A.M. Hendropriyono

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
A.M. Hendropriyono
Berkas:Hendropriyono tempo.jpg
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) 1
Masa jabatan
9 Agustus 2001 – 8 Desember 2004
PresidenMegawati Soekarnoputri
Sebelum
Pendahulu
Arie J. Kumaat (Ka BAKIN)
Pengganti
Petahana
Sebelum
Masa jabatan
1999 – 9 Agustus 2001
PresidenAbdurrahman Wahid
Informasi pribadi
Lahir7 Mei 1945 (umur 78)
Yogyakarta, Masa Pendudukan Jepang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Haji Abdullah Makhmud Hendropriyono, Jenderal TNI (Purnawirawan), dilahirkan di Yogyakarta pada 7 Mei 1945. Menempuh pendidikan umum: SR Muhammadiyah Jl Garuda 33 Kemayoran Jakarta, SR Negeri Jl Lematang Jakarta, SMP Negeri V bag B (Ilmu Pasti) Jl Dr Sutomo Jakarta, SMA Negeri II bag B (Ilmu Pasti) Jl Gajah Mada di Jakarta.

Pendidikan militer diperoleh di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang (lulus 1967), Australian Intelligence Course di Woodside (1971), United States Army General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1980), Sekolah Staf dan Komando (Sesko) ABRI, yang lulus terbaik pada 1989 bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan mendapat anugerah Wira Karya Nugraha.

Pernah menjadi peserta KSA VI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dengan predikat prestasi tertinggi.

Beberapa latihan ketrampilan militer yang pernah diikutinya antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Military Free Fall) dan penembak mahir.

Karir militer AM Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infantri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988), Direktur Pengamanan VIP dan Obyek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993). Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.

Semasa menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kolonel, dinilai berhasil mengeliminasi potensi radikalisme yang tumbuh di kawasan Talangsari, Lampung, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Talangsari 1989. Sebuah komunitas radikal pimpinan Warsidi, berhasil ditumpas.

Penyelesaian tugasnya sebagai Danrem 043/Garuda Hitam Lampung tersebut dicatat dengan kebanggaan oleh penduduk setempat, bahkan dijadikan model oleh ABRI sebagai suatu bentuk penyelesaian masalah keamanan yang terbaik. Penyelesaian GPK Warsidi tercatat berlangsung dengan cepat dan tidak berdampak sama sekali, termasuk tidak adanya protes dunia internasional. (KOMPAS - Jumat, 02 Apr 1993 Halaman: 20)

Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).

Pendidikan umum AM Hendropriyono menjadikannya sebagai sarjana dalam Administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sarjana Teknik Industri dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Bandung, Magister Administrasi Niaga dari University of the City of Manila Filipina, Magister di bidang hukum dari STHM dan pada bulan Juli 2009 meraih gelar doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan predikat Cum Laude.

Dalam birokrasi pemerintahan RI, AM Hendropriyono pernah memangku berbagai jabatan yang berturut-turut: Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia (1996-1998), Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII, Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja. Pada periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Kabinet Gotong Royong. AM Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul Bogor dan Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara.

Ia juga penyandang berbagai kehormatan negara RI, dalam wujud bintang dan tanda jasa antara lain: Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya-prestasi, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma, Bintang Dharma, Satya Lencana Bhakti untuk luka-luka di medan pertempuran, serta anggota Legiun Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV : 21.157.220).

Dewasa ini AM Hendropriyono menjadi pengamat terorisme, yang kerap diminta untuk menjadi narasumber oleh media massa dan berbagai Lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-artikel di berbagai koran, majalah, radio dan televisi. Ia mendedikasikan ilmunya dengan mengajar Filsafat Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta dan berbagai perguruan tinggi lain.


Karier

  • 2001-2004 - Kepala Badan Intelijen Negara
  • 1998-1999 - Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) Kabinet Reformasi Pembangunan
  • 1998-1998 - Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) Kabinet Pembangunan VII
  • 1996-1998 - Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang)
  • 1994-1996 - Komandan Kodiklat TNI AD
  • 1993-1994 - Panglima Kodam V Jaya
  • 1993-1994 - Direktur A Badan Intelijen Strategis ABRI
  • 1991-1993 - Direktur D Badan Intelijen Strategis ABRI
  • 1987-1991 - Danrem 043/Garuda Hitam Lampung
  • 1985-1987 - Asisten Intelijen Kodam V Jaya
  • 1983-1985 - Wakil Asisten Personil Kopasandha merangkap sebagai Wakil Asisten Operasi.
  • 1981-1983 - Komandan Detasemen Tempur 13
  • 1972-1974 - Komandan Kompi Prayuda Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha)
  • 1968-1972 - Komandan Peleton Komando Pasukan Khusus TNI-AD di Magelang

Pendidikan

Pendidikan Umum

  • Doktor dalam ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada dengan predikat cumlaude, atas disertasi Terorisme ditinjau dari Filsafat Analitika, 2009.
  • Pascasarjana Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) dengan thesis “Hukum Militer Sebagai Sarana Tegaknya Disiplin Prajurit TNI”, 1996
  • Sarjana Tehnik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Bandung, 1995.
  • Sarjana Ekonomi Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Mei 1995.
  • Sarjana Hukum Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) dengan thesis “Kertas Karya Perorangan Sebagai Syarat Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana”, Mei 1994.
  • Pascasarjana Administrasi Niaga University of the City of Manila Philippina, April 1994.
  • Sarjana Administrasi Negara STIA LAN RI Jakarta dengan thesis “Sistem Administrasi Dalam Kesatuan Komando Pasukan Sandi Yudha”, 1985.
  • SMA Negeri 2 Bagian B/Ilmu Pasti Jakarta, 1964
  • SMP Negeri V Pasar Baru, Jakarta, 1961
  • SR Muhammadiyah Jakarta, 1958

Pendidikan Militer

  • KSA VI Lembaga Ketahanan Nasional 1995 lulus terbaik
  • Sesko ABRI 1989 lulus terbaik di bidang akademik dan nilai terbaik kertas perorangan dengan anugerah “Karya Wira Nugraha”
  • US Army General Staff College Fort Leavenworth USA 1980
  • Australian Intelligence Course Woodside 1971
  • Akademi Militer Nasional pada tahun 1967 di Magelang
  • Khusus: Penembak Mahir Pistol kelas II dan Senapan kelas I Pusat Pasukan Khusus TNI AD, Terjun Bebas Militer , Kualifikasi keterampilan militer Para-Komando

Bintang dan tanda jasa

  • Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana
  • Bintang Kartika Eka Paksi Nararya-prestasi
  • Bintang Bhayangkara Utama
  • Bintang Yudha Dharma
  • Bintang Dharma
  • Satya Lencana Bhakti untuk luka-luka di medan pertempuran
  • Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV : 21.157.220).

Lain-lain

  • 2010 - sekarang - Chairman Andalusia Group.
  • 2010 - sekarang - Commissioner Carrefour Indonesia.
  • 2009 - sekarang - Presdir PT Mahagaya.
  • 2009 - 2012 - Chairman Blitzmegaplex.
  • 2004 - sekarang - Chairman Hendropriyono & Associates.
  • 2000 - 2001 - Chairman Hendropriyono Law Office.
  • 1999 - 2001 - Presiden Komisaris PT KIA Mobil Indonesia.
  • 1994 - 1998 - Ketua KTI (Komisi Tinju Indonesia).
  • 1993 - Dinobatkan sebagai MAN OF THE YEAR oleh majalah EDITOR.

Kilas Balik 1991

Januari 19, 1991

Danrem 043/Garuda Hitam Kol (Inf) Drs A.M. Hendropriyono dengan bijaksana dan seksama melakukan pemindahan petani kopi (perambah hutan) dari kawasan hutan lindung di Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Lampung Selatan dan Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Utara, melalui operasi senyum Binter Tanggamus, ke sejumlah lokasi baru seperti Rawa Jitu dan Rawa Pitu, Lampung Utara.

Sebelumnya, pemindahan petani kopi ini dari kawasan hutan lindung ini dilaksanakan oleh Pemda Lampung Selatan dibawah kordinasi langsung Bupati, namun menimbulkan keributan, karena sejumlah perumahan di dalam kawasan tersebut dibakar.

Keberhasilan operasi senyum Binter Tanggamus yang diprakarsai Danrem 043/Garuda Hitam Kol (Inf) Drs A.M. Hendropriyono, karena setiap KK (dari sekitar 4000 KK) yang dipindahkan mendapat fasilitas sebuah rumah serta lahan usaha pertanian seluas dua hektar, termasuk lahan pekarangan 0,25 ha. Juga, diberikan alat-alat pertanian serta jaminan hidup berupa beras dan lauk-pauk selama 18 bulan. (KOMPAS, Selasa, 22 Januari 1991, halaman 12. Telah Dipindahkan, "Petani Liar" Hutan Lindung Pulau Punggung).

Januari 21, 1991

Brigjen Drs H. A.M. Hendropriyono menempati posisi Direktur "D" Bais ABRI, menggantikan Brigjen TNI Todo Sihombing. Sebelumnya, Hendropriyono, menjabat sebagai Komandan Resor Militer 043 Garuda Hitam (Kodam II/Sriwijaya), dengan pangkat Kolonel (infanteri). (KOMPAS, Senin, 21 Januari 1991, halaman 12. Nama dan Peristiwa: Alih Tugas Jabatan Markas ABRI).

Kilas Balik 1993

April 02, 1993

Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono dilantik oleh KSAD Jenderal Edi Sudradjat sebagai Pangdam Jaya ke-11 menggantikan Mayjen K. Harseno. Sebelumnya A.M. Hendropriyono menjabat Direktur A Bais ABRI, dengan pangkat Brigjen (1992). (KOMPAS, Rabu, 31 Maret 1993, halaman 1. KSAD: Pembinaan ABRI agar Perhitungkan Perkembangan * Jabatan pangdam Brawijaya Diserahterimakan).

April 12, 1993

Meski belum genap dua pekan Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono menjabat sebagai Pangdam Jaya, ia sudah memperhatikan dengan serius aspek kesejahteraan prajurit di lingkungan Kodam (Komando Daerah Militer) Jaya/Jayakarta. Khususnya yang berkaitan dengan perumahan dinas prajurit yang saat itu dalam kondisi kumuh.

Sejak 12-14 April 1993 Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono selaku Pangdam Jaya melakukan kunjungan ke beberapa kesatuan di luar Makodam Jaya Jl. Mayjen Sutoyo, Cililitan, Jaktim. Yaitu, berkunjung ke Markas Komando Brigif-1 Pengamanan Ibukota Jaya Sakti dan Yonif 201-Jaya Yudha di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur; juga perumahan dinas para prajurit di Detasemen Zeni Tempur 3 Kodam Jaya di kawasan Cijantung, Jakarta Timur; serta berkunjung ke Men Arhanud-1 dan Yon Arhanud Se-6 di kawasan Lagoa, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kepada stafnya yang menangani masalah kesejahteraan, Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono saat itu menginstrusikan untuk melakukan inventarisasi kondisi perumahan prajurit di lingkungan Kodam Jaya yang tergolong kumuh, untuk segera ditingkatkan kualitasnya. (KOMPAS, Rabu, 14 April 1993, halaman 7. Diprioritas, Perumahan Dinas Prajurit Kodam Jaya).

