Gerakan antitembakau di Jerman Nazi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sebuah iklan antimerokok Nazi berjudul "Rantai-perokok" mengatakan "Dia tidak melahap itu [rokok], tapi itu melahap dia"

Gerakan antitembakau di Jerman Nazi adalah kampanye publik antimerokok pertama dalam sejarah modern,[1] yang dilakukan oleh Jerman Nazi.[2] Gerakan ini muncul setelah para dokter Jerman menjadi yang pertama berhasil menemukan hubungan antara merokok dan kanker paru-paru,[3] Gerakan antitembakau tumbuh di banyak negara sejak awal abad ke-20,[4][5] tetapi tidak terlalu berhasil, kecuali di Jerman karena kampanye ini didukung oleh pemerintah setelah Nazi berkuasa.[4] Gerakan antimerokok di Jerman Nazi merupakan gerakan antimerokok paling kuat di dunia selama tahun 1930-an dan awal 1940-an.[6] Kepemimpinan Sosialis-Nasional mengutuk merokok[7] dan beberapa dari mereka secara terbuka mengkritik konsumsi tembakau.[6] Penelitian tentang merokok dan efeknya terhadap kesehatan berkembang di bawah Kekuasaan Nazi[8] dan merupakan penelitian rokok yang paling penting pada masa itu.[9] Secara pribadi, Adolf Hitler membenci tembakau [10] dan kebijakan reproduksi Nazi merupakan salah satu faktor yang mendorong kampanye antirokok.[11] Kampanye ini juga sering kali dikaitkan dengan antisemitisme dan rasisme.[11]

Kampanye antitembakau Nazi meliputi pelarangan merokok di trem, bis dan kereta api kota,[6] promosi pendidikan kesehatan,[12] pembatasan jatah rokok di Wehrmacht, penyelenggaraan kuliah medis untuk tentara, dan kenaikan pajak tembakau.[6] Nasionalis-Sosialis juga memberlakukan larangan iklan tembakau dan merokok di ruang publik, restoran, dan kedai kopi.[6] Gerakan antitembakau tidak banyak berpengaruh pada tahun-tahun awal rezim Nazi dan penggunaan tembakau meningkat antara 1933 dan 1939,[13] tetapi konsumsi rokok oleh personel militer sudah berkurang antara tahun 1939-1945.[14] Bahkan pada akhir abad ke-20, gerakan antimerokok di Jerman pasca perang tidak mampu menyamai pengaruh kampanye antimerokok Nazi.[13]

Pendahuluan

Sentimen antitembakau sudah ada di Jerman pada awal abad 20. Para penentang rokok mendirikan kelompok antitembakau pertama di sana dengan nama Deutscher Tabakgegnerverein zum Schutze der Nichtraucher (Asosiasi Penentang Tembakau Jerman untuk Perlindungan Nonperokok). Didirikan pada tahun 1904, organisasi ini ada untuk jangka waktu yang singkat. Organisasi antitembakau berikutnya, Bund Deutscher Tabakgegner (Federasi Penentang Tembakau Jerman), didirikan pada tahun 1910 di Trautenau, Bohemia. Organisasi antimerokok lainnya didirikan pada tahun 1912 di kota Hanover dan Dresden. Pada tahun 1920, Bund Deutscher Tabakgegner in der Tschechoslowakei (Federasi Penentang Tembakau Jerman di Cekoslovakia) dibentuk di Praha, setelah Cekoslowakia memisahkan dari Austria pada akhir Perang Dunia I. A Bund Deutscher Tabakgegner in Deutschösterreich (Federasi Penentang Tembakau Jerman di Austria-Jerman) didirikan di Graz pada tahun 1920.[15]

Kelompok-kelompok ini menerbitkan jurnal advokasi antirokok. Jurnal pertama berbahasa Jerman yang pertama adalah Der Tabakgegner (Penentang Tembakau), yang diterbitkan oleh organisasi Bohemia antara tahun 1912 dan 1932. Deutscher Tabakgegner (Penentang Tembakau Jerman) diterbitkan di Dresden antara tahun 1919-1935, dan merupakan jurnal kedua tentang hal ini.[16] Organisasi antitembakau juga menentang konsumsi alkohol.[17]

Alasan

Sikap Hitler terhadap merokok

Hitler mendorong rekan dekatnya untuk berhenti merokok.

