Lompat ke isi

Perang Dunia II

Halaman yang dilindungi semi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perang Dunia II atau Perang Dunia Kedua (bahasa Inggris: World War II) (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2) adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holokaus dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]

Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Prancis dan Britania. Sejak akhir tahun 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.

Serbuan Poros berhenti pada tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Prancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Tiongkok, Britania Raya, dan Prancis—menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk mulai menjalani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Awal terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari kemudian. Tanggal lain mengenai awal perang ini adalah dimulainya Perang Tiongkok-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Tiongkok-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal awal lainnya yang sering dipakai untuk Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania Raya Antony Beevor memandang awal Perang Dunia Kedua terjadi saat Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]

Tanggal pasti akhir perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu disebutkan bahwa perang berakhir saat gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri resmi Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini berakhir pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Perjanjian Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakang

Perang Dunia I membuat perubahan besar pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hungaria, Kekaisaran Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Prancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta dari runtuhnya Austria-Hungaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah Perang Dunia I,[10][11] kekalahan ini masih membuat nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang besar akibat Perjanjian Versailles. Menurut perjanjian ini, Jerman kehilangan 13 persen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan angkatan bersenjata negaranya.[12] Pada saat yang sama, Perang Saudara Rusia berakhir dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]

Kekaisaran Jerman bubar melalui Revolusi Jerman 1918–1919 dan sebuah pemerintahan demokratis yang kemudian dikenal dengan nama Republik Weimar dibentuk. Periode antarperang melibatkan kerusuhan antara pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Walaupun Italia selaku sekutu Entente berhasil merebut sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Prancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dengan agenda nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri agresif yang berusaha membawa Italia sebagai kekuatan dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Besar dimulai, dukungan dalam negeri untuk Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk sebagai Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]

Partai Kuomintang (KMT) di Tiongkok melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Tiongkok pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berusaha memengaruhi Tiongkok[17] sebagai tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya sebagai hak untuk menguasai Asia, memakai Insiden Mukden sebagai alasan melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]

Terlalu lemah melawan Jepang, Tiongkok meminta bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tindakannya terhadap Manchuria. Kedua negara ini kemudian bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan sukarelawan Tiongkok melanjutkan pemberontakan terhadap agresi Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)

Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Prancis, untuk melindungi aliansinya, memberikan Italia kendali atas Ethiopia yang diinginkan Italia sebagai jajahan kolonialnya. Situasi ini memburuk pada awal 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Perjanjian Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan wajib militer.[21]

Berharap mencegah Jerman, Britania Raya, Prancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan keinginan Jerman mencaplok wilayah luas di Eropa Timur, membuat perjanjian bantuan bersama dengan Prancis. Sebelum diberlakukan, pakta Prancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada dasarnya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya membuat perjanjian laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman adalah satu-satunya negara besar Eropa yang mendukung tindakan tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tindakan Jerman menganeksasi Austria.[25]

Hitler menolak Perjanjian Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia mendapat sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini untuk menguji senjata dan metode peperangan baru,[27] berakhir dengan kemenangan Nasionalis pada awal 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan kemudian, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak diikuti Italia pada tahun berikutnya. Di Tiongkok, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata untuk membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua adalah perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi antara angkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan angkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini berakhir dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa sebagai kekuatan pelindung perdamaian. Baik Italia dan Ethiopia adalah negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

Reruntuhan Guernica setelah dibom.

Jerman dan Italia memberi dukungan kepada para pemberontak Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang memiliki kecenderungan sayap kiri. Baik Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini sebagai kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang besar selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap warga sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Tiongkok (1937)

Sarang senjata mesin Tiongkok pada Pertempuran Shanghai, 1937.

Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Tiongkok Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang untuk menjajah seluruh wilayah Tiongkok.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Tiongkok untuk memberi dukungan material yang secara efektif mengakhiri kerja sama Tiongkok dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya untuk mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Tiongkok, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan melakukan Pembantaian Nanking.

Pada bulan Juni 1938, pasukan Tiongkok menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Tiongkok untuk mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Tiongkok yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Tiongkok pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melalui pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan awal, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan besar pertama Angkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]

Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut campur Soviet dalam perang melawan Tiongkok dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke jajahan Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pemimpin militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memainkan peran penting dalam mempertahankan Moskow.[37]

Pendudukan Eropa dan perjanjian

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Perjanjian Munich.

Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi mendapat sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Prancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melalui Perjanjian Munich, yang dibuat melawan keinginan pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan janji tidak meminta wilayah lagi.[39] Sesaat setelah perjanjian ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hungaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]

Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Prancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan untuk Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah janji Prancis-Britania kepada Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melalui Pakta Baja.[43]

Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] sebuah perjanjian non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania untuk Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia untuk Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan tentang keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia berakhir. Di tengah adalah Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan adalah Brigadir Semyon Krivoshein.

Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Prancis dan Britania Raya, diikuti negara-negara Persemakmuran,[47] menyatakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan kepada Polandia ketimbang serangan kecil Prancis ke Saarland.[48] Britania dan Prancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September untuk melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]

Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi antara Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia mendapat bagian kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus berperang bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]

Sekitar 100.000 personel militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian besar tentara tersebut kemudian berperang melawan Jerman di teater perang yang lain.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Prancis.[54] Pada saat itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, sebuah kota Tiongkok yang strategis, tetapi digagalkan pada akhir September.[55]

Setelah invasi Polandia dan perjanjian Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas alasan "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang kemudian pecah berakhir pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Prancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia sebagai alasan memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]

Tentara Jerman di Arc de Triomphe, Paris, setelah kejatuhan Prancis tahun 1940.

Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman membuat pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang berarti Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah untuk Jerman agar bisa mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]

Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia untuk mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang hendak dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil dikuasai dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia untuk mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Prancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan minggu.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Prancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan bergerak secara mengapit melintasi hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Prancis sebagai penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]

Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melalui Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada awal Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Prancis, menyatakan perang terhadap Prancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari kemudian Prancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan sebuah negara sisa yang tak diduduki di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Prancis di Aljazair untuk mencegah perebutan oleh Jerman.[74]

Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Prancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kesesuaian politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap untuk perang.[79]

Dengan Prancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) untuk mempersiapkan sebuah invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Prancis yang baru dicaplok, Angkatan Laut Jerman menikmati kesuksesan melawan Angkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U untuk menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Tiongkok pada bulan September dengan merebut sejumlah pangkalan di wilayah utara Indochina Prancis yang saat ini terisolasi.[82]

Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.

Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral melakukan sejumlah hal untuk membantu Tiongkok dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamendemen untuk memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Angkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indochina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]

Pada akhir September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman untuk meresmikan Kekuatan Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Kekuatan Poros apapun akan dipaksa berperang melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Tiongkok dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman material dan barang-barang lain[88] dan membuat zona keamanan yang membentang hingga separuh Samudra Atlantik agar Angkatan Laut Amerika Serikat bisa melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara resmi tetap netral.[90][91]

Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hungaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi besar terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian untuk merebut kembali wilayah yang diserahkan kepada Soviet, sebagian lagi demi memenuhi keinginan pemimpinnya, Ion Antonescu, untuk melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari kemudian digagalkan dan dipukul sampai Albania yang berakhir dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada awal 1941, dengan pasukan Italia dipukul hingga Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika untuk membantu Yunani.[96] Angkatan Laut Italia juga menderita kekalahan besar, dengan Angkatan Laut Kerajaan membuat tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melalui serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]

Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.

Jerman segera turun tangan untuk membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada akhir Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada awal April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka membuat kemajuan besar, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada akhir Mei.[101]

Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada saat itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] kemudian dengan bantuan Prancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon untuk mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting adalah pada Pertempuran Britania, Angkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang berakhir bulan Mei 1941.[105]

Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang antara Tiongkok dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Tiongkok dengan memblokir rute-rute suplai, dan untuk memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang merebut kendali militer di Indochina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Tiongkok melancarkan serangan di Tiongkok Tengah; sebagai balasan, Jepang menerapkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan untuk mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah untuk pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut antara pasukan komunis dan nasionalis Tiongkok memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]

Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang untuk memanfaatkan Perang Eropa dengan merebut jajahan Eropa yang kaya sumber daya alam di Asia Tenggara, kedua kekuatan ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman bersiap-siap menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah besar di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.

Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] adalah kawasan Baltik, Moskow dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler adalah menghancurkan Uni Soviet sebagai sebuah kekuatan militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan penduduk asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan untuk mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]

Meski Angkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian besar dalam hal personel dan material. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Angkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 untuk membantu tentara yang maju melintasi Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev sukses besar dan berakhir dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan lebih lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).Sayangnya, pembagian kekuatan ini membuat momentum serangan ke Moscow hilang, dan Sovyet memiliki waktu untuk memperkuat diri.[117]

Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskow, Desember 1941.

Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian besar angkatan udaranya dari Prancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] membuat Britania mempertimbangkan kembali strategi besarnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran untuk melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]

Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] sebuah serangan besar ke Moskow dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskow, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial besar dilakukan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih dikuasai Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan banyak sekali potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah berakhir.[127]

Animasi Teater Eropa PDII.

Pada awal Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup untuk mencegah serangan apapun oleh Angkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mi) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometer (62–155 mi) ke barat.[131]

Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman untuk meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak untuk Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kendali politik atas koloninya. Prancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indochina Prancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indochina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 persen minyak Jepang[133]) merespon dengan menerapkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini berarti Jepang terpaksa memilih antara mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Tiongkok, atau merebut sumber daya alam yang diperlukan melalui kekuatan; militer Jepang tidak menganggap yang pertama sebagai pilihan, dan banyak pejabat menganggap embargo minyak sebagai pernyataan perang tidak langsung.[135]

Jepang berencana merebut koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat untuk menciptakan perimeter defensif besar yang membentang hingga Pasifik Tengah; Jepang kemudian bebas mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Untuk mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.

Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.

Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Tiongkok, Australia, dan beberapa negara lain secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena sedang terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih untuk tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Empat Besar (Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Tiongkok),[141] dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[142] dan melakukan kewajiban untuk tidak menandatangani perjanjian damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus meminta Churchill, dan kemudian Roosevelt, untuk membuka 'front kedua' di Prancis.[143] Front Timur menjadi teater perang besar di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt mengatakan mereka butuh lebih banyak waktu untuk persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu untuk menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[144]

Sementara itu, pada akhir April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[145] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan banyak di antara mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina akhirnya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[146] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Tiongkok Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[147] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya kesuksesan sejati Sekutu melawan Jepang adalah kemenangan Tiongkok di Changsha pada awal Januari 1942.[148] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini membuat Jepang terlalu percaya diri dan berlebihan.[149]

Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Angkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di lepas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[150] Meski kalah besar, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian besar jajahan yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[151] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan sebuah serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada awal Februari,[152] diikuti oleh meredanya pertempuran untuk sementara yang dimanfaatkan Jerman untuk mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[153]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pengebom tukik Amerika Serikat memerangi Mikuma pada Pertempuran Midway, Juni 1942.

Pada awal Mei 1942, Jepang memulai operasi untuk menduduki Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai antara Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[154] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, adalah merebut Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang untuk dihancurkan; sebagai aksi pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan untuk menduduki Kepulauan Aleut di Alaska.[155] Pada awal Juni, Jepang melaksanakan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada akhir Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai pengetahuan ini untuk memperoleh kemenangan telak di Midway atas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.[156]

Dengan kapasitasnya untuk bertindak secara agresif hilang akibat Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menduduki Port Moresby melalui kampanye darat di Teritori Papua.[157] Amerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, sebagai tahap pertama menduduki Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[158]

Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke bagian utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[159] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen besar tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada awal 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[160] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada akhir 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[161] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakang garis depan Jepang bulan Februari yang, pada akhir April, memperoleh hasil yang diragukan.[162]

Tentara Soviet menyerang sebuah rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.

Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[163] dan kemudian melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 untuk menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menduduki stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Angkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Angkatan Darat A bergerak ke Sungai Don, sementara Grup Angkatan Darat B bergerak ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[164] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.

Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menduduki Stalingrad dalam pertempuran jalanan saat Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[165] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskow, meski upaya terakhir gagal besar.[166] Pada awal Februari 1943, Angkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[167] dan garis depan dimundurkan hingga posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[168]

Tank Crusader Britania bergerak ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.

Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmuran mengadakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[169] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada awal Mei 1942.[170] Kesuksesan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[171] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, berakhir dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[172] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat untuk melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang lebih baik.[173]

Pada bulan Agustus 1942, Sekutu sukses mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[174] dan, dengan banyak korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang sedang dikepung.[175] Beberapa bulan kemudian, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melintasi Libya.[176] Serangan ini tidak lama kemudian dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Prancis, yang berakhir dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[177] Hitler menanggapi pendudukan koloni Prancis ini dengan memerintahkan pendudukan Prancis Vichy;[177] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berusaha menenggelamkan armadanya sendiri agar tidak direbut pasukan Jerman.[178] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur hingga Tunisia, yang kemudian dikuasai Sekutu pada bulan 1943.[179]

Sekutu menguasai medan (1943)

Generalissimo Chiang Kai-shek, Franklin D. Roosevelt, dan Winston Churchill bertemu di Konferensi Kairo tahun 1943 semasa Perang Dunia II.
Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.
Pesawat Il-2 Soviet menyerang kolom Wehrmacht pada Pertempuran Kursk, 1 Juli 1943.

Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim untuk mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[180] dan segera memulai operasi besar untuk mengisolasi Rabaul dengan menduduki pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[181] Pada akhir Maret 1944, Sekutu menyelesaikan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[182]

Di Uni Soviet, baik Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan awal musim panas 1943 dengan bersiap-siap untuk serangan besar di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu minggu, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[183][184] dan, untuk pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan sebuah operasi sebelum memperoleh kesuksesan taktis atau operasional.[185] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada akhir bulan itu.[186]

Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan harapan apapun bagi Angkatan Darat Jerman untuk memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[187] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[188][189] Jerman berusaha menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[190]

Pada awal September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, diikuti gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[191] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kendali militer di wilayah Italia,[192] dan membuat serangkaian garis pertahanan.[193] Pasukan khusus Jerman kemudian menyelamatkan Mussolini, yang kemudian mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[194] Sekutu Barat berperang melintasi beberapa garis hingga garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[195]

Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang besar memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[196] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bertemu dengan Chiang Kai-shek di Kairo[197] dan Joseph Stalin di Teheran.[198] Konferensi pertama menentukan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[197] sementara yang terakhir menghasilkan perjanjian bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyatakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[198]

Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.

Sejak November 1943, selama tujuh minggu di Pertempuran Changde, Tiongkok memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[199][200] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[201] Pada akhir Januari, serangan besar Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[202] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.

Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Angkatan Darat Utara Jerman yang dibantu penduduk Estonia yang berharap menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di kawasan Laut Baltik.[203] Pada akhir Mei 1944, Soviet berhasil membebaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan melakukan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul balik oleh pasukan Poros.[204] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[205]

Sekutu mengalami berbagai keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944, Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[206] dan kemudian mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[207] Bulan Mei 1944, pasukan Britania melakukan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[207] dan pasukan Tiongkok yang menyerbu Burma utara pada akhir 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[208] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Tiongkok, melindungi jalur kereta api di antara teritori dudukan Jepang dan menduduki lapangan udara Sekutu.[209] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[210]

Sekutu mendekat (1944)

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944
Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melintasi sungai saat musim panas utara 1944

Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal sebagai D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[144] Sekutu Barat menyerbu Prancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Prancis Selatan.[211] Semua pendaratan ini berhasil dan berakhir dengan kekalahan unit Angkatan Darat Jerman di Prancis. Paris dibebaskan oleh pemberontak lokal yang dibantu Pasukan Prancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[212] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Sebuah upaya bergerak maju melintasi Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[213] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan besar. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat saat mereka melintasi garis pertahanan besar Jerman terakhir.

Pada tanggal 22 Juni, Soviet mengadakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang berakhir dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Angkatan Darat Jerman.[214] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet sukses memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[215] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, diikuti dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[216]

Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 warga sipil.

Pada bulan September 1944, tentara Angkatan Darat Merah Soviet melaju hingga Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Angkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran.[217] Pada saat ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya sukses melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian besar teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari kemudian, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hungaria dudukan Jerman yang berlangsung sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[218] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan berakhir dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada kondisi relatif kondusif,[219][220] disertai memihaknya Finlandia ke Sekutu.

Pada awal Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali hingga Sungai Chindwin[221] sementara Tiongkok mencaplok Myitkyina. Di Tiongkok, Jepang menuai kesuksesan besar, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada awal Agustus.[222] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran besar melawan pasukan Tiongkok di Guilin dan Liuzhou pada akhir November[223] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Tiongkok dan Indochina pada pertengahan Desember.[224]

Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat keunggulan atas pangkalan udara baru untuk melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada akhir Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama kemudian, angkatan laut Sekutu mencetak kemenangan besar pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[225]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan kesuksesan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya untuk melancarkan serangan balasan massal di Ardennes untuk memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian besar tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[226] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[226] Di Italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, bergerak dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menduduki Prusia Timur.[227] Tanggal 4 Februari, para pemimpin A.S., Britania Raya, dan Soviet bertemu di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[228] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[229]

Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melintasi Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[230] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada awal April, Sekutu Barat akhirnya berhasil membuat kemajuan di Italia dan bergerak melintasi Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada akhir April; kedua pasukan bertemu di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag diduduki dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[231]

Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[232] Dua hari kemudian, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Laksamana Agung Karl Dönitz.[233]

Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen Penyerahan Diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[234] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[235] Pusat Grup Angkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[236]

Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina bergerak maju di Filipina, membebaskan Leyte pada akhir April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai berakhirnya perang.[237]

Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menduduki ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Tiongkok mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[238] Pasukan Tiongkok mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah antara 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga bergerak ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada akhir Juni.[239] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[240]

Tanggal 11 Juli, para pemimpin Sekutu bertemu di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui perjanjian awal tentang Jerman,[241] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang, dengan menyatakan bahwa "alternatif bagi Jepang adalah kehancuran dalam waktu singkat".[242] Dalam konferensi ini, Britania Raya mengadakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill sebagai Perdana Menteri.[243]

Saat Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada awal Agustus. Di antara kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai perjanjian Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Angkatan Darat Kwantung yang saat itu merupakan pasukan tempur Jepang terbesar.[244][245] Pasukan Merah juga menduduki Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[234]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan tidak memihak dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang dikuasai Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini lebih condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[246]

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian besar Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi antara Polandia dan Uni Soviet, diikuti dengan pengusiran 9 juta warga Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta warga Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat adalah pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menduduki provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta warga Polandia),[247] Rumania Timur,[248][249] dan sebagian Finlandia timur,[250] serta tiga negara Baltik.[251][252]

Perdana Menteri Winston Churchill memberi tanda "Victory" kepada kerumunan di London pada Hari Kemenangan di Eropa.

Demi mempertahankan perdamaian,[253] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[254] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 sebagai standar umum bagi semua negara anggotanya.[255] Kekuatan-kekuatan besar yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Tiongkok, Britania Raya, dan Prancis—menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota tetap ini masih ada sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, antara Republik Tiongkok dan Republik Rakyat Tiongkok tahun 1971, dan antara Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran Uni Soviet. Aliansi antara Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang berakhir.[256]

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratis Jerman[257] dibentuk di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi antara cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[258] Kebanyakan negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hungaria,[259] Cekoslowakia,[260] Rumania, Albania,[261] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[262]

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[263] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di antara mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh perlombaan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[264]

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[265] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan diduduki oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara antara 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua sisi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim sebagai pemerintahan sah untuk seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[266]

Di Tiongkok, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[267] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Saat kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya merebut kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya saat perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong dilakukannya dekolonisasi.[268][269]

Ekonomi global menderita akibat perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan berbagai cara. Amerika Serikat tampil lebih kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya lebih tinggi daripada negara-negara besar lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[270][271] Britania Raya dan Amerika Serikat menerapkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[272] Akibat perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[273][274]

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) baik secara langsung maupun tidak langsung.[275][276] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi Jerman.[277] Selain itu, ekonomi Italia[278][279] dan Prancis juga meroket.[280] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[281] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[282]

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan material yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[283] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[284] Tiongkok kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[285]

Korban dan kejahatan perang

Korban jiwa Perang Dunia II

Perkiraan total korban perang bervariasi, karena banyak kematian yang tidak tercatat. Kebanyakan pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta warga sipil.[286][287][288] Banyak warga sipil tewas akibat wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[289] termasuk 8,7 juta personel militer dan 19 juta warga sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar adalah etnis Rusia (5.756.000), diikuti etnis Ukraina (1,377,400).[290] Satu dari empat warga sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[291] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, kebanyakan di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[292]

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Tiongkok—berada di pihak Sekutu dan 15 persen sisanya di pihak Poros. Sebagian besar kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang dilakukan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[293] sampai 17 juta[294] warga sipil tewas akibat kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[295]

Secara kasar 7,5 juta warga sipil tewas di Tiongkok selama pendudukan Jepang.[296] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[297] dengan pembunuhan balas dendam terhadap warga sipil Kroasia tepat setelah perang berakhir.

Warga sipil Tiongkok hendak dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu warga sipil Tiongkok diperkosa dan dibunuh.[298] Antara 3 juta hingga lebih dari 10 juta warga sipil, kebanyakan etnis Tiongkok, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[299] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura menerapkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[300]

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar saat menaklukkan Abisinia,[301] sementara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai berbagai macam senjata saat menyerbu dan menduduki Tiongkok (lihat Unit 731)[302][303] dan pada konflik awal melawan Soviet.[304] Baik Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap warga sipil[305] serta tahanan perang.[306]

Meski banyak aksi Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[307] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan penduduk di Uni Soviet dan penahanan warga Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[308] pengusiran penduduk Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan kepada Jerman. Sejumlah besar kematian akibat kelaparan juga disebabkan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[309]

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal kawasan berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran lebih dari 160 kota dan kematian 600.000 warga sipil Jerman, bisa dianggap sebagai kejahatan perang.[310]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Jenazah di kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen setelah dibebaskan, kemungkinan tahanan politik atau tahanan perang Soviet

Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta (meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) sebagai bagian dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, kebanyakan penduduk Eropa Timur, dipekerjakan sebagai buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[311] Terlepas dari semua itu, ada beberapa pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu sebagai propaganda untuk menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Banyaknya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini ditunjukkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, membuat pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar ada, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian warga sipil negara-negara yang diduduki seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan warga sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[312] Enam puluh persen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[313] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 persen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[314] Mantan tahanan perang Soviet dan warga sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa sebagai pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di antara mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[315]

Kamp tahanan perang Jepang, kebanyakan dipakai sebagai kamp buruh, juga memiliki tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat adalah 27,1 persen (37 persen untuk tahanan perang Amerika Serikat),[316] tujuh kali lebih tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[317] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat dilepaskan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Tiongkok yang dilepas hanya 56 orang.[318]

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta warga sipil Tiongkok dari Tiongkok utara dan Manchukuo diperbudak antara 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, untuk bekerja di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[319] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa bekerja oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[320]

Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang berakhir. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 warga Jepang Amerika.[321][322] Selain itu, 14.000 penduduk Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap sebagai risiko keamanan juga ditahan.[323]

Sesuai perjanjian Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan warga sipil dimanfaatkan sebagai buruh paksa oleh Uni Soviet.[324] Dalam hal Hungaria, penduduknya dipaksa bekerja untuk Uni Soviet sampai 1955.[325]