April 23, 1993

Tidak hanya memperhatikan aspek kesejahteraan prajurit, Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono juga sangat serius memperhatikan aspek kedisiplinan prajuritnya. Ketika dilaporkan ada oknum prajurit yang melakukan tindakan tak patut, Hendropriyono memprosesnya secara hukum. Bahkan pada 27 April 1993, oknum pelaku pungutan ilegal tersebut dipecat melalui apel luar biasa yang berlangsung di Markas Pomdam Jaya Jl. Guntur, Jakarta Selatan.

Sebagaimana diberitakan media, seorang Tamtama berpangkat Kopral dilaporkan melakukan pungutan ilegal terhadap puluhan pengemudi kendaraan umum metromini T-42 dan T- 47. Dalam melakukan aksinya, oknum Kopral tersebut menggunakan sepeda motor dinas dan berseragam dinas lengkap. (KOMPAS, Sabtu, 24 April 1993, halaman 7. Pangdam Jaya: Diperiksa, Oknum ABRI yang Pungli Sopir Metromini).

Mei 03, 1993

Upaya menegakkan serta mengawasi penerapan tatatertib dan kedisiplinan militer, yang dilakukan Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono selaku Pangdam Jaya antara lain ditempuh dengan memberikan nasehat-nasehat. Sebagaimana pernah terjadi pada oknum Tamtama yang terjaring dalam operasi "Bulan Penghormatan" periode I di wilayah Garnisun I/Jakarta. Saat terjaring oknum Tamtama berpangkat Kopral mengendarai sepeda motor mengenakan ‘helm proyek’ dan berambut gondrong. (KOMPAS, Senin, 03 Mei 1993. Foto: Rambut Gondrong).

Mei 08, 1993

Pada tanggal 29 April 1993, sejumlah tujuh orang yang berstatus mahasiswa, guru, atlet, pegawai Deppen Pusat dan karyawan swasta datang ke Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) Muara Baru untuk belanja ikan. Ketujuh orang tadi sempat mengalami tindak kekerasan (dipecuti dengan ekor ikan pari kemudian direndam di air dalam kolam) dari oknum petugas yang ditempatkan di sana. Sekitar sepekan kemudian, peristiwa tersebut dipublikasikan media massa (07 Mei 1993).

Mayjen TNI A.M. Hendropriyono selaku Pangdam Jaya yang mengetahui peristiwa tersebut dari media massa langsung mengambil tindakan, memerintahkan Dan Pomdam Jaya segera mengusut tuntas peristiwa tersebut.

Selain mengambil tindakan tegas, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono juga mengapresiasi sikap warga yang berani mengadukan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum petugas, sebagai tindakan yang tepat. (KOMPAS, Sabtu, 08 Mei 1993, halaman: 7. Pangdam Jaya: Diusut, Kasus Penganiayaan oleh Oknum Petugas di PPSJ).

Juli 1993

Sejak awal Juli 1993, Pangdam Jaya Mayjen TNI AM Hendropriyono memberikan kesempatan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun organisasi politik (orpol) bertatap muka dan berdialog langsung dengannya untuk menyampaikan berbagai permasalahan, sambil minum kopi atau sarapan. Caranya, melakukan pendaftaran terlebih dahulu, dan dalam bentuk kelompok (organisasi).

Melalui forum coffee morning yang berlangsung mulai pukul 07:00 pagi dimaksudkan untuk memperoleh masukan langsung dari masyarakat tanpa harus melalui jalur birokrasi.

Selain ormas dan orpol, forum coffee morning ini antara lain pernah dihadiri oleh para gepeng (gelandangan dan pengemis) yang berpoperasi di tujuh wilayah yaitu Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Bekasi dan Tangerang. (KOMPAS, Rabu, 21 Juli 1993, halaman 7. Info Jabotabek: Pangdam Jaya Dan Gepeng).

Juli 10, 1993

Program ABRI Masuk Desa (AMD) yang ke-43 berlangsung sejak 10 Juli 1993 hingga 03 Agustus 1993. Pekerjaan yang dilakukan dalam program AMD di wilayah Jakarta Pusat tersebut adalah perbaikan dua Balai Warga, satu Musholla, dan pengerasan jalan. Selain itu, juga dilakukan pekerjaan non fisik seperti ceramah kesadaran berbangsa dan bernegara kepada masyarakat dan pelajar.

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada acara penutupan AMD ke-43 kala itu berharap, hasil kerja AMD bisa bermanfaat dan dapat dipelihara oleh warga, bahkan pada kesempatan berikutnya dapat dikembangkan lebih jauh lagi. (KOMPAS, Selasa, 03 Agustus 1993, halaman 7. Info Jabotabek: Pangdam Tutup AMD-XLIII).

Agustus 11, 1993

Pada Rabu siang tanggal 11 Agustus 1993, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang terletak di Jalan Diponegoro 74 Jakarta Pusat, untuk mengucapkan selamat atas pengangkatan Dr Adnan Buyung Nasution SH sebagai tokoh hak asasi manusia.

Adnan Buyung Nasution yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus YLBHI periode 1993-1997, ditemani oleh Direktur Eksekutif YLBHI Drs Mulyana W Kusumah serta Kepala Divisi Khusus YLBHI Hendardi. Pertemuan berlangsung selama sekitar 10 menit.

Dalam sejarah berdirinya LBH, A.M. Hendropriyono adalah pejabat militer pertama yang datang ke LBH atas inisiatifnya sendiri, bukan atas undangan LBH untuk menghadiri suatu acara. Bagi Buyung sendiri, pertemuannya dengan Hendropriyono merupakan pertemuan pertamanya. "Dia seorang perwira tinggi yang punya keberanian untuk melakukan terobosan. Setidaknya, mencoba menghilangkan kesan bahwa militer itu angker. Itu terobosan simpatik." Demikian komentar Adnan Buyung Nasution kepada harian Kompas.

Sekitar sebulan kemudian, tepatnya tanggal 8 September 1993, langkah Hendropriyono diikuti Brigjen Pol (Dra) Roekmini Koesoemo Astoeti, yang juga menemui Buyung di kantornya. Saat itu Roekmini bertugas di Mabes ABRI sebagai staf di Kassopol ABRI. Roekmini juga pernah menjadi anggota Komisi II DPR mewakili F-ABRI dan ketika itu dikenal sebagai salah seorang anggota DPR yang sangat vokal. (KOMPAS - Kamis, 12 Aug 1993 Halaman: 1 Hendropriyono Temui Buyung).

Agustus 12, 1993

Menegakkan serta mengawasi penerapan tatatertib dan kedisiplinan militer yang diupayakan Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono, kembali mendapat ujian ketika pada Rabu siang 11 Agustus 1993 terjadi tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh dua oknum prajurit terhadap wartawan harian Pos Kota yang sedang melakukan tugas jurnalistik di kompleks Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) DLLAJR di Ujung Menteng, Jakarta Timur.

Aries Byantoro (wartawan Pos Kota yang saat itu berusia 39 tahun), dikabarkan diinterogasi di sebuah ruangan, ditendang dan dipukul pakai pistol sehingga menderita luka pada dagu, punggung dan kedua kakinya, meskipun sudah menunjukkan kartu PWI Jaya dan kartu karyawan Pos Kota.

Menyikapi hal tersebut, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Karena, tindakan semena-mena dan main hakim sendiri yang dilakukan oleh oknum prajurit tadi, merupakan tindakan tercela dan dapat dikategorikan melanggar tata tertib dan disiplin TNI.

Selain itu, Hendropriyono juga mengimbau, agar warga masyarakat yang mengalami perlakukan semena-mena oleh oknum prajurit segera melapor. "Langsung lapor ke atasannya atau ke saya, tidak perlu lewat jalur birokrasi. Selonong saja ke saya. Dari hari Selasa sampai Jumat kan saya 'buka praktek' dari jam 7.00 sampai 8.00 pagi lewat minum kopi pagi (coffe morning). (KOMPAS, Jumat, 13 Agustus 1993, halaman 7. Pangdam: Usut Kasus Penganiayaan Wartawan "Pos Kota").

Agustus 13, 1993

Sebagaimana diulas harian Kompas edisi 13 Agustus 1993, pada masa kepemimpinan Hendropriyono sebagai Pangdam Jaya, ada dikenal program Sekolah Khusus Kodam Jaya sebagai langkah kongkret Kodam Jaya mengatasi maraknya perkelahian pelajar yang dari tahun ke tahun semakin ganas, brutal dan berani. Bahkan, dari berbagai peristiwa, para pelajar yang berkelahi itu telah melecehkan guru, orangtua dan aparat keamanan.

Perkelahian antar pelajar itu tidak sekedar baku hantam, tetapi juga merusak sarana angkutan umum, membajak bus kota, melukai awak bus. Juga, menghadirkan rasa takut di kalangan masyarakat pengguna kendaraan umum.

Sejumlah pelajar yang pernah terlibat perkelahian kala itu, kemudian diikutkan ke dalam program sekolah khusus ini yang berlangsung selama sebulan. Kepada mereka dilatih kedisiplinan.

Dalam acara coffee morning Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Selasa tanggal 10 Agustus 1993 di Makodam Jaya Cililitan, sejumlah orangtua memuji program itu sebagai gagasan yang bagus.

Sekitar satu bulan kemudian, gagasan yang dipraktekkan Kodam Jaya tersebut juga diterapkan di Kodim Tangerang. Sekolah khusus bagi pelajar bermasalah ini dibuka Dandim Tangerang (saat itu), Letkol (Inf) Darizal Basir pada hari Kamis tanggal 16 September 1993 siang.

Pesertanya, 11 pelajar STM dari 3 STM yang ada di Kotamadya Tangerang. Para pelajar ini akan dididik oleh para guru pelajar bersangkutan dan aparat Kodim, dengan waktu pendidikan minimal 1 minggu dan maksimal 1 bulan tergantung dari pelajar bersangkutan. Sekolah khusus ini merupakan petunjuk Pangdam Jaya, Mayjen TNI A.M. Hendropriyono tentang pendidikan bagi pelajar bermasalah yang memerlukan pembinaan dan pengasuhan khusus. Selama pendidikan, para pelajar harus tetap tinggal di Makodim. Tujuannya, adalah mendidik dan mendisiplinkan remaja pelajar yang terlibat perbuatan tidak terpuji. (KOMPAS, Jumat, 13 Agustus 1993, halaman 4. Tajuk Rencana: Menempatkan Kehadiran Sekolah Khusus yang Diselenggarakan Kodam Jaya).

Agustus 23, 1993

Selain dikenal pandai melakukan terobosan seperti Sekolah Khusus Kodam Jaya, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono juga pernah melakukan terobosan berupa ‘keharusan’ membuat karya tulis bagi narapidana politik yang akan menjalani masa bebas bersyarat.

Menurut Menteri Kehakiman (saat itu) Oetojo Oesman SH, gagasan Pangdam Jaya tersebut merupakan gagasan bagus. Peraturan Menkeh tahun 1991, memang memberi kewenangan Bakorstanas untuk berperan sebagai pengamat dalam proses pembebasan bersyarat. Pangdam Jaya dalam hal ini adalah juga Ketua Bakorstanasda Jaya.

Salah satu narapidana politik yang ‘menikmati’ gagasan ini adalah AM Fatwa, yang pernah menjadi sekretaris pribadi mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1984.

Selain AM Fatwa ada juga Abdul Qadir Jaelani terpidana kasus Tanjung Priok 1984 yang menyampaikan ‘karya tulisnya’ secara lisan. (KOMPAS, Senin, 23 Agustus 1993, halaman 6. Menkeh Oetojo Oesman: Perlu Dikaji, Gagasan Napi Politik Membuat Skripsi).