Adolf Hitler adalah seorang perokok berat pada awal kehidupannya—ia merokok 25 sampai 40 rokok dalam sehari—tetapi ia mulai meninggalkan kebiasaan itu, dan menyimpulkan bahwa merokok membuang-buang uang.[10] Beberapa tahun kemudian, Hitler memandang merokok sebagai "kemerosotan"[14] dan "kemurkaan orang kulit merah terhadap orang kulit putih, balas dendam karena telah diberi minuman keras",[10] serta menyesalkan bahwa "banyak orang hebat yang meninggal akibat keracunan tembakau".[18] Dia tidak senang karena baik Eva Braun dan Martin Bormann adalah perokok dan prihatin terhadap kecanduan merokok Hermann Göring di tempat umum. Dia marah ketika ada sebuah patung yang menampilkan Göring sedang merokok cerutu.[10] Hitler sering dianggap sebagai pemimpin nasional pertama yang mengajak untuk tidak merokok, meskipun James VI dan I telah melakukannya tiga ratus tahun sebelumnya.[19]

Hitler menolak kebebasan personel militer untuk merokok, dan selama Perang Dunia II, ia mengatakan pada tanggal 2 Maret 1942 bahwa "itu adalah suatu kesalahan yang dapat ditilik kembali ke pimpinan tentara pada waktu itu, pada awal perang". Dia juga mengatakan bahwa "tidak benar bahwa tentara tidak dapat hidup tanpa merokok". Dia berjanji untuk mengakhiri penggunaan tembakau di militer setelah perang berakhir. Secara pribadi, Hitler mendorong teman-teman dekatnya untuk tidak merokok dan menghargai orang-orang yang berhenti merokok. Namun, ketidaksukaan pribadi Hitler pada tembakau hanyalah salah satu alasan di balik kampanye antimerokok.[10]

Kebijakan reproduksi

Kebijakan reproduksi Nazi adalah faktor penting di balik kampanye antitembakau mereka.[11] Wanita yang merokok dianggap rentan terhadap penuaan dini dan hilangnya daya tarik fisik. Mereka dipandang tidak cocok untuk menjadi istri dan ibu dalam keluarga Jerman. Werner Huttig dari Partai Nazi Rassenpolitisches Amt (Kantor Politik Rasial) mengatakan bahwa air susu ibu yang merokok itu mengandung nikotin,[20] suatu klaim yang telah dibuktikan oleh penelitian modern.[21][22][23][24] Martin Staemmler, seorang dokter terkemuka selama Reich Ketiga, berpendapat bahwa merokok oleh wanita hamil menghasilkan tingkat keguguran lebih tinggi. Pendapat ini juga didukung oleh perempuan yang terkenal sebagai pendukung kebersihan ras, Agnes Bluhm, yang mengungkapkan pandangan yang sama dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1936. Para pemimpin Nazi khawatir akan hal ini karena mereka ingin wanita Jerman menjadi sereproduktif mungkin. Sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal ginekologi Jerman pada tahun 1943 menyatakan bahwa perempuan merokok tiga atau lebih rokok per hari lebih mungkin untuk tidak memiliki anak dibandingkan dengan wanita tidak merokok.[25]

Penelitian

Penelitian dan studi tentang efek tembakau pada kesehatan penduduk lebih maju di Jerman daripada di negara lain pada saat Nazi berkuasa.[6] Hubungan antara kanker paru-paru dan tembakau pertama kali terbukti di Jerman Nazi,[18][26][27] bertentangan dengan kepercayaan populer bahwa ilmuwan Amerika dan Inggris pertama kali menemukannya pada tahun 1950-an.[18] Istilah "perokok pasif" ("Passivrauchen") diciptakan di Jerman Nazi.[1] Proyek-proyek penelitian yang didanai oleh Nazi menunjukkan banyak dampak buruk rokok terhadap kesehatan.[28] Jerman Nazi mendukung penelitian epidemiologi tentang efek berbahaya dari penggunaan tembakau.[2] Hitler secara pribadi memberikan bantuan keuangan kepada Wissenschaftliches Institut zur Erforschung der Tabakgefahren (Lembaga Penelitian Bahaya Tembakau) di Universitas Jena, yang dipimpin oleh Karl Astel.[14][29] Didirikan pada tahun 1941, lembaga itu adalah lembaga antitembakau paling penting di Jerman Nazi.[29]