Front dalam negeri dan produksi

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros

Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu memiliki keunggulan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Prancis, Polandia, dan Jajahan Britania) memiliki populasi 30 persen lebih besar dan produk domestik bruto 30 persen lebih besar daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni disertakan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan keunggulan 5:1 dalam jumlah penduduk dan 2:1 dalam PDB.[326] Di Asia pada saat yang sama, Tiongkok memiliki jumlah penduduk enam kali lebih banyak daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 persen lebih tinggi; jumlah ini berkurang menjadi populasi tiga kali lebih banyak dan PDB 38 persen lebih tinggi jika koloni-koloni Jepang disertakan dalam hitungan.[326]

Meski keunggulan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg awal Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian besar perang ini menjadi perang atrisi.[327] Sementara kemampuan Sekutu untuk melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang besar ke sumber daya alam, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang untuk mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[328][329] pengeboman strategis oleh Sekutu,[330][331] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[332] sangat berkontribusi besar. Selain itu, baik Jerman maupun Jepang tidak berencana mengadakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup melakukannya.[333][334] Untuk meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang memanfaatkan jutaan buruh budak;[335] Jerman memanfaatkan 12 juta orang, kebanyakan dari Eropa Timur,[311] sementara Jepang memanfaatkan lebih dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[319][320]

Pendudukan

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943

Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bentuk yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Prancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman menerapkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada akhir perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[336] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 persen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 persen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[337]

Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[338] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman berlebihan terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian besar serbuan Jerman disertai dengan eksekusi massal.[339] Meski kelompok pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman baik di Timur[340] maupun Barat[341] sampai akhir tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya sebagai bagian dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada dasarnya merupakan hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan membebaskan bangsa yang dikolonisasi.[342] Meski pasukan Jepang awalnya disambut sebagai pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang berlebihan mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan minggu.[343] Selama penaklukan awal Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barel (640.000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang ditinggalkan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang mampu merebut produksi minyak di Hindia Timur Belanda hingga 50 milliar barel, 76 persen dari tingkat produksinya tahun 1940.[343]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan sebagai alat mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya memperoleh kemajuan yang berarti. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personel berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[344] dan pengeboman strategis (pengeboman kawasan berpenduduk untuk menghancurkan industri dan moral).[345] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar angkatan udara di seluruh dunia.[346]

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak awal perang, peperangan udara menuai sedikit kesuksesan, berbagai aksi di Taranto, Pearl Harbor, Laut Tiongkok Selatan, dan Laut Koral membuat kapal induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.[347][348][349]

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memainkan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[350] Kapal induk juga lebih ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[351] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[352] Kapal selam, terbukti merupakan senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[353] diantisipasi oleh semua pihak sebagai sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[354] Secara perlahan, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo pintar terbukti unggul.

Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai untuk membantu infanteri saat Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[355] Pada akhir 1930-an, desain tank lebih maju dibandingkan saat Perang Dunia I,[356] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melalui peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Saat perang dimulai, kebanyakan komandan menduga tank musuh harus bertemu tank dengan spesifikasi yang lebih hebat.[357] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank awal yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di antara elemen kunci kesuksesan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Prancis.[355] Banyak cara untuk menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[357] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih merupakan tulang punggung seluruh pasukan,[358] dan sepanjang perang, sebagian besar infanteri memiliki perlengkapan yang sama seperti saat Perang Dunia I.[359]

Senapan mesin portabel meluas, seperti MG34 Jerman dan berbagai senapan submesin yang dimodifikasi untuk pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[359] Senapan serbu, sebuah pengembangan akhir perang yang mencakup berbagai fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang untuk sebagian besar angkatan bersenjata.[360][361]

Sebagian besar pihak yang terlibat berupaya memecahkan masalah kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode besar untuk kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal adalah mesin Enigma Jerman.[362] SIGINT (signals intelligence) adalah proses melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu untuk memecahkan kode laut Jepang[363] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma sejak tujuh tahun sebelum perang dimulai.[364] Aspek lain intelijen militer adalah pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan kesuksesan besar seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[363][365] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[366]

Lihat pula

Dokumenter

Catatan kaki

  1. ^ 23 Agustus 1939, Uni Soviet dan Jerman menandatangani pakta nonagresi, diam-diam membelah Eropa Timur menjadi beberapa cakupan pengaruh. Gencatan senjata Uni Soviet dengan Jepang 16 September 1939; menyerbu Polandia 17 September 1939; menyerang Finlandia 30 September 1939; memaksa aneksasi negara-negara Baltik Juni 1940; mencaplok Rumania Timur 4 Juli 1940. 22 Juni 1941, Uni Soviet diserbu Poros Eropa; Uni Soviet memihak dengan negara-negara yang memerangi Poros.
  2. ^ Setelah kejatuhan Republik Ketiga tahun 1940, pemerintahan de facto-nya adalah Rezim Vichy. Rezim ini melaksanakan kebijakan pro-Poros sampai November 1942 namun tetap netral secara resmi. Pasukan Prancis Merdeka, berbasis di London, diakui oleh semua negara Sekutu sebagai pemerintah resmi pada bulan September 1944.