Oktober 01, 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono menjadi anggota Dewan Kehormatan PB Pertina (Pengurus Besar Persatuan Tinju Amatir Indonesia) periode 1993-1998, bersama-sama Saleh Basarah (mantan ketua PB Pertina), Sahala Radjagukguk, dan Bob Hasan. (KOMPAS, Sabtu, 02 Oktober 1993, halaman 15. Mayjen Paul Toding: Ketua Umum PB Pertina).

November 12, 1993

Salah satu kejutan Hendropriyono lainnya adalah mengatifkan kembali geliat Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) yang selama 9 tahun belakangan ditutup pihak berwajib, karena sebagian pengurusnya terkait Insiden Tanjungpriok September 1984. Bahkan Pangdam V Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono yang juga menjabat sebagai Kepala Bakorstanasda Jaya, menyampaikan kuliah perdana di hadapan sekitar 150 mahasiswa PTDII pada hari Jum’at tanggal 12 November 1993.

PTDII semula bernama Akademi Dakwah Islam, didirikan pada tahun 1960, di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam (Yapis). Secara kelembagaan PTDII tidak ada kaitan dengan insiden Tanjung Priok 1984, namun beberapa dosen dan pengurus PTDI, termasuk Prof H. Oesmany Al-Hamidy, sang Rektor, saat itu diduga terlibat kasus Tanjung Priok.

Prof H. Oesmany Al-Hamidy sendiri sebelumnya adalah mantan perwira CPM (Corps Polisi Militer) yang berhenti sejak 1957. Ia sempat diadili dan menjalani hukuman penjara selama 6 tahun 10 bulan dalam kasus Tanjung Priok 1984. (KOMPAS, Sabtu, 13 November 1993, halaman 7. Pangdam Jaya Beri Kuliah Umum Perdana di PTDII).

Desember 14, 1993

Kedatangan Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono ke mesjid Hidayatullah yang terletak di Setiabudi Kuningan, Jakarta Selatan, membawa berkah. Setelah berbulan-bulan terancam akan dibongkar, Mesjid Hidayatullah akhirnya tak jadi dibongkar oleh PT Danamon. Kepastian itu diketahui setelah terdapat permufakatan antara developer dengan pihak mesjid.

Permufakatan itu ditindaklanjuti dengan membuat perjanjian yang ditandatangani oleh Direktur PT Danamon, Andreas, serta Ketua pengurus mesjid, KH Nawawi Hakam, serta 29 anggota pengurus.

Isi perjanjian kesepakatan itu antara lain, developer menjamin mesjid tak akan rubuh akibat galian tanah di sekelilingnya dengan membangun penyanggah. Sedang jalan menuju mesjid digeser ke pojok, namun diperlebar (hingga 6 meter) dan atas biaya developer. Kemudian developer mengakui bahwa lokasi tanah areal mesjid adalah sertifikat hak milik mesdjid.

Ketua pengurus mesjid, Nawawi, mengatakan bahwa mesjid baru yang sudah dibangun developer dengan biaya milyaran sekitar 1,5 km dari lokasi sengketa, yang tadinya diperuntukkan bagi penggantian mesjid yang lama, akhirnya direlakan oleh PT Danamon.

"Mesjid itu sudah mulai dimakmurkan masyarakat setempat, dan rasanya tak ada yang mempersoalkan keberadaannya sekarang. Terus terang semua ini berkat kedatangan Pangdam Hendropriyono ke mesjid…” ucap KH Nawawi Hakam. (KOMPAS, Rabu, 15 Desember 1993, halaman 7. MESJID HIDAYATULLAH TAK JADI DIBONGKAR).

Desember 17, 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada 17 Desember 1993 ditetapkan sebagai Man of the Year 1993 oleh majalah berita Editor. Penghargaan tersebut berlangsung di Hotel Sahid, Jakarta.

Sepanjang sejarah majalah tersebut, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono merupakan Man of the Year ketiga yang berasal dari ABRI sejak pemilihan tokoh dilakukan pertama kali tahun 1988. Dua nama lain yang pernah dipilih adalah Jenderal (Pur) LB Moerdani (1988), dan Jenderal (Pur) Rudini (1991). Tiga tokoh lain yang pernah dipilih Editor yaitu Drs Marzuki Usman (1989), KH Abdurrahman Wahid (1990), dan Prof Dr Ing BJ Habibie (1992).

Mayjen TNI A.M. Hendropriyono dipilih sebagai tokoh karena memiliki gagasan yang orisinal, dan mungkin juga kontroversial. Misalnya, di tengah maraknya peristiwa politik di tanah air, sejak dilantik menjadi Pangdam Jaya April 1993, dia membuka dialog dengan tokoh-tokoh kritis, misalnya Adnan Buyung Nasution, Ali Sadikin, dan tokoh-tokoh lain dari Petisi 50. Juga, melontarkan dan melaksanakan sekolah khusus di markas Kodim bagi pelaku perkelahian antarpelajar. Pangdam Jaya itu juga yang melontarkan ide pembuatan "skripsi" bagi narapidana politik yang belakangan semakin banyak dibebaskan. (KOMPAS, Kamis, 16 Desember 1993, halaman 16. Nama dan Peristiwa: Pangdam Jaya Mayjen TNI Abdullah Mahmud Hendropriyono (47) ditetapkan sebagai Man of the Year 1993).

Desember 20, 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono membawakan puisi karya Taufiq Ismail berjudul Ibunda Kita Suarga Kita dalam acara "Bapak- Bapak Baca Puisi" menyambut Hari Ibu di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) hari Senin tanggal 20 Desember 1993, malam. Mengaku deg-degan menunggu giliran membaca, dan bingung membaca puisi buatan sendiri, akhirnya Hendro memilih puisi karya Taufiq Ismail. Acara yang diselenggarakan Yayasan Ananda dan Pusat Kesenian Jakarta, dipandu oleh penyair Taufiq Ismail, menampilkan belasan bapak-bapak terkemuka di negeri ini.

Hadir membacakan puisi antara lain Menaker Abdul Latief, pengusaha HMNM Hasjim Ning, ketua PPP H Ismail Hasan Metareum, mantan Menkeh Ismail Saleh, Sekjen Deptrans Mayjen ZA Maulany, dan mantan Sekmil Presiden Mayjen Syaukat Banjaransari. (KOMPAS, Selasa, 21 Desember 1993, halaman 5. Puisi Hari Ibu).

Kilas Balik 1994

April 08, 1994

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Jum’at tanggal 08 April 1994 menyerahkan satu unit minibus warna putih kepada Perguruan Tinggi Dakwah Islam Indonesia (PTDII), di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Penyerahan minibus itu diterima pimpinan PTDII Prof Osmany Al Hamidy MA. "Saya datang disini hanya sebagai perantara saja dari Panglima ABRI. Dan Pangab juga hanya perantara karena sumbangan ini semua berasal dari Allah SWT," kata Hendro. (KOMPAS, Sabtu, 09 April 1994, halaman 20. Nama dan Peristiwa: Pangdam Jaya Mayjen TNI AM Hendropriyono menjadi perantara).

April 14, 1994

Sejak Kamis 14 April 1994, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono berhak menyandang gelar MBA (Master of Business Administration), yang berhasil diraihnya dari University of the city of Manila, Philippines.

Kuliah yang dijalani Pangdam dilakukan dengan korespondensi selama 1,5 tahun di tengah-tengah kesibukannya menjaga keamanan ibu kota. Sebelumnya, Hendropriyono sudah menyandang gelar doktorandus dari STIA-LAN. Bahkan saat itu, Hendropriyono juga sedang menjalani kuliah di Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM). (KOMPAS, Rabu, 20 April 1994, halaman 20. Nama dan Peristiwa: Para penyandang gelar MBA bakal mendapat saingan, Pangdam Jaya AM Hendropriyono).

Mei 04, 1994 Sekitar tiga pekan kemudian, Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono berhak memakai gelar Sarjana Hukum setelah berhasil mempertahankan skripsi berjudul Ketentuan Tambahan Terhadap Narapidana Politik selama sekitar satu jam di depan sidang skripsi yang dipimpin Ketua Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Prof Dr H. Priyatna Abdurrasyid, SH.

Menurut Prof Dr H. Priyatna Abdurrasyid, SH, skripsi setebal 120 halaman dipertahankan dengan sangat baik: "Tidak bisa lain, kami harus memberikan yudicium Cum Laude dengan nilai rata-rata A.”

Pada intinya, skripsi dengan judul Ketentuan Tambahan Terhadap Narapidana Politik menjawab beberapa pertanyaan ahli hukum Indonesia yang mempersoalkan dasar hukum penulisan karya tulis bagi para narapidana politik sebelum dibebaskan.

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono belajar di STHM selama 3,5 tahun, melalui skripsinya berhasil membuktikan bahwa masalah karya tulis bagi narapidana politik itu ada dasar hukumnya. Yaitu, mengacu pada pasal 10 (b) KUHPidana, teori Montesorie dan yang terpenting adalah Tap MPR no. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang dikaitkan dengan pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat. (KOMPAS, Jumat, 06 Mei 1994, halaman 20. Nama dan Peristiwa: Sejak Rabu (4/5) Pangdam Jaya Mayjen TNI AM Hendropriyono berhak memakai gelar Sarjana Hukum ...)

Juni 1994

Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono serta Kapolda Mayjen (Pol) Hindarto meresmikan majelis ta’lim At-ta’ibin, forum pengajian para mantan narapidana dan keluarganya. Majelis Ta’lim ini diprakarsai dan diketuai oleh HM Ramdhan Effendi alias Anton Medan (Tan Hok Liang). Majelis Ta’lim ini didirikan pada tanggal 10 Juni 1994. (Sumber: http://eightbspezharpalu.wordpress.com/2012/02/05/kisah-anton-medan-menemukan-hidayah-di-penjara/)

Desember 10, 1994

Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Sabtu tanggal 10 Desember 1994 dilantik menjadi Komandan Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan (Kodiklat) TNI-AD. Lembaga Kodiklat merupakan peleburan dua lembaga yang sudah ada sebelumnya, yaitu Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) TNI-AD serta Pusat Pengembangan Sistem Operasi (Pusbangsisops) TNI-AD.

Tugas pokok Kodiklat adalah menyelenggarakan pembinaan doktrin dan sistem operasi matra darat, pendidikan, dan latihan. Selain itu, Kodiklat TNI-AD juga membawahi Pusat Kesenjataan Infanteri, Pusat Kesenjataan Kavaleri, dan Pusat Kesenjataan Artileri. (Sumber: KOMPAS, Minggu, 11 Desember 1994, halaman 8. Mayjen TNI Hendropriyono Dilantik Jadi Dan Kodiklat).

Desember 19, 1994

Mayjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Senin tanggal 19 Desember 1994 terpilih sebagai Ketua Umum PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) periode 1994-1998. Pada saat bersamaan Hendropriyono saat itu masih menjabat sebagai Ketua KTI (Komisi Tinju Indonesia). (KOMPAS, Senin, 19 Desember 1994, halaman 19. Menjelang Munas PJSI (2). AM Hendropriyono: Garuda Emas 2002-PJSI Bukan Proyek Mercu Suar).