Franz H. Müller pada tahun 1939 dan E. Schairer pada 1943 pertama kali menggunakan metode epidemiologis kasus-kontrol untuk mempelajari kanker paru-paru di kalangan perokok.[14] Pada tahun 1939, Müller menerbitkan sebuah laporan penelitian dalam jurnal kanker terkenal di Jerman yang menyatakan bahwa prevalensi kanker paru-paru lebih tinggi di antar para perokok.[2] Müller, yang digambarkan sebagai "bapak epidemiologi eksperimental yang terlupakan",[30] adalah anggota dari Korporasi Motor Sosialis Nasional (NSKK) dan Partai Nazi (NSDAP). Disertasi medis Müller tahun 1939 adalah studi epidemiologi terkontrol pertama di dunia yang mempelajari hubungan antara tembakau dan kanker paru-paru. Selain menyebutkan meningkatnya insiden kanker paru-paru dan banyak penyebab di balik itu seperti debu, gas buang dari mobil, TBC, sinar X dan polutan yang dipancarkan dari pabrik, tulisan Müller menekankan bahwa "pengaruh asap rokok semakin lama semakin tampak penting".[31]

Para dokter di Reich Ketiga menyadari bahwa merokok menyebabkan penyakit jantung, yang dianggap sebagai penyakit yang paling serius akibat dari merokok. Konsumsi nikotin kadang-kadang dianggap sebagai penyebab meningkatkan laporan serangan jantung di negara ini. Dalam tahun-tahun terakhir Perang Dunia II, peneliti menganggap nikotin merupakan faktor di balik kegagalan jantung koroner yang diderita oleh sejumlah besar personel militer di Front Timur. Seorang ahli patologi dari Heer memeriksa tiga puluh dua tentara muda yang meninggal akibat serangan jantung di garis depan pertempuran, dan dalam sebuah laporan dari tahun 1944 menyebutkan bahwa mereka semua adalah "perokok berat". Dia mengutip pendapat ahli patologi Franz Buchner bahwa rokok adalah "racun koroner urutan pertama".[20]

Tindakan

Dua tentara Jerman dalam parit merokok selama Operasi Barbarossa, pada awal 1942.

Nazi menggunakan beberapa taktik relasi publik untuk meyakinkan masyarakat umum Jerman untuk tidak merokok. Majalah kesehatan terkenal seperti Gesundes Volk (Rakyat Sehat),[28] Volksgesundheit (Kesehatan Rakyat) dan Gesundes Leben (Hidup Sehat)[32] menerbitkan berbagai peringatan tentang konsekuensi kesehatan merokok[28][32] dan poster yang menunjukkan efek berbahaya dari tembakau ditampilkan. Pesan anti-merokok dikirim ke orang-orang di tempat kerja mereka,[28] sering dengan bantuan dari Hitler-Jugend (HJ) dan Bund Deutscher Mädel (BDM).[11][28][32] Kampanye antimerokok yang dilakukan oleh Nazi juga termasuk pendidikan kesehatan.[12][26][33] Pada bulan Juni 1939, Biro terhadap Bahaya Alkohol dan Tembakau dibentuk dan Reichsstelle für Rauschgiftbekämpfung (Biro untuk Perjuangan melawan Obat Memabukkan) juga membantu dalam kampanye antitembakau. Artikel advokasi antimerokok diterbitkan dalam majalah Die Genussgifte (Rekreasi Stimulan), Auf der Wacht (Berjaga-jaga) dan Reine Luft (Udara Bersih).[34] Dari majalah ini, Reine Luft adalah jurnal utama gerakan antitembakau.[6][35] Institut Karl Astel untuk Riset Bahaya Tembakau di Universitas Jena membeli dan mendistribusikan ratusan cetakan ulang Reine Luft.[35]