Kutipan

  1. ^ Sommerville, Donald (2008). The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements. Lorenz Books. hlm. 5. ISBN 0-7548-1898-5. 
  2. ^ Barrett, David P; Shyu, Lawrence N (2001). China in the anti-Japanese War, 1937–1945: politics, culture and society. Volume 1 of Studies in modern Chinese history. New York: Peter Lang. hlm. 6. ISBN 0-8204-4556-8. 
  3. ^ a b The UN Security Council, diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-20, diakses tanggal 15 May 2012 
  4. ^ Chickering, Roger (2006). A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945. Cambridge University Press. hlm. 64. ISBN 0-275-98710-8. 
  5. ^ Fiscus, James W (2007). Critical Perspectives on World War II. Rosen Publishing Group. hlm. 44. ISBN 1-4042-0065-7. 
  6. ^ Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. W. W. Norton & Co. p. 169; Taylor, A. J. P (1979). How Wars Begin. Hamilton. p. 124. ISBN 0-241-10017-8; Yisreelit, Hevrah Mizrahit (1965). Asian and African Studies, p. 191. For 1941 see Taylor, A. J. P (1961). The Origins of the Second World War. Hamilton. p. vii; Kellogg, William O (2003). American History the Easy Way. Barron's Educational Series. p. 236 ISBN 0-7641-1973-7. There also exists the viewpoint that both World War I and World War II are part of the same "European Civil War" or "Second Thirty Years War": Canfora, Luciano; Jones, Simon (2006). Democracy in Europe: A History of an Ideology. Wiley-Blackwell. p. 155. ISBN 1-4051-1131-3; Prin, Gwyn (2002). The Heart of War: On Power, Conflict and Obligation in the Twenty-First Century. Routledge. p. 11. ISBN 0-415-36960-6.
  7. ^ Beevor, Antony (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 10. ISBN 9780297844976. 
  8. ^ Masaya, Shiraishi (1990). Japanese relations with Vietnam, 1951–1987. SEAP Publications. hlm. 4. ISBN 0-87727-122-4. 
  9. ^ "German-American Relations – Treaty on the Final Settlement with Respect to Germany (two plus four)". Usa.usembassy.de. Diakses tanggal 29 January 2012. 
  10. ^ Derby, Mark. "Conscription, conscientious objection and pacifism". Te Ara. Diakses tanggal 22 June 2012. The move towards world war in 1914 sparked an upsurge in pacifist movements 
  11. ^ "Pacifism in the Twentieth Century". "pacifism". Columbia Electronic Encyclopedia. Diakses tanggal 22 June 2012. During the 1920s and early 30s pacifism enjoyed an upsurge 
  12. ^ Kantowicz 1999, hlm. 149
  13. ^ Davies 2008, hlm. 134–140
  14. ^ Shaw 2000, hlm. 35
  15. ^ Bullock 1962, hlm. 265
  16. ^ Preston 1998, hlm. 104
  17. ^ Myers 1987, hlm. 458
  18. ^ Smith 2004, hlm. 28
  19. ^ Coogan, Anthony (July 1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today. 43. Diakses tanggal 14 November 2009. Although some Chinese troops in the Northeast managed to retreat south, others were trapped by the advancing Japanese Army and were faced with the choice of resistance in defiance of orders, or surrender. A few commanders submitted, receiving high office in the puppet government, but others took up arms against the invader. The forces they commanded were the first of the volunteer armies 
  20. ^ Brody 1999, hlm. 4
  21. ^ Zalampas 1989, hlm. 62
  22. ^ Record 2005, hlm. 50
  23. ^ Mandelbaum 1988, hlm. 96
  24. ^ Schmitz, David F (2001). The First Wise Man. Rowman & Littlefield. hlm. 124. ISBN 0-8420-2632-0. 
  25. ^ Kitson 2001, hlm. 231
  26. ^ Adamthwaite 1992, hlm. 52
  27. ^ Graham 2005, hlm. 110
  28. ^ Busky 2002, hlm. 10
  29. ^ Barker, A. J (1971). The Rape of Ethiopia 1936. Ballantine Books. hlm. 131–2. ISBN 0-345-02462-1. 
  30. ^ Beevor, Antony (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Phoenix. hlm. 258–260. ISBN 0-7538-2165-6. 
  31. ^ Budiansky, Stephen (2004). Air power : The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. hlm. 209–211. ISBN 0-670-03285-9. 
  32. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 547–551. ISBN 0-521-24338-6. 
  33. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 566. ISBN 0-521-24338-6. 
  34. ^ Taylor, Jay (2009). The Generalissimo: Chiang Kai-shek and the struggle for modern China. Harvard University Press. hlm. 150–152. ISBN 978-0-674-03338-2. 
  35. ^ Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Stanford University Press. hlm. 189. ISBN 0-8047-1835-0. 
  36. ^ Sella, Amnon (October 1983). "Khalkhin-Gol: The Forgotten War". Journal of Contemporary History. 18 (4): 651–87. 
  37. ^ Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov. University of Oklahoma Press. hlm. 76. ISBN 0-8061-2807-0. 
  38. ^ Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Heinemann. hlm. 144. ISBN 0-435-32721-6. 
  39. ^ Kershaw 2001, hlm. 121–2
  40. ^ Kershaw 2001, hlm. 157
  41. ^ Davies 2008, hlm. 143–4
  42. ^ Lowe, Cedric James; Marzari, F (2002). Italian Foreign Policy 1870–1940. Taylor & Francis. hlm. 330. ISBN 0-415-27372-2. 
  43. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Pact of Steel". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 674. ISBN 0-19-860446-7. 
  44. ^ Shore, Zachary (2003). What Hitler Knew: The Battle for Information in Nazi Foreign Policy. Oxford University Press US. hlm. 108. ISBN 0-19-515459-2. 
  45. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Nazi-Soviet Pact". Oxford University Press. hlm. 608. ISBN 0-19-860446-7.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  46. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 1–2. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  47. ^ Weinberg 2005, hlm. 64–65
  48. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 35. ISBN 0-7126-7348-2. 
  49. ^ Roskill, S.W. (1954). The War at Sea 1939–1945 Volume 1 : The Defensive. History of the Second World War. United Kingdom Military Series. London: HMSO. hlm. 64. 
  50. ^ Fritz, Martin (2005). "Economic Warfare". Dalam Dear, I.C.B; Foot, M.R.D. The Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 248. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  51. ^ Zaloga, Steven J.; Gerrard, Howard (2002). Poland 1939: The Birth of Blitzkrieg. Oxford: Osprey Publishing. hlm. 83. ISBN 1-84176-408-6. [pranala nonaktif permanen]
  52. ^ Hempel, Andrew (2003). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York: Hippocrene Books. hlm. 24. ISBN 0-7818-1004-3. 
  53. ^ Zaloga, Stephen J. (2004). Poland 1939 : The Birth of Blitzkrieg. London: Praeger. hlm. 88–89. ISBN 0-275-98278-5. 
  54. ^ Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin. hlm. 120–121. ISBN 0-14-028105-3. 
  55. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 14
  56. ^ Smith, David J. (2002). The Baltic States: Estonia, Latvia and Lithuania. Routledge. 1st edition. hlm. 24. ISBN 0-415-28580-1. 
  57. ^ a b Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Greenwood Publishing Group. hlm. 9. ISBN 0-275-96363-2. 
  58. ^ a b Murray & Millett 2001, hlm. 55–56
  59. ^ Spring, D. W (1986). "The Soviet Decision for War against Finland, 30 November 1939". Europe-Asia Studies. Taylor & Francis, Ltd. 38 (2): 207–226. doi:10.1080/09668138608411636. ISSN 0038-5859. JSTOR 151203. 
  60. ^ Hanhimäki, Jussi M (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution. Kent State University Press. hlm. 12. ISBN 0-87338-558-6. 
  61. ^ Weinberg 1995, hlm. 95, 121
  62. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 668–9. ISBN 0-671-72868-7. 
  63. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 57–63
  64. ^ Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. hlm. 9. ISBN 1-57488-741-6. 
  65. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Iceland". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 436. ISBN 0-19-860446-7. 
  66. ^ Reynolds, David (27 April 2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford University Press, USA. hlm. 76. ISBN 0-19-928411-3. 
  67. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 122–123. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  68. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 721–3. ISBN 0-671-72868-7. 
  69. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 59–60. ISBN 0-7126-7348-2. 
  70. ^ Regan, Geoffrey (2000). The Brassey's book of military blunders. Brassey's. hlm. 152. ISBN 1-57488-252-X. 
  71. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 66–67. ISBN 0-7126-7348-2. 
  72. ^ Overy, Richard (1999). The Road to War (edisi ke-Revised and updated). London: Penguin. hlm. 207. ISBN 0-14-028530-X. 
  73. ^ Klaus, Autbert (2001). Germany and the Second World War Volume 2: Germany's Initial Conquests in Europe. Oxford University Press. hlm. 311. ISBN 0-19-822888-0. 
  74. ^ Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. Taylor & Francis. hlm. xxx. ISBN 0-7146-5461-2. 
  75. ^ Ferguson, Niall (2006). The War of the WorldPenguin, pp. 367, 376, 379, 417
  76. ^ Snyder, Timothy (2010).Bloodlands, Random House, from p. 118 onwards
  77. ^ H. W. Koch. Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'. The Historical Journal, Vol. 26, No. 4 (Dec. 1983), pp. 891–920
  78. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 56. ISBN 0-300-11204-1. 
  79. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 59. ISBN 0-300-11204-1. 
  80. ^ a b Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. Heinemann. hlm. 38. ISBN 0-435-30983-8. 
  81. ^ Goldstein, Margaret J (2004). World War II. Twenty-First Century Books. hlm. 35. ISBN 0-8225-0139-2. 
  82. ^ Overy, Richard (1999). The Road to War (edisi ke-Revised and updated). London: Penguin. hlm. 288–289. ISBN 0-14-028530-X. 
  83. ^ Overy, Richard (1999). The Road to War (edisi ke-Revised and updated). London: Penguin. hlm. 328–330. ISBN 0-14-028530-X. 
  84. ^ Morison, Samuel Eliot (2002). History of United States Naval Operations in World War II. University of Illinois Press. hlm. 60. ISBN 0-252-07065-8. 
  85. ^ Maingot, Anthony P. (1994). The United States and the Caribbean: Challenges of an Asymmetrical Relationship. Westview Press. hlm. 52. ISBN 0-8133-2241-3. 
  86. ^ Cantril, Hadley (September 1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". The Public Opinion Quarterly. 4 (3): 390. 
  87. ^ Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. M.E. Sharpe. hlm. 179. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
  88. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 165
  89. ^ Knell, Hermann (2003). To Destroy a City: Strategic Bombing and Its Human Consequences in World War II. Da Capo. hlm. 205. ISBN 0-306-81169-3. 
  90. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 233–245
  91. ^ Schoenherr, Steven (1 October 2005). "Undeclared Naval War in the Atlantic 1941". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-09. Diakses tanggal 15 February 2010. 
  92. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Tripartite Pact". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  93. ^ Deletant, Dennis (2002). "Romania". Dalam Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D. Oxford Companion to World War II. hlm. 745–46. ISBN 0-19-860446-7. 
  94. ^ Clogg, Richard (1992). A Concise History of Greece. Cambridge University Press. hlm. 118. ISBN 0-521-80872-3. 
  95. ^ Andrew, Stephen (2001). The Italian Army 1940–45 (2): Africa 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 9–10. ISBN 1-85532-865-8. 
  96. ^ Brown, David (2002). The Royal Navy and the Mediterranean. Routledge. hlm. 64–65. ISBN 0-7146-5205-9. 
  97. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 106. ISBN 1-85285-417-0. 
  98. ^ Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's opening move. Osprey Publishing. hlm. 7–8. ISBN 1-84176-092-7. 
  99. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 263–67
  100. ^ Macksey, Kenneth (1997). Rommel: battles and campaigns. Da Capo Press. hlm. 61–63. ISBN 0-306-80786-6. 
  101. ^ Weinberg 1995, hlm. 229
  102. ^ Watson, William E (2003). Tricolor and Crescent: France and the Islamic World. Greenwood Publishing Group. hlm. 80. ISBN 0-275-97470-7. 
  103. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 154. ISBN 1-85285-417-0. 
  104. ^ Stewart, Vance (2002). Three Against One: Churchill, Roosevelt, Stalin Vs Adolph Hitler. Sunstone Press. hlm. 159. ISBN 0-86534-377-2. 