Kilas Balik 1995

Maret 28, 1995

Presiden Soeharto di Istana Negara pada 28 Maret 1995 mengukuhkan pengurus KONI Pusat masa bakti 1995-1999. Pengurus inti KONI Pusat terdiri dari: Ketua Umum dijabat oleh Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Wakil Ketua Umum I dijabat oleh Arie Soedewo, Wakil Ketua Umum II dijabat oleh Rahardi Ramelan, Wakil Ketua Umum III dijabat oleh A.M. Hendropriyono, dan Wakil Ketua Umum IV dijabat oleh M. Hasan. Sedangkan jabatan Sekjen dipercayakan kepada Rudolf S. Warouw, dibantu Wakil Sekjen Cahyo Adi. (KOMPAS, Kamis, 23 Februari 1995, halaman 19. Pengurus KONI Pusat Periode 1995-1998).

Mei 23, 1995

Komandan Kodiklat TNI AD Mayjen TNI A.M. Hendropriyono diwisuda menjadi sarjana Universitas Terbuka bersama sejumlah perwira tinggi TNI lainnya. Yaitu, Letjen TNI Moch Ma'ruf AR (Kassospol), Mayjen TNI Sofian Effendi (Asisten Operasi Kasum), Mayjen TNI Bantui Hardjijo (Asisten Perencanaan Umum Pangab), Brigjen TNI Zacky Anwar (Direktur A BIA), Mayjen TNI Wiranto (Pangdam V Jaya), Mayjen TNI R Adang Ruchiatna (Pangdam IX Udayana), Mayjen TNI EE Mangindaan (Gubernur Sulawesi Utara). (KOMPAS, Rabu, 24 Mei 1995, halaman 10. Sejumlah 27 Pati ABRI Diwisuda Jadi Sarjana UT).

Kilas Balik 1996

Februari 28, 1996

Komandan Kodiklat TNI AD Mayjen TNI A.M. Hendropriyono mengikuti Kursus Singkat Angkatan VI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Kursus tersebut berlangsung selama 4,5 bulan, dari 28 Februari hingga 5 Juli 1996. Keseluruhan peserta kursus ini berjumlah 98 orang, dan 50 diantaranya anggota TNI.

Di akhir acara, terpilih sebagai peserta kursus paling berprestasi adalah Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan TNI-AD Mayjen TNI A.M. Hendropriyono dan Lutfi Ibrahim Nasution dari Kantor Menteri Agraria. Sebagai lulusan terbaik Kursus Singkat Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Angkatan VI, Hendropriyono memperoleh Piagam Seroja. (KOMPAS, Senin, 08 Juli 1996, halaman 24. Nama dan Peristiwa: Hendropriyono mendapat prestasi tinggi dalam Lemhanas).

Oktober 09, 1996

Komandan Komando Pendidikan dan Latihan (Dan Kodiklat) TNI-AD diserah-terimakan dari Mayjen TNI A.M. Hendropriyono kepada Mayjen TNI Achfas Mufti. Serah terima dilakukan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI R Hartono. Saat itu Hendropriyono dipromosikan menjadi Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang), menggantikan Tuk Setyohadi. (KOMPAS, Kamis, 10 Oktober 1996, halaman 14. KSAD: Belum Dengar Rencana Mutasi Pimpinan Puncak TNI-AD * Mayjen TNI AM Hendropriyono akan Jadi Sesdalopbang).

Desember 17, 1996

Pada hari Selasa tanggal 17 Desember 1996, Menteri Negara Sekretaris Negara (Mensesneg) Moerdiono secara resmi melantik Mayjen TNI Drs A.M. Hendropriyono SH MBA sebagai Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang), menggantikan Mayjen (Purn) Tuk Setyohadi, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta. Hal itu dilaksanakan berdasarkan Keppres No 308/M Tahun 1996. (KOMPAS, Rabu, 18 Desember 1996, halaman 14. Hendropriyono Dilantik Sebagai Sesdalopbang).

Desember 30, 1996

Ketua Umum Komisi Tinju Indonesia (KTI) Pusat A.M. Hendropriyono menunjuk Kol (Inf) Tritamtomo, selaku caretaker (pengemban) atau pengganti yang akan menjalankan roda kepengurusan di KTI. Selain itu diumumkan 12 personel baru KTI yang akan membantu tugas sehari-hari dari caretaker, hingga Munas 1998. (KOMPAS, Selasa, 31 Desember 1996, halaman 16. Hendropriyono Tunjuk "Caretaker" KTI).

Kilas Balik 1997

Januari 20, 1997

Mantan Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI Drs. H. A.M. Hendropriyono, MBA, SH yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang), naik pangkat setingkat menjadi Letnan Jenderal TNI.

Selama ini Letnan Jenderal TNI A.M. Hendropriyono dikenal sebagai perwira yang sukses dalam berbagai medan pertempuran. Ia lama bertugas di pasukan Baret Merah, Komando Pasukan Khusus TNI-AD, mulai sebagai Komandan Peleton (1968-1972), Komandan Kompi Prayudha (1972-1974), Komandan Detasemen Tempur 13 (1981-1984), Wakil Asisten Personel, Asisten Intelijen.

Dari tugas di Kopassus ia menjadi Asisten Intel Kodam Jaya (1985-1987), Komandan Korem Garuda Hitam di Lampung (1987-1991), Direktur D Bais (Badan Intelijen Strategis) ABRI (1991), Direktur A Bais ABRI (1993-1994).

Sekalipun tergolong orang pasukan, Hendropriyono juga giat menimba ilmu hingga berhasil menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara, meraih gelar MBA dari University of the City of Manila, Filipina dan tahun 1996 lalu lulus dari Sekolah Tinggi Hukum Militer.Hendropriyono sempat kuliah di Fakultas Kedokteran UGM sebelum ia memasuki Akademi Militer Nasional (1964-1967). (KOMPAS, Selasa, 21 Januari 1997, halaman 14. Hendropriyono Jadi Letjen).

Maret 11, 1997

Sesdalopbang Letjen TNI A.M. Hendropriyono tampil sebagai salah satu pemakalah dan pembahas pada acara Seminar Sehari Mengenai Perspektif Peranan ABRI Memasuki Abad 21 dalam rangka memperingati Catur Windu Harian Angkatan Bersenjata, yang berlangsung di Lemhannas, Jakarta. (KOMPAS, Rabu, 12 Maret 1997, halaman 1. Reaktualisasi dan Reorientasi Dwifungsi ABRI).

Maret 25, 1997

Sesdalopbang Letjen TNI A.M. Hendropriyono bersama Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad, Dirjen Perdagangan Internasional Djoko Mulyono serta sejumlah konglomerat dari Jakarta melepas ekspor perdana salak pondoh, di Dusun Wonosari, Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Sleman, DI Yogyakarta. (KOMPAS, Rabu, 26 Maret 1997, halaman 24. Nama dan Peristiwa: Mar'ie Muhammad Melepas Ekspor Perdana Salak Pondoh).

Agustus 01, 1997

Sesdalopbang Letjen TNI A.M. Hendropriyono menerima lima kapal tangkapan eks-Thailand dan Malaysia dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Soehandjono, dan atas nama Presiden RI kelima kapal tersebut diserahkan kepada nelayan melalui Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kadim Berutu.

Ketika itu Hendropriyono berpendapat, setiap kapal tangkapan yang perkaranya sudah diputus pengadilan, sebaiknya jangan langsung dilelang. Sebab, hanya akan jatuh menjadi milik orang yang punya uang. Hibahkan saja langsung ke nelayan. Untuk itu, menurut Hendropriyono, perlu dicari jalan keluarnya agar setiap kapal tangkapan bisa langsung diserahkan ke nelayan. (KOMPAS, Sabtu, 02 Agustus 1997, halaman 9. Sesdalopbang Hendropriyono: Ironis, Kekayaan Laut Dicolong Orang Asing).

Agustus 12, 1997

Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang) Letjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Selasa tanggal 12 Agustus 1997 menerima penyematan tanda kehormatan Bintang Yudha Dharma Pratama dari Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung di Mabes ABRI Jakarta.

Penghargaan tersebut diberikan berdasarkan SK Presiden atas jasa baktinya yang melebihi dan melampaui panggilan tugas pembinaan dan pengembangan, sehingga keuntungan luar biasa untuk kemajuan, perkembangan dan terwujudnya integrasi ABRI. (KOMPAS, Rabu, 13 Agustus 1997, halaman 14. KSAD Terima Tanda Kehormatan dari Pangab).

Agustus 29, 1997

Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang) Letjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Jumat tanggal 29 Agustus 1997 di Bitung meninjau 65 buah pamboat (perahu motor) Filipina dan sembilan kapal asing berbendera Taiwan hasil sitaan aparat keamanan di Dermaga Angkatan Laut Bitung.

Hendropriyono juga menyampaikan instruksi Presiden yang mengharuskan kapal asing, perahu motor maupun armada laut lainnya yang ditangkap dan diputus secara hukum oleh pengadilan karena kasus pencurian ikan di perairan teritorial Indonesia, jangan lagi dilelang tetapi dihibahkan kepada nelayan. Dalam hal ini, hibah merupakan salah satu cara pemerintah dalam rangka memperkuat armada laut nasional, sekaligus upaya mengangkat kehidupan nelayan. (KOMPAS, Sabtu, 30 Agustus 1997, halaman 8. Instruksi Presiden, Kapal Asing Sitaan untuk Nelayan).

Desember 19, 1997

Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang) Letjen TNI A.M. Hendropriyono pada hari Jumat tanggal 19 Desember 1997 turut melepas ekspor perdana kedelai jenis edamame ke Jepang yang dilakukan PT Mitra Tani 27, sebanyak 43 ton. Sejak tahun 1994 hingga 1997, PT Mitra Tani 27 telah melakukan uji coba ekspor produknya ke Jepang. Menurut Hendropriyono, ekspor kedelai ini merupakan prestasi, sebab pasar di Jepang dikenal paling sulit menerima produk pertanian dari negara lain. (KOMPAS, Sabtu, 20 Desember 1997, halaman: 8. Dilepas, Ekspor Perdana Kedelai Jenis Edamame).

Kilas Balik 1998

Januari 09, 1998

Sesdalopbang A.M. Hendropriyono turut serta melaksanakan panen raya padi di lahan pertanian Desa Wainetat, Kecamatan Buru Utara Timur (Pulau Buru), Kabupaten Maluku Tengah, bersama sejumlah pejabat seperti Menteri Transmigrasi dan PPH Siswono Yudohusodo, Mentan Syarifuddin Baharsyah, Kabulog Beddu Amang.

Berdasarkan surat Menteri Transmigrasi dan PPH bulan Mei 1997, Pulau Buru ditetapkan sebagai sentra panen raya nasional tahun 1997/1998. Luas lahan yang dipanen mencapai 2.000 hektar, tersebar di dataran Waiapo. Sebanyak 50 hektar di antaranya merupakan lahan gelar teknologi pertanian dengan varietas yang dikembangkan di antaranya membramo, IR-64, maros, dan bengawan solo. Hasil ujicoba rata-rata produksi verietas tersebut mencapai 7-8,5 ton gabah kering per hektar. Produksi per satuan lahan yang diusahakan oleh petani di Pulau Buru saat itu antara 4,5-5,5 ton gabah kering per hektar. (KOMPAS, Sabtu, 10 Januari 1998, halaman 8. Panen Raya di Pulau Buru).