Setelah mengakui efek berbahaya dari merokok pada kesehatan, beberapa undang-undang antimerokok diberlakukan.[36] Pada akhir 1930-an, semakin banyak undang-undang antitembakau yang diterapkan oleh Nazi. Pada tahun 1938, Luftwaffe dan Reichspost memberlakukan larangan merokok. Merokok juga dilarang tidak hanya di institusi kesehatan, tetapi juga di beberapa kantor publik dan di rumah peristirahatan.[6] Bidan dibatasi dari merokok saat bertugas. Pada tahun 1939, Partai Nazi dilarang merokok di semua kantornya, dan Heinrich Himmler, kepala Schutzstaffel (SS), personel polisi dan perwira SS dibatasi dari merokok saat mereka bertugas.[37] Merokok juga dilarang di sekolah.[28]

Pada tahun 1941, merokok di trem dilarang di enam puluh kota di Jerman.[37] Merokok juga dilarang di tempat perlindungan bom; namun, beberapa tempat perlindungan memiliki ruangan terpisah untuk merokok.[6] Tindakan khusus diambil untuk mencegah perempuan merokok. Presiden Asosiasi Medis di Jerman menyatakan, "wanita Jerman tidak merokok".[38] Wanita hamil dan wanita di bawah usia 25 dan di atas usia 55 tahun tidak diberi kartu ransum tembakau selama Perang Dunia II. Pembatasan penjualan produk tembakau kepada perempuan dikenakan di bidang perhotelan dan industri makanan ritel.[37] Film antitembakau yang ditujukan untuk perempuan ditampilkan secara terbuka. Editorial yang membahas masalah merokok dan efeknya diterbitkan di surat kabar. Beberapa langkah-langkah ketat juga dilakukan dan departemen distrik National Socialist Factory Cell Organization (NSBO) mengumumkan bahwa mereka akan mengusir anggota perempuannya yang merokok secara terbuka.[39] Langkah selanjutnya dalam kampanye antitembakau dilakukan pada bulan Juli 1943, ketika orang di bawah usia 18 tahun dilarang merokok di tempat umum.[11][32][37] Pada tahun berikutnya, merokok di bis dan kereta api kota dibuat ilegal,[14] atas prakarsa pribadi Hitler, yang khawatir penumpang perempuan mungkin menjadi korban dari perokok pasif.[6]

Pembatasan dikenakan pada iklan produk tembakau,[40] yang berlaku pada tanggal 7 Desember 1941 dan ditandatangani oleh Heinrich Hunke, Presiden Dewan Periklanan. Iklan yang berusaha menggambarkan bahwa merokok tidak berbahaya atau sebagai ekspresi maskulinitas dilarang. Mengejek aktivis antitembakau dilarang,[41] begitu pula penggunaan poster iklan di sepanjang rel kereta api, daerah pedesaan, stadion dan lintasan balap. Iklan melalui pengeras suara dan surat juga dilarang.[42]

Pembatasan merokok juga diperkenalkan di Wehrmacht. Jatah rokok di militer terbatas untuk enam per prajurit per hari. Rokok extra sering dijual kepada para prajurit, terutama bila tidak ada kemajuan militer atau mundur di medan perang, namun ini dibatasi sampai 50 untuk setiap orang per bulan.[6] Tentara remaja yang bertugas di Divisi Hitlerjugend SS Panzer ke-12, terdiri dari anggota Pemuda Hitler, diberi permen dan bukan produk tembakau.[43] Akses ke rokok tidak diperbolehkan untuk personel perempuan tambahan Wehrmacht. Kuliah medis diadakan untuk membujuk personel militer agar berhenti merokok. Sebuah peraturan disahkan pada 3 November 1941 yang menaikkan pajak tembakau sekitar 80-95% dari harga eceran. Ini akan menjadi kenaikan tertinggi pajak tembakau di Jerman sampai lebih dari 25 tahun setelah runtuhnya rezim Nazi.[6]

Efektivitas

Kampanye anti merokok awalnya dianggap gagal, dan 1933-1937 terjadi peningkatan pesat dalam konsumsi tembakau di Jerman.[13] Tingkat merokok di Jerman meningkat lebih cepat daripada di Prancis yang memiliki gerakan antitembakau yang lebih kecil dan kurang berpengaruh. Antara tahun 1932 hingga 1939, konsumsi per kapita di Jerman rokok meningkat dari 570 hingga 900 per tahun, sementara di Prancis tercatat dari 570 hingga 630.[6][44]

