Nangka
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (May 2021) |
| Nangka نڠک | |
|---|---|
| Buah nangka yang belum diambil | |
| Buah nangka | |
| Klasifikasi ilmiah | |
| Kerajaan: | Plantae |
| Klad: | Tracheophyta |
| Klad: | Angiospermae |
| Klad: | Eudikotil |
| Klad: | Rosidae |
| Ordo: | Rosales |
| Famili: | Moraceae |
| Genus: | Artocarpus |
| Spesies: | A. heterophyllus
|
| Nama binomial | |
| Artocarpus heterophyllus | |
Nangka (Artocarpus heterophyllus)[3] adalah spesies pohon dalam keluarga ara, mulberi, dan sukun (Moraceae).[4] Nangka adalah buah pohon terbesar, mencapai berat hingga 55 kg (120 pon), panjang 90 cm (35 inci), dan diameter 50 cm (20 inci).[4][5] Pohon nangka dewasa menghasilkan sekitar 200 buah per tahun, sedangkan pohon yang lebih tua menghasilkan hingga 500 buah dalam setahun.[4][6] Nangka adalah buah majemuk yang terdiri dari ratusan hingga ribuan bunga individu, dan kelopak buah yang masih mentah dimakan.[4][7]
Pohon nangka sangat cocok ditanam di dataran rendah tropis dan dibudidayakan secara luas di seluruh wilayah tropis di dunia, termasuk India, Bangladesh, Sri Lanka, dan hutan hujan Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Australia.[4][6][8][9]
Buah yang matang rasanya manis (tergantung varietasnya) dan biasanya digunakan dalam hidangan penutup. Nangka hijau kalengan memiliki rasa yang lembut dan tekstur seperti daging sehingga disebut "daging sayur".[4] Nangka biasanya digunakan dalam masakan Asia Selatan dan Asia Tenggara.[10] Buah yang matang maupun yang belum matang dapat dikonsumsi. Buah ini tersedia di pasar internasional, dalam bentuk kalengan atau beku, dan dalam makanan dingin, seperti juga berbagai produk yang berasal dari buah ini, seperti mi dan keripik.

Penjelasan
[sunting | sunting sumber]Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 meter. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai.
Daun tunggal, tersebar, bertangkai 1–4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5–12 × 5–25 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin.
Tumbuhan nangka berumah satu (monoecious), perbungaan muncul pada ketiak daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gada atau gelendong, 1–3 × 3–8 cm, dengan cincin berdaging yang jelas di pangkal bongkol, hijau tua, dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam semasa masih di pohon, sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong, hijau tua.
Buah majemuk (syncarp) berbentuk gelendong memanjang, sering kali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak. 'Daging buah', yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum-manis yang keras, berdaging, kadang-kadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2–4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis cokelat seperti kulit, endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.
Reproduksi
[sunting | sunting sumber]Tumbuhan dalam genus Artocarpus (seperti nangka, sukun, dan cempedak) dapat bereproduksi secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual).
Reproduksi generatif melibatkan proses penyerbukan dan pembuahan yang menghasilkan biji. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) dan cempedak (Artocarpus integer) umumnya memiliki biji dan dapat diperbanyak secara generatif melalui penanaman biji. Pohon yang berasal dari biji biasanya membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 5-10 tahun) untuk mulai berbuah.
Reproduksi vegetatif tidak melibatkan biji atau proses seksual, melainkan menggunakan bagian-bagian vegetatif tanaman (akar, batang, daun) untuk membentuk tanaman baru. Cara ini memungkinkan tanaman baru memiliki sifat genetik yang identik dengan induknya dan lebih cepat berbuah. Sukun (Artocarpus altilis) adalah contoh paling umum dari genus ini yang bereproduksi secara alami melalui tunas adventif pada akarnya. Buah sukun bersifat parthenocarpic (tidak berbiji), sehingga perbanyakan generatif sulit dilakukan secara alami. Metode stek akar, stek pucuk, dan stek batang sering digunakan pada sukun dan nangka untuk perbanyakan vegetatif buatan. Okulasi/Cangkok: Teknik okulasi atau cangkok juga umum diterapkan, terutama pada nangka, untuk mempercepat masa panen dan mempertahankan sifat unggul pohon induk. Metode modern ini juga digunakan untuk perbanyakan massal, terutama pada sukun.