Maret 14, 1998

Pada Sabtu pagi tanggal 14 Maret 1998, Presiden Soeharto mengumumkan anggota Kabinet Pembangunan VII di ruang kredensial Istana Merdeka, Jakarta. Untuk jabatan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dipercayakan kepada Letjen TNI A.M. Hendropriyono SE, SH, MBA yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalopbang). (KOMPAS, Minggu, 15 Maret 1998, halaman 1. Presiden Umumkan Kabinet: Seluruh Rakyat Dambakan, Krisis Segera Diatasi).

Maret 18, 1998

Pada hari Rabu tanggal 18 Maret 1998 Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, A.M. Hendropriyono, melakukan panen perdana sawah percontohan di Proyek Lahan Gambut (PLG) 1.000 ha di Desa Sungai Rasau, Kabupaten Tanahlaut, Kalimantan Selatan. Mentrans dan PPH yang baru tiga hari dilantik sebagai anggota Kabinet Pembangunan VII, saat itu didampingi Gubernur Kalsel, Gusti Hasan Aman, Kakanwil Deptrans dan PPH setempat, Ambyah Ghozali, serta Pimpinan PLG 1.000 ha Kardono. Hasil panen hari itu 6,5 ton gabah kering panen (GKP) per ha. (KOMPAS, Kamis, 19 Maret 1998, halaman 11. Panen 1.000 Ha di PLG Tanahlaut - Hasilkan 6,5 Ton GPK per Ha).

April 09, 1998

Pada hari Kamis tanggal 09 April 1998 Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, A.M. Hendropriyono, mengawali panen raya padi di lahan rawa pasang surut Desa Telangkarya, Musibanyuasin (Muba), bersama Mentan Ny Justika Sjarifudin Baharsjah, dan Menteri PU Rachmadi BS.

Panen raya serentak tersebut berlangsung di lahan seluas 900 ha. Saat itu Sumatera Selatan memiliki lahan pasang surut sekitar 329.987 hektar yang sudah direklamasi Departemen PU. (KOMPAS, Sabtu, 11 April 1998, halaman 11. Tiga Menteri Panen Raya Padi).

April 29, 1998

Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH), A.M. Hendropriyono dalam kunjungan kerja pertama ke Maluku saat itu menyerahkan delapan unit pamboat (kapal nelayan ukuran kecil) kepada PT Sarana Maluku Ventura (SMV), dan 12 unit lainnya kepada Pusat Koperasi TNI AL (Puskopal) Armatim Ambon. Kapal-kapal tersebut merupakan bekas pakai nelayan asing yang disita TNI AL karena digunakan secara ilegal di perairan Indonesia. (KOMPAS, Kamis, 30 April 1998, halaman 11. Transmigran ke Maluku Jadi Nelayan).

Mei 23, 1998

Presiden BJ Habibie pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 1998 melantik dan mengambil sumpah 36 orang Menteri Kabinet Reformasi Pembangunan di Istana Negara, Jakarta. Salah satunya Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan yang dijabat oleh A.M. Hendropriyono.

Dua hari sebelumnya, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam pidato yang singkat, Soeharto antara lain mengatakan, “Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.” Usai Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya, BJ Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden, dan membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan. (KOMPAS, Minggu, 24 Mei 1998, halaman 1. Presiden Lantik Kabinet Reformasi Pembangunan).

Juni 08, 1998

Meski baru menjabat dua bulan dua minggu sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH), A.M. Hendropriyono berani memutuskan untuk mengatasi masalah yang sudah berlangsung empat tahun sebelumnya (sejak November 1994). Yaitu, penyelewengan uang muka perumahan karyawan yang dilakukan pihak pengembang.

Di hadapan sekitar 300 karyawan Deptrans yang menggelar unjuk rasa, Hendropriyono mengatakan: "Saya akan mengembalikan uang dalam waktu empat minggu terhitung hari ini. Uang yang dikembalikan itu tidak berasal dari memotong gaji saudara-saudara dan tidak akan mengambil uang negara. Ini urusannya menteri, itu tanggung jawab saya. Masalah ini 'kan sudah empat tahun, tapi saya kan baru dua bulan dua minggu. Saya janji dalam waktu empat minggu akan tuntas, tapi saudara-saudara harus sabar. Tiap minggu saya akan cari uang Rp 250 juta. Saya tidak bohong, kalau bohong taruhannya saya sendiri. Tidak usah saudara suruh turun (berhenti), saya akan turun sendiri.” (KOMPAS, Selasa, 09 Juni 1998, halaman 2. Mentrans Janji Kembalikan Uang Muka Setu Bermasalah * Tak Usah Suruh Turun, Saya akan Turun Sendiri).

Juli 08, 1998

Letjen TNI A.M. Hendropriyono memimpin rapat pertama Pengurus Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) masa bakti 1998-2001.

Pengurus IKAL yang diketuai Hendroprijono ini, antara lain dilengkapi Wakil Ketua Umum (Rachmadi B. Sumadhijo), Wakil Ketua I-III, masing-masing Sutiyoso (Gubernur DKI), Hari Sabarno (Wakil Ketua DPR/MPR), Soegianto (Dirut Pertamina) dengan Sekjen Nasruddin Hars (Pemimpin Redaksi Harian Angkatan Bersenjata. (KOMPAS, Kamis, 09 Juli 1998, halaman 6. Sari Berita Sosial-Politik: Hendroprijono Pimpin Ikal).

September 01, 1998

Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono menghadiri panen perdana kedelai di areal transmigrasi SP2 Desa Wonoagung, kecamatan Menggala, Tulangbawang, Provinsi Lampung. Setelah mengembangkan tanaman kedelai, Deptrans saat itu berlanjut mengembangkan tanaman jagung di sekitar kawasan-kawasan permukiman transmigrasi, yang menjadi salah satu upaya meningkatkan taraf hidup transmigran. (KOMPAS, Jumat, 04 September 1998, halaman 2. Kilasan Ekonomi: Jagung dan Kedelai untuk Transmigran).

Oktober 21, 1998

Pada hari Rabu tanggal 21 Oktober 1998, Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan (Mentrans PPH) A.M. Hendropriyono, memulai pencanangan nasional tanaman pangan, di Karawang, Jawa Barat.

Pada kesempatan itu Mentrans PPH mengatakan kasus kebocoran (korupsi) Bank Dunia kalau mau diberantas, harus diusut sampai ke akar-akarnya dan itu bukan hanya terhadap pejabat di Indonesia, tetapi juga pejabat asingnya. Mengingat dalam kasus kebocoran Bank Dunia (BD) tidak lepas dari pejabat asing, karena mulai dari perencanaan, penunjukan kontraktor dan pengawasnya ditentukan mereka sendiri. (KOMPAS, Kamis, 22 Oktober 1998, halaman 2. Mentrans: Usut Korupsi di Bank Dunia).

November 08, 1998

Pada hari Minggu tanggal 08 November 1998 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono melakukan peletakan batu pertama Pondok Pesantren Agribisnis Shidiqiyathul Muslimin, di Desa Cibungur, Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, asuhan KH Noer Muhammad Iskandar. Turut hadir mantan Menkop/ Kabulog Bustanil Arifin dan Ibrahim Hasan, serta Rois Aam PBNU KHM Ilyas Ruhiat.

Pada kesempatan itu Hendropriyono mengatakan, pola pesantren yang melibatkan banyak rakyat (santri) diadopsi untuk mengembangkan perekonomian transmigran dan pelestarian hutan. Pada program transmigrasi para santri ini dilibatkan dalam pola usaha kemitraan, sehingga mereka mampu meningkatkan kesejahteraannya tidak hanya pada produksi, tetapi juga pengolahan hasil. Sementara para rakyat, santri dan kiainya dilibatkan untuk ikut mengamankan hutan. (KOMPAS, Senin, 09 November 1998, halaman 11. Deptrans Libatkan Pesantren untuk Kelola Hutan).

November 09, 1998

Pada hari Senin 09 November 1998 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono melayat, menshalatkan dan mengantarkan jenazah KH Hasan Basri, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang wafat hari Minggu tanggal 08 November 1998. Almarhum lahir di Muara Teweh, Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada tanggal 10 Agustus 1920.

Ba’da shalat Dzuhur, jenazah dishalatkan di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang dihadiri ribuan umat Islam, kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir Jakarta. Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono adalah salah satu keponakan almarhum KH Hasan Basri yang menjabat sebagai Ketua Umum MUI sejak 20 September 1984 menggantikan KH Syukri Ghozali. Selain pernah menjabat sebagai Ketua Umum MUI KH Hasan Basri juga pernah menjadi anggota Anggota Komnas HAM periode 1993 – 1998. (KOMPAS, Selasa, 10 November 1998, halaman 6. Jenazah KH Hasan Basri Dimakamkan).

November 20, 1998

Pada hari Jum’at tanggal 20 November 1998 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono melepas 109 kepala keluarga (KK) transmigran asal DKI Jakarta dan Jawa Barat, ke unit pemukiman transmigrasi (UPT) Seluas, Kecamatan Seluas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Pelepasan transmigran asal DKI dan Jabar itu berlangsung di tengah-tengah ramainya pemberitaan tentang konflik kultural yang sering terjadi di lahan-lahan transmigrasi, misalnya seperti terjadi di Pulau Buru beberapa waktu sebelumnya.

Untuk mecegah konflik kultural, Deptrans menyempurnakan pola penempatan transmigran melalui pendekatan adat. Caranya, Kepala Suku Adat di lokasi transmigran didatangkan untuk menjemput para transmigran, sehingga antara transmigran dan calon bapaknya sudah mengenal lingkungannya.

Ketika melepas 109 kepala keluarga (KK) transmigran asal DKI Jakarta dan Jawa Barat saat itu, Kepala Suku Adat Masyarakat Dayak Lara, yakni Paulus Pitjo, datang ke tempat asal transmigran di DKI dan Jabar, lalu menjemput mereka. Sebelumnya delegasi calon transmigran datang ke calon lokasi, untuk mempelajariadat-istiadat setempat. Setelah itu mereka kembali ke daerah asalnya untuk memberikan informasi kepada para calon transmigran.

Menurut Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono, pola tersebut dijadikan satu keputusan dan kebijakan untuk seluruh Indonesia. Selain berdaya-guna maksimal, cara tersebut juga tidak memerlukan dana besar sebab hanya mengatur atau memindahkan dana-dana transmigrasi dari satu pos ke pos lain yang lebih tepat. (KOMPAS, Sabtu, 21 November 1998, halaman 2. Konflik Kultural Belum Tertangani).

November 30, 1998

Pada hari Senin tanggal 30 November 1998 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono di Denpasar, Bali, melepas 40 keluarga (124 jiwa) transmigran swakarsa asal Bali, yang berangkat menuju Desa Semeteh, Musirawas, Sumatera Selatan.

Beberapa hari sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Semeteh, Ujang, datang ke Bali menjemput para transmigran tersebut. Di semeteh, tiap keluarga diberi tanah seluas dua hektar. Pada upacara pelepasan, Hendropriyono menegaskan, yang menjadi tolok ukur keberhasilan transmigrasi bukan lagi besarnya jumlah transmigran yang menempati lahan baru, melainkan hasil yang dicapai para transmigran di lahan baru itu. (KOMPAS, Rabu, 02 Desember 1998, halaman 2. Kilasan Ekonomi: Kades Sumatera Selatan Jemput Transmigran Bali).

Desember 29, 1998

Pada hari Selasa tanggal 29 Desember 1998 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono memulai Pencanangan Gerakan Islah Nasional di Departemen Transmigrasi dan PPH, Jakarta. Gerakan ini digagas Hendropriyono sehubungan dengan persoalan Dwifungsi ABRI yang saat itu terus diperdebatkan secara pro-kontra.