Perusahaan manufaktur rokok di Jerman melakukan beberapa upaya untuk melemahkan kampanye antitembakau. Mereka menerbitkan jurnal baru dan mencoba untuk menggambarkan gerakan antitembakau sebagai "fanatik" dan "tak ilmiah".[6] Industri tembakau juga mencoba untuk melawan kampanye pemerintah untuk mencegah wanita dari merokok dan menggunakan model yang merokok dalam iklan mereka.[38] Meskipun terdapat peraturan pemerintah, banyak perempuan di Jerman merokok secara teratur, termasuk banyak istri pejabat Nazi berpangkat tinggi. Sebagai contoh, Magda Goebbels merokok bahkan saat ia diwawancarai oleh wartawan. Ilustrasi fashion yang menampilkan perempuan dengan rokok sering diterbitkan dalam publikasi terkemuka seperti Beyers Mode für Alle (Beyers Fashion Untuk Semua). Penutup dari lagu Lili Marleen menampilkan penyanyi populer Lale Andersen memegang rokok.[39]

Konsumsi rokok per kapita
per tahun di Jerman & AS
[13]
Tahun
1930 1935 1940 1944
Jerman 490 510 1.022 743
Amerika Serikat 1.485 1.564 1.976 3.039

Nazi menerapkan lebih banyak kebijakan antitembakau pada akhir 1930-an dan pada tahun-tahun awal Perang Dunia II tingkat penggunaan tembakau menurun. Sebagai hasil dari langkah-langkah antitembakau yang diterapkan di Wehrmacht,[6] konsumsi tembakau total oleh tentara menurun antara tahun 1939 dan 1945.[14] Menurut survei yang dilakukan pada tahun 1944, jumlah perokok meningkat di Wehrmacht, tetapi konsumsi tembakau rata-rata per personel militer menurun sebesar 23,4% dibandingkan dengan tahun-tahun pra-Perang Dunia II. Jumlah orang yang merokok 30 atau lebih batang rokok per hari menurun dari 4,4% menjadi 0,3%.[6]

Kebijakan antitembakau Nazi yang dihasilkan tidak bebas dari kontradiksi. Sebagai contoh, kebijakan Volksgesundheit (Kesehatan Rakyat) dan Gesundheitspflicht (Tugas menjadi Sehat) yang diberlakukan bersamaan dengan distribusi rokok secara aktif kepada orang-orang yang Nazi anggap sebagai kelompok yang "layak" (misalnya prajurit garis depan, anggota Pemuda Hitler). Di sisi lain, kelompok yang "tidak layak" dan berstigma buruk (Yahudi, tahanan perang) tidak diberi akses untuk membeli tembakau.[45]

Asosiasi dengan antisemitisme dan rasisme

Selain masalah kesehatan masyarakat, Nazi sangat dipengaruhi oleh ideologi;[28] secara khusus, gerakan ini dipengaruhi oleh konsep kebersihan ras dan kemurnian jasmani.[46] Pemimpin Nazi percaya bahwa merokok itu salah bagi ras unggul[28] dan bahwa konsumsi tembakau sama dengan "degenerasi rasial".[47] Nazi memandang tembakau sebagai "racun genetika".[46] Para pendukung kebersihan ras menentang penggunaan tembakau karena takut bahwa tembakau akan "merusak plasma nutfah Jerman".[48] Aktivis antitembakau Nazi sering mencoba untuk menggambarkan tembakau sebagai sifat buruk orang Negro yang bobrok akhlaknya.[46]

Nazi mengklaim bahwa orang-orang Yahudi bertanggung jawab atas pengenalan tembakau dan efek buruknya. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Jerman mengumumkan bahwa merokok adalah sifat yang tidak sehat yang disebarkan oleh orang Yahudi.[48] Johann von Leers, penyunting Nordische Welt (Dunia Nordik), selama upacara pembukaan Wissenschaftliches Institut zur Erforschung der Tabakgefahren pada tahun 1941, menyatakan bahwa "kapitalisme Yahudi" bertanggung jawab atas penyebaran penggunaan tembakau di seluruh Eropa. Dia mengatakan bahwa tembakau pertama di tanah Jerman dibawa oleh orang Yahudi dan mereka menguasai industri tembakau di Amsterdam, tempat masuk utama Nicotiana di Eropa.[49]

Setelah Perang Dunia II

Setelah runtuhnya Nazi Jerman pada akhir Perang Dunia II, produsen rokok Amerika dengan cepat memasuki pasar gelap Jerman. Penyelundupan ilegal tembakau menjadi lazim,[50] dan banyak pemimpin kampanye antimerokok Nazi yang dibungkam.[8] Pada tahun 1949, sekitar 400 juta rokok yang diproduksi di Amerika Serikat memasuki Jerman secara ilegal setiap bulan. Pada tahun 1954, hampir dua miliar batang rokok Swiss diselundupkan ke Jerman dan Italia. Sebagai bagian dari Rencana Marshall, Amerika Serikat mengirim tembakau bebas biaya ke Jerman, jumlah tembakau yang dikirim ke Jerman pada tahun 1948 adalah 24.000 ton dan sebanyak 69.000 ton pada tahun 1949. Pemerintah Federal Amerika Serikat menghabiskan US $ 70.000.000 pada skema ini untuk menyenangkan perusahaan manufaktur rokok di Amerika Serikat yang sangat diuntungkan.[50] Konsumsi rokok per kapita tahunan pasca-perang Jerman terus naik dari 460 pada tahun 1950 menjadi 1.523 pada tahun 1963. Pada akhir abad ke-20, kampanye antitembakau di Jerman tidak dapat melebihi keseriusan pada tahun 1939-1941, dan Robert N. Proctor menganggap penelitian kesehatan tembakau Jerman telah "diredam".[13]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ a b Szollosi-Janze 2001, hlm. 15
  2. ^ a b c Young 2005, hlm. 252
  3. ^ Roffo, A. H. (8 Januari 1940). "Krebserzeugende Tabakwirkung [Carcingogenic effects of tobacco]" (PDF) (dalam bahasa German). Berlin: J. F. Lehmanns Verlag. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2013-02-03. Diakses tanggal 2009-09-13. 
  4. ^ a b .Richard Doll (1998), "Uncovering the effects of smoking: historical perspective", Statistical Methods in Medical Research, 7 (2): 87–117, doi:10.1191/096228098668199908, PMID 9654637, diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-12, diakses tanggal 2008-06-01, Masyarakat dibentuk untuk mencegah merokok pada awal abad di beberapa negara, tapi mereka mengalami sedikit kesuksesan kecuali di Jerman di mana mereka didukung secara resmi oleh pemerintah setelah Nazi merebut kekuasaan. Upaya luar Jerman terhambat oleh serangan balasan terhadap Jerman Nazi terhadap ideologi anti-Semit terasing dari negara-negara Eropa lain serta sebagian besar dari seluruh dunia. 
  5. ^ Borio, Gene (1993–2003), Tobacco Timeline: The Twentieth Century 1900-1949--The Rise of the Cigarette, Tobacco.org, diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-17, diakses tanggal 2008-11-15 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Robert N. Proctor, Pennsylvania State University (1996), "The anti-tobacco campaign of the Nazis: a little known aspect of public health in Germany, 1933-45", British Medical Journal, 313 (7070): 1450–3, PMC 2352989alt=Dapat diakses gratis, PMID 8973234, diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-19, diakses tanggal 2008-06-01 
  7. ^ Bynum et al. 2006, hlm. 375
  8. ^ a b Proctor, Robert N. (1996), Nazi Medicine and Public Health Policy, Dimensions, Anti-Defamation League, diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-05, diakses tanggal 2008-06-01 
  9. ^ Clark, Briggs & Cooke 2005, hlm. 1373–74
  10. ^ a b c d e Proctor 1999, hlm. 219
  11. ^ a b c d e George Davey Smith (2004), "Lifestyle, health, and health promotion in Nazi Germany", British Medical Journal, 329 (7480): 1424–5, doi:10.1136/bmj.329.7480.1424, PMC 535959alt=Dapat diakses gratis, PMID 15604167, diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-24, diakses tanggal 2008-07-01 
  12. ^ a b Gilman & Zhou 2004, hlm. 328
  13. ^ a b c d e Proctor 1999, hlm. 228
  14. ^ a b c d e f Clark, Briggs & Cooke 2005, hlm. 1374
  15. ^ Proctor, Robert (1997), "The Nazi War on Tobacco: Ideology, Evidence, and Possible Cancer Consequences" (PDF), Bulletin of the History of Medicine, 71 (3): 435–88, doi:10.1353/bhm.1997.0139, PMID 9302840, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-02-25, diakses tanggal 2008-07-22, Organisasi antitembakau pertama Jerman didirikan pada tahun 1904 (disingkat Deutscher Tabakgegnerverein zum Schutze für Nichtraucher); ini diikuti oleh Bund Deutscher Tabakgegner yang berbasis di kota Trautenau, di Bohemia (1910), dan asosiasi serupa di Hanover dan Dresden (baik didirikan pada tahun 1912). Ketika Cekoslovakia dipisahkan dari Austria setelah Perang Dunia Pertama, sebuah Bund Deutscher Tabakgegner di der Tschechoslowakei didirikan di Praha (1920), dan pada tahun yang sama di Graz, Bund Deutscher Tabakgegner in Deutschösterreich didirikan. 