  105. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D. (editors), ed. (2005). "Blitz". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 108–109. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  106. ^ Overy, Richard (1999). The Road to War (edisi ke-Revised and updated). London: Penguin. hlm. 289. ISBN 0-14-028530-X. 
  107. ^ Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. University Press of Kentucky. hlm. 224. ISBN 0-8131-2339-9. 
  108. ^ Fairbank, John King; Goldman, Merle (1994). China: A New History. Harvard University Press. hlm. 320. ISBN 0-674-11673-9. 
  109. ^ Garver, John W (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. Oxford University Press. hlm. 114. ISBN 0-19-505432-6. 
  110. ^ Weinberg 1995, hlm. 195
  111. ^ Sella, Amnon (July 1978). ""Barbarossa": Surprise Attack and Communication". Journal of Contemporary History. 13 (3): 555–83. doi:10.1177/002200947801300308. 
  112. ^ Kershaw, Ian (2007). Fateful Choices. Allen Lane. hlm. 66–69. ISBN 0-7139-9712-5. 
  113. ^ Steinberg, Jonathan (June 1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941–4". The English Historical Review. 110 (437): 620–51. 
  114. ^ Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History. 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. 
  115. ^ Roberts, Cynthia A (1995). "Planning for War: The Red Army and the Catastrophe of 1941". Europe-Asia Studies. 47 (8): 1293–26. doi:10.1080/09668139508412322. 
  116. ^ Wilt, Alan F. (1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs. 45 (4): 187–91. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464. 
  117. ^ Erickson, John (2003). The Road to Stalingrad. Cassell Military. hlm. 114–137. ISBN 0-304-36541-6. 
  118. ^ Glantz 2001, hlm. 9
  119. ^ Farrell, Brian P (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". The Journal of Military History. 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
  120. ^ Pravda, Alex; Duncan, Peter J. S (1990). Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge University Press. hlm. 29. ISBN 0-521-37494-4. 
  121. ^ Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D (2005). The Logic of Political Survival. MIT Press. hlm. 425. ISBN 0-262-52440-6. 
  122. ^ Louis, William Roger (1998). More Adventures with Britannia: Personalities, Politics and Culture in Britain. University of Texas Press. hlm. 223. ISBN 0-292-74708-X. 
  123. ^ Kleinfeld, Gerald R (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs. 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
  124. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 113. ISBN 1-84212-513-3. 
  125. ^ Glantz 2001, hlm. 26, "By 1 November [the Wehrmacht] had lost fully 20% of its committed strength (686,000 men), up to 2/3 of its ½-million motor vehicles, and 65 percent of its tanks. The German Army High Command (OKH) rated its 136 divisions as equivalent to 83 full-strength divisions."
  126. ^ Reinhardt, Klaus; Keenan, Karl B (1992). Moscow-The Turning Point: The Failure of Hitler's Strategy in the Winter of 1941–42. Berg. hlm. 227. ISBN 0-85496-695-1. 
  127. ^ Milward, A.S. (1964). "The End of the Blitzkrieg". The Economic History Review. 16 (3): 499–518. doi:10.1111/j.1468-0289.1964.tb01744.x. 
  128. ^ Rotundo, Louis (1986). "The Creation of Soviet Reserves and the 1941 Campaign". Military Affairs. 50 (1): 21–8. doi:10.2307/1988530. JSTOR 1988530. 
  129. ^ Glantz 2001, hlm. 26
  130. ^ Garthoff, Raymond L (October 1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs. 33 (2): 312. 
  131. ^ Welch, David (1999). Modern European History, 1871–2000: A Documentary Reader. Routledge. hlm. 102. ISBN 0-415-21582-X. 
  132. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 248. ISBN 0-521-61826-6. 
  133. ^ Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review. 44 (2): 201. JSTOR 3638003. 
  134. ^ Peattie, Mark R.; Evans, David C. (1997). Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Naval Institute Press. hlm. 456. ISBN 0-87021-192-7. 
  135. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 125. ISBN 0-415-22404-7. 
  136. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 310. ISBN 0-521-61826-6. 
  137. ^ Morgan, Patrick M (1983). Strategic Military Surprise: Incentives and Opportunities. Transaction Publishers. hlm. 51. ISBN 0-87855-912-4. 
  138. ^ a b Wohlstetter, Roberta (1962). Pearl Harbor: Warning and Decision. Stanford University Press. hlm. 341–43. ISBN 0-8047-0598-4. 
  139. ^ Dunn, Dennis J (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. The University Press of Kentucky. hlm. 157. ISBN 0-8131-2023-3. 
  140. ^ According to Ernest May (May, Ernest (1955). "The United States, the Soviet Union and the Far Eastern War". The Pacific Historical Review. 24 (2): 156. JSTOR 3634575. ) Churchill stated: "Russian declaration of war on Japan would be greatly to our advantage, provided, but only provided, that Russians are confident that will not impair their Western Front".
  141. ^ Kelly, Brian. "The Four Policemen and. Postwar Planning, 1943-1945: The Collision of Realist and. Idealist Perspectives" (dalam bahasa English). Diakses tanggal 22 May 2016. 
  142. ^ Mingst, Karen A.; Karns, Margaret P (2007). United Nations in the Twenty-First Century. Westview Press. hlm. 22. ISBN 0-8133-4346-1. 
  143. ^ Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, p. 99 ISBN 1-4481-4045-5.
  144. ^ a b Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, pp. 406–7 ISBN 1-4481-4045-5. "Stalin always believed that Britain and America were delaying the second front so that the Soviet Union would bear the brunt of the war"
  145. ^ Klam, Julie (2002). The Rise of Japan and Pearl Harbor. Black Rabbit Books. hlm. 27. ISBN 1-58340-188-1. 
  146. ^ Lewis, Morton. "XXIX. Japanese Plans and American Defenses". Dalam Greenfield, Kent Roberts. The Fall of the Philippines. U.S. Government Printing Office. hlm. 529. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-08. Diakses tanggal 2012-12-06.  (Table 11).
  147. ^ Hill, J. R.; Ranft, Bryan (2002). The Oxford Illustrated History of the Royal Navy. Oxford University Press. hlm. 362. ISBN 0-19-860527-7. 
  148. ^ Hsiung 1992, hlm. 158
  149. ^ Perez, Louis G. (1 June 1998). The history of Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 145. ISBN 0-313-30296-0. Diakses tanggal 12 November 2009. 
  150. ^ Gooch, John (1990). Decisive Campaigns of the Second World War. Routledge. hlm. 52. ISBN 0-7146-3369-0. 
  151. ^ Glantz 2001, hlm. 31
  152. ^ Molinari, Andrea (2007). Desert Raiders: Axis and Allied Special Forces 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 1-84603-006-4. 
  153. ^ Mitcham, Samuel W.; Mitcham, Samuel W. Jr (1982). Rommel's Desert War: The Life and Death of the Afrika Korps. Stein & Day. hlm. 31. ISBN 978-0-8117-3413-4. 
  154. ^ Maddox, Robert James (1992). The United States and World War II. Westview Press. hlm. 111–12. ISBN 0-8133-0436-9. 
  155. ^ Salecker, Gene Eric (2001). Fortress Against the Sun: The B-17 Flying Fortress in the Pacific. Da Capo Press. hlm. 186. ISBN 1-58097-049-4. 
  156. ^ Ropp, Theodore (1962). War in the Modern World. Macmillan Publishing Company. hlm. 368. ISBN 0-8018-6445-3. 
  157. ^ Weinberg 1995, hlm. 339
  158. ^ Gilbert, Adrian (2003). The Encyclopedia of Warfare: From Earliest Times to the Present Day. Globe Pequot. hlm. 259. ISBN 1-59228-027-7. 
  159. ^ Swain, Bruce (2001). A Chronology of Australian Armed Forces at War 1939–45. Allen & Unwin. hlm. 197. ISBN 1-86508-352-6. 
  160. ^ Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press. hlm. 340. ISBN 0-8133-3756-9. 
  161. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 111. ISBN 1-84176-882-0. 
  162. ^ Brayley, Martin J (2002). The British Army, 1939–45: The Far East. Osprey Publishing. hlm. 9. ISBN 1-84176-238-5. 
  163. ^ Read, Anthony (2004). The Devil's Disciples: Hitler's Inner Circle. W. W. Norton & Company. hlm. 764. ISBN 0-393-04800-4. 
  164. ^ Davies, Norman (2006). Europe at War 1939–1945: No Simple Victory. Macmillan. hlm. 100. ISBN 0-333-69285-3. 
  165. ^ Badsey, Stephen (2000). The Hutchinson Atlas of World War II Battle Plans: Before and After. Taylor & Francis. hlm. 235–36. ISBN 1-57958-265-6. 
  166. ^ Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Routledge. hlm. 119. ISBN 0-415-30534-9. 
  167. ^ Gilbert, Sir Martin (2004). The Second World War: A Complete History. Macmillan. hlm. 397–400. ISBN 0-8050-7623-9. 
  168. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 142. ISBN 1-84212-513-3. 
  169. ^ Gannon, James (2002). Stealing Secrets, Telling Lies: How Spies and Codebreakers Helped Shape the Twentieth Century. Brassey's. hlm. 76. ISBN 1-57488-473-5. 
  170. ^ Paxton, Robert O (1972). Vichy France: Old Guard and New Order, 1940–1944. Knopf. hlm. 313. ISBN 0-394-47360-4. 
  171. ^ Rich, Norman (1992). Hitler's War Aims: Ideology, the Nazi State, and the Course of Expansion. Norton. hlm. 178. ISBN 0-393-00802-9. 
  172. ^ Penrose, Jane (2004). The D-Day Companion. Osprey Publishing. hlm. 129. ISBN 1-84176-779-4. 
  173. ^ Neillands, Robin (2005). The Dieppe Raid: The Story of the Disastrous 1942 Expedition. Indiana University Press. ISBN 0-253-34781-5. 
  174. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 277. ISBN 0-7126-7348-2. 
  175. ^ Thomas, David Arthur (1988). A Companion to the Royal Navy. Harrap. hlm. 265. ISBN 0-245-54572-7. 
  176. ^ Thomas, Nigel; Andrew, Stephen (1998). German Army 1939–1945 (2): North Africa & Balkans. Osprey Publishing. hlm. 8. ISBN 1-85532-640-X. 
  177. ^ a b Ross, Steven T (1997). American War Plans, 1941–1945: The Test of Battle. Frank Cass & Co. hlm. 38. ISBN 0-7146-4634-2. 
  178. ^ Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. MBI Publishing Company. hlm. 24. ISBN 0-7603-0870-5. 
  179. ^ Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Osprey Publishing. hlm. 11. ISBN 1-84176-539-2. 
  180. ^ Thompson, John Herd; Randall, Stephen J (1994). Canada and the United States: Ambivalent Allies. University of Georgia Press. hlm. 164. ISBN 0-8203-2403-5. 
  181. ^ Kennedy, David M (1999). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. hlm. 610. ISBN 0-19-503834-7. 
  182. ^ Rottman, Gordon L (2002). World War II Pacific Island Guide: A Geo-Military Study. Greenwood Publishing Group. hlm. 228. ISBN 0-313-31395-4. 
  183. ^ Glantz, David M. (September 1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. Combined Arms Research Library. OCLC 278029256. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-06. Diakses tanggal 17 February 2010. 
  184. ^ Glantz, David M (1989). Soviet military deception in the Second World War. Routledge. hlm. 149–59. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
  185. ^ Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. hlm. 592. ISBN 0-393-32252-1. 
  186. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 32. ISBN 0-7391-0195-1. 
  187. ^ Bellamy, Chris T (2007). Absolute war: Soviet Russia in the Second World War. BAlfred A. Knopf. hlm. 595. ISBN 0-375-41086-4. 
  188. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 35. ISBN 0-7391-0195-1. 
  189. ^ Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The tide turns in the East. Osprey Publishing. hlm. 90. ISBN 1-85532-211-0. 
  190. ^ Glantz 2001, hlm. 50–55
  191. ^ McGowen, Tom (2002). Assault From The Sea: Amphibious Invasions in the Twentieth Century. Twenty-First Century Books. hlm. 43–44. ISBN 0-7613-1811-9. 
  192. ^ Mazower, Mark (2009). Hitler's Empire : Nazi Rule in Occupied Europe. London: Penguin. hlm. 362. ISBN 978-0-14-101192-9. 
  193. ^ Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. MBI Publishing Company. hlm. 151. ISBN 0-7603-0846-2. 
  194. ^ Blinkhorn, Martin (1984). Mussolini and Fascist Italy. Methuen & Co. hlm. 52. ISBN 0-415-10231-6. 
  195. ^ Read, Anthony; Fisher, David (1992). The Fall of Berlin. Hutchinson. hlm. 129. ISBN 0-09-175337-6. 
  196. ^ Padfield, Peter (1998). War Beneath the Sea : Submarine Conflict During World War II (edisi ke-paperback.). New York: John Wiley. hlm. 335–336. ISBN 0-471-24945-9. 
  197. ^ a b Iriye, Akira (1981). Power and culture: the Japanese-American war, 1941–1945. Harvard University Press. hlm. 154. ISBN 0-674-69582-8. 
  198. ^ a b Polley, Martin (2000). A-Z of modern Europe since 1789. Taylor & Francis. hlm. 148. ISBN 0-415-18598-X. 
  199. ^ ed. Hsiung, James C. and Steven I. Levine China's Bitter Victory: The War with Japan 1937–1945, p. 161
  200. ^ Hsu Long-hsuen and Chang Ming-kai (1971) History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Translated by Wen Ha-hsiung. Chung Wu Publishing. pp. 412–416, Map 38
  201. ^ Weinberg 1995, hlm. 660–661
  202. ^ Glantz, David M (2001). The siege of Leningrad, 1941–1944: 900 days of terror. Zenith Imprint. hlm. 166–69. ISBN 0-7603-0941-8. 
  203. ^ Glantz, David M (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence: University Press of Kansas. ISBN 0-7006-1208-4. 
  204. ^ Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. Continuum International Publishing Group. hlm. 122. ISBN 0-8264-1350-1. 
  205. ^ Havighurst, Alfred F (1962). Britain in Transition: The Twentieth Century. The University of Chicago Press. hlm. 344. ISBN 0-226-31971-7. 
  206. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 224. ISBN 0-415-22404-7. 
  207. ^ a b Zeiler, Thomas W (2004). Unconditional Defeat: Japan, America, and the End of World War II. Scholarly Resources. hlm. 60. ISBN 0-8420-2991-5. 
  208. ^ Craven, Wesley Frank; Cate, James Lea (1953). The Army Air Forces in World War II, Volume Five—The Pacific, Matterhorn to Nagasaki. Chicago University Press. hlm. 207. 
  209. ^ Hsiung, James Chieh; Levine, Steven I (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. hlm. 163. ISBN 1-56324-246-X. 
  210. ^ Coble, Parks M (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. University of California Press. hlm. 85. ISBN 0-520-23268-2. 
  211. ^ Weinberg 1995, hlm. 695
  212. ^ Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 0-85045-921-4. 
  213. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Market-Garden". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  214. ^ The operation "was the most calamitous defeat of all the German armed forces in World War II" (Zaloga, Steven J (1996). Bagration 1944: The destruction of Army Group Centre. Osprey Publishing. hlm. 7. ISBN 1-85532-478-4. )
  215. ^ Berend, Ivan T. (1999). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge University Press. hlm. 8. ISBN 0-521-55066-1. 
  216. ^ "Armistice Negotiations and Soviet Occupation". US Library of Congress. Diakses tanggal 14 November 2009. The coup speeded the Red Army's advance, and the Soviet Union later awarded Michael the Order of Victory for his personal courage in overthrowing Antonescu and putting an end to Romania's war against the Allies. Western historians uniformly point out that the Communists played only a supporting role in the coup; postwar Romanian historians, however, ascribe to the Communists the decisive role in Antonescu's overthrow 
  217. ^ Hastings, Max; Paul Henry, Collier (2004). The Second World War: a world in flames. Osprey Publishing. hlm. 223–4. ISBN 1-84176-830-8. 
  218. ^ Wiest, Andrew A; Barbier, M. K (2002). Strategy and Tactics Infantry Warfare. Zenith Imprint. hlm. 65–6. ISBN 0-7603-1401-2. 
  219. ^ Wiktor, Christian L (1998). Multilateral Treaty Calendar – 1648–1995. Kluwer Law International. hlm. 426. ISBN 90-411-0584-0. 
  220. ^ Newton, Steven H (1995). Retreat from Leningrad : Army Group North, 1944/1945. Atglen, Philadelphia: Schiffer Books. ISBN 0-88740-806-0. 
  221. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 120. ISBN 1-84176-882-0. 
  222. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 8
  223. ^ Howard, Joshua H (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford University Press. hlm. 140. ISBN 0-8047-4896-9. 
  224. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 54. ISBN 0-8032-6638-3. 
  225. ^ Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. UCL Press. hlm. 305. ISBN 1-85728-532-8. 
  226. ^ a b Parker, Danny S (2004). Battle of the Bulge: Hitler's Ardennes Offensive, 1944–1945. Da Capo Press. hlm. xiii–xiv, 6–8, 68–70 & 329–330. ISBN 0-306-81391-2. 
  227. ^ Glantz 2001, hlm. 85
  228. ^ Solsten, Eric (1999). Germany: A Country Study. DIANE Publishing. hlm. 76–7. ISBN 0-7881-8179-3. 
  229. ^ United States Dept. of State (1967). The China White Paper, August 1949. Stanford University Press. hlm. 113. ISBN 0-8047-0608-5. 
  230. ^ Buchanan, Tom (2006). Europe's troubled peace, 1945–2000. Wiley-Blackwell. hlm. 21. ISBN 0-631-22163-8. 
  231. ^ Shepardson, Donald E (1998). "The Fall of Berlin and the Rise of a Myth". The Journal of Military History. 62 (1): 135–154. doi:10.2307/120398. JSTOR 120398. 
  232. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 244. ISBN 0-7391-0195-1. 
  233. ^ Kershaw 2001, hlm. 823
  234. ^ a b Donnelly, Mark (1999). Britain in the Second World War. Routledge. hlm. xiv. ISBN 0-415-17425-2. 
  235. ^ Pinkus, Oscar . The war aims and strategies of Adolf Hitler, McFarland, 2005, ISBN 0-7864-2054-5, ISBN 978-0-7864-2054-4, p. 501-3
  236. ^ Glantz, David M. (1995). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, Kansas: University Press of Kansas. hlm. 34. ISBN 0-7006-0899-0. 
  237. ^ Chant, Christopher (1986). The Encyclopedia of Codenames of World War II. Routledge & Kegan Paul. hlm. 118. ISBN 0-7102-0718-2. 
  238. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 57. ISBN 0-8032-6638-3. 
  239. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 6
  240. ^ Poirier, Michel Thomas (20 October 1999). "Results of the German and American Submarine Campaigns of World War II". U.S. Navy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-09. Diakses tanggal 13 April 2008. 
  241. ^ Williams, Andrew J (2006). Liberalism and War: The Victors and the Vanquished. Routledge. hlm. 90. ISBN 0-415-35980-5. 
  242. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 201. ISBN 0-521-86244-2. 
  243. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 203–4. ISBN 0-521-86244-2. 
  244. ^ Glantz, David M (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers. Combined Arms Research Library. OCLC 78918907. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-02. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  245. ^ Pape, Robert A (1993). "Why Japan Surrendered". International Security. 18 (2): 154–201. doi:10.2307/2539100. JSTOR 2539100. 
  246. ^ Norbert Frei. Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. Translated by Joel Golb. New York: Columbia University Press. 2002. ISBN 0-231-11882-1, pp. 41–66.
  247. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 43. ISBN 0-300-11204-1. 
  248. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 55. ISBN 0-300-11204-1. 
  249. ^ Shirer, William L. (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 794. ISBN 0-671-72868-7. 
  250. ^ Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War. Manchester University Press. ISBN 0-7190-4201-1. 
  251. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 20–21. ISBN 0-7425-5542-9. 
  252. ^ Senn, Alfred Erich (2007). Lithuania 1940: revolution from above. Rodopi. ISBN 978-90-420-2225-6. 
  253. ^ Yoder, Amos (1997). The Evolution of the United Nations System. Taylor & Francis. hlm. 39. ISBN 1-56032-546-1. 
  254. ^ "History of the UN". United Nations. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  255. ^ "The Universal Declaration of Human Rights, Article 2". United Nations. Diakses tanggal 14 November 2009. * Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty 
  256. ^ Kantowicz, Edward R (2000). Coming Apart, Coming Together. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 6. ISBN 0-8028-4456-1. 
  257. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 96–100. ISBN 0-7425-5542-9. 
  258. ^ Trachtenberg, Marc (1999). A Constructed Peace: The Making of the European Settlement, 1945–1963. Princeton University Press. hlm. 33. ISBN 0-691-00273-8. 
  259. ^ Granville, Johanna (2004). The First Domino: International Decision Making during the Hungarian Crisis of 1956. Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-298-4. 
  260. ^ Grenville, John Ashley Soames (2005). A History of the World from the 20th to the 21st century. Routledge. hlm. 370–71. ISBN 0-415-28954-8. 
  261. ^ Cook, Bernard A (2001). Europe Since 1945: An Encyclopedia. Taylor & Francis. hlm. 17. ISBN 0-8153-4057-5. 
  262. ^ Geoffrey Swain. The Cominform: Tito's International? The Historical Journal, Vol. 35, No. 3 (Sep. 1992), pp. 641–663
  263. ^ Leffler, Melvyn P.; Painter, David S (1994). Origins of the Cold War: An International History. Routledge. hlm. 318. ISBN 0-415-34109-4. 
  264. ^ Bellamy, Christopher (2001). "Cold War". Dalam Holmes, Richard. The Oxford Companion to Military History (edisi ke-Oxford Reference Online). Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-860696-6. 
  265. ^ Weinberg, Gerhard L. (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. p. 911
  266. ^ Connor, Mary E. (2009). "History". Dalam Connor, Mary E. The Koreas. Asia in Focus. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 43–45. ISBN 1-59884-160-2. 
  267. ^ Lynch, Michael (2010). The Chinese Civil War 1945–49. Botley: Osprey Publishing. hlm. 12–13. ISBN 978-1-84176-671-3. 
  268. ^ Roberts, J.M. (1996). The Penguin History of Europe. London: Penguin Books. hlm. 589. ISBN 0-14-026561-9. 
  269. ^ Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. hlm. 441–443, 464–468. ISBN 978-0-14-101022-9. 
  270. ^ Harrison, Mark (1998). "The economics of World WarII: an overview". Dalam Harrison, Mark. The Economics of World War II: Six great powers in international comparison. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 34–35. ISBN 0-521-62046-5. 
  271. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D., ed. (2005). "World trade and world economy". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1006. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  272. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 207
  273. ^ Vladimir Petrov, Money and conquest; allied occupation currencies in World War II. Baltimore, Johns Hopkins Press (1967) p. 263
  274. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 208, 209
  275. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. pp. 190, 191, ISBN 0-262-04136-7.
  276. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 212
  277. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. p29 -p30, 32, ISBN 0-262-04136-7.
  278. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 20. ISBN 0-7456-1299-7. 
  279. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 21. ISBN 0-7456-1299-7. 
  280. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 0-521-34579-0. 
  281. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. hlm. 117. ISBN 0-262-04136-7. 
  282. ^ Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. Routledge. hlm. 64. ISBN 0-415-19540-3. 
  283. ^ Smith, Alan (1993). Russia And the World Economy: Problems of Integration. Routledge. hlm. 32. ISBN 0-415-08924-7. 
  284. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 49. ISBN 0-521-34579-0. 
  285. ^ Genzberger, Christine (1994). China Business: The Portable Encyclopedia for Doing Business with China. Petaluma, California: World Trade Press. hlm. 4. ISBN 0-9631864-3-4. 
  286. ^ O'Brien, Prof. Joseph V. "World War II: Combatants and Casualties (1937–1945)". Obee's History Page. John Jay College of Criminal Justice. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-25. Diakses tanggal 20 April 2007. 
  287. ^ White, Matthew. "Source List and Detailed Death Tolls for the Twentieth Century Hemoclysm". Historical Atlas of the Twentieth Century. Matthew White's Homepage. Diakses tanggal 20 April 2007. 
  288. ^ "World War II Fatalities". secondworldwar.co.uk. Diakses tanggal 20 April 2007. 
  289. ^ Geoffrey A. Hosking (2006). Rulers and victims: the Russians in the Soviet Union. Harvard University Press. p. 242. ISBN 0-674-02178-9.
  290. ^ Michael Ellman and S. Maksudov (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note" (PDF). Europe-Asia Studies. 46 (4): 671–680. PMID 12288331. 
  291. ^ Smith, J.W. (1994). The World's Wasted Wealth 2: Save Our Wealth, Save Our Environment. p. 204. ISBN 0-9624423-2-1.
  292. ^ Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Air Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History. 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