Saat itu Hendropriyono menyarankan: “… sebaiknya diadakan dialog dan diambil kesimpulan oleh generasi pencetus, seperti Soeharto, AH Nasution, Sumitro Djojohadikusumo. Kemudian dialog juga dengan generasi penerus seperti Try Sutrisno dan Benny Moerdani. Di mana letak benar dan salahnya konsep itu. Dengan demikian, generasi penerus berikutnya dapat menerima warisan yang jelas dan obyektif." (KOMPAS, Sabtu, 02 Januari 1999, halaman 3. Selesaikan Segera Persoalan Dwifungsi ABRI).

Kilas Balik 1999

Januari 10, 1999

Pada hari Minggu tanggal 10 Januari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono mengadakan acara buka puasa di kediamannya, yang dihadiri oleh para pejabat Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, juga hadir antara lain Kepala Staf Teritorial ABRI Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono, Cendekiawan Nurcholish Madjid dan sebagainya.

Pada kesempatan itu Hendropriyono mengatakan:

  • Pentingnya rasa hormat disampaikan kepada orangtua kita dari Angkatan 45.
  • Pihaknya tidak pernah menganjurkan kepada siapa pun, termasuk generasi 45 untuk meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Menurut dia, generasi 45 merupakan generasi pendiri bangsa Indonesia yang sepatutnya diberi tempat yang khusus dan diberi penghargaan setinggi-tingginya.

Sebelumnya, dalam sebuah seminar di Ciracas Hendropriyono mengemukakan: musyawarah dan mufakat dengan cara dialog nasional hanya akan efektif jika didahului dengan pananaman moral islah. Esensi moral islah adalah silaturahmi dan saling maaf-memaafkan. Keteladanan, silaturahmi, saling maaf-memaafkan dari guru, orangtua, masyarakat luas, mulai generasi 45, generasi penerus, sampai generasi reformasi. (KOMPAS, Senin, 11 Januari 1999, halaman 6. Bangsa Indonesia Lupakan "Nation-Building").

Januari 20, 1999

Pada hari Rabu tanggal 20 Januari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh nasional seperti Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (saat itu) Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (saat itu) KH Abdurrahman Wahid, di kediaman mereka masing-masing.

Hal itu dilakukan A.M. Hendropriyono, karena menurut penilaiannya bangsa Indonesia mutlak memerlukan sebuah silaturahmi yang mempertemukan seluruh pemimpin, baik formal maupun nonformal. Tujuannya, untuk mencapai kembali konsensus dan komitmen kebangsaan, sebagai landasan berpijak dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Saat itu, menurut A.M. Hendropriyono bangsa Indonesia menghadapi empat persoalan pokok, yang sangat potensial memunculkan amuk massa. Pertama, adanya perasaan kecemburuan sosial, yang secara moral sama sekali tidak diperbolehkan. Kedua, ketidakadilan yang semakin merebak. Ketiga, adanya provokasi dari oknum tertentu yang sebenarnya sangat mudah untuk diatasi. Keempat, kemiskinan yang sangat memberatkan hidup masyarakat banyak.

Keempat hal itu, menurut A.M. Hendropriyono semakin memperparah eksistensi sistem sosial yang sama sekali tidak mengenal adanya disiplin sosial masyarakat. Penyebabnya adalah, selama 30 tahun sebelumnya penegakan hukum hanya diterapkan untuk mendukung kekuatan elite politik tertentu.

Saat itu menurut penilaian A.M. Hendropriyono, yang jadi sasaran penegakan hukum adalah di bidang politik, entah itu ekstrem kiri ataupun kanan. “Tidak pernah ada penegakan disiplin bagi pelanggaran seperti membuang sampah sembarangan. Padahal, dari hal kecil itulah bisa dikembangkan karakter bangsa."

Saat itu A.M. Hendropriyono juga menilai, bangsa Indonesia mengalami situasi yang serba tidak pasti arah dan tujuannya. Dalam pandangannya, situasi tersebut sama seperti teror yang terus mengancam masyarakat bangsa secara luas dan pada akhirnya akan menciptakan kekacauan. Kondisi seperti itu, sangat matang untuk memunculkan amuk massa.

Oleh karena itu, menurut pandangan A.M. Hendropriyono, bangsa Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang betul-betul memenuhi lima syarat moral. Pertama, tidak menyakiti, menghujat, menghina, dan membunuh. Kedua, tidak mencuri dan membiarkan pencurian. Ketiga, tidak mengumbar hawa nafsu. Keempat, sikap mementingkan bangsa secara keseluruhan. Kelima, tidak berbohong. (KOMPAS, Jumat, 22 Januari 1999, halaman 3. Mutlak Perlu, Silaturahmi Para Pemimpin).

Januari 29, 1999

Pada hari Jum’at tanggal 29 Januari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono bersama 18 mantan narapidana politik (napol) Peristiwa Talangsari 1989, Lampung melakukan sujud syukur di Masjid Muhajirin Deptrans dan PPH, Jakarta. Sujud syukur itu dilakukan dalam rangka mensyukuri pemberian grasi dari Presiden BJ Habibie kepada para mantan napol tanggal 31 Desember 1998.

Mentrans/PPH A.M. Hendropriyono yang didampingi Sekjen Deptrans Tamlicha Ali serta para pejabat lainnya, saat itu menerima dan bercakap-cakap dengan para mantan tapol tersebut. Berlangsung hangat, acara di antaranya diisi pernyataan syukur mantan napol Tardi Nurdiansyah.

Ke-18 mantan napol yang dibebaskan itu ialah Sudarsono, Tardi Nurdiansyah, SG Yulianto, Fadillah, Abadi Abdullah, Arifin, Sodikin, Fauzi Isman, Fahruddin, Sri Haryadi, Munjaini, Salman Suripto, Mushonif, Heriyanto, Zamzuri, Riyanto bin Suryadi, Azaini, dan Yusuf Shodiqin. Mereka dihukum antara 15 tahun penjara sampai seumur hidup.

Saat itu Hendropiyono menyatakan, seluruh tahanan politik Islam akan dipercepat pembebasannya, karena landasan moral islah adalah saling maaf-memaafkan. Kepada Presiden BJ Habibie, Mahkamah Agung, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung, Hendropiyono atas nama para mantan napol mengucapkan terima kasih, yakni telah berikhtiar sehingga para mantan napol bebas. (KOMPAS, Senin, 01 Februari 1999, halaman 8. Hendropriyono tentang Tapol: Ada Kesalahpahaman dengan Pemerintah Soal Kebijakan).

Februari 10, 1999

Pada Rabu malam tanggal 10 Februari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono menggelar acara "Silaturahmi dengan Para Tokoh Masyarakat Timtim" di Jakarta. Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Abilio J Soares, Ketua DPRD Armindo M Soares, mantan Presiden Fretilin Xavier do Amaral, para pimpinan Dati II di Timtim, serta sekitar 60 tokoh prointegrasi.

Saat itu A.M. Hendropriyono menyatakan, pilihan yang diberikan pemerintah dalam masalah Timtim sepatutnya dilihat secara jernih oleh rakyat Timtim. Sedangkan referendum di Timtim hanya akan menghasilkan intimidasi yang hebat terhadap rakyat. (KOMPAS, Jumat, 12 Februari 1999, halaman 1. Presiden Habibie: 1 Januari 2000, Timtim tak Jadi Beban Lagi).

Februari 11, 1999

Pada hari Kamis tanggal 11 Februari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono mencanangkan sistem SRD (Satuan Ronda Desa) dengan kekuatan 30 orang per unit, guna mengantisipasi kemungkinan penjarahan atas hasil panen para transmigran serta bentuk gangguan lain, di setiap unit permukiman transmigrasi (UPT). Saat itu, di seluruh Tanah Air terdapat sekitar 600 UPT.

Pencanangan SRD dilakukan Menteri Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan AM Hendropriyono, di Satuan Permukiman (SP) 5 Bangkinang X/G, Kabupaten Kampar, Riau. (KOMPAS, Jumat, 12 Februari 1999, halaman 8. SRD di Permukiman Transmigrasi).

Februari 16, 1999

Pada hari Selasa tanggal 16 Februari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono turut menshalatkan jenazah almarhum Dr Anwar Harjono SH yang meninggal dunia dalam usia 76 tahun. Shalat jenazah berlangsung di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Almarhum Dr Anwar Harjono SH semasa hidupnya dikenal sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Beliau meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 16 Februari 1999, sekitar pukul 02.45 di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ), setelah dirawat selama lebih kurang dua bulan. Jenazah salah satu tokoh Petisi 50 ini kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir pada hari yang sama pukul 14.00 wib. (KOMPAS, Rabu, 17 Februari 1999, halaman 1. Dr Anwar Harjono Wafat).

Februari 18, 1999

Pada hari Kamis tanggal 18 Februari 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono melakukan kunjungan kerja ke Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Jilatan Alur, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan; sekaligus pencanangan Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai dan Jagung) 100.000 hektar khusus di daerah transmigrasi di seluruh Indonesia.

UPT Jilatan Alur dipilih sebagai sebagai tempat pencanangan Gema Palagung di daerah transmigrasi, bertolak dari penilaian tim penilai pusat bahwa UPT Jilatan Alur merupakan UPT tingkat nasional 1998/1999.

Pada kesempatan itu, Mentrans A.M. Hendropriyono saat itu juga meresmikan pola kemitraan antara PT Dharma Niaga dengan Deptrans dan PPH dalam pengadaan pupuk organik biotek sebagai pupuk alternatif untuk pertanian, yang memudahkan para petani transmigran memperoleh pupuk. Upaya tersebut sekaligus merupakan solusi dari permasalahan kesulitan mendapatkan pupuk yang selain langka juga mahal. (KOMPAS, Selasa, 23 Februari 1999, halaman 2. Pupuk Organik Biotek, Pilihan Alternatif Petani).

Maret 07, 1999

Pada hari Minggu tanggal 07 Maret 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono terpilih kembali sebagai Ketua Umum PB Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) periode 1999-2003, melalui Musyawarah Nasional (Munas) XIV PJSI yang berlangsung 6-7 Maret 1999 di Ciloto, Jawa Barat. Periode sebelumnya, Ketua Umum PB PJSI juga dijabat oleh Hendropriyono. (KOMPAS, Senin, 08 Maret 1999, halaman 14. Hendropriyono Terpilih Lagi).

Maret 09, 1999

Pada hari Selasa tanggal 09 Maret 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono menjadi salah satu narasumber pada acara diskusi bersama Gubernur, tokoh masyarakat, agama, dan pemuda yang berlangsung di Ambon. Sebelumnya, pecah kerusuhan horizontal di Ambon, Januari 1999.

Menurut Hendropiyono, kerusuhan di Ambon bukan berpangkal pada perseteruan antara pemeluk agama Islam dan Kristen, melainkan merupakan upaya disintegrasi bangsa yang dimotori kaum separatis Republik Maluku Selatan (RMS); ada oknum-oknum RMS yang bermukim di Belanda yang ingin memecah-belah Indonesia, khususnya Maluku. Juga dikatakan, pada tanggal 6 dan 7 Maret 1999, sekitar 250 aktivis RMS berdemonstrasi di beberapa kota di Belanda, seperti Den Haag, Amsterdam, dan Groningen. Bahkan, menurut Hendropiyono, saat itu konsep provokasi RMS di Belanda sudah masuk ke kampus perguruan tinggi di Ambon. (KOMPAS, Rabu, 10 Maret 1999, halaman 11. Hendropriyono: RMS di Balik Kerusuhan Ambon).