Secara ringkas, kemampuan bereproduksi secara generatif dan vegetatif memberikan fleksibilitas dalam budidaya dan kelangsungan hidup spesies Artocarpus, dengan metode vegetatif sering dipilih untuk tujuan komersial karena hasilnya yang lebih cepat dan konsisten.
Perbanyakan generatif pada genus Artocarpus (termasuk nangka, sukun, dan cempedak) merujuk pada proses perkembangbiakan tanaman secara seksual melalui biji. Proses Perbanyakan Generatif ini melibatkan penyatuan sel kelamin jantan (serbuk sari) dan betina (putik) melalui penyerbukan, yang kemudian menghasilkan biji yang subur. Pohon Artocarpus memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah, biasanya dalam satu pohon (monoecious). Penyerbukan umumnya dibantu oleh angin atau serangga. Setelah penyerbukan berhasil, terjadi pembuahan yang mengarah pada pembentukan buah dan biji di dalamnya. Biji dari buah yang matang dan sehat kemudian disemai untuk menghasilkan bibit baru. Bibit yang berasal dari perbanyakan generatif ini akan memiliki sistem perakaran tunggang yang kuat dan kokoh. Spesies dalam genus Artocarpus (seperti nangka, cempedak, dan sukun) umumnya menunjukkan jenis perkecambahan hipogeal. Ciri utama perkecambahan hipogeal adalah kotiledon (daun biji) tetap berada di dalam atau di permukaan tanah seperti perkecambahan biji mangga, terlindung di dalam kulit biji. Bagian batang di bawah kotiledon (hipokotil) tidak memanjang secara signifikan untuk mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah. Bibit akan tumbuh menjadi pohon baru yang secara genetik merupakan kombinasi dari kedua induknya.
Tanaman hasil perbanyakan generatif memiliki sistem perakaran yang lebih kuat dan kokoh, serta umur produksi atau jangka waktu berbuah yang lebih panjang. Sifat tanaman anakan bisa bervariasi dan tidak selalu sama persis dengan induknya yang unggul (adanya segregasi genetik), dan biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mulai berbuah dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif (seperti cangkok atau sambung pucuk). Meskipun perbanyakan vegetatif sering digunakan untuk memastikan sifat unggul dari induknya, perbanyakan generatif melalui biji tetap menjadi cara alami dan penting dalam siklus hidup dan pemuliaan tanaman Artocarpus.
Untuk merangsang pembungaan pada tanaman genus Artocarpus (seperti nangka, cempedak, dan sukun), metode yang paling umum dan efektif melibatkan penggunaan pupuk dengan kandungan fosfat (P) dan kalium (K) yang tinggi serta praktik agronomi yang tepat. Pemangkasan cabang yang tidak produktif atau terlalu rimbun dapat mengalihkan energi tanaman untuk produksi bunga dan buah. Pastikan tanaman mendapatkan pasokan air yang cukup, karena stres air dapat menyebabkan kerontokan bunga atau buah. Jaga kesehatan tanah dengan memberikan nutrisi yang seimbang. Tanah yang sehat mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal, termasuk pembungaan yang baik. Lindungi tanaman dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu proses pembungaan dan pembuahan. Secara ringkas, kunci untuk merangsang bunga pada tanaman Artocarpus adalah kombinasi nutrisi yang tepat (tinggi P dan K) dan manajemen tanaman yang baik.
Perkawinan silang pada genus Artocarpus
[sunting | sunting sumber]Perkawinan silang pada genus Artocarpus yang paling dikenal adalah nangkadak, hasil dari persilangan antara nangka betina (Artocarpus heterophyllus) disilangkan dengan cempedak jantan (Artocarpus integer). Hasil dari perkawinan silang ini adalah varietas unggul yang menggabungkan keunggulan kedua tanaman induk, seperti buah yang lebih produktif, rasa yang manis, aroma yang tidak terlalu menyengat, serta getah yang lebih sedikit.
Hasil dan kegunaan
[sunting | sunting sumber]
Nangka terutama dipanen buahnya. "Daging buah" yang matang sering kali dimakan dalam keadaan segar, dicampur dalam es, dihaluskan menjadi minuman (jus), atau diolah menjadi aneka jenis makanan daerah: dodol nangka, kolak nangka, selai nangka, nangka goreng tepung, keripik nangka, mandai dan lain-lain. Nangka juga digunakan sebagai pengharum es krim dan minuman, dijadikan madu-nangka, konsentrat, atau tepung. Biji nangka, dikenal sebagai "beton", dapat direbus dan dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan.
Biji nangka juga bisa dijadikan satu dengan masakan kolak nangka. Nangka maupun biji nangka juga bisa digabung dengan masakan kolak pisang atau buah sukun. Biji nangka juga bisa dijadikan tepung. Biji nangka yang direbus secara terpisah atau tidak diikutkan dalam masakan kolak, dapat dimakan seperti halnya kita makan singkong. Biji nangka bisa juga dimasak dengan cara digoreng.
Buah nangka muda sangat digemari sebagai bahan sayuran. Di Sumatra, terutama di Minangkabau, dikenal masakan gulai cubadak (gulai nangka). Di Jawa Barat buah nangka muda antara lain dimasak sebagai salah satu bahan sayur asam. Di Jawa Tengah dikenal berbagai macam masakan dengan bahan dasar buah nangka muda (disebut gori), seperti sayur lodeh, masakan megono, oseng-oseng gori, dan jangan gori (sayur nangka muda). Di Yogyakarta nangka muda terutama dimasak sebagai gudeg. Sementara di seputaran Jakarta dan Jawa Barat, bongkol bunga jantan (disebut babal atau tongtolang) kerap dijadikan bahan rujak.
Daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba, maupun sapi. Kulit batangnya yang berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali dan pada masa lalu juga dijadikan bahan pakaian. Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, untuk memakal (menambal) perahu dan lain-lain.
Kayunya berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah dikerjakan. Kayu ini cukup kuat, awet, dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur, serta memiliki pola yang menarik, gampang mengilap apabila diserut halus dan digosok dengan minyak. Karena itu kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Dari kayunya juga dihasilkan bahan pewarna kuning untuk mewarnai jubah para pendeta Buddha.
Ekologi dan ragam jenis
[sunting | sunting sumber]Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan lintang 25˚ utara maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30˚. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan.

Pohon nangka yang berasal dari biji, mulai berbunga pada umur 2–8 tahun. Sedangkan yang berasal dari klon mulai berbunga di umur 2–4 tahun. Di tempat yang cocok, nangka dapat berbuah sepanjang tahun. Akan tetapi di Thailand dan India panen raya terjadi antara Januari–Agustus, sementara di Malaysia antara April–Agustus atau September–Desember.
Varian nangka amat banyak jenisnya, baik dengan melihat perawakan pohon dan bagian-bagian tanamannya, rasa dan sifat-sifat buahnya, maupun sifat-sifat yang tak mudah dilihat seperti kemampuan tumbuhnya terhadap variasi-variasi lingkungan. Dari segi sifat-sifat buahnya, umum mengenal dua kelompok besar yakni:
- Nangka Bubur (Indonesia dan Malaysia), yang disebut pula sebagai langka (Filipina), khanun lamoud (Thailand), vela (Srilangka), atau koozha chakka (India selatan); dengan daging buah tipis, berserat, lunak dan membubur, rasanya asam manis, dan berbau harum tajam.
- Nangka Salak (Ind.), nangka belulang (Mal.), khanun nang (Thai), varaka (Srilangka), atau koozha pusham (India Selatan); dengan daging buah tebal, keras, mengeripik, rasa manis agak pahit, dan tak begitu harum.
Asal-usul dan penyebaran
[sunting | sunting sumber]Nangka diyakini berasal dari India, yakni wilayah Ghats bagian barat, di mana jenis-jenis liarnya masih didapati tumbuh tersebar di hutan hujan di sana. Kini nangka telah menyebar luas di berbagai daerah tropik, terutama di Asia Tenggara.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Beberapa contoh anggota marga Artocarpus penghasil buah yang populer, di antaranya:
- Artocarpus altilis – Sukun, Timbul, atau Kulur
- Artocarpus anisophyllus - Mentawa
- Artocarpus camansi, Kluwih, keluwih, atau Tewel
- Artocarpus elasticus – Benda, Bendo, Terap, atau Tekalong
- Artocarpus heterophyllus – Nangka
- Artocarpus integer - Cempedak
- Artocarpus lanceifolius – Keledang
- Artocarpus odoratissimus - Terap atau Tarap
- Artocarpus sarawakensis - Pingan atau terap gunung
- Artocarpus sericicarpus - Peluntan, pedalai, terap bulu, gumihan
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Dengan nama yang diterima Artocarpus heterophyllus (dulunya heterophylla), spesies ini dideskripsikan dalam Encyclopédie Méthodique, Botanique 3: 209. (1789) oleh Jean-Baptiste Lamarck, dari spesimen yang dikumpulkan oleh ahli botani Philibert Commerson. Lamarck mengatakan bahwa buahnya kasar dan sulit dicerna. Larmarck's original description of tejas. Vol. t.3. Panckoucke;Plomteux. 1789. Diakses tanggal 23 November 2012.
On mange la chair de son fruit, ainsi que les noyaux qu'il contient; mais c'est un aliment grossier et difficile à digérer.
- ^ "Name - !Artocarpus heterophyllus Lam". Tropicos. Saint Louis, Missouri: Missouri Botanical Garden. Diakses tanggal 23 November 2012.
- ^ "Artocarpus heterophyllus". Tropical Biology Association. October 2006. Diarsipkan dari asli tanggal 15 August 2012. Diakses tanggal 23 November 2012.
- ^ a b c d e f Morton, Julia F. (1987). Fruits of warm climates. West Lafayette, Indiana, USA: Center for New Crops & Plant Products, Purdue University Department of Horticulture and Landscape Architecture. hlm. 58–64. ISBN 0-9610184-1-0. Diakses tanggal 19 April 2016.
- ^ "Jackfruit Fruit Facts". California Rare Fruit Growers, Inc. 1996. Diakses tanggal 3 September 2023.
- ^ a b Love, Ken; Paull, Robert E (June 2011). "Jackfruit" (PDF). College of Tropical Agriculture and Human Resources, University of Hawaii at Manoa.
- ^ Silver, Mark (May 2014). "Here's The Scoop On Jackfruit, A Ginormous Fruit To Feed The World". NPR. Diakses tanggal 19 April 2016.
- ^ Boning, Charles R. (2006). Florida's Best Fruiting Plants:Native and Exotic Trees, Shrubs, and Vines. Sarasota, Florida: Pineapple Press, Inc. hlm. 107.
- ^ Elevitch, Craig R.; Manner, Harley I. (2006). "Artocarpus heterophyllus (Jackfruit)". Dalam Elevitch, Craig R. (ed.). Traditional Trees of Pacific Islands: Their Culture, Environment, and Use. Permanent Agriculture Resources. hlm. 112. ISBN 9780970254450.
- ^ The encyclopedia of fruit & nuts, By Jules Janick, Robert E. Paull, pp. 481–485
Bahan bacaan
[sunting | sunting sumber]- Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Nangkadak, Persilangan antara nangka dan cempedak[pranala nonaktif permanen]
- (Indonesia) Mengawinkan nangka dan cepedak di halaman Anda[pranala nonaktif permanen]
- (Indonesia) Persilangan nangka dan cempedak Diarsipkan 2008-12-08 di Wayback Machine.