  16. ^ Proctor 1999, hlm. 177
  17. ^ Proctor 1999, hlm. 178
  18. ^ a b c Proctor 1999, hlm. 173
  19. ^ Tillman 2004, hlm. 119
  20. ^ a b Proctor 1999, hlm. 187
  21. ^ Anders Dahlström, Christina Ebersjö, Bo Lundell (2008), "Nicotine in breast milk influences heart rate variability in the infant", Acta Pædiatrica, 97 (8): 1075–1079, doi:10.1111/j.1651-2227.2008.00785.x, PMID 18498428, diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-30, diakses tanggal 2008-11-15 
  22. ^ M Pellegrini, E Marchei, S Rossi, F Vagnarelli, A Durgbanshi, O García-Algar, O Vall, S Pichini (2007), "Liquid chromatography/electrospray ionization tandem mass spectrometry assay for determination of nicotine and metabolites, caffeine and arecoline in breast milk", Rapid Communications in Mass Spectrometry, 21 (16): 2693–2703, doi:10.1002/rcm.3137, PMID 17640086 
  23. ^ Julie A. Mennella, Lauren M. Yourshaw, and Lindsay K. Morgan (2007), "Breastfeeding and Smoking: Short-term Effects on Infant Feeding and Sleep", Pediatrics, 120 (3): 497–502, doi:10.1542/peds.2007-0488, PMC 2277470alt=Dapat diakses gratis, PMID 17766521, diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-04, diakses tanggal 2008-11-15 
  24. ^ Kenneth F. Ilett, Thomas W. Hale, Madhu Page-Sharp, Judith H. Kristensen, Rolland Kohan, L.Peter Hackett (2003), "Use of nicotine patches in breast-feeding mothers: transfer of nicotine and cotinine into human milk", Clinical Pharmacology & Therapeutics, 74 (6): 516–524, doi:10.1016/j.clpt.2003.08.003, PMID 14663454, diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-06, diakses tanggal 2008-11-17 
  25. ^ Proctor 1999, hlm. 189
  26. ^ a b Johan P. Mackenbach (2005), "Odol, Autobahne and a non-smoking Führer: Reflections on the innocence of public health", International Journal of Epidemiology, 34 (3): 537–9, doi:10.1093/ije/dyi039, PMID 15746205, diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-09, diakses tanggal 2008-06-01 
  27. ^ Schaler 2004, hlm. 155
  28. ^ a b c d e f g h Coombs & Holladay 2006, hlm. 98
  29. ^ a b Proctor 1999, hlm. 207
  30. ^ Proctor 1999, hlm. 191
  31. ^ Proctor 1999, hlm. 194
  32. ^ a b c d George Davey Smith, Sabine A Strobele, Matthias Egger (1994), "Smoking and health promotion in Nazi Germany" (PDF), Journal of Epidemiology and Community Health, 48 (3): 220–3, doi:10.1136/jech.48.3.220, PMC 1059950alt=Dapat diakses gratis, PMID 8051518, diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-16, diakses tanggal 2008-07-21 
  33. ^ Berridge 2007, hlm. 13
  34. ^ Proctor 1999, hlm. 199
  35. ^ a b Robert N. Proctor (2001), "Commentary: Schairer and Schöniger's forgotten tobacco epidemiology and the Nazi quest for racial purity", International Journal of Epidemiology, 30 (1): 31–34, doi:10.1093/ije/30.1.31, PMID 11171846, diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-12, diakses tanggal 2008-08-24 
  36. ^ George Davey Smith, Sabine Strobele and Matthias Egger (1995), "Smoking and death. Public health measures were taken more than 40 years ago", British Medical Journal, 310 (6976): 396, PMC 2548770alt=Dapat diakses gratis, PMID 7866221, diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-18, diakses tanggal 2008-06-01 
  37. ^ a b c d Proctor 1999, hlm. 203
  38. ^ a b Daunton & Hilton 2001, hlm. 169
  39. ^ a b Guenther 2004, hlm. 108
  40. ^ Uekoetter 2006, hlm. 206
  41. ^ Proctor 1999, hlm. 204
  42. ^ Proctor 1999, hlm. 206
  43. ^ Meyer 2005, hlm. 13
  44. ^ Lee 1975
  45. ^ Bachinger E, McKee M, Gilmore A (2008), "Tobacco policies in Nazi Germany: not as simple as it seems", Public Health, 122 (5): 497–505, doi:10.1016/j.puhe.2007.08.005, PMC 2441844alt=Dapat diakses gratis, PMID 18222506 
  46. ^ a b c Proctor 1999, hlm. 174
  47. ^ Proctor 1999, hlm. 220
  48. ^ a b Proctor 1999, hlm. 179
  49. ^ Proctor 1999, hlm. 208
  50. ^ a b Proctor 1999, hlm. 245

Referensi

  • Berridge, Virginia (2007), Marketing Health: Smoking and the Discourse of Public Health in Britain, 1945-2000, Oxford University Press, ISBN 0-19-926030-3 .
  • Bynum, William F.; Hardy, Anne; Jacyna, Stephen; Lawrence, Christopher; Tansey, E. M. (2006), The Western Medical Tradition, Cambridge University Press, ISBN 0-521-47524-4 .
  • Clark, George Norman; Briggs, Asa; Cooke, A. M. (2005), A History of the Royal College of Physicians of London, Oxford University Press, ISBN 0-19-925334-X .
  • Coombs, W. Timothy; Holladay, Sherry J. (2006), It's Not Just PR: Public Relations in Society, Blackwell Publishing, ISBN 1-4051-4405-X .
  • Daunton, Martin; Hilton, Matthew (2001), The Politics of Consumption: Material Culture and Citizenship in Europe and America, Berg Publishers, ISBN 1-85973-471-5 .
  • Gilman, Sander L.; Zhou, Xun (2004), Smoke: A Global History of Smoking, Reaktion Books, ISBN 1-86189-200-4 .
  • Guenther, Irene (2004), Nazi Chic?: Fashioning Women in the Third Reich, Berg Publishers, ISBN 1-85973-400-6 .
  • Lee, P. N. (1975), Tobacco Consumption in Various Countries (edisi ke-4th), London: Tobacco Research Council .
  • Meyer, Hubert (2005), The 12th SS: The History of the Hitler Youth Panzer Division, Stackpole Books, ISBN 978-0-8117-3198-0 .
  • Proctor, Robert (1999), The Nazi War on Cancer, Princeton University Press, ISBN 0-691-07051-2 .
  • Schaler, Jeffrey A. (2004), Szasz Under Fire: A Psychiatric Abolitionist Faces His Critics, Open Court Publishing, ISBN 0-8126-9568-2 .
  • Szollosi-Janze, Margit (2001), Science in the Third Reich, Berg Publishers, ISBN 1-85973-421-9 .
  • Tillman, Barrett (2004), Brassey's D-Day Encyclopedia: The Normandy Invasion A-Z, Potomac Books Inc., ISBN 1-57488-760-2 .
  • Uekoetter, Frank (2006), The Green and the Brown: A History of Conservation in Nazi Germany, Cambridge University Press, ISBN 0-521-84819-9 .
  • Young, T. Kue (2005), Population Health: Concepts and Methods, Oxford University Press, ISBN 0-19-515854-7 .

Bacaan lanjutan