Maret 16, 1999

Pada hari Selasa tanggal 16 Maret 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono menyerahkan empat buah generator (pembangkit listrik) merek Dong-Feng dan 200 buah lentera untuk masyarakat Madura yang kehilangan aliran listrik sejak 19 Februari 1999.

Empat buah generator berkapasitas 10.000 Watt dan 200 buah lentera tadi merupakan bantuan warga Kalbar untuk masyarakat Madura, yang disampaikan melalui anggota DPRD I Kalbar (saat itu) Markus Ikot Rinding. Upaca serah terima generator berlangsung sederhana di Pendopo Kabupaten Pamekasan.

Bantuan warga Kalimantan Barat tadi mempunyai nilai solidaritas yang tinggi, mengingat pada akhir 1997 pernah terjadi pertikaian antara suku Dayak Kalbar dengan suku Madura yang menjadi perantau di Kalbar, sehingga menyebabkan jatuhnya korban puluhan orang.

Keempat generator dan 200 buah lentera tersebut masing-masing diteruskan kepada Pesantren Islam yang beralamat di Banyuanyar Timur, Kecamatan Talengan, Pamekasan (KH Mochammad Rafii Bai Dlowi); Pondok Pesantren Al Mujtama Pagentenan yang diasuh KH Adul Gofur; Pondok Pesantren Darut Tauhid Lantenpropo (KH Ali Karor); serta Pondok Pesantren Al Tauhid Pamekasan (KH Syaiful Kamal). (KOMPAS, Rabu, 17 Maret 1999, halaman 6. Generator Kalbar ke Madura).

Mei 28, 1999

Pada hari Jum’at tanggal 28 Mei 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono menutup latihan Satuan Ronda Desa (SRD) se-Riau yang telah berlangsung selama sebulan. Sejak Januari 1999, SRD sudah terbentuk di 12 propinsi. Tujuannya, untuk mengamankan desa mereka sendiri, bukan sebagai kelompok yang dapat dikerahkan untuk menangani keamanan di luar desa bersangkutan.

Saat itu sebanyak 150 orang dari 15 UPT di Riau dilatih berbagai jenis keterampilan untuk menangkal kejahatan. Pada saat bersamaan ditandatangani kesepakatan kerja sama (MoU) antara Deptrans dan PPH serta Kepala Kepolisian RI di bidang pelatihan SRD. Selain itu, tiap anggota SRD memperoleh honor Rp 50.000 per bulan, seragam, perlengkapan bela diri dan borgol.

Hendropriyono ketika itu juga menjelaskan, SRD merupakan penjabaran dari gagasan pengamanan swakarsa sebagaimana yang diatur dalam UU Kepolisian yang baru; SDR dibentuk agar masyarakat di UPT dapat mempertahankan jiwa dan harta semaksimal mungkin dari berbagai ancaman keamanan. (KOMPAS, Sabtu, 29 Mei 1999, halaman 8. Permukiman Transmigrasi Miliki Satuan Ronda Desa).

Juli 19, 1999

Pada hari Senin tanggal 19 Juli 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono meninjau lokasi transmigrasi Tebang Kacang, Pontianak, Kalimantan Barat, yang saat itu sudah mulai dihuni oleh 131 kepala keluarga warga Madura yang mengungsi pasca kerusuhan Sambas, Kalimantan Barat bulan Maret 1999. Keseluruhan kepala keluarga yang mengungsi pasca kerusuhan Sambas mencapai 3.160 kepala keluarga.

Di lokasi transmigrasi Tebang Kacang, Pontianak ini, sebelumnya sudah ada penduduk yang bermukim duluan, kebanyakan berasal dari Madura juga. (KOMPAS, Selasa, 20 Juli 1999, halaman 11. Pengungsi Sambas Mulai Tempati Permukiman Baru).

Juli 26, 1999

Pada hari Senin tanggal 19 Juli 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono meninjau lokasi unit pemukiman transmigrasi (UPT) Kumay Kondang G/2 Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Booming harga crude palm oil (CPO) di pasaran ekspor saat itu, membuat Kotawaringin Barat (Kobar) dan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menjadi sentra perputaran dollar. Di dua kabupaten bertetangga itu, selama dua-tiga tahun sebelumnya, para transmigran asal Jawa, Madura, Bali, dan Lombok digalakkan menanam kelapa sawit. Mereka berpacu dengan rakyat setempat dan perkebunan besar milik swasta. (KOMPAS, Senin, 02 Agustus 1999, halaman 14. Nasib Transmigran Asal Aceh: Terpaksa ke Rumah Betang).

Agustus 09, 1999

Pada hari Senin tanggal 09 Agustus 1999 Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan A.M. Hendropriyono mengunjugi pengungsi Aceh yang berada di pemukiman transmigrasi Air Tenggulang, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyumasin, Sumatera Selatan.

Dalam dialog dengan Mentrans para transmigran mengatakan, saat itu mereka kesulitan air bersih. Menanggapi hal itu Mentrans mengatasi masalah kekurangan air dengan pembangunan sumur bor dan pompa air. (KOMPAS, Rabu, 11 Agustus 1999, halaman 17. Pengungsi Aceh Makin Terpencar).

Oktober 29, 1999

Pada hari Jum’at tanggal 29 Oktober 1999 jabatan Menteri Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan yang selama ini dipegang A.M. Hendropriyono diserah-terimakan kepada Al Hilal Hamdi selaku Menneg Transmigrasi dan Kependudukan. (KOMPAS, Sabtu, 30 Oktober 1999, halaman 2. Pemindahan Penduduk tak Perlu Dipaksakan).

Kilas Balik 2000

April 27, 2000

Presiden Komisaris PT KIA Mobil Indonesia A.M. Hendropriyono pada Kamis malam tanggal 27 April 2000 mengatakan, KIA telah meluncurkan mobil-mobil unggulan yang bisa bersaing dengan mobil-mobil produksi Jepang dan Eropa yang banyak beredar di Indonesia. Hal itu disampaikan Hendropriyono dalam jumpa pers sebelum peresmian PT KIA Mobil Indonesia di Denpasar.

Menurut Hendro pula, KIA Mobil Indonesia sama sekali tidak ada kaitannya dengan mobil Timor, dan KIA tidak menggunakan fasilitas pemerintah seperti pembebasan bea masuk yang dinikmati Timor. (Sumber: KOMPAS, Sabtu, 29 April 2000, halaman 23. KIA Kuasai 10 Persen Pasar Mobil).

September 13, 2000

Pada hari Rabu tanggal 13 September 2000 Letjen A.M. Hendropriyono mendaftar sebagai anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Hendropriyono datang di Kantor DPP PDI-P Jalan Pecenongan 40 Jakarta Pusat, sekitar pukul 14.00 wib. Sebelumnya, Hendropriyono sudah mendaftar jadi anggota PDI-P di DPC Jakarta Timur.

Saat itu Hendropriyono sudah memasuki masa persiapan pensiun (MPP) dari dinas militer, dan diwisuda purnawira (pensiun) pada 10 Nopember 2000.

Salah satu alasan Hendropriyono memilih PDI-P karena partai tersebut selalu mengedepankan persatuan dan membela TNI saat TNI dihujat masyarakat. Kedekatan Hendropriyono dengan PDI-P sudah terjalin ketika berlangsung Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya. "Sejak dulu saya sangat committed dengan asas kebangsaan dan persatuan bangsa. Saya merasa banyak sekali dukungan moril PDI-P kepada TNI dan Polri. Pada saat TNI didera hujatan yang bertubi-tubi, PDI-P yang paling tidak berbuat itu (menghujat), dan bahkan membela. Itu sangat cocok bagi saya sebagai prajurit. Sebagai politisi, saya seorang Muslim yang nasionalis, maka tempatnya di PDI-P." (KOMPAS, Kamis, 14 September 2000, halaman 6. Letjen Hendropriyono Masuk PDI-P).

Oktober 29, 2000

Pada Minggu siang tanggal 29 Okober 2000, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri meresmikan Hendropriyono Law Office (Helo) di Jalan Prof Dr Supomo, Tebet, Jakarta Selatan. Acara peresmian antara lain dihadiri oleh Ketua PBNU saat itu KH Hasyim Muzadi.

Hendropriyono mengatakan, Helo (Hendropriyono Law Office) didirikan untuk membela tentara dan polisi dalam menjalankan tugas menegakkan hukum.

Sosok penting yang bekerja untuk Helo antara lain Prof GPH Haryo Mataram (ahli hukum humaniter), Mulyana W Kusumah (mantan Direktur Eksekutif YLBHI), Prof Dr H Priyatna Abdurrasyid SH (ahli hukum angkasa dan angkasa luar), Bambang W Soeharto (saat itu Wakil Ketua Komnas HAM), serta Karni Ilyas dan Saafroedin Bahar (saat itu anggota Komnas HAM). (KOMPAS, Senin, 30 Oktober 2000, halaman 1. Wapres Buka Lembaga Hukum Pembela Tentara dan Polisi Penegakan Hukum Harus Selaras dengan Hati Nurani).

Kilas Balik 2001

Maret 10, 2001

Pada Sabtu tanggal 10 Maret 2001, Ketua Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono menjadi narasumber sebuah diskusi interaktif tentang TNI di Jakarta. Ketika itu Hendropriyono mengatakan, pemerintah hendaknya jangan pernah ragu menentukan kebijakan politik sesaat dengan segera memberlakukan darurat sipil, terutama bila situasi keamanan dan ketertiban umum di sebuah wilayah di Tanah Air sudah begitu kacau balau. Masyarakat dan elite politik di pemerintahan, partai politik, maupun lembaga legislatif juga jangan sampai menjadi terlalu alergi menyikapi kemungkinan suatu saat di wilayah daerah konflik tertentu diberlakukan situasi darurat sipil.

Menurut Hendropriyono, tujuan darurat sipil itu tidak lain agar pemerintah lokal bersama aparat keamanan bisa segera melokalisir wilayah konflik, sehingga tidak menyebar ke mana-mana. Pemberlakuan darurat sipil itu semata-mata untuk mencegah konflik berkelanjutan, selain juga untuk menanggulangi keadaan yang tiba-tiba bisa berubah menjadi lebih buruk lagi. Tujuan lain adalah untuk bisa merehabilitasi keadaan yang hancur dan porak-poranda karena tiadanya tertib hukum.

Hal tersebut dikatakan Hendropriyono dalam menyikapi persoalan kerusuhan massal di Kalimantan Tengah yang telah menelan ratusan korban jiwa beberapa waktu lalu.

Hendropriyono menilai, pemberlakuan darurat sipil bisa diterapkan karena tujuannya positif. Dalam kondisi serba tidak normal, pemberlakuan darurat sipil bisa menjadi mekanisme efektif untuk pemulihan keamanan dan ketertiban umum, serta rehabilitasi keadaan wilayah usai konflik horizontal yang sifatnya massal.

Keadaan darurat sipil semata-mata memberi kekuasaan kepada pemerintah daerah setempat, yakni gubernur dan bupati untuk secepatnya bertindak sesuai apa yang dilihat sendiri di lapangan guna menegakkan keamanan dan ketertiban umum.

Munculnya konflik antaranggota aparat keamanan, yakni polisi dan TNI, yang berujung dengan baku tembak antara mereka, sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya tongkat komando perintah berada di tangan pemerintah daerah setempat. (KOMPAS, Senin, 12 Maret 2001, halaman 7. Jangan Terlalu Alergi dengan Darurat Sipil).

