa berbagai tanaman dan hewan peliharaan dalam perjalanan migrasi, seperti padi, bambu, pisang, kelapa, sukun, nangka, kemiri, ubi rambat, talas, daluang, ayam, babi, dan anjing.

Sejarah penelitian

Hubungan kebahasaan antara Madagaskar, Polinesia, dan Asia Tenggara, khususnya dalam hal bilangan dalam bahasa Malagasi, Melayu, dan Polinesia, diakui pada awal zaman penjajahan oleh para penulis Eropa.[50] Publikasi resmi pertama tentang hubungan ini adalah pada tahun 1708 oleh Orientalis Belanda Adriaan Reland, yang mengakui "bahasa umum" yang berlaku dari Madagaskar hingga Polinesia, meskipun penjelajah Belanda Cornelis de Houtman telah mengamati hubungan linguistik antara Madagaskar dan Kepulauan Melayu satu abad sebelumnya pada tahun 1603.[51] Naturalis Jerman Johann Reinhold Forster, yang melakukan perjalanan bersama James Cook pada pelayaran keduanya, juga mengamati kesamaan bahasa di Polinesia dengan bahasa di Asia Tenggara Maritim. Dalam bukunya Observations Made During a Voyage Round the World (1778), ia mengemukakan bahwa orang Polinesia mungkin berasal dari kawasan dataran rendah Filipina dan tiba di pulau-pulau itu melalui pelayaran jarak jauh.[52] Namun, Observations Made During a Voyage Round the World (1778) milik Forster dan A Voyage Round the World (1777) milik Georg justru menjadi pemicu munculnya rasisme modern. Dengan menggunakan kata "ras" sebagai sinonim untuk keanekaragaman manusia, mereka menempatkan orang-orang di Polinesia dalam posisi sederajat yang lebih rendah dari ras kulit putih Eropa."[53]

Aneka tengkorak yang menjadi ilustrasi "lima ras" Blumenbach dalam De Generis Humani Varietate Nativa (1795). Tengkorak Tahiti berlabel "O-taheitae" mewakili apa yang ia sebut sebagai "ras Melayu"

Filolog Spanyol Lorenzo Hervás dalam karyanya yang berjudul Idea dell'universo (1778-1787) mengusulkan sebuah rumpun bahasa yang menghubungkan Semenanjung Melayu, Maladewa, Madagaskar, Kepulauan Sunda, Maluku, Filipina, Oseania, hingga Pulau Paskah. Beberapa penulis lain mendukung klasifikasi ini (kecuali dalam penyertaan bahasa Divehi yang keliru), dan rumpun bahasa ini kemudian dikenal sebagai "Melayu-Polinesia," yang pertama kali dikemukakan oleh linguis Jerman Franz Bopp pada tahun 1841 (Jerman: malayisch-polynesisch).[50][54] Hubungan antara Asia Tenggara, Madagaskar, dan Kepulauan Pasifik juga dicatat oleh penjelajah Eropa lainnya, termasuk orientalis William Marsden dan naturalis Johann Reinhold Forster.[55]

Johann Friedrich Blumenbach menambahkan Austronesia sebagai ras manusia kelima dalam edisi kedua De Generis Humani Varietate Nativa (1781). Ia mengelompokkan manusia berdasarkan geografi dan dengan demikian menyebut orang Austronesia sebagai "orang-orang dari dunia selatan". Dalam edisi ketiga yang diterbitkan pada tahun 1795, ia menyebut orang Austronesia sebagai "ras Melayu" atau "ras coklat", setelah berkonsultasi dengan Joseph Banks yang turut serta dalam pelayaran pertama James Cook.[55][56] Blumenbach menggunakan istilah "Melayu" karena keyakinannya bahwa kebanyakan orang Austronesia berbicara "idiom Melayu" (yaitu bahasa Austronesia), meskipun ia secara tidak sengaja menimbulkan kerancuan dengan suku Melayu.[57] Ras lain yang diidentifikasi Blumenbach adalah "Kaukasia" (putih), "Mongolia" (kuning), "Etiopia" (hitam), dan "Amerika" (merah). Definisi Blumenbach tentang ras Melayu sebagian besar identik dengan distribusi masyarakat Austronesia modern, yang tidak hanya meliputi Kepulauan Asia Tenggara, tetapi juga Madagaskar dan Kepulauan Pasifik. Meskipun karya Blumenbach kemudian digunakan dalam rasisme ilmiah, Blumenbach adalah seorang monogenis dan menolak anggapan jika "ras" tertentu lebih rendah dari ras yang lain.[55][56]

Peta New Physiognomy (1889) dicetak oleh Fowler & Wells Company menggambarkan lima ras Johann Friedrich Blumenbach. Daerah yang ditinggali oleh "ras Melayu" ditunjukkan dengan garis titik-titik. Seperti dalam sumber-sumber abad ke-19, Melanesia tidak turut dimasukkan, begitu pula dengan Taiwan yang pada masa itu telah dikuasai oleh Dinasti Qing sejak abad ke-17.

Namun, pada abad ke-19, rasisme ilmiah mendukung penggolongan orang Austronesia sebagai bagian dari ras "Mongolia". Populasi Australo-Melanesia di Asia Tenggara dan Melanesia (yang awalnya diklasifikasikan Blumenbach sebagai "subras" dari ras "Melayu") sekarang diklasifikasikan sebagai ras "Etiopia" yang terpisah oleh penulis seperti Georges Cuvier, Conrad Malte-Brun (yang pertama kali menciptakan istilah "Oseania" sebagai Océanique), Julien-Joseph Virey, dan René Lesson.[55][58]

Para penari mengenakan topeng qatu dalam upacara inisiasi di Maewo, Vanuatu, dari The Melanesians (1891) oleh Robert Henry Codrington[59]

Naturalis Inggris James Cowles Prichard awalnya mendukung Blumenbach dengan menyebut penduduk asli Papua dan Australia berbagi keturunan yang sama dengan orang Austronesia. Tetapi pada edisi ketiga Researches into the Physical History of Man (1836–1847), karyanya menjadi lebih rasialis karena pengaruh poligenisme. Dia mengklasifikasikan orang-orang Austronesia menjadi dua kelompok:

  • "Melayu-Polinesia" (kira-kira setara dengan bangsa Austronesia)
  • "Kelænonesia" (kira-kira setara dengan Australo-Melanesia).

Dia selanjutnya membagi Kelænonesia menjadi "Alfourous" (juga "Haraforas" atau "Alfoërs", penduduk asli Australia), dan "Pelagia atau Negro Oseanik" (Melanesia dan barat Polinesia). Meskipun demikian, ia mengakui bahwa "orang Melayu-Polinesia" dan "Negro Pelagia" memiliki "kesamaan karakter yang luar biasa", terutama dalam hal bahasa dan kraniometri.[55][50][54]

Dalam linguistik, rumpun bahasa Melayu-Polinesia juga pada awalnya mengecualikan bahasa-bahasa di Melanesia dan Mikronesia, karena perbedaan fisik yang mencolok antara penduduk wilayah ini denban para penutur bahasa Melayu-Polinesia. Namun, didapati bukti tentang hubungan lingustik mereka dengan Melayu-Polinesia, terutama dari studi tentang bahasa Melanesia oleh Georg von der Gabelentz, Robert Henry Codrington, dan Sidney Herbert Ray. Codrington menciptakan dan menggunakan istilah rumpun bahasa "Osean" bukannya "Melayu-Polinesia" pada tahun 1891, dengan menyertakan bahasa Melanesia dan Mikronesia. Hal ini juga didukung oleh Ray yang mendefinisikan rumpun bahasa "Oseanik" yang mencakup bahasa-bahasa di Asia Tenggara, Madagaskar, Mikronesia, Melanesia, dan Polinesia.[51][59][60][61]

Pada tahun 1899, ahli bahasa dan etnolog Austria Wilhelm Schmidt menciptakan istilah "Austronesia" (Jerman: austronesisch, dari bahasa Latin auster, "angin selatan"; dan bahasa Yunani νῆσος, "pulau") untuk menyebut suatu rumpun bahasa.[62] Schmidt memiliki motivasi yang sama dengan Codrington. Beliau mengusulkan istilah itu sebagai pengganti "Melayu-Polinesia", karena beliau menentang ketidakterwakilan Melanesia dan Mikronesia dalam nama Melayu-Polinesia.[50][54] Nama tersebut diterima untuk menyebut rumpun bahasa yang beranggotakan bahasa Oseanik dan Melayu-Polinesia.[51]

Persebaran rumpun bahasa Austronesia (Blust, 1999)[63]

Istilah "Austronesia", atau lebih tepatnya "penutur bahasa Austronesia", hadir untuk menyebut orang-orang yang berbicara bahasa-bahasa dari keluarga bahasa Austronesia. Namun, beberapa penulis, keberatan dengan penggunaan istilah untuk merujuk pada ras atau bangsa tertentu, karena mereka masih mempertanyakan apakah para penutur Austronesia berbagi nenek moyang secara biologis dan budaya.[64][65] Hal ini terutama dianut oleh para penulis yang menolak hipotesis "Keluar dari Taiwan" yang diterima secara luas dan sebaliknya menawarkan skenario di mana bahasa Austronesia menyebar di antara populasi yang telah ada jauh sebelumnya melalui peminjaman, dengan sedikit atau tanpa perpindahan populasi.[66][67]

Perahu layar paraw dari Boracay, Filipina. Perahu cadik dan layar capit kepiting merupakan ciri khas budaya bahari Austronesia.[68][69][70]

Terlepas dari keberatan ini, konsensus umum adalah bahwa bukti arkeologis, budaya, genetika, dan terutama linguistik semuanya secara terpisah menunjukkan adanya nenek moyang bersama di antara masyarakat berbahasa Austronesia yang membenarkan perlakuan mereka sebagai "unit filogenetik." Hal ini menyebabkan penggunaan istilah "Austronesia" dalam literatur akademis untuk merujuk tidak hanya pada bahasa Austronesia, tetapi juga masyarakat penutur Austronesia dan wilayah Austronesia.[65][66][67][71][72]

Beberapa suku bangsa penutur bahasa Austronesia bukanlah keturunan langsung orang Austronesia dan memperoleh bahasa mereka melalui peralihan bahasa, tetapi ini diyakini hanya terjadi dalam beberapa kasus karena ekspansi Austronesia yang terlalu cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk peralihan bahasa.[73] Di beberapa bagian Melanesia, migrasi dan percampuran pribumi Papua dengan pendatang Austronesia (diperkirakan dimulai sekitar 500 SM) juga mengakibatkan pergantian populasi. Migrasi ini menyebabkan munculnya suku-suku yang secara fisik dan genetik lebih mirip dengan pribumi Papua tetapi menuturkan bahasa Austronesia.[74] Dalam sebagian besar kasus, bahasa dan budaya dari kelompok penutur bahasa Austronesia diturunkan secara langsung melalui keberlanjutan generasi, terutama di pulau-pulau yang sebelumnya tidak berpenghuni.[73]

Penelitian serius tentang bahasa Austronesia dan para penuturnya telah berlangsung sejak abad ke-19. Ilmu pengetahuan modern tentang model penyebaran orang Austronesia umumnya merujuk pada dua makalah paling berpengaruh di akhir abad ke-20: The Colonization of the Pacific: A Genetic Trail (Hill & Serjeantson, eds., 1989), dan The Austronesia Dispersal and the Origin of Languages ​​(Bellwood, 1991).[75][76] Topik ini sangat menarik bagi para ilmuwan karena ciri khas yang sangat unik dari bahasa Austronesia: luasnya cakupan, keragamannya, dan penyebarannya yang berlangsung cepat.[77][78]

Masih ada ketidaksepakatan tertentu di kalangan para peneliti berkaitan dengan kronologi, asal, penyebaran, adaptasi dengan lingkungan, interaksi dengan populasi yang sudah ada sebelumnya di daerah yang mereka datangi, dan perkembangan budaya dari waktu ke waktu. Hipotesis yang banyak diterima adalah model "Keluar dari Taiwan" yang pertama kali diajukan oleh Peter Bellwood. Tetapi ada beberapa model tandingan yang menciptakan semacam "persaingan" di antara masing-masing pendukungnya karena keterbatasan data serta ilmu pengetahuan yang ada.[77][78][79]

Persebaran geografis

Sebelum masa penjajahan Eropa pada abad ke-16, rumpun bahasa Austronesia adalah rumpun bahasa yang paling tersebar luas di dunia, mencakup separuh planet ini dari Pulau Paskah di timur Samudra Pasifik hingga Madagaskar di barat Samudra Hindia.[66]

Rerimbunan nyiur di Rangiroa, Kepulauan Tuamotu, Polinesia Prancis, pemandangan pantai yang khas di Austronesia. Nyiur merupakan tanaman yang berasal dari Asia, dan disebarkan melalui perjalanan dengan perahu ke Kepulauan Pasifik dan Madagaskar oleh pengelana Austronesia.[80][81][82]

Rumpun bahasa Austronesia kini dituturkan oleh sekitar 386 juta orang (4,9% dari populasi global), menjadikannya rumpun bahasa terbesar kelima berdasarkan jumlah penutur. Bahasa Austronesia dengan jumlah penutur terbanyak adalah Melayu (Indonesia dan Malaysia), Jawa, dan Tagalog. Rumpun ini beranggotakan 1.257 bahasa, menjadikannya keluarga bahasa terbesar kedua menurut jumlah bahasa.[83]

Wilayah geografis yang mencakup populasi penutur asli Austronesia kadang-kadang disebut sebagai Austronesia.[71] Nama geografis lain untuk berbagai subkawasan termasuk Semenanjung Melayu, Kepulauan Sunda Besar, Kepulauan Sunda Kecil, Melanesia, Asia Tenggara Maritim, Kepulauan Melayu, Mikronesia, Oseania Dekat, Oseania, Kepulauan Pasifik, Oseania Jauh, Polinesia, dan Wallacea. Di Indonesia dan Malaysia, istilah nasionalistik Nusantara juga populer disematkan untuk kawasan mereka.[71][84]

Persebaran kontemporer orang Austronesia beserta kemungkinan migrasi dan kontak lanjutan (Blench, 2009)[85]

Dalam sejarah, suku bangsa Austronesia secara unik hidup di "dunia pulau". Kawasan Austronesia hampir secara eksklusif merupakan pulau-pulau di Lautan Teduh dan Hindia, dengan iklim tropis atau subtropis yang dominan dengan curah hujan musiman yang berlimpah. Mereka memiliki penetrasi yang terbatas ke pedalaman pulau-pulau besar atau daratan utama.[51][86]

Suku bangsa Austronesia terdiri dari penduduk asli Taiwan, mayoritas kelompok etnis di Brunei, Timor Leste, Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Mikronesia, Filipina, dan Polinesia. Selain itu, termasuk pula Melayu Singapura; orang Polinesia di Selandia Baru, Hawaii, dan Chili; orang Kepulauan Selat Torres di Australia; sejumlah kelompok etnis Melanesia di pesisir Pulau Papua; penutur bahasa Bushi di Komoro, dan penutur bahasa Malagasi dan Bushi di Réunion. Mereka juga bermukim di wilayah Thailand Selatan; tanah Cham di Vietnam, Kamboja, dan Hainan; dan Kepulauan Mergui di Myanmar.[66][51][87]

Selain itu, migrasi di era modern membawa orang-orang berbahasa Austronesia ke Amerika Serikat, Kanada, Australia, Britania Raya, Eropa daratan, Kepulauan Cocos (Keeling), Afrika Selatan, Sri Lanka, Suriname, Hong Kong, Makau, dan negara-negara Asia Barat.[88]

Beberapa penulis juga mengajukan teori mengenai pemukiman dan kontak lebih lanjut di masa lalu di daerah yang kini tidak dihuni oleh penutur Austronesia. Hal ini berangkat dari beberapa hipotesis hingga klaim yang amat kontroversial dengan bukti yang minim. Pada tahun 2009, Roger Blench menyusun peta Austronesia yang diperluas yang berdasarkan berbagai bukti seperti catatan sejarah, kata-kata serapan, tumbuhan dan hewan yang diperkenalkan, genetika, situs arkeologi, dan budaya. Peta tersebut turut memasukkan pesisir Pasifik Amerika, Jepang, Kepulauan Yaeyama, pantai Australia, Sri Lanka dan pesisir Asia Selatan, Teluk Persia, beberapa pulau di Lautan Hindia, Afrika Timur, Afrika Selatan, dan Afrika Barat.[85]

Daftar suku bangsa Austronesia

Peta menyajikan distribusi bahasa-bahasa Austronesia (merah muda terang), yang secara kasar menunjukkan distribusi orang Austronesia.
Pria Samoa sedang memikul barang
Suku Jawa dari Indonesia adalah suku bangsa Austronesia yang terbesar.

Bangsa Austronesia terdiri dari beberapa kelompok sebagai berikut:

Prasejarah

Konsensus luas tentang asal usul bangsa Austronesia adalah "model dua lapis" di mana populasi asli Paleolitik di Kepulauan Asia Tenggara melebur dalam berbagai tingkat dengan para pendatang Neolitik berbahasa Austronesia dari Taiwan dan Fujian di selatan Tiongkok sekitar 4.000 BP.[78][89] Suku bangsa Austronesia bercampur dengan populasi lain yang sudah ada sebelumnya serta populasi pendatang yang tiba di kemudian hari di tempat tinggal mereka, menghasilkan keragaman genetik lebih lanjut. Yang paling terkenal adalah orang-orang berbahasa Austroasia di bagian barat Kepulauan Asia Tenggara (Semenanjung Melayu, Sumatra, Kalimantan, dan Jawa);[90] suku Bantu di Madagaskar[47] dan Komoro; serta pedagang dan imigran Jepang,[91][92][93] India, Tionghoa, dan Arab pada dewasa ini.[94]

Paleolitikum

Kepulauan Asia Tenggara mulai dihuni oleh manusia modern sejak era Paleolitikum mengikuti rute migrasi pesisir, mungkin dimulai sebelum 70.000 SM, jauh sebelum berkembangnya budaya Austronesia.[95][96] Populasi ini memiliki ciri khas berkulit gelap, berambut keriting, dan perawakan pendek, membuat orang Eropa percaya bahwa mereka terkait dengan orang Pigmi Afrika dalam kajian biologi ras di abad ke-19. Namun, terlepas dari perbedaan fisik ini, penelitian genetika menunjukkan bahwa mereka lebih terkait dengan populasi Eurasia lainnya ketimbang populasi Afrika.[97][96]

Penggambaran model migrasi pesisir dengan indikasi perkembangan haplogrup mitokondria

Kelompok populasi pertama ini awalnya tidak mengenal teknologi perahu, dan dengan demikian hanya dapat menyeberangi laut antarpulau yang sempit dengan pelampung atau rakit sederhana (mungkin rakit bambu atau kayu gelondongan) atau secara tidak sengaja. Khususnya di perairan sekitar Garis Wallace, Garis Weber, dan Garis Lydekker serta pulau-pulau yang terputus dari Asia Daratan. Mereka berpindah dari Asia Daratan ke pulau-pulau yang ada sekarang sebagian besar melalui jalur darat ketika daratan Sundaland dan Sahul belum tergenang air.[95]

Manusia mencapai pulau-pulau di Wallacea serta daratan Sahul (Australia dan Papua) sekitar 53.000 BP (beberapa bahkan mengusulkan waktu yang lebih tua hingga 65.000 BP). Pada 45.400 tahun yang lalu, manusia telah mencapai Kepulauan Bismarck di Oseania Dekat.[95] Mereka juga tiba di Fujian, Tiongkok Daratan dan Taiwan, tetapi populasi mereka kini telah punah atau melebur.[98][99][100] Fosil manusia modern tertua yang terkonfirmasi di Filipina berasal dari Gua Tabon di Palawan, berumur sekitar 47.000 BP.[101] Sebelumnya, diyakini bahwa manusia modern tertua di Asia Tenggara berasal dari Gua Callao di utara Luzon di Filipina yang berasal dari 67.000 BP.[95][102] Namun, pada 2019, fosil itu diidentifikasi sebagai milik spesies baru manusia purba Homo luzonensis.[103]

Orang-orang ini dikenal sebagai "Australo-Melanesia". Keturunan mereka yang belum bercampur dengan pendatang Austronesia dapat dijumpai di pedalaman Papua dan Australia.[94][96]

Nelayan Aeta menaiki perahu cadik di Luzon, Filipina (c. 1899)

Dalam sumber-sumber modern, keturunan Australo-Melanesia ini yang tinggal di barat Halmahera biasanya secara kolektif disebut sebagai "Negrito", sedangkan mereka yang menetap di sebelah timur Halmahera (tidak termasuk Pribumi Australia) disebut sebagai "Orang Papua".[97] Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan keberadaan asal-usul Denisovan. Australo-Melanesia di Filipina, Papua, Melanesia, dan Australia menunjukkan darah Denisovan; suatu hal yang tidak ditemui dalam darah orang Negrito (Orang Asli) di Malaysia dan Andaman.[96][104][105][note 1]

Mahdi (2017) juga menggunakan istilah "Qata" (dari bahasa Proto-Melayu-Polinesia *qata) untuk menyebut penduduk asli Asia Tenggara, dengan "Tau" (dari bahasa Proto-Austronesia *Cau) untuk pendatang dari Taiwan dan Fujian; keduanya didasarkan pada bentuk-proto untuk kata "orang" dalam bahasa Melayu-Polinesia yang masing-masing merujuk pada kelompok berkulit gelap dan berkulit terang.[97] Jinam dkk. (2017) juga mengusulkan istilah "Orang Sundalandia Pertama" sebagai pengganti kata "Negrito", sebagai nama yang lebih tepat untuk masyarakat asli Asia Tenggara.[96]

Populasi ini secara genetik tidak terkait dengan Austronesia, tetapi melalui asimilasi, kebanyakan orang Austronesia modern mewarisi asal-usul ini. Hal yang sama berlaku untuk beberapa populasi yang dahulu dianggap "non-Austronesia" karena perbedaan fisik; seperti Negrito Filipina, Orang Asli, dan Melanesia yang berbahasa Austronesia, semuanya memiliki darah Austronesia.[66][94] Di Polinesia di Oseania Jauh, misalnya, campurannya sekitar 20 hingga 30% Melanesia, dan 70 hingga 80% Austronesia. Sementara orang Melanesia di Oseania Dekat kira-kira mewarisi sekitar 20% darah Austronesia dan 80% darah Papua, sedangkan penduduk asli Kepulauan Sunda Kecil, komposisinya adalah sekitar 50% Austronesia dan 50% Melanesia. Demikian pula di Filipina, kelompok yang secara tradisional dianggap sebagai "Negrito" memiliki susunan yang bervariasi antara 30 hingga 50% Austronesia.[66][94][96]

Tingginya tingkat asimilasi antara kelompok Austronesia, Negrito, dan Melanesia menunjukkan bahwa ekspansi Austronesia sebagian besar berlangsung damai. Alih-alih terjadi kekerasan, para perantau dan kelompok pribumi saling menyerap satu sama lain.[106] Diyakini bahwa dalam beberapa kasus, seperti dalam kebudayaan Toala di Sulawesi Selatan (c. 8000-1500 BP), lebih tepat jika dikatakan bahwa kelompok pemburu-pengumpul pribumi menyerap kelompok petani Austronesia yang baru datang, bukannya sebaliknya.[107] Mahdi (2016) lebih lanjut menegaskan bahwa kata Proto-Melayu-Polinesia *tau-mata ("orang")[note 2] berasal dari kata *Cau ma-qata, yang merupakan penggabungan dua kata "Tau" dan "Qata" dan menunjukkan percampuran antara dua jenis populasi di kawasan tersebut.[108]

Neolitikum Tiongkok

Prakiraan [[urheimat]] rumpun bahasa dan persebaran beras ke Asia Tenggara (ca. 5.500–2.500 BP). Garis pantai pada awal era Holosen ditampilkan dalam warna biru muda.
Patung seorang pria Baiyue bertato peninggalan negeri Yue dari abad ke-3 SM (koleksi Museum Provinsi Zhejiang)
Usulan rute migrasi awal orang Austronesia yang masuk dan keluar dari Taiwan berdasarkan data mtDNA kuno dan modern. Hipotesis ini mengasumsikan rumpun bahasa Sino-Austronesia, suatu pandangan yang kurang masyhur di kalangan ahli bahasa. (Ko et al., 2014)[109]

Pendapat yang paling populer mengenai urheimat (tanah air) bahasa Austronesia serta masyarakat Austronesia awal Neolitikum adalah di Taiwan, serta Kepulauan Penghu.[110][111][112] Mereka dipercaya merupakan keturunan dari populasi leluhur di pesisir Fujian, di daratan Tiongkok, yang umumnya disebut sebagai "pra-Austronesia".[note 3] Melalui populasi pra-Austronesia ini, orang-orang Austronesia juga berbagi nenek moyang yang sama dengan suku-suku tetangga di selatan Tiongkok.[113]

Populasi neolitikum pra-Austronesia ini mulai hijrah dari pesisir Fujian ke Taiwan sekitar 10.000–6000 SM.[43][63] Penelitian lain menunjukkan bahwa menurut penanggalan radiokarbon, orang Austronesia mungkin telah pindah dari Fujian ke Taiwan hingga akhir 4000 SM (budaya Dapenkeng).[114] Mereka terus mempertahankan kontak reguler dengan daratan sampai 1500 SM.[115][116]

Identitas budaya Neolitikum pra-Austronesia di Fujian masih diperdebatkan. Menelusuri jejak Austronesia prasejarah di Fujian dan Taiwan menjadi sulit karena ekspansi Dinasti Han ke selatan (abad ke-2 SM), dan aneksasi terkini oleh Dinasti Qing (1683 M).[117][118][119][120] Saat ini, satu-satunya bahasa Austronesia yang tersisa di Tiongkok Selatan adalah bahasa Tsat di Hainan. Politisasi arkeologi juga menjadi masalah, khususnya rekonstruksi yang tidak tepat oleh beberapa arkeolog Tiongkok terhadap situs non-Tionghoa yang dianggap sebagai peninggalan orang Han.[121] Beberapa penulis, yang menyukai model "Keluar dari Sundaland" seperti William Meacham, menolak jika populasi pra-Austronesia berasal dari Tiongkok Daratan.[122]

Namun demikian, berdasarkan bukti linguistik, arkeologi, dan genetik, orang Austronesia diduga kuat terkait dengan kebudayaan pertanian di lembah Sungai Panjang yang mulai bercocok tanam padi sejak 13.500 hingga 8.200 BP. Mereka menampilkan ciri khas Austronesia, seperti pencabutan gigi, penghitaman gigi, ukiran giok, seni rajah, rumah panggung, teknologi pembuatan perahu yang mutakhir, pertanian lahan basah, dan domestikasi anjing, babi, dan ayam. Termasuk di antaranya ialah kebudayaan-kebudayaan Kuahuqiao, Hemudu, Majiabang, Songze, Liangzhu, dan Dapenkeng yang berkembang di daerah pesisir antara delta Sungai Panjang dan delta Sungai Min.[123][124][125][126]

Hubungan dengan kelompok lain

Berdasarkan bukti bahasa, terdapat sejumlah usulan yang menghubungkan rumpun Austronesia dengan rumpun linguistik lainnya ke dalam keluarga makrolinguistik yang relevan dengan identitas populasi pra-Austronesia. Yang paling menonjol adalah hubungan orang Austronesia dengan orang-orang Austroasia, Kra-Dai, dan Sinitik yang bertetangga (masing-masing sebagai Austrik, Austro-Tai, dan Sino-Austronesia). Tetapi usulan tersebut masih belum diterima secara luas karena bukti dari hubungan ini masih lemah dan metode yang digunakan dianggap kontroversial.[127]

Untuk mendukung hipotesis Austrik dan Austro-Tai, Robert Blust menghubungkan entitas Neolitik Austro-Tai dengan kebudayaan Austroasia yang bercocok tanam padi; dengan asumsi pusat budidaya padi ada di Asia Timur, dan tanah air orang-orang Austrik terletak di daerah perbatasan Yunnan-Myanmar,[128]:188 bukannya lembah Sungai Panjang seperti yang diterima belakangan ini.[129][130][131][132] Lebih lanjut, terjadi penataan genetik yang merupakan akibat dari interaksi populasi penanam padi di bagian selatan Asia Timur: Austroasia-Kra-Dai-Austronesia, dengan orang-orang Sino-Tibet dari utara.[128]:188 Para penulis lain juga mengusulkan hipotesis yang memasukkan rumpun bahasa lainnya seperti Hmong-Mien dan bahkan Jepang-Ryukyu ke dalam rumpun Austrik.[133]

Usulan rute migrasi orang-orang Austroasia dan Austronesia ke Indonesia(Simanjuntak, 2017)[90]

Sementara hipotesis Austrik tetap diperdebatkan, terdapat bukti genetika jika di kepulauan di barat Asia Tenggara telah terjadi migrasi darat Neolitikum (sebelum 4.000 BP) oleh orang-orang berbahasa Austroasia ke tempat yang sekarang disebut Kepulauan Sunda Besar ketika permukaan laut lebih rendah pada awal Holosen. Orang-orang ini melebur baik secara bahasa dan budaya dengan orang-orang Austronesia yang datang belakangan di tempat yang kini bernama Indonesia dan Malaysia.[90]

Proposal asal mula rumpun bahasa Kra-Dai dan kaitannya dengan Austronesia (Blench, 2018)[134]

Beberapa penulis juga telah mengusulkan bahwa penutur bahasa Kra-Dai sebenarnya mungkin merupakan subkelompok Austronesia yang bermigrasi kembali ke delta Sungai Mutiara dari Taiwan dan/atau Luzon tak lama setelah ekspansi Austronesia. Lebih lanjut, mereka lalu pindah lebih jauh ke barat ke Hainan, Asia Tenggara Daratan, dan India Timur Laut. Mereka mengusulkan bahwa ciri khas bahasa Kra-Dai (bernada dengan suku kata tunggal) adalah hasil restrukturisasi linguistik akibat kontak dengan bahasa-bahasa Hmong-Mien dan Sinitik. Selain bukti linguistik, Roger Blench juga mencatat kesamaan budaya antara kedua kelompok, seperti tato wajah, pencabutan atau gigi, penghitaman gigi, pemujaan ular (atau naga), dan alat musik genggong yang sama-sama dapat dijumpai di Austronesia dan Kra-Dai. Namun, bukti arkeologis terkait hal ini masih langka.[127][124][134][135] Fenomena ini mirip dengan apa yang terjadi pada suku Cham, yang awalnya berdiam di kepulauan (kemungkinan dari Kalimantan) lalu hijrah ke selatan Vietnam sekitar 2.100 hingga 1.900 SM, dan memiliki bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu. Bahasa mereka mengalami beberapa peristiwa restrukturisasi sintaksis dan fonologi karena kontak dengan bahasa bernada yang dijumpai di Asia Tenggara Daratan dan Hainan.[135][136]

Menurut Juha Janhunen dan Ann Kumar, orang-orang Austronesia mungkin juga telah mendiami bagian selatan Jepang, terutama di Kyushu dan Shikoku, dan memengaruhi atau menciptakan "masyarakat hierarki Jepang". Diduga bahwa suku-suku di Jepang kuno seperti Hayato, Kumaso, dan Azumi berasal dari Austronesia. Hingga saat ini, tradisi dan festival lokal masih menunjukkan kemiripan dengan budaya Melayu-Polinesia.[137][138][139][140][141]

Gelombang awal migrasi ke Taiwan sebagaimana yang diusulkan Roger Blench (2014)

Hipotesis Sino-Austronesia, di sisi lain, adalah hipotesis yang relatif baru oleh Laurent Sagart, yang pertama kali diajukan pada tahun 1990. Hipotesis ini mendukung hubungan genetika linguistik utara-selatan antara Tiongkok dan Austronesia. Hal ini didasarkan pada kemiripan suara dalam kosakata dasar dan paralel morfologis.[128]:188 Sagart menempatkan makna khusus dalam kosakata bersama untuk tanaman serealia, mengutip mereka sebagai bukti kesamaan asal-usul linguistik. Namun, hipotesis ini sebagian besar telah ditolak oleh linguis yang lain. Kemiripan suara antara bahasa Tionghoa dan Proto-Austronesia juga dapat dijelaskan sebagai hasil dari interaksi Longshan, ketika orang-orang pra-Austronesia dari wilayah Yangtze melakukan kontak reguler dengan penutur Proto-Sinitik di Semenanjung Shandong sekitar tanggal 4 hingga 3 ribu tahun SM. Ini sesuai dengan pengenalan budidaya padi secara luas ke penutur Proto-Sinitik dan sebaliknya, budidaya jelai ke Pra-Austronesia.[142] Substrat Austronesia di bekas wilayah Austronesia yang telah mengalami sinifikasi setelah ekspansi Han di Zaman Besi juga merupakan penjelasan lain untuk kemiripan yang tidak memerlukan hubungan genetik.[143][144]

Sehubungan dengan model Sino-Austronesia dan lingkup interaksi Longshan, Roger Blench (2014) menyarankan bahwa model migrasi tunggal untuk penyebaran populasi Neolitik ke Taiwan bermasalah, menunjukkan inkonsistensi genetik dan linguistik antara kelompok-kelompok Austronesia di Taiwan yang saling berbeda.[145]:1–17 Populasi Austronesia yang bertahan di Taiwan sebaiknya dianggap sebagai hasil dari berbagai gelombang migrasi Neolitik dari daratan utama serta migrasi kembali dari Filipina.[145]:1–17 Migran yang datang ini hampir pasti berbicara bahasa yang berhubungan dengan Austronesia atau pra-Austronesia, meskipun fonologi dan tata bahasanya berbeda.[145]

Blench menganggap orang Austronesia di Taiwan sebagai titik kumpul para imigran dari berbagai bagian pantai timur Cina yang bermigrasi ke Taiwan pada 4000 BP. Para imigran ini termasuk orang-orang dari kebudayaan Longshan yang menanam jawawut, kebudayaan Dapenkeng yang berbasis perikanan di pesisir Fujian, dan kebudayaan Yuanshan di ujung utara Taiwan yang menurut Blench mungkin berasal dari pesisir Guangdong. Berdasarkan geografi dan kosakata budaya, Blench percaya bahwa orang Yuanshan mungkin telah menuturkan bahasa Formosa Timur Laut. Dengan demikian, Blench percaya bahwa sebenarnya tidak ada nenek moyang dari bahasa Austronesia dalam arti bahwa tidak ada bahasa Proto-Austronesia tunggal yang menjadi cikal bakal bahasa Austronesia sekarang. Sebaliknya, migrasi ganda dari berbagai bangsa dan bahasa pra-Austronesia dari daratan Tiongkok yang saling terkait tetapi berbeda datang bersama-sama untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai Austronesia Taiwan. Oleh karena itu, Blench menganggap model migrasi tunggal ke Taiwan oleh pra-Austronesia tidak konsisten dengan bukti arkeologis dan linguistik (leksikal).[145]

Referensi

  1. ^ Proyeksi penduduk Indonesia/Indonesia Population Projection 2010–2035 (PDF), Badan Pusat Statistik, ISBN 978-979-064-606-3 
  2. ^ "Highlights of the Philippine Population 2015 Census of Population". Philippine Statistics Authority. Republic of the Philippines. Diakses tanggal 17 January 2020. 
  3. ^ "Population, total". Data. World Bank Group. 2017. Diakses tanggal 29 April 2018. 
  4. ^ "Malaysia". The World Factbook. Central Intelligence Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-28. Diakses tanggal 29 April 2018. 
  5. ^ "Population movement in the Pacific: A perspective on future prospects". Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2013. Diakses tanggal 22 July 2013. 
  6. ^ "2015 Census shows population growth moderating". Government of Timor-Leste. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2016. Diakses tanggal 24 July 2016. 
  7. ^ "Population movement in the Pacific: A perspective on future prospects". Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2013. Diakses tanggal 22 July 2013. 
  8. ^ http://www.stats.govt.nz/census/2006-census-data/national-highlights/2006-census-quickstats-national-highlights.htm?page=para025Master
  9. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-27. Diakses tanggal 2017-06-01. 
  10. ^ About 13.6% of Singaporeans are of Malay descent. In addition to these, many Chinese Singaporeans are also of mixed Austronesian descent. See also "Key Indicators of the Resident Population" (PDF). Singapore Department of Statistics. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 4 July 2007. Diakses tanggal 25 April 2007. 
  11. ^ Ramzy, Austin (1 August 2016). "Taiwan's President Apologizes to Aborigines for Centuries of Injustice". The New York Times. Diakses tanggal 17 January 2020. 
  12. ^ "FIJI TODAY 2005 / 2006" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 3 April 2007. Diakses tanggal 23 March 2007. 
  13. ^ "Brunei". The World Factbook. Central Intelligence Agency. July 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-21. Diakses tanggal 10 April 2019. 
  14. ^ a b c d ""World Population prospects – Population Division"". population.un.org (dalam bahasa Inggris). Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa, Divisi Kependudukan. 2019. Diakses tanggal 9 November 2019. 
  15. ^ a b c d ""Overall total population" – World Population Prospects: The 2019 Revision" (xslx). population.un.org (Data khusus yang diperoleh melalui situs web) (dalam bahasa Inggris). Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa, Divisi Kependudukan. 2019. Diakses tanggal 9 November 2019. 
  16. ^ Joshua Project. "Cham, Western in Cambodia". Joshua Project. Diakses tanggal 15 October 2019. 
  17. ^ "La population légale au 17 août 2017 : 275 918 habitants". ISPF. Diakses tanggal 16 February 2018. 
  18. ^ Most recent ethnic census, in 1988. "Frontières ethniques et redéfinition du cadre politique à Tahiti" (PDF). Diakses tanggal 31 May 2011.  Approximately 87.7% of the total population (275,918) are of unmixed or mixed Polynesian descent.
  19. ^ "Population & Demography Indicator Summary". Samoa Bureau of Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 April 2019. Diakses tanggal 25 June 2018. 
  20. ^ the 2009 Vietnam Population and Housing Census: Completed Results 2009 Census Diarsipkan 14 November 2012 di Wayback Machine., Hà Nội, 6-2010. Table 5, page 134
  21. ^ "The Native Hawaiian and Other Pacific Islander Population: 2010" (PDF). census.gov. US Census Bureau. Diakses tanggal 11 August 2017. 
  22. ^ "U.S. 2000 Census". Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 November 2011. Diakses tanggal 23 November 2014. 
  23. ^ "Kiribati Stats at a Glance". Kiribati National Statistics Office. Ministry of Finance & Economic Development, Government of Kiribati. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 January 2017. Diakses tanggal 17 January 2020. 
  24. ^ "La Nouvelle-Calédonie compte 271 407 habitants en 2019". Institut de la statistique et des études économiques. ISEE. Diakses tanggal 17 January 2020. 
  25. ^ "Recensement de la population en Nouvelle-Calédonie en 2009". ISEE. Diakses tanggal 17 January 202039.1% if the population are native Kanak 
  26. ^ Approximately 90.4% of the total population (112.640) is native Pacific Islander.
  27. ^ [1]. Tonga 2016 Census Results (11 November 2016).
  28. ^ "Suriname". The World Factbook. Central Intelligence Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-07. Diakses tanggal 29 April 2018. 
  29. ^ "Australia-Oceania :: MARSHALL ISLANDS". CIA The World Factbook. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-11. Diakses tanggal 2021-09-20. 
  30. ^ "Archived copy". 2010 United States Census. census.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 July 2012. Diakses tanggal 1 October 2018. 
  31. ^ "A2 : Population by ethnic group according to districts, 2012". Census of Population& Housing, 2011. Department of Census& Statistics, Sri Lanka. 
  32. ^ "3238.0.55.001 – Estimates of Aboriginal and Torres Strait Islander Australians, June 2016". Australian Bureau of Statistics. 31 August 2018. Diakses tanggal 27 December 2019. 
  33. ^ Joshua Project. "Malay in Myanmar (Burma)". Joshua Project. Diakses tanggal 15 October 2019. 
  34. ^ Joshua Project. "Moken, Salon in Myanmar (Burma)". Joshua Project. Diakses tanggal 15 October 2019. 
  35. ^ Data Access and Dissemination Systems (DADS). "American FactFinder – Results". U.S. Census Bureau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 February 2020. Diakses tanggal 17 January 2020.  Approximately 34.9% of the total population (53,883) are native Pacific Islander
  36. ^ Approximately 92.2% of the total population (17.907) is of Austronesian descent.
  37. ^ INSEE. "Les populations légales de Wallis et Futuna en 2018". Diakses tanggal 7 April 2019. 
  38. ^ "National Report on Population ad Housing" (PDF). Nauru Bureau of Statistics. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 24 September 2015. Diakses tanggal 9 June 2015. 
  39. ^ "Population of communities in Tuvalu". world-statistics.org. 11 April 2012. Diakses tanggal 20 March 2016. 
  40. ^ "Population of communities in Tuvalu". Thomas Brinkhoff. 11 April 2012. Diakses tanggal 20 March 2016. 
  41. ^ "Australia-Oceania ::: COOK ISLANDS". CIA The World Factbook. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-27. Diakses tanggal 2021-09-20. 
  42. ^ "RAPA NUI IW 2019". IWGIA. International Work Group for Indigenous Affairs. Diakses tanggal 17 January 2020.  Approximately 60% of the population of total population of Rapa Nui (3,765) is of native descent.
  43. ^ a b Gray, RD; Drummond, AJ; Greenhill, SJ (2009). "Language Phylogenies Reveal Expansion Pulses and Pauses in Pacific Settlement". Science. 323 (5913): 479–483. doi:10.1126/science.1166858. PMID 19164742. 
  44. ^ Diamond, JM (2000). "Taiwan's gift to the world". Nature. 403 (6771): 709–710. doi:10.1038/35001685. PMID 10693781. 
  45. ^ Menurut antropolog Wilhelm Solheim II: "Saya tekankan lagi, seperti yang telah saya sebutkan di banyak artikel lain, bahwa 'Austronesia' adalah istilah linguistik dan merupakan nama rumpun bahasa super. Istilah itu tidak dapat digunakan sebagai nama untuk suku, secara genetika, atau budaya. Untuk merujuk pada orang-orang yang berbicara bahasa Austronesia, frasa 'penutur bahasa Austronesia' harus digunakan." Origins of the Filipinos and Their Languages. (Januari 2006).
  46. ^ Horridge, Adrian (2006). Bellwood, Peter, ed. The Austronesians : historical and comparative perspectives. Canberra, ACT. ISBN 978-0731521326. 
  47. ^ a b Pierron, Denis; Heiske, Margit; Razafindrazaka, Harilanto; Rakoto, Ignace; Rabetokotany, Nelly; Ravololomanga, Bodo; Rakotozafy, Lucien M.-A.; Rakotomalala, Mireille Mialy; Razafiarivony, Michel; Rasoarifetra, Bako; Raharijesy, Miakabola Andriamampianina (2017-08-08). "Genomic landscape of human diversity across Madagascar". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 114 (32): E6498–E6506. doi:10.1073/pnas.1704906114alt=Dapat diakses gratis. ISSN 0027-8424. PMC 5559028alt=Dapat diakses gratis. PMID 28716916. 
  48. ^ Van Tilburg, Jo Anne. 1994. Easter Island: Archaeology, Ecology and Culture. Washington D.C.: Smithsonian Institution Press
  49. ^ Langdon, Robert. The Bamboo Raft as a Key to the Introduction of the Sweet Potato in Prehistoric Polynesia, The Journal of Pacific History, Vol. 36, No. 1, 2001
  50. ^ a b c d Crowley, Terry; Lynch, John; Ross, Malcolm (2013). The Oceanic Languages. Routledge. ISBN 9781136749841. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  51. ^ a b c d e Blust, Robert A. (2013). The Austronesian languages. Asia-Pacific Linguistics. Australian National University. hdl:1885/10191. ISBN 9781922185075. 
  52. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Hudjashov
  53. ^ Race and nobility in the works of Johann Reinhold and Georg Forster, by Timothy McInerney, in Études anglaises 2013/2 (Vol. 66), pp. 250 à 266.
  54. ^ a b c Ross, Malcolm (1996). "On the Origin of the Term 'Malayo-Polynesian'". Oceanic Linguistics. 35 (1): 143–145. doi:10.2307/3623036. JSTOR 3623036. 
  55. ^ a b c d e Douglas, Bronwen (2008). "'Novus Orbis Australis': Oceania in the science of race, 1750-1850". Dalam Douglas, Bronwen; Ballard, Chris. Foreign Bodies: Oceania and the Science of Race 1750–1940 (PDF). ANU E Press. hlm. 99–156. ISBN 9781921536007. 
  56. ^ a b Bhopal, Raj (22 December 2007). "The beautiful skull and Blumenbach's errors: the birth of the scientific concept of race". BMJ. 335 (7633): 1308–1309. doi:10.1136/bmj.39413.463958.80. PMC 2151154alt=Dapat diakses gratis. PMID 18156242. 
  57. ^ "Pseudo-theory on origins of the 'Malay race'". Aliran. 19 Januari 2014. 
  58. ^ The Encyclopaedia Britannica: A Dictionary of Arts, Sciences, and General Literature. 15 (edisi ke-9th). Henry G. Allen and Company. 1888. hlm. 323–326. 
  59. ^ a b Codrington, Robert Henry (1891). The Melanesians: Studies in their Anthropology and Folklore. Oxford: Clarendon Press. 
  60. ^ Ray, Sidney H. (1896). "The common origin of Oceanic languages". The Journal of the Polynesian Society. 5 (1): 58–68. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Januari 2019. 
  61. ^ Fox, Charles Elliot (1906). "The Comparison of the Oceanic Languages" (PDF). Transactions and Proceedings of the Royal Society of New Zealand. 39: 464–475. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 3 April 2020. 
  62. ^ Simpson, John; Weiner, Edmund, ed. (1989). Official Oxford English Dictionary (OED2) (Dictionary). Oxford University Press. hlm. 22000. 
  63. ^ a b Blust, Robert A. (1999). "Subgrouping, circularity and extinction: some issues in Austronesian comparative linguistics". Dalam Zeitoun, Elizabeth; Li, Paul Jen-kuei. Selected Papers from the Eighth International Conference on Austronesian Linguistics. Institute of Linguistics (Preparatory Office), Academia Sinica. hlm. 31–94. 
  64. ^ Origins of the Filipinos and Their Languages (Januari 2006)
  65. ^ a b Baldick, Julian (2013). Ancient Religions of the Austronesian World: From Australasia to Taiwan. I.B.Tauris. ISBN 9780857733573. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  66. ^ a b c d e f Bellwood, Peter; Fox, James J.; Tryon, Darrell (2006). The Austronesians: Historical and Comparative Perspectives. Australian National University Press. ISBN 9781920942854. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 April 2020. 
  67. ^ a b Blench, Roger (2012). "Almost Everything You Believed about the Austronesians Isn't True" (PDF). Dalam Tjoa-Bonatz, Mai Lin; Reinecke, Andreas; Bonatz, Dominik. Crossing Borders. National University of Singapore Press. hlm. 128–148. ISBN 9789971696429. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 30 Desember 2019. 
  68. ^ Doran, Edwin B. (1981). Wangka: Austronesian Canoe Origins. Texas A&M University Press. ISBN 9780890961070. 
  69. ^ Dierking, Gary (2007). Building Outrigger Sailing Canoes: Modern Construction Methods for Three Fast, Beautiful Boats. International Marine/McGraw-Hill. ISBN 9780071594561. 
  70. ^ Horridge, Adrian (1986). "The Evolution of Pacific Canoe Rigs". The Journal of Pacific History. 21 (2): 83–89. doi:10.1080/00223348608572530. JSTOR 25168892. 
  71. ^ a b c Abels, Birgit (2011). Austronesian Soundscapes: Performing Arts in Oceania and Southeast Asia. Amsterdam University Press. hlm. 16–21. ISBN 9789089640857. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  72. ^ Wibisono, Sonny Chr. (2006). "Stylochronology of Early Pottery in the Islands of Southeast Asia: A Reassessment of Archaeological Evidence of Austronesia". Dalam Simanjuntak, Truman; Pojoh, Ingrid H.E.; Hisyam, Mohammad. Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago: Proceedings of the International Symposium. Indonesian Institute of Sciences. hlm. 107. ISBN 9789792624366. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Juli 2020. 
  73. ^ a b Bellwood, Peter; Chambers, Geoffrey; Ross, Malcolm; Hung, Hsiao-chun (2011). "Are 'Cultures' Inherited? Multidisciplinary Perspectives on the Origins and Migrations of Austronesian-Speaking Peoples Prior to 1000 BC". Dalam Roberts, Benjamin W.; Linden, Marc Vander. Investigating Archaeological Cultures: Material Culture, Variability, and Transmission. Springer. hlm. 321–354. ISBN 978-1-4419-6970-5. 
  74. ^ Posth, Cosimo; Nägele, Kathrin; Colleran, Heidi; Valentin, Frédérique; Bedford, Stuart; Kami, Kaitip W.; Shing, Richard; Buckley, Hallie; Kinaston, Rebecca; Walworth, Mary; Clark, Geoffrey R.; Reepmeyer, Christian; Flexner, James; Maric, Tamara; Moser, Johannes; Gresky, Julia; Kiko, Lawrence; Robson, Kathryn J.; Auckland, Kathryn; Oppenheimer, Stephen J.; Hill, Adrian V. S.; Mentzer, Alexander J.; Zech, Jana; Petchey, Fiona; Roberts, Patrick; Jeong, Choongwon; Gray, Russell D.; Krause, Johannes; Powell, Adam (April 2018). "Language continuity despite population replacement in Remote Oceania". Nature Ecology & Evolution. 2 (4): 731–740. doi:10.1038/s41559-018-0498-2. 
  75. ^ Bellwood, Peter (1991). "The Austronesian Dispersal and the Origin of Languages". Scientific American. 265 (1): 88–93. Bibcode:1991SciAm.265a..88B. doi:10.1038/scientificamerican0791-88. JSTOR 24936983. 
  76. ^ Hill, Adrian V.S.; Serjeantson, Susan W., ed. (1989). The Colonization of the Pacific: A Genetic Trail. Research Monographs on Human Population Biology No. 7. Oxford University Press. ISBN 9780198576952. 
  77. ^ a b Simanjuntak, Truman; Pojoh, Ingrid H.E.; Hisyam, Mohammad, ed. (2006). Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago: Proceedings of the International Symposium. Indonesian Institute of Sciences. hlm. 107. ISBN 9789792624366. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Juli 2020. 
  78. ^ a b c Blench, Roger (2016). "Splitting up Proto-Malayopolynesian: New Models of Dispersal from Taiwan" (PDF). Dalam Prasetyo, Bagyo; Nastiti, Tito Surti; Simanjuntak, Truman. Austronesian Diaspora: A New Perspective. Gadjah Mada University Press. ISBN 9786023862023. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 26 Juli 2018. 
  79. ^ Solheim, Wilhelm G., II (1984–1985). "The Nusantao Hypothesis: The Origin and Spread of Austronesian Speakers". Asian Perspectives. 26 (1): 77–78. JSTOR 42928107. 
  80. ^ Burney DA, Burney LP, Godfrey LR, Jungers WL, Goodman SM, Wright HT, Jull AJ (Agustus 2004). "A chronology for late prehistoric Madagascar". Journal of Human Evolution. 47 (1–2): 25–63. doi:10.1016/j.jhevol.2004.05.005. PMID 15288523. 
  81. ^ Gunn BF, Baudouin L, Olsen KM (22 Juni 2011). "Independent origins of cultivated coconut (Cocos nucifera L.) in the old world tropics". PLOS ONE. 6 (6): e21143. Bibcode:2011PLoSO...621143G. doi:10.1371/journal.pone.0021143alt=Dapat diakses gratis. PMC 3120816alt=Dapat diakses gratis. PMID 21731660. 
  82. ^ Dewar, Robert E.; Wright, Henry T. (1993). "The culture history of Madagascar". Journal of World Prehistory. 7 (4): 417–466. doi:10.1007/BF00997802. hdl:2027.42/45256alt=Dapat diakses gratis. 
  83. ^ Blust, Robert (2016). History of the Austronesian Languages. University of Hawaii at Manoa. 
  84. ^ Embong, Abdul Mutalib; Jusoh, Juhari Sham; Hussein, Juliani; Mohammad, Razita (31 Mei 2016). "Tracing the Malays in the Malay Land". Procedia - Social and Behavioral Sciences. 219: 235–240. doi:10.1016/j.sbspro.2016.05.011alt=Dapat diakses gratis. ISSN 1877-0428. 
  85. ^ a b Blench, Roger (2009). "Remapping the Austronesian expansion" (PDF). Dalam Evans, Bethwyn. Discovering History Through Language: Papers in Honour of Malcolm Ross. Pacific Linguistics. ISBN 9780858836051. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 20 April 2020. 
  86. ^ Bulbeck, David (Desember 2008). "An Integrated Perspective on the Austronesian Diaspora: The Switch from Cereal Agriculture to Maritime Foraging in the Colonisation of Island Southeast Asia". Australian Archaeology. 67 (1): 31–51. doi:10.1080/03122417.2008.11681877. hdl:1885/36371. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. 
  87. ^ Cheke, Anthony (2010). "The timing of arrival of humans and their commensal animals on Western Indian Ocean oceanic islands". Phelsuma. 18 (2010): 38–69. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 April 2017. 
  88. ^ Goss, Jon; Lindquist, Bruce (2000). "Placing Movers: An Overview of the Asian-Pacific Migration System" (PDF). The Contemporary Pacific. 12 (2): 385–414. doi:10.1353/cp.2000.0053. hdl:10125/13544. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 Agustus 2017. 
  89. ^ Matsumura H, Shinoda KI, Shimanjuntak T, Oktaviana AA, Noerwidi S, Octavianus Sofian H, et al. (22 Juni 2018). "Cranio-morphometric and aDNA corroboration of the Austronesian dispersal model in ancient Island Southeast Asia: Support from Gua Harimau, Indonesia". PLOS ONE. 13 (6): e0198689. Bibcode:2018PLoSO..1398689M. doi:10.1371/journal.pone.0198689alt=Dapat diakses gratis. PMC 6014653alt=Dapat diakses gratis. PMID 29933384. 
  90. ^ a b c Simanjuntak, Truman (2017). "The Western Route Migration: A Second Probable Neolithic Diffusion to Indonesia" (PDF). Dalam Piper, Philip J.; Matsumura, Hirofumi; Bulbeck, David. New Perspectives in Southeast Asian and Pacific Prehistory. terra australis. 45. ANU Press. hlm. 201–212. doi:10.22459/TA45.03.2017.11alt=Dapat diakses gratis. ISBN 9781760460952. JSTOR j.ctt1pwtd26.18. 
  91. ^ "Japanese Filipinos - Ethnic Groups of the Philippines". ethnicgroupsphilippines. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-02. 
  92. ^ Agnote, Dario (11 Oktober 2017). "A glimmer of hope for castoffs". The Japan Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Juni 2011. 
  93. ^ Ohno, Shun (2006). "The Intermarried issei and mestizo nisei in the Philippines". Dalam Adachi, Nobuko. Japanese diasporas: Unsung pasts, conflicting presents, and uncertain futures. hlm. 97. ISBN 978-1-135-98723-7. 
  94. ^ a b c d Lipson M, Loh PR, Patterson N, Moorjani P, Ko YC, Stoneking M, et al. (August 2014). "Reconstructing Austronesian population history in Island Southeast Asia" (PDF). Nature Communications. 5 (1): 4689. Bibcode:2014NatCo...5.4689L. doi:10.1038/ncomms5689. PMC 4143916alt=Dapat diakses gratis. PMID 25137359. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 21 Januari 2019. 
  95. ^ a b c d Jett, Stephen C. (2017). Ancient Ocean Crossings: Reconsidering the Case for Contacts with the Pre-Columbian Americas. University of Alabama Press. hlm. 168–171. ISBN 9780817319397. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  96. ^ a b c d e f Jinam TA, Phipps ME, Aghakhanian F, Majumder PP, Datar F, Stoneking M, et al. (Agustus 2017). "Discerning the Origins of the Negritos, First Sundaland People: Deep Divergence and Archaic Admixture". Genome Biology and Evolution. 9 (8): 2013–2022. doi:10.1093/gbe/evx118. PMC 5597900alt=Dapat diakses gratis. PMID 28854687. 
  97. ^ a b c Mahdi, Waruno (2017). "Pre-Austronesian Origins of Seafaring in Insular Southeast Asia". Dalam Acri, Andrea; Blench, Roger; Landmann, Alexandra. Spirits and Ships: Cultural Transfers in Early Monsoon Asia. ISEAS – Yusof Ishak Institute. hlm. 325–440. ISBN 9789814762755. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  98. ^ Jennings, Ralph (17 November 2008). ""Negritos" celebrated as early Taiwan settlers". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Maret 2019. 
  99. ^ "New evidence of Negrito presence unearthed in Taiwan". Taiwan Today. 26 Oktober 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Desember 2018. 
  100. ^ Matsumara, Hirofumi; Hung, Hsiao-chun; Cuong, Nguyen Lan; Zhao, Ya-feng; He, Gang; Chi, Zhang (2017). "Mid-Holocene Hunter-Gatherers 'Gaomiao' in Hunan, China: The First of the Two-layer Model in the Population History of East/Southeast Asia". Dalam Piper, Philip J.; Matsumura, Hirofumi; Bulbeck, David. New Perspectives in Southeast Asian and Pacific Prehistory. ANU Press. hlm. 61–78. doi:10.22459/TA45.03.2017.04. ISBN 9781760460945. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. 
  101. ^ Détroit, Florent; Dizon, Eusebio; Falguères, Christophe; Hameau, Sébastien; Ronquillo, Wilfredo; Sémah, François (2004). "Upper Pleistocene Homo sapiens from the Tabon cave (Palawan, The Philippines): description and dating of new discoveries" (PDF). Human Palaeontology and Prehistory. 3 (2004): 705–712. doi:10.1016/j.crpv.2004.06.004. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 12 Desember 2019. 
  102. ^ Détroit F, Corny J, Dizon EZ, Mijares AS (2013). ""Small size" in the Philippine human fossil record: is it meaningful for a better understanding of the evolutionary history of the negritos?". Human Biology. 85 (1–3): 45–65. doi:10.3378/027.085.0303. PMID 24297220. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Agustus 2020. 
  103. ^ Détroit F, Mijares AS, Corny J, Daver G, Zanolli C, Dizon E, et al. (April 2019). "A new species of Homo from the Late Pleistocene of the Philippines" (PDF). Nature. 568 (7751): 181–186. Bibcode:2019Natur.568..181D. doi:10.1038/s41586-019-1067-9. PMID 30971845. 
  104. ^ Reich D, Patterson N, Kircher M, Delfin F, Nandineni MR, Pugach I, et al. (Oktober 2011). "Denisova admixture and the first modern human dispersals into Southeast Asia and Oceania". American Journal of Human Genetics. 89 (4): 516–28. doi:10.1016/j.ajhg.2011.09.005. PMC 3188841alt=Dapat diakses gratis. PMID 21944045. 
  105. ^ Cooper A, Stringer CB (Oktober 2013). "Paleontology. Did the Denisovans cross Wallace's Line?". Science. 342 (6156): 321–3. Bibcode:2013Sci...342..321C. doi:10.1126/science.1244869. PMID 24136958. 
  106. ^ Waterson, Roxana (2009). Paths and Rivers: Sa'dan Toraja Society in Transformation. KITLV Press. ISBN 9789004253858. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2020. 
  107. ^ Bulbeck, David; Pasqua, Monique; De Lello, Adrian (2000). "Culture History of the Toalean of South Sulawesi, Indonesia" (PDF). Asian Perspectives. 39 (1/2): 71–108. doi:10.1353/asi.2000.0004. hdl:10125/17135. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 April 2019. 
  108. ^ Mahdi, Waruno (2016). "Origins of Southeast Asian Shipping and Maritime Communication across the Indian Ocean". Dalam Campbell, Gwyn. Early Exchange between Africa and the Wider Indian Ocean World. Palgrave Series in Indian Ocean World Studies. Palgrave Macmillan. hlm. 25–49. ISBN 9783319338224. 
  109. ^ Ko, Albert Min-Shan; Chen, Chung-Yu; Fu, Qiaomei; Delfin, Frederick; Li, Mingkun; Chiu, Hung-Lin; Stoneking, Mark; Ko, Ying-Chin (March 2014). "Early Austronesians: Into and Out Of Taiwan". The American Journal of Human Genetics. 94 (3): 426–436. doi:10.1016/j.ajhg.2014.02.003. PMC 3951936alt=Dapat diakses gratis. PMID 24607387. 
  110. ^ Fox, James J. (2004). Current Developments in Comparative Austronesian Studies. Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Maret 2019. 
  111. ^ Melton T, Clifford S, Martinson J, Batzer M, Stoneking M (December 1998). "Genetic evidence for the proto-Austronesian homeland in Asia: mtDNA and nuclear DNA variation in Taiwanese aboriginal tribes". American Journal of Human Genetics. 63 (6): 1807–23. doi:10.1086/302131. PMC 1377653alt=Dapat diakses gratis. PMID 9837834. 
  112. ^ Mirabal S, Cadenas AM, Garcia-Bertrand R, Herrera RJ (April 2013). "Ascertaining the role of Taiwan as a source for the Austronesian expansion" (PDF). American Journal of Physical Anthropology. 150 (4): 551–64. doi:10.1002/ajpa.22226. PMID 23440864. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 23 Maret 2019. 
  113. ^ Bellwood, Peter (1988). "A Hypothesis for Austronesian Origins" (PDF). Asian Perspectives. 26 (1): 107–117. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Mei 2019. 
  114. ^ Kun, Ho Chuan (2006). "On the Origins of Taiwan Austronesians". Dalam K. R. Howe. Vaka Moana: Voyages of the Ancestors (edisi ke-3rd). Honolulu: University of Hawai'i Press. hlm. 92–93. ISBN 978-0-8248-3213-1. 
  115. ^ Jiao, Tianlong. 2013. "The Neolithic Archaeology of Southeast China." In Underhill, Anne P., et al. A Companion to Chinese Archaeology, 599–611. Wiley-Blackwell.
  116. ^ Jiao, Tianlong. 2007. The Neolithic of Southeast China: Cultural Transformation and Regional Interaction on the Coast. Cambria Press.
  117. ^ Bellwood, Peter (9 Desember 2011). "The Checkered Prehistory of Rice Movement Southwards as a Domesticated Cereal—from the Yangzi to the Equator" (PDF). Rice. 4 (3–4): 93–103. doi:10.1007/s12284-011-9068-9. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 24 Januari 2019. 
  118. ^ Zhang, Chi; Hung, Hsiao-Chun (2008). "The Neolithic of Southern China - Origin, Development, and Dispersal" (PDF). Asian Perspectives. 47 (2). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Januari 2019. 
  119. ^ Liu, Li; Chen, Xingcan (2012). The Archaeology of China: From the Late Paleolithic to the Early Bronze Age. Cambridge University Press. ISBN 9780521643108. 
  120. ^ Major, John S.; Cook, Constance A. (2016). Ancient China: A History. Taylor & Francis. ISBN 9781317503668. 
  121. ^ Blench, Roger (2008). "Stratification in the peopling of China: How far does the linguistic evidence match genetics and archaeology?". Dalam Sanchez-Mazas, Alicia; Blench, Roger; Ross, Malcolm D.; Peiros, Ilia; Lin, Marie. Past Human Migrations in East Asia: Matching Archaeology, Linguistics and Genetics. Routledge Studies in the Early History of Asia. Routledge. hlm. 105–132. ISBN 9781134149629. 
  122. ^ Meacham, William (1996). "Defining the Hundred Yue" (PDF). Indo-Pacific Prehistory Association Bulletin. 15 (2): 93–100. doi:10.7152/bippa.v15i0.11537. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 Februari 2019. Diakses tanggal 1 May 2019. 
  123. ^ Bellwood, Peter (2014). The Global Prehistory of Human Migration. hlm. 213. 
  124. ^ a b Blench, Roger (2009). The Prehistory of the Daic (Tai-Kadai) Speaking Peoples and the Austronesian Connection (PDF). Presented at the 12th EURASEAA meeting Leiden, 1–5 September 2008. European Association of Southeast Asian Archaeologists. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 April 2019. Diakses tanggal 23 March 2019. 
  125. ^ Goodenough, Ward Hunt (1996). Prehistoric Settlement of the Pacific, Volume 86, Part 5. American Philosophical Society. hlm. 127–128. 
  126. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Li
  127. ^ a b Ross, Malcolm D. (2008). "The integrity of the Austronesian language family: From Taiwan to Oceania". Dalam Sanchez-Mazas, Alicia; Blench, Roger; Ross, Malcolm D.; Peiros, Ilia; Lin, Marie. Past Human Migrations in East Asia: Matching Archaeology, Linguistics and Genetics. Routledge Studies in the Early History of Asia. Routledge. hlm. 161–181. ISBN 9781134149629. 
  128. ^ a b c Sagart, Laurent; Hsu, Tze-Fu; Tsai, Yuan-Ching; Hsing, Yue-Ie C. (2017). "Austronesian and Chinese words for the millets". Language Dynamics and Change. 7 (2): 187–209. doi:10.1163/22105832-00702002. 
  129. ^ Normile, Dennis (1997). "Yangtze seen as earliest rice site". Science. 275 (5298): 309–310. doi:10.1126/science.275.5298.309. 
  130. ^ Vaughan DA, Lu BR, Tomooka N (2008). "The evolving story of rice evolution". Plant Science. 174 (4): 394–408. doi:10.1016/j.plantsci.2008.01.016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. Diakses tanggal 28 April 2019. 
  131. ^ Harris, David R. (1996). The Origins and Spread of Agriculture and Pastoralism in Eurasia. Psychology Press. hlm. 565. ISBN 978-1-85728-538-3. 
  132. ^ Zhang J, Lu H, Gu W, Wu N, Zhou K, Hu Y, et al. (17 December 2012). "Early mixed farming of millet and rice 7800 years ago in the Middle Yellow River region, China". PLOS ONE. 7 (12): e52146. Bibcode:2012PLoSO...752146Z. doi:10.1371/journal.pone.0052146alt=Dapat diakses gratis. PMC 3524165alt=Dapat diakses gratis. PMID 23284907. 
  133. ^ Jäger G (October 2015). "Support for linguistic macrofamilies from weighted sequence alignment". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 112 (41): 12752–7. Bibcode:2015PNAS..11212752J. doi:10.1073/pnas.1500331112alt=Dapat diakses gratis. PMC 4611657alt=Dapat diakses gratis. PMID 26403857. 
  134. ^ a b Blench, Roger (2018). Tai-Kadai and Austronesian are Related at Multiple Levels and their Archaeological Interpretation (draft). 
  135. ^ a b Blench, Roger (2017). "Ethnographic and archaeological correlates for a mainland Southeast Asia linguistic area" (PDF). Dalam Acri, Andrea; Blench, Roger; Landman, Alexandra. Spirits and Ships: Cultural Transfers in Early Monsoon Asia. ISEAS – Yusof Ishak Institute. hlm. 207–238. ISBN 9789814762755. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 Januari 2019. 
  136. ^ Zumbroich, Thomas J. (2007–2008). "The origin and diffusion of betel chewing: a synthesis of evidence from South Asia, Southeast Asia and beyond". eJournal of Indian Medicine. 1: 87–140. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Maret 2019. 
  137. ^ ユハ・ヤンフネン 「A Framework for the Study of Japanese Language Origins」『日本語系統論の現在』(pdf) 国際日本文化センター、京都、2003年、477–490頁。
  138. ^ Kumar, Ann (2009). Globalizing the Prehistory of Japan: Language, Genes and Civilization. Oxford: Routledge.
  139. ^ "The Azumi Basin in Japan and Its Ancient People - Yahoo Voices - voices.yahoo.com". 31 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Desember 2013. 
  140. ^ 角林, 文雄「隼人 : オーストロネシア系の古代日本部族」、『京都産業大学日本文化研究所紀要』第3号、京都産業大学、1998年3月、 ISSN 1341-7207
  141. ^ Kakubayashi, Fumio. 隼人 : オーストロネシア系の古代日本部族' Hayato : An Austronesian speaking tribe in southern Japan.'. The bulletin of the Institute for Japanese Culture, Kyoto Sangyo University, 3, pp.15–31 ISSN 1341-7207
  142. ^ van Driem, George (2005). "Sino-Austronesian vs. Sino-Caucasian, Sino-Bodic vs. Sino-Tibetan, and Tibeto-Burman as default theory". Dalam Yadava, Yogendra Prasada; Bhattarai, Govinda; Lohani, Ram Raj; Prasain, Balaram; Parajuli, Krishna. Contemporary Issues in Nepalese Linguistics. Linguistic Society of Nepal. hlm. 285–338. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. 
  143. ^ Vovin, Alexander (1997). "The comparative method and ventures beyond Sino-Tibetan". Journal of Chinese Linguistics. 25 (2): 308–336. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. 
  144. ^ van Driem, George (1998). "Neolithic correlates of ancient Tibeto-Burman migrations". Dalam Blench, Roger; Spriggs, Matthew. Archaeology and Language II: Archaeological Data and Linguistic Hypotheses. One World Archaeology. 29. Routledge. hlm. 67–102. ISBN 9780415117616. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 July 2020. Diakses tanggal 4 June 2020. 
  145. ^ a b c d Blench, Roger. 2014. Suppose we are wrong about the Austronesian settlement of Taiwan? Diarsipkan 9 Desember 2018 di Wayback Machine. m.s.

Catatan

  1. ^ Tidak adanya darah Denisovan dalam populasi Asia Tenggara barat mencerminkan adanya kawin silang antara manusia modern dengan manusia Denisova yang terjadi di Asia Tenggara, kemungkinan di timur Garis Wallace, dan bukannya di Eurasia (Reich et al., 2011; Cooper & Stringer, 2013)
  2. ^ Contoh kata kerabat adalah taumata (Sangir), tomotau (Molima), tamata (Kola), tamata (Fiji), tangata (Samoa), dan kanaka (Hawaii)
  3. ^ Terkadang juga disebut "Austronesia awal" atau "proto-Austronesia". Istilah terakhir tidak boleh disamakan dengan bahasa terekonstruksi Proto-Austronesia, yang tidak dipakai oleh orang-orang pra-Austronesia. (Bellwood, 1988)

Buku

Pranala luar