Djafar Umar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Djafar Umar
Lahir(1947-05-17)17 Mei 1947[1]
Parepare[1], Negara Indonesia Timur
Meninggal12 Mei 2012(2012-05-12) (umur 64)[1]
Bintaro, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Sebab meninggalStrok[2]
MakamTPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Kebangsaan Indonesia
Dikenal atasWasit Indonesia berlisensi FIFA
Suami/istriKusrini
Anak3 anak
Djafar Umar
Nama lengkap Djafar Umar
Lahir ,
Pekerjaan lain Pegawai di PT PLN
Domestik
Tahun Liga Peranan
1978–1994 Perserikatan Wasit
1979–1994 Galatama Wasit
1981–1993 PON Wasit
Internasional
Tahun Liga Peranan
–1985– berlisensi FIFA Wasit

Djafar Umar (17 Mei 1947 – 12 Mei 2012) adalah seorang mantan wasit profesional Indonesia yang menjadi wasit sejak 1978 di Liga Perserikatan dan Galatama serta wasit Lisensi FIFA. Ia dijuluki sebagai wasit pertandingan big match karena banyaknya laga besar atau laga penting yang ia pimpin selama kariernya. Ia pernah menjadi wasit terbaik sepak bola Indonesia pada era 1980-an hingga 1990-an. Namun, namanya harus tercoreng setelah ia terlibat dugaan suap hingga diberhentikan tidak hormat dari Ketua Komite Wasit PSSI pada 1998 serta sanksi seumur hidup tidak terlibat dalam sepak bola nasional.[1][2]

Pertandingan yang ditangani[sunting | sunting sumber]

Jelang final Divisi Utama PSSI 1985 antara PSMS Medan menghadapi Persib Bandung, Ketua Komisi Perwasitan PSSI, Syamsuddin Haddade (tengah) memberikan pengarahan kepada dua wasit yang dipersiapkan untuk memimpin pertandingan final tersebut, Sujendro (kiri), dan Djafar Umar (kanan). Djafar Umar akhirnya dipilih PSSI memimpin pertandingan final tersebut. Pertandingan final yang disaksikan sekitar 150 ribu penonton di Stadion Utama Senayan Jakarta, 23 Februari 1985 dimenangkan oleh PSMS Medan lewat babak adu penalti 2-1 (skor waktu normal 2-2).
Pertandingan yang ditangani oleh wasit Djafar Umar
Tanggal Pertandingan Stadion Ref.
23 Februari 1985 Final Divisi Utama PSSI 1985:
PSMS Medan 2–2 (a.p. 2–1) Persib Bandung
Stadion Utama Senayan, Jakarta, Indonesia
10 Januari 1988 Divisi Utama PSSI 1987–1988:
Persebaya Surabaya 3–1 PSIS Semarang
Stadion Gelora 10 November, Surabaya, Indonesia

Organisasi dan pekerjaan lain[sunting | sunting sumber]

  • Inspektur wasit nasional PSSI[1]
  • Ketua komisi wasit PSSI (1994–1998)[2]
  • Pegawai di PT PLN[1]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Menganulir gol Persib[sunting | sunting sumber]

Djafar Umar buah bibir di kalangan pendukung Persib Bandung pasca kekalahan Persib Bandung melawan PSMS Medan di final Divisi Utama PSSI 1985. Wasit Djafar Umar menganulir gol persib di final tersebut. Di masa itu wasit Djafar Umar sama terkenalnya dengan wali kota Bandung Ateng Wahyudi di Bandung.[3]

Skandal suap dan mafia wasit[sunting | sunting sumber]

Djafar Umar saat menjabat sebagai wakil Ketua Komisi Wasit PSSI di era kepengurusan Azwar Anas harus dipecat seumur hidup lantaran dugaan kasus suap yang dikumandangkan oleh manajer Persikab Bandung, Endang Sobarna.[2]

Liga Indonesia pada musim 1997-1998 dihebohkan skandal besar mafia wasit. Rakernas PSSI yang dilaksanakan Februari 1998 dihebohkan dengan pernyataan yang dilontarkan manajer Persikab Bandung, Endang Sobarna, tentang adanya permainan kotor di pentas Liga Indonesia yang melibatkan wasit. Ketua Umum PSSI saat itu, Azwar Anas langsung membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kasus mafia wasit. PSSI lantas menghukum Ketua Komisi Wasit PSSI, Djafar Umar, dengan sanksi seumur hidup tak boleh terlibat di sepak bola nasional. Djafar Umar terbukti terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dengan melibatkan korps pengadil di lapangan. Sebanyak 40 wasit Tanah Air juga masuk gerbong terdakwa dalam kasus match fixing. Beberapa di antaranya macam Khairul Agil, R. Pracoyo, Halik Jiro, terhitung sebagai figur top yang sering memimpin laga-laga besar Liga Indonesia. Sosok Djafar Umar, yang berstatus sebagai wasit FIFA sejak lama diisukan jadi The Godfather mafia wasit. Ia dipergunjingkan menerima upeti dari para pengadil yang bertugas di pentas kompetisi profesional dan amatir.[4][5]

Djafar Umar sempat buka suara soal kasusnya. Ia mengklaim dirinya hanya menjadi kambing hitam para petinggi PSSI. Ia menyebut ada sejumlah petinggi PSSI yang memegang kendali mengatur pertandingan dengan melibatkan komite wasit yang dipimpinnya. Hanya hingga berpulang ke Sang Khalik pada 12 Mei 2012, pria asal Parepare ini tidak pernah menyebut nama oknum pengurus PSSI yang ia maksud.[6][7]

Respon terhadap wasit di Divisi Satu PSSI 1985[sunting | sunting sumber]

Djafar Umar pernah mengecam keras keputusan wasit Aban Subandi yang memimpin pertandingan semifinal Divisi Satu antara Persitara menghadapi PSIM Mataram pada 2 Desember 1985 di Stadion Diponegoro. Sebelumnya, wasit Aban Subandi memberikan kemenangan 2–7 untuk PSIM karena menganggap Persitara melakukan walk out karena tidak sanggup meneruskan pertandingan. Kubu Persitara sendiri kesulitan melanjutkan laga karena pemainnya banyak yang cedera dan terluka oleh ulah suporter PSIM. Saat itu skor masih sama kuat 2–2. Pertandingan ini berjalan dalam tensi tinggi, kedua kesebelasan ingin memastikan diri lolos ke final sekaligus menuju babak play off promosi–degradasi. Singkat cerita, menjelang laga usai keributan antar pemain pecah. Keadaan tersebut membuat suporter PSIM yang memadati Stadion Diponegoro tersulut emosinya. Mereka turun ke lapangan lalu mengeroyok pemain-pemain Persitara. Djafar Umar sebagai wasit lisensi FIFA saat itu menilai seharusnya wasit Aban Subandi menunda pertandingan sampai keadaan aman. Menurutnya, wasit memang orang paling berkuasa di tengah lapangan, tetapi demi tegaknya PSSI maka Aban Subandi yang berani memberi kemenangan WO kepada PSIM itu harus ditindak.[8]

Respon terhadap wasit di Divisi Utama Liga Indonesia 1994–1995[sunting | sunting sumber]

Dua dari 53 wasit dinon-aktifkan yang memimpin pertandingan Kompetisi Liga Indonesia yang belum genap sebulan bergulir. Dua wasit itu diskors sementara hingga pertandingan istirahat sebulan penuh. Djafar Umar selaku Ketua Komisi Wasit PSSI, dengan berbagai pertimbangan, kedua wasit itu diizinkan kembali bertugas. Djafar Umar mengaku mengambil inisiatif langsung untuk memutuskan hal itu, karena ia tidak percaya begitu saja kepada Inspektur Pertandingan. Memang menurutnya kedua wasit itu memimpin di bawah standar yang diharapkan. Kebetulan lagi, saat kedua wasit itu menjalankan tugasnya, Djafar Umar menonton pertandingan tersebut. Menurutnya, penilaian Inspektur Pertandingan berbeda dengannya. Karena punya wewenang penuh untuk mengambil keputusan terhadap anak buahnya itulah Djafar Umar menghukum mereka. Kalau ada lagi wasit yang terbukti memimpin dalam kategori buruk, bukan mustahil Djafar Umar akan menjatuhkan tindakan serupa. Bisa lebih berat kalau memang kesalahannya lebih fatal. Malah sampai partai final wasit yang bersangkutan mungkin tak akan ia tugaskan lagi. Djafar Umar menambahkan bahwa untuk menjadi wasit yang baik, pengalaman mutlak diperlukan. Apalagi untuk menjadi wasit FIFA. Salah satu jalan ke arah itu adalah wasit yang mantan pemain. Isu lain yang sebenarnya tidak diyakini Djafar Umar terjadi pada para wasit adalah soal suap. Menurutnya, adalah bodoh kalau mereka mau menerima segepok uang hanya untuk kepentingan pihak tertentu. Gaji mereka sekarang sudah jauh lebih besar dibandingkan.[9]

Kematian[sunting | sunting sumber]

Djafar Umar meninggal dunia di rumah kediamannya di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi 12 Mei 2012 sekitar pukul 06.15 WIB dalam usia 65 tahun. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, setelah sebelumnya disalatkan di Masjid Nurul Iman, Bintaro. Tampak hadir diantara pelayat adalah kerabat dekat sesama profesi seperti R Pracoyo dan sejumlah mantan wasit lain seangkatan Djafar Umar. Sejak sebulan yang lalu pasca kematiannya, ia sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, menyusul strok yang pernah diderita sejak tiga tahun lalu. Djafar Umar meninggalkan meninggalkan seorang istri, Kusrini serta tiga anak masing-masing Salmaniar, Indriani dan Maulina serta tiga orang cucu.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g Ucu, Karta Raharja (12 Mei 2012). "Mantan Wasit FIFA Djafar Umar Meninggal Dunia". sport.republika.co.id. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  2. ^ a b c d Haruan, Frengky (12 Mei 2012). "Mantan Wasit Jafar Umar Meninggal Dunia". www.tribunnews.com. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  3. ^ Sanjaya, Yuda (27 September 2023). "Ini yang Wajib Diketahui Para Bobotoh, Bagaimana Sejarah Rivalitas Persija Jakarta dan Persib Bandung?". radarcirebon.disway.id. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  4. ^ Yosia, Ario (14 Mei 2020). "Menggugat Skandal Mafia Wasit di Liga Indonesia 1998: Siapa Dalang Sesungguhnya?". www.bola.com. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  5. ^ Tim redaksi www.iniriau.com (16 Oktober 2018). "Wasit Hingga Pemain Terbukti jadi Penjahat Sepakbola Indonesia". www.iniriau.com. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  6. ^ Tim redaksi www.noice.id (31 Oktober 2022). "7 Kontroversi Sepakbola Indonesia Paling Viral Sepanjang Masa". www.noice.id. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  7. ^ Hidayat, Rizki (21 April 2020). "6 Skandal yang Mencoreng Sepak Bola Indonesia". www.liputan6.com. Diakses tanggal 5 Januari 2024. 
  8. ^ Tim redaksi jacatra.net (17 Juni 2020). "Derby Jakarta Pertama". jacatra.net. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  9. ^ Natakusumah, Arief (28 Desember 1994). "Kenapa Dua Wasit Diskors?". bungnata.blogspot.com. Diakses tanggal 7 Januari 2024.