  293. ^ Florida Center for Instructional Technology (2005). "Victims". A Teacher's Guide to the Holocaust. University of South Florida. Diakses tanggal 2 February 2008. 
  294. ^ Niewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. Columbia University Press. pp. 45–52.
  295. ^ Todd, Allan (2001). The Modern World. Oxford University Press. hlm. 121. ISBN 0-19-913425-1. 
  296. ^ Winter, J.M. (2002). "Demography of the War". Dalam Dear, I.C.B.; Foot, M.R.D. Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 290. ISBN 0-19-860446-7. 
  297. ^ "Jasenovac". jewishvirtuallibrary.org. American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  298. ^ Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. BasicBooks. hlm. 102. ISBN 0-465-06835-9. 
  299. ^ Rummell, R. J. "Statistics". Freedom, Democide, War. The University of Hawaii System. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  300. ^ Himeta, Mitsuyoshi (姫田光義) (日本軍による『三光政策・三光作戦をめぐって』) (Concerning the Three Alls Strategy/Three Alls Policy By the Japanese Forces), Iwanami Bukkuretto, 1996, Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2000
  301. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 319. ISBN 1-57607-999-6. 
  302. ^ Gold, Hal (1996). Unit 731 testimony. Tuttle. hlm. 75–7. ISBN 0-8048-3565-9. 
  303. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 320. ISBN 1-57607-999-6. 
  304. ^ Harris (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up. Routledge. hlm. 74. ISBN 0-415-93214-9. 
  305. ^ Sabella, Robert; Li, Fei Fei; Liu, David (2002). Nanking 1937: Memory and Healing. M.E. Sharpe. hlm. 69. ISBN 0-7656-0816-2. 
  306. ^ "Japan tested chemical weapons on Aussie POW: new evidence". The Japan Times Online. 27 July 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-29. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  307. ^ Aksar, Yusuf (2004). Implementing International Humanitarian Law: From the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. Routledge. hlm. 45. ISBN 0-7146-8470-8. 
  308. ^ Hornberger, Jacob (April 1995). "Repatriation—The Dark Side of World War II". The Future of Freedom Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-14. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  309. ^ Koh, David (21 August 2008). "Vietnam needs to remember famine of 1945". The Straits Times. Singapore. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-19. Diakses tanggal 25 January 2010. 
  310. ^ Harding, Luke (22 October 2003). "Germany's forgotten victims". The Guardian. London. Diakses tanggal 21 January 2010. 
  311. ^ a b Marek, Michael (27 October 2005). "Final Compensation Pending for Former Nazi Forced Laborers". dw-world.de. Deutsche Welle. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-19. Diakses tanggal 19 January 2010. 
  312. ^ Applebaum, Anne (16 October 2003). "Gulag: Understanding the Magnitude of What Happened". Heritage Foundation. Diakses tanggal 19 January 2010. 
  313. ^ North, Jonathan (January 2006). "Soviet Prisoners of War: Forgotten Nazi Victims of World War II". HistoryNet.com. Weider History Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-19. Diakses tanggal 19 January 2010. 
  314. ^ Overy, Richard (2004). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. W. W. Norton & Company. hlm. 568–69. ISBN 0-393-02030-4. 
  315. ^ Zemskov V.N. On repatriation of Soviet citizens. Istoriya SSSR., 1990, No.4, (in Russian). See also [1] (online version), and Edwin Bacon (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies. 44 (6): 1069–1086. JSTOR 152330. ; Michael Ellman (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments" (PDF). Europe-Asia Studies. 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-11-22. Diakses tanggal 2012-12-07.  copy
  316. ^ "Japanese Atrocities in the Philippines". American Experience: the Bataan Rescue. PBS Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-19. Diakses tanggal 18 January 2010. 
  317. ^ Tanaka, Yuki (1996). Hidden Horrors: Japanese War Crimes in World War II. Westview Press. hlm. 2–3. ISBN 0-8133-2718-0. 
  318. ^ Bix, Herbert (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. HarperCollins. hlm. 360. ISBN 0-06-093130-2. 
  319. ^ a b Ju, Zhifen (June 2002). "Japan's atrocities of conscripting and abusing north China draughtees after the outbreak of the Pacific war". Joint Study of the Sino-Japanese War:Minutes of the June 2002 Conference. Harvard University Faculty of Arts and Sciences. Diakses tanggal 18 February 2010. 
  320. ^ a b "Indonesia: World War II and the Struggle For Independence, 1942–50; The Japanese Occupation, 1942–45". Library of Congress. 1992. Diakses tanggal 9 February 2007. 
  321. ^ "Manzanar National Historic Site". U.S. National Park Service. Diakses tanggal 21 February 2012. 
  322. ^ Department of Labour of Canada (24 January 1947). Report on the Re-establishment of Japanese in Canada, 1944–1946. Department of Labour. Office of the Prime Minister. hlm. 23. ISBN 0-405-11266-1. 
  323. ^ Kennedy, David M. (2001). Freedom From Fear : The American People in Depression and War, 1929–1945. New York City: Oxford University Press. hlm. 749–750. ISBN 0-19-514403-1. 
  324. ^ Eugene Davidson "The Death and Life of Germany: an Account of the American Occupation", University of Missouri Press, 1999 ISBN 0-8262-1249-2, p. 121
  325. ^ Stark, Tamás. ""Malenki Robot" – Hungarian Forced Labourers in the Soviet Union (1944–1955)" (PDF). Minorities Research. Diakses tanggal 22 January 2010. 
  326. ^ a b Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 3. ISBN 0-521-78503-0. 
  327. ^ Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 2. ISBN 0-521-78503-0. 
  328. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 148. ISBN 1-57488-281-3. 
  329. ^ Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. University of California Press. hlm. 267. ISBN 978-0-520-07017-2. 
  330. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 151. ISBN 1-57488-281-3. 
  331. ^ Griffith, Charles (1999). The Quest: Haywood Hansell and American Strategic Bombing in World War II. DIANE Publishing. hlm. 203. ISBN 1-58566-069-8. 
  332. ^ Overy, R.J (1995). War and Economy in the Third Reich. Oxford University Press, USA. hlm. 26. ISBN 0-19-820599-6. 
  333. ^ Lindberg, Michael; Daniel, Todd (2001). Brown-, Green- and Blue-Water Fleets: the Influence of Geography on Naval Warfare, 1861 to the Present. Praeger. hlm. 126. ISBN 0-275-96486-8. 
  334. ^ Cox, Sebastian (1998). The Strategic Air War Against Germany, 1939–1945. Frank Cass Publishers. hlm. 84. ISBN 0-7146-4722-5. 
  335. ^ Unidas, Naciones (2005). World Economic And Social Survey 2004: International Migration. United Nations Pubns. hlm. 23. ISBN 92-1-109147-0. 
  336. ^ Liberman, Peter (1998). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton University Press. hlm. 42. ISBN 0-691-00242-8. 
  337. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 138. ISBN 0-520-03942-4. 
  338. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 148. ISBN 0-520-03942-4. 
  339. ^ Perrie, Maureen; Lieven, D. C. B; Suny, Ronald Grigor (2007). The Cambridge History of Russia. Cambridge University Press. hlm. 232. ISBN 0-521-86194-2. 
  340. ^ Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. Routledge. hlm. 5. ISBN 0-7146-5711-5. 
  341. ^ Christofferson, Thomas R; Christofferson, Michael S (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. Fordham University Press. hlm. 156. ISBN 978-0-8232-2563-7. 
  342. ^ Ikeo, Aiko (1997). Economic Development in Twentieth Century East Asia: The International Context. Routledge. hlm. 107. ISBN 0-415-14900-2. 
  343. ^ a b Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Militärgeschichtliches Forschungsamt Germany and the Second World War—Volume VI: The Global War. Oxford: Clarendon Press. hlm. 266. ISBN 0-19-822888-0. 
  344. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. Sanata Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 76. ISBN 1-57607-999-6. 
  345. ^ Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Greenwood Press. hlm. 217. ISBN 0-275-94319-4. 
  346. ^ Sauvain, Philip (2005). Key Themes of the Twentieth Century: Teacher's Guide. Wiley-Blackwell. hlm. 128. ISBN 1-4051-3218-3. 
  347. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 163. ISBN 1-57607-999-6. 
  348. ^ Bishop, Chris; Chant, Chris (2004). Aircraft Carriers: The World's Greatest Naval Vessels and Their Aircraft. Wigston, Leics: Silverdale Books. hlm. 7. ISBN 1-84509-079-9. 
  349. ^ Chenoweth, H. Avery; Nihart, Brooke (2005). Semper Fi: The Definitive Illustrated History of the U.S. Marines. New York: Main Street. hlm. 180. ISBN 1-4027-3099-3. 
  350. ^ Sumner, Ian; Baker, Alix (2001). The Royal Navy 1939–45. Osprey Publishing. hlm. 25. ISBN 1-84176-195-8. 
  351. ^ Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Air War at Sea. Stackpole Books. hlm. 14. ISBN 0-8117-3398-X. 
  352. ^ Gardiner, Robert; Brown, David K (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime. hlm. 52. ISBN 0-85177-953-0. 
  353. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 15. ISBN 0-521-55926-X. 
  354. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 16. ISBN 0-521-55926-X. 
  355. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 125. ISBN 1-57607-999-6. 
  356. ^ Dupuy, Trevor Nevitt (1982). The Evolution of Weapons and Warfare. Jane's Information Group. hlm. 231. ISBN 0-7106-0123-9. 
  357. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 108. ISBN 1-57607-999-6. 
  358. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 734. ISBN 1-57607-999-6. 
  359. ^ a b Cowley, Robert; Parker, Geoffrey (2001). The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 221. ISBN 0-618-12742-9. 
  360. ^ "Infantry Weapons Of World War 2". Grey Falcon (Black Sun). Diakses tanggal 14 November 2009. These all-purpose guns were developed and used by the German army in the 2nd half of World War 2 as a result of studies which showed that the ordinary rifle's long range is much longer than needed, since the soldiers almost always fired at enemies closer than half of its effective range. The assault rifle is a balanced compromise between the rifle and the sub-machine gun, having sufficient range and accuracy to be used as a rifle, combined with the rapid-rate automatic firepower of the sub machine gun. Thanks to these combined advantages, assault rifles such as the American M-16 and the Russian AK-47 are the basic weapon of the modern soldier 
  361. ^ Sprague, Oliver; Griffiths, Hugh (2006). "The AK-47: the worlds favourite killing machine" (PDF). controlarms.org. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-04-30. Diakses tanggal 14 November 2009. 
  362. ^ Ratcliff, Rebecca Ann (2006). Delusions of Intelligence: Enigma, Ultra and the End of Secure Ciphers. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0-521-85522-5. 
  363. ^ a b Schoenherr, Steven (2007). "Code Breaking in World War II". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-09. Diakses tanggal 15 November 2009. 
  364. ^ Macintyre, Ben (10 December 2010). "Bravery of thousands of Poles was vital in securing victory". The Times. London. hlm. 27. 
  365. ^ Rowe, Neil C.; Rothstein, Hy. "Deception for Defense of Information Systems: Analogies from Conventional Warfare". Departments of Computer Science and Defense Analysis U.S. Naval Postgraduate School. Air University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-23. Diakses tanggal 15 November 2009. 
  366. ^ "Konrad Zuse (1910–1995)". Istituto Dalle Molle di Studi sull'Intelligenza Artificiale. Diakses tanggal 14 November 2009. Konrad Zuse builds Z1, world's first programme-controlled computer. Despite mechanical engineering problems it had all the basic ingredients of modern machines, using the binary system and today's standard separation of storage and control. Zuse's 1936 patent application (Z23139/GMD Nr. 005/021) also suggests a von Neumann architecture (re-invented in 1945) with programme and data modifiable in storage 
  367. ^ Kenneth K. Hatfield (2003). "Heartland heroes: remembering World War II.". University of Missouri Press. p. 91. ISBN 0-8262-1460-6

Referensi

Adamthwaite, Anthony P. (1992). The Making of the Second World War. New York: Routledge. ISBN 0-415-90716-0. 
Aksar, Yusuf (2004). Implementing Intnl Humanitaria: From the AD Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. London and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-7146-5584-0. 
Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review. 44 (2). JSTOR 3638003. 
Applebaum, Anne (2003). Gulag: A History of the Soviet Camps. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-9322-6. 
——— (2012). Iron Curtain: The Crushing of Eastern Europe 1944–56. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-9868-9. 
Bacon, Edwin (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies. 44 (6): 1069–1086. doi:10.1080/09668139208412066. JSTOR 152330. 
Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-0-85045-921-0. 
Balabkins, Nicholas (1964). Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948. New Brunswick, NJ: Rutgers University Press. ISBN 978-0-8135-0449-0. 
Barber, John; Harrison, Mark (2006). "Patriotic War, 1941–1945". In Ronald Grigor Suny, ed.,' The Cambridge History of Russia, Volume III: The Twentieth Century (pp. 217–242). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-81144-6. 
Barker, A. J. (1971). The Rape of Ethiopia 1936. New York, NY: Ballantine Books. ISBN 978-0-345-02462-6. 
Barrett, David P.; Shyu, Lawrence N. (2001). China in the Anti-Japanese War, 1937–1945: Politics, Culture and Society. New York, NY: Peter Lang. ISBN 978-0-8204-4556-4. 
Beevor, Antony (1998). Stalingrad. New York, NY: Viking. ISBN 978-0-670-87095-0. 
——— (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-297-84832-5. 
——— (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-297-84497-6. 
Belco, Victoria (2010). War, Massacre, and Recovery in Central Italy: 1943–1948. Toronto: University of Toronto Press. ISBN 978-0-8020-9314-1. 
Bellamy, Chris T. (2007). Absolute War: Soviet Russia in the Second World War. New York, NY: Alfred A. Knopf. ISBN 978-0-375-41086-4. 
Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. New York, NY: W. W. Norton & Company. 
Berend, Ivan T. (1996). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-55066-6. 
Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. Berkeley & Los Angeles, CA: University of California Press. ISBN 978-0-520-07017-2. 
Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. Armonk, NY: M. E. Sharpe. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Westport, CT: Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-275-96363-7. 
Bix, Herbert P. (2000). Hirohito and the Making of Modern Japan. New York, NY: HarperCollins. ISBN 978-0-06-019314-0. 
Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Abingdon and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-30534-1. 
Blinkhorn, Martin (2006) [1984]. Mussolini and Fascist Italy (edisi ke-3rd). Abingdon and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-26206-4. 
Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. Osceola, WI: MBI Publishing Company. ISBN 978-0-7603-0870-7. 
Borstelmann, Thomas (2005). "The United States, the Cold War, and the color line". In Melvyn P. Leffler and David S. Painter, eds., Origins of the Cold War: An International History (pp. 317–332) (edisi ke-2nd). Abingdon & New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-34109-7. 
Brayley, Martin J. (2002). The British Army 1939–45, Volume 3: The Far East. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-238-8. 
British Bombing Survey Unit (1998). The Strategic Air War Against Germany, 1939–1945. London and Portland, OR: Frank Cass Publishers. ISBN 978-0-7146-4722-7. 
Brody, J. Kenneth (1999). The Avoidable War: Pierre Laval and the Politics of Reality, 1935–1936. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers. ISBN 978-0-7658-0622-2. 
Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. London & New York, NY: Frank Cass. ISBN 978-0-7146-5461-4. 
Buchanan, Tom (2006). Europe's Troubled Peace, 1945–2000. Oxford & Malden, MA: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-631-22162-3. 
Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-028105-7. 
——— (2004). Air Power: The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. ISBN 978-0-670-03285-3. 
Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D. (2003). The Logic of Political Survival. Cambridge, MA: MIT Press. ISBN 978-0-262-02546-1. 
Bull, Martin J.; Newell, James L. (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. ISBN 978-0-7456-1298-0. 
Bullock, Alan (1990). Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-013564-0. 
Burcher, Roy; Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-55926-3. 
Busky, Donald F. (2002). Communism in History and Theory: Asia, Africa, and the Americas. Westport, CT: Praeger Publishers. ISBN 0-275-97733-1. 
Canfora, Luciano (2006) [2004]. Democracy in Europe: A History. Oxford & Malden MA: Blackwell Publishing. ISBN 978-1-4051-1131-7. 
Cantril, Hadley (1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". Public Opinion Quarterly. 4 (3): 387–407. doi:10.1086/265420. JSTOR 2745078. 
Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov (edisi ke-Revised). Norman, OK: University of Oklahoma Press. ISBN 978-0-8061-2807-8. 
Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. New York, NY: Basic Books. ISBN 978-0-465-06835-7. 
Christofferson, Thomas R.; Christofferson, Michael S. (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. New York, NY: Fordham University Press. ISBN 978-0-8232-2562-0. 
Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. London & New York, NY: Continuum. ISBN 978-0-8264-1350-5. 
Ch'i, Hsi-Sheng (1992). "The Military Dimension, 1942–1945". In James C. Hsiung and Steven I. Levine, eds., China's Bitter Victory: War with Japan, 1937–45 (pp. 157–184). Armonk, NY: M. E. Sharpe. ISBN 978-1-56324-246-5. 
Cienciala, Anna M. (2010). "Another look at the Poles and Poland during World War II". The Polish Review. 55 (1): 123–143. JSTOR 25779864. 
Clogg, Richard (2002). A Concise History of Greece (edisi ke-2nd). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-80872-9. 
Coble, Parks M. (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. Berkeley & Los Angeles, CA: University of California Press. ISBN 978-0-520-23268-6. 
Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-539-6. 
Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Oxford: Heinemann. ISBN 978-0-435-32721-7. 
Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. ISBN 978-1-57488-741-9. 
Coogan, Anthony (1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today. 43. Diakses tanggal 6 May 2012. 
Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. London: UCL Press. ISBN 978-1-85728-532-1. 
Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Palo Alto, CA: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-1160-9. 
Cowley, Robert; Parker, Geoffrey, ed. (2001). Readers Companion Military History. Boston, MA: Houghton Mifflin Company. ISBN 978-0-618-12742-9. 
Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-101022-9. 
Davidson, Eugene (1999). The Death and Life of Germany: An Account of the American Occupation. University of Missouri Press. ISBN 0-8262-1249-2. 
Davies, Norman (2008). No Simple Victory: World War II in Europe, 1939–1945. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-311409-3. 
Dawood, Mary; Mitra, Anu (2012). "Hidden agendas and hidden illness". Diversity and Equality in Health and Care. 9 (4): 297–298. 
Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D., ed. (2001) [1995]. The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-860446-4. 
DeLong, J. Bradford; Eichengreen, Barry (1993). "The Marshall Plan: History's Most Successful Structural Adjustment Program". In Rudiger Dornbusch, Wilhelm Nölling and Richard Layard, eds., Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today (pp. 189–230). Cambridge, MA: MIT Press. ISBN 978-0-262-04136-2. 
Douglas, R. M. (2012). Orderly and Humane: The Expulsion of the Germans After the Second World War. New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 978-0-300-16660-6. 
Dower, John W. (1986). War Without Mercy: Race and Power in the Pacific War. New York, NY: Pantheon Books. ISBN 978-0-394-50030-0. 
Drea, Edward J. (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. Lincoln, NE: University of Nebraska Press. ISBN 978-0-8032-6638-4. 
de Grazia, Victoria; Paggi, Leonardo (1991). "Story of an Ordinary Massacre: Civitella della Chiana, 29 June, 1944". Cardozo Studies in Law and Literature, Vol. 3, No. 2 (Autumn, 1991): 153–169. JSTOR 743479. 
Dunn, Dennis J. (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. Lexington, KY: University Press of Kentucky. ISBN 978-0-8131-2023-2. 
Eastman, Lloyd E. (1986). "Nationalist China during the Sino-Japanese War 1937–1945". In John K. Fairbank and Denis Twitchett, eds., The Cambridge History of China, Volume 13: Republican China 1912–1949, Part 2. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-24338-4. 
Ellman, Michael (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments" (PDF). Europe-Asia Studies. 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177. JSTOR 826310. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-11-22. Diakses tanggal 2012-12-07.  Copy
———; Maksudov, S. (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note" (PDF). Europe-Asia Studies. 46 (4): 671–680. doi:10.1080/09668139408412190. JSTOR 152934. 
Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. London and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-19540-9. 
Erickson, John (2001). "Moskalenko". In Harold Shukman, ed., Stalin's Generals (pp. 137–154). London: Phoenix Press. ISBN 978-1-84212-513-7. 
——— (2003). The Road to Stalingrad. London: Cassell Military. ISBN 978-0-304-36541-8. 
Evans, David C.; Peattie, Mark R. (2012) [1997]. Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN 978-1-59114-244-7. 
Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
Fairbank, John King; Goldman, Merle (2006) [1994]. China: A New History (edisi ke-2nd). Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-01828-0. 
Farrell, Brian P. (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". Journal of Military History. 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
Ferguson, Niall (2006). The War of the World: Twentieth-Century Conflict and the Descent of the West. Penguin. ISBN 978-0-14-311239-6. 
Ferraro, Kathleen J. (2008). "Reviews: Taken by Force: Rape and American GIs in Europe during WWII by J. Robert Lilly". Contemporary Sociology. 37 (6): 585–586. doi:10.1177/009430610803700640. JSTOR 20444365. 
Fitzgerald, Stephanie (2011). Children of the Holocaust. Mankato, MN: Compass Point Books. ISBN 9780756543907. 
Forrest, Glen; Evans, Anthony; Gibbons, David (2012). The Illustrated Timeline of Military History. New York: The Rosen Publishing Group. ISBN 9781448847945. 
Förster, Stig; Gessler, Myriam (2005). "The Ultimate Horror: Reflections on Total War and Genocide". In Roger Chickering, Stig Förster and Bernd Greiner, eds., A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945 (pp. 53–68). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-83432-2. 
Frei, Norbert (2002). Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. New York, NY: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-11882-8. 
Gardiner, Robert; Brown, David K., ed. (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-85177-953-9. 
Garthoff, Raymond L. (1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs. 33 (2): 312–336. doi:10.2307/1983926. JSTOR 1983926. 
Garver, John W. (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. New York, NY: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505432-3. 
Glantz, David M. (1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. Combined Arms Research Library. OCLC 278029256. Archived from the original on 2008-03-06. Diakses tanggal 15 July 2013. 
——— (1989). Soviet Military Deception in the Second World War. Abingdon and New York, NY: Frank Cass. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
——— (1998). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, KS: University Press of Kansas. ISBN 978-0-7006-0899-7. 
——— (2001). "The Soviet-German War 1941–45 Myths and Realities: A Survey Essay" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-06-17. Diakses tanggal 2012-12-06. 
——— (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence, KS: University Press of Kansas. ISBN 978-0-7006-1208-6. 
——— (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers. Combined Arms Research Library. OCLC 78918907. Archived from the original on 2008-03-02. Diakses tanggal 15 July 2013. 
Goldstein, Margaret J. (2004). World War II: Europe. Minneapolis: Lerner Publications. ISBN 978-0-8225-0139-8. 
Gordon, Andrew (2004). "The greatest military armada ever launched". In Jane Penrose, ed., The D-Day Companion (pp. 127–144). Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-779-6. 
Gordon, Robert S. C. (2012). The Holocaust in Italian Culture, 1944–2010. Stanford, CA: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-6346-2. 
Graham, Helen (2005). The Spanish Civil War: A Very Short Introduction. Oxford & New York, NY: Oxford University Press. ISBN 0-19-280377-8. 
Grove, Eric J. (1995). "A Service Vindicated, 1939–1946". In J. R. Hill, ed., The Oxford Illustrated History of the Royal Navy (pp. 348–380). Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-211675-8. 
Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey (edisi ke-3rd). Boulder, CO: Westview Press. ISBN 978-0-8133-3756-2. 
Hanhimäki, Jussi M. (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution". Kent, OH: Kent State University Press. ISBN 978-0-87338-558-9. 
Harris, Sheldon H. (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up (edisi ke-2nd). London and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-93214-1. 
Harrison, Mark (1998). "The economics of World War II: an overview". In Mark Harrison, ed., The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison (pp. 1–42). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-62046-8. 
Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. Osceola, WI: MBI Publishing Company. ISBN 978-1-86227-073-2. 
Hatfield, Kenneth K. (2003). Heartland Heroes: Remembering World War II. Columbia, MO: University of Missouri Press. ISBN 978-0-8262-1460-7. 
Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History. 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. JSTOR 260090. 
Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The Tide Turns in the East. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-85532-211-0. 
Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Air War at Sea. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books. ISBN 978-0-8117-3398-4. 
Hedgepeth, Sonja; Saidel, Rochelle (2010). Sexual Violence against Jewish Women During the Holocaust. Lebanon, NH: University Press of New England. ISBN 9781584659044. 
Hempel, Andrew (2005). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York, NY: Hippocrene Books. ISBN 978-0-7818-1004-3. 
Herbert, Ulrich (1994). "Labor as spoils of conquest, 1933–1945". In David F. Crew, ed., Nazism and German Society, 1933–1945 (pp. 219–273). London and New York, NY: Routledge. ISBN 978-0-415-08239-6. 
Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Air Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History. 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. London & New York, NY: Frank Cass. ISBN 978-0-7146-5711-0. 
Holland, James (2008). Italy's Sorrow: A Year of War 1944–45. London: HarperPress. ISBN 978-0-00-717645-8. 
Hosking, Geoffrey A. (2006). Rulers and Victims: The Russians in the Soviet Union. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-02178-5. 
Howard, Joshua H. (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford, CA: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-4896-4. 
Hsu, Long-hsuen; Chang, Ming-kai (1971). History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Chung Wu Publishers. ASIN B00005W210. 
Ingram, Norman (2006). "Pacifism". In Lawrence D. Kritzman and Brian J. Reilly, eds., The Columbia History Of Twentieth-Century French Thought (pp. 76–78). New York, NY: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-10791-4. 
Iriye, Akira (1981). Power and Culture: The Japanese-American War, 1941–1945. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-69580-1. 
Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. London & New York, NY: Hambledon Continuum. ISBN 978-1-85285-417-1. 
Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. Lexington, KE: University Press of Kentucky. ISBN 978-0-8131-2339-4. 
Jowett, Philip S. (2001). The Italian Army 1940–45, Volume 2: Africa 1940–43. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-85532-865-5. 
———; Andrew, Stephen (2002). The Japanese Army, 1931–45. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-353-8. 
Judt, Tony; Snyder, Timothy (2012). Thinking the Twentieth Century: Intellectuals and Politics in the Twentieth Century. London: William Heinemann. ISBN 978-0-434-01742-3. 
Jukes, Geoffrey (2001). "Kuznetzov". In Harold Shukman, ed., Stalin's Generals (pp. 109–116). London: Phoenix Press. ISBN 978-1-84212-513-7. 
Kantowicz, Edward R. (1999). The Rage of Nations. Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans Publishing Company. ISBN 978-0-8028-4455-2. 
——— (2000). Coming Apart, Coming Together. Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans Publishing Company. ISBN 978-0-8028-4456-9. 
Keeble, Curtis (1990). "The historical perspective". In Alex Pravda and Peter J. Duncan, eds., Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-37494-1. 
Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. ISBN 978-0-7126-7348-8. 
Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. London: Heinemann. ISBN 978-0-435-30983-1. 
Kennedy, David M. (2001). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-514403-1. 
Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War: Soviet Strategies in Europe, 1943–56. Manchester: Manchester University Press. ISBN 978-0-7190-4201-0. 
Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. New York, NY: W. W. Norton & Company. ISBN 978-0-393-04994-7. 
——— (2007). Fateful Choices: Ten Decisions That Changed the World, 1940–1941. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-9712-5. 
Kitson, Alison (2001). Germany 1858–1990: Hope, Terror, and Revival. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913417-5. 
Klavans, Richard A.; Di Benedetto, C. Anthony; Prudom, Melanie J. (1997). "Understanding Competitive Interactions: The U.S. Commercial Aircraft Market". Journal of Managerial Issues. 9 (1): 13–361. JSTOR 40604127. 
Kleinfeld, Gerald R. (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs. 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
Koch, H. W. (1983). "Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'". The Historical Journal. 26 (4): 891–920. JSTOR 2639289. 
Kolko, Gabriel (1990) [1968]. The Politics of War: The World and United States Foreign Policy, 1943–1945. New York, NY: Random House. ISBN 978-0-679-72757-6. 
Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's Opening Move. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-092-6. 
Lee, En-han (2002). "The Nanking Massacre Reassessed: A Study of the Sino-Japanese Controversy over the Factual Number of Massacred Victims". In Robert Sabella, Fei Fei Li and David Liu, eds., Nanking 1937: Memory and Healing (pp. 47–74). Armonk, NY: M. E. Sharpe. ISBN 978-0-7656-0816-1. 
Leffler, Melvyn P.; Westad, Odd Arne, ed. (2010). The Cambridge History of the Cold War (3 volumes). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-83938-9. 
Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Westport, CT: Praeger. ISBN 978-0-275-94319-6. 
Lewis, Morton (1953). "Japanese Plans and American Defenses". In Kent Roberts Greenfield, ed., The Fall of the Philippines. Washington, DC: US Government Printing Office. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-25. Diakses tanggal 2012-12-06.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
Liberman, Peter (1996). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton, NJ: Princeton University Pressisbn=978-0-691-02986-3.