Agustus 09, 2001

Pada hari Kamis tanggal 09 Agustus 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri didampingi Wakil Presiden Hamzah Haz, mengumumkan susunan dan keanggotaan Kabinet Gotong Royong, di Istana Negara.

Saat itu Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono sebagai Kepala BIN yang baru menggantikan Letjen (Purn) Arie J. Kumaat. Kedudukan Kepala BIN setingkat menteri negara.

Ketika itu Hendropriyono mengatakan, “Penunjukan saya ini, sama dengan mengembalikan saya ke 'habitat' saya yang lama yakni dunia intelijen. Saya akan menyelesaikan tugas sebaik-baiknya dan membenahi dunia intelijen kita agar dihasilkan data intelijen yang lebih baik."

Hendropriyono merasa kepercayaan yang diberikan kepadanya karena Presiden Megawati Soekarnoputeri mengerti betul sejarah kariernya di dunia intelijen. "Saya berharap masyarakat mendukung susunan kabinet sekarang sehingga tercipta stabilitas politik yang kemudian juga menciptkaan keamanan, ketertiban dan kestabilan." (KOMPAS, Jumat, 10 Agustus 2001, halaman 1. Kabinet Gotong Royong Diumumkan: Megawati: Kedudukan Presiden Tak Tergantung DPR).

Agustus 24, 2001

Pada hari Kamis tanggal 24 Agustus 2001, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono menjadi pembicara pada rapat koordinasi para Gubernur se-Indonesia di Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Pada kesempatan itu, Hendropriyono mengatakan, pihaknya akan membersihkan kelompok atau organisasi tertentu di dalam negeri yang menampung dan bekerja sama dengan agen-agen gerakan terorisme internasional.

Menurut Hendropriyono, kelompok-kelompok penampung itu ada, meski jumlahnya tidak banyak. Indonesia, memang tak bisa luput dari infiltrasi anggota jaringan terorisme internasional karena negara ini masih berada dalam proses transisi menuju demokrasi. Dalam periode itu sangat mungkin bila Indonesia menjadi sedemikian rentan terhadap kemungkinan masuknya anggota jaringan terorisme internasional. Adalah biasa, negara-negara di masa transisi menuju demokratis itu lalu mengambil langkah tegas dan cepat guna membatasi eforia politik.

"Kalau demokrasi kita sampai keliru dalam pemahamannya, akibatnya kita akan menjadi lemah dan aksi terorisme menjadi marak. Jalur-jalur masuk jaringan terorisme internasional itulah yang ingin kita tutup.”

Ibarat Indonesia ini sebuah rumah besar yang menjadi tempat tinggal bersama, maka akan sangat sulit memagari rumah dan menutup semua aksesnya dari kemungkinan masuknya tikus. “Yang harus kita lakukan adalah marilah kita mencari sarang-sarang tikus itu dan untuk itu kita bersihkan."

Penutupan akses itu dilakukan melalui sarana-sarana fisik seperti pelabuhan, bandara, dan pengecekan dokumen-dokumen keimigrasian, termasuk yang nonfisik melalui operasi-operasi intelijen. (KOMPAS, Jumat, 24 Agustus 2001, halaman 6. Penampung Terorisme Internasional Akan Dibersihkan).

Oktober 18, 2001

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono mengungkapkan, BIN masih terus mengusut kemungkinan ada jaringan Al Qaeda di Indonesia. (KOMPAS, Jumat, 19 Oktober 2001, halaman 6. KSAD: Panglima TNI Belum Perlu Diganti * BIN Akui Ada Selebaran untuk Gulingkan Pemerintah).

Desember 04, 2001

Bersama sejumlah pejabat seperti Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono mengunjungi Poso, Sulawesi Tengah, untuk memulai operasi pemulihan keamanan di sana. Kasus Poso terjadi sejak Desember 1998.

Operasi pemulihan keamanan terpadu pada prinsipnya memiliki tiga agenda. Pertama, pemulihan keamanan untuk menghentikan clash fisik, memulihkan keadaan, serta mencegah terjadinya konflik fisik yang lain. Kedua, penegakan hukum dan keadilan. Aparat penegak hukum akan bekerja untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hukum selama ini dan tentunya mencegah pelanggaran dan kejahatan baru. Ketiga, upaya rehabilitasi, rekonstruksi, dan rekonsiliasi. (KOMPAS, Rabu, 05 Desember 2001, halaman 6. Operasi Pemulihan Keamanan Digelar di Poso).

Desember 12, 2001

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono mengatakan, Poso telah menjadi ajang link-up antara teroris internasional dengan golongan radikal dalam negeri. Hal itu memungkinkan, karena letak Poso relatif jauh dari kontrol, sehingga bisa menjadi ajang pertemuan dua kekuatan itu. (KOMPAS, Kamis, 13 Desember 2001, halaman 6. Kepala BIN Hendropriyono: Poso Jadi Ajang "Link-Up" Teroris Internasional).

Kilas Balik 2002

Januari 14, 2002

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono pada hari Senin tanggal 14 Januari 2002 menghadiri prosesi pemakaman mantan Ka BIN Letjen Purn. Arie J Kumaat yang meninggal dunia pada 13 Januari 2002 jam 03:30 dini hari di Rumah Sakit (RS) St Carolus Jakarta.

Jenazah Letjen Purn. Arie J Kumaat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata Jakarta sekitar pukul 14.30 wib setelah sebelumnya disemayamkan di rumah duka Jalan Martimbang I No 7, Jakarta Selatan. (KOMPAS, Senin, 14 Januari 2002, halaman 6. Mantan Kepala Bakin Arie J Kumaat Meninggal Dunia).

Juni 06, 2002

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono pada Kamis pagi tanggal 06 Juni 2002 menghadiri upacara serah terima jabatan (sertijab) Kepala Staf TNI AD (KSAD) dari Jenderal Endriartono Sutarto kepada Letjen Ryamizard Ryacudu di Lapangan Parkir Timur Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat. (KOMPAS, Jumat, 07 Juni 2002, halaman 1. Presiden Megawati: Jiwa Pejuang Seroja Tetap di Indonesia).

Oktober 22, 2002

Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2002 menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono sebagai koordinator untuk mengoordinasikan seluruh kegiatan intelijen yang ada di Indonesia, mulai dari Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, intelijen dan pengamanan (Intelpam) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sampai intelijen kejaksaan. Meskipun berada dalam koordinasi Kepala BIN, kegiatan operasional masing-masing intelijen tersebut tetap berada di bawah tanggung jawab komandan kesatuan masing-masing, seperti Bais TNI tetap berada di bawah Koordinasi Panglima TNI, Intelpam Polri di bawah koordinasi Kepala Polri, dan intel kejaksaan berada di bawah koordinasi Jaksa Agung. (KOMPAS, Rabu, 23 Oktober 2002, halaman 1. Presiden Terbitkan Inpres: Kepala BIN Koordinir Seluruh Kegiatan Intelijen).

Oktober 27, 2002

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengemukakan, dalam rangka memerangi terorisme, BIN telah berkoordinasi secara bilateral dan multilateral dengan negara-negara ASEAN dan sudah meluas dengan Australia dan negara-negara Timur Tengah. BIN juga telah diterima secara resmi sebagai anggota Organisasi Badan Intelijen Negara-negara Islam yang berkedudukan di Riyadh (Arab Saudi) tanggal 27 Oktober 2002. (KOMPAS, Senin, 28 Oktober 2002, halaman 1. APEC Sepakat untuk Tegas terhadap Teroris).

Desember 05, 2002

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono menghadiri acara openhouse yang diadakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais di rumah dinas Ketua MPR pada hari Kamis tanggal 05 Desember 2002, di Jakarta, usai menunaikan shalat Idul Fitri 1423 H. Selain Hendropriyono, hadir antara lain Menteri Pendidikan Nasional Malik Fadjar, Menteri Negara Riset dan Teknologi Hatta Rajasa, Alvin Lie, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) [[AM Fatwa], dan Presiden Partai Keadilan (PK) Hidayat Nurwahid. Hadir pula Duta Besar (Dubes) Brasil dan Spanyol, serta simpatisan PAN (Partai Amanat Nasional). (KOMPAS, Senin, 09 Desember 2002, halaman 7. Amien Rais: Bangsa Indonesia Harus Raih Kepercayaan Diri *Liputan Lebaran).

Kilas Balik 2003

Juni 03, 2003

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono menyerahkan delapan ekor rusa tutul (lima jantan dan tiga betina) kepada Gubernur DKI Jakarta [[Sutiyoso] untuk menjadi penghuni taman Monas seluas 5,2 hektar di sisi selatan Taman Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Status delapan ekor rusa itu bukan merupakan bantuan dari BIN, tetapi dialihkan pemeliharaannya kepada Pemprov DKI. (KOMPAS, Rabu, 04 Juni 2003, halaman 17. Sebelas Rusa Menghuni Taman Monas).

Juli 09, 2003

Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan pencanangan peletakan batu pertama pembangunan gedung International School of Intelligence di Pulau Batam dan Institut Intelijen Negara di Sentul, Bogor pada hari Rabu tanggal 9 Juli [[2003]. Di Pulau Batam, letak sekolah intelijen berada di atas lahan seluas 15 hektar di kawasan Nongsa, sedangkan di Sentul luas lahannya lima hektar.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengatakan, sekolah intelijen yang didirikan di Indonesia itu merupakan yang pertama di dunia. Dalam pelaksanaannya, sekolah intelijen Indonesia tidak akan berkiblat atau berfahamkan pada salah satu negara, seperti Israel atau Rusia. Rumusan kurikulumnya mengacu pada faham-faham intelijen yang bersifat universal.

Menurut Hendropriyono pendirian sekolah intelijen dimaksudkan sebagai sebuah ilmu dan seni yang dilihat dari berbagai perspektif dan aspek.

Gagasan pendirian sekolah intelijen menurut Hendropriyono bermula dari pertemuan multilateral intelijen se-ASEAN di Jakarta pada Juni 2002. Waktu itu, Presiden menyampaikan bahwa di masa depan tantangan global bersifat multidimensional dan ancaman bersifat transnasional. Hal itu perlu dirumuskan jawabannya yang formatnya dari sebuah sudut pandang ilmu.

Mahasiswa sekolah intelijen tersebut berasal dari berbagai negara di ASEAN dan negara lainnya. Jumlahnya pada tahap awal 100 orang. Untuk sekolah intelijen di Batam, lulusannya bergelar master. Sedangkan di Sentul bergelar sarjana strata 1 (S1).

Terpilihnya Pulau Batam sebagai tempat International School of Intelligence (ISI) karena letaknya yang strategis di antara negara-negara tetangga di Asean, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina atau Vietnam. Selain faktor jarak yang berdekatan, Batam dipilih karena pertimbangan mahasiswa yang diutamakan dari Asean. (KOMPAS, Kamis, 10 Juli 2003, halaman 11. Presiden Resmikan Pencanangan Sekolah Intelijen).


Referensi

Pranala luar

Didahului oleh:
Kepala BIN
9 Agustus 2001 - 8 Desember 2004
Diteruskan oleh:
Syamsir Siregar
Didahului oleh:
Siswono Yudohusodo
Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH)
14 Maret 1998 - 26 Oktober 1999
Diteruskan oleh:
Al Hilal Hamdi (